DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DAN KLASIFIKASI PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN DAN STABILITAS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DI KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel: 3.2 GRDP at current and constant 2000 Prices and Their Progress in Surakarta Municipality

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTORAL KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF GROWTH AND SECTORAL COMPETITIVENSES ROKAN HILIR

ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO

PERANAN KOMODITI PERTANIAN UNGGULAN TIAP KECAMATAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

Sektor Pertanian Unggulan di Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

Analisis Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa TimurTahun (Pendekatan Shift Share Esteban Marquillas)

KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

P E RA N A N S E KT OR P ER T A NI AN D A LAM P E NY E R APA N T E N A GA KE RJA D I KAB UP AT E N P A T I

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

ANALISIS EKONOMI WILAYAH KABUPATEN DI EKS- KARESIDENAN SURAKARTA (BOYOLALI, SUKOHARJO, KARANGANYAR, WONOGIRI, SRAGEN DAN KLATEN) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

Economics Development Analysis Journal

The Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah di wilayah negaranya. Dalam pembangunan perekonomian di suatu

ANALISIS POTENSI RELATIF PEREKONOMIAN WILAYAH KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Agustin Susyatna Dewi 1)

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

ANALISIS EKONOMI BASIS DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN EKONOMI DI KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

IDENTIFIKASI DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN PATI SKRIPSI

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN PATI. Eka Dewi Nurjayanti Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita, dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan juga

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI PROVINSI ACEH PERIODE

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Potensi Dan Daya Saing Sektoral Di Kabupaten Situbondo (Analysis of Potential and Competitiveness Sectoral In Situbondo Regency)

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa didukung adanya kegiatan kegiatan yang. indonesia tidaklah mudah, harus ada sinergi antara pemerintah dan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara. dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

IDENTIFIKASI POSISI DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG. Hendri Wibowo, Darsono*, Eka Dewi Nurjayanti

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com Abstract This study aims to determine the dynamics of agriculture role in economic development in the region of Solo Raya seen from agricultural sector contribution to the PDRB, the agricultural sector is base sector or not based on the Location Quotien (LQ) analysis, as well as the agricultural sector classification based Klassen Typology analysis. The data used is PDRB of Regency and City in Solo Raya Region and PDRB of Central Java in 2010-2014 based on constant prices of 2010. The results showed that during the 2010-2014 agricultural sector contribution to the PDRB of Regency / City in Solo Raya Region tends to decrease. Contribution of agriculture to the PDRB is highest in Wonogiri regency is 35.01% and the lowest was in Surakarta, namely 0.52%. LQ analysis results indicate that the agricultural sector is base sector in Sragen, Wonogiri, and Boyolali and in Sukoharjo, Karanganyar, Klaten and Surakarta is not base sector. Based on the analysis Typology Klassen, the agricultural sector in Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, and Klaten, categorized as a potential sector, while in Surakarta categorized as a growing sector. Keywords: agricultural sector, LQ, Solo Raya, typology klassen PENDAHULUAN Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1999). Pembangunan ekonomi daerah adalah proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2009). Perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada sektor industri sedangkan daerah lain mengalami penurunan (Kuncoro, 2004). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi.pertanian dapat bekerjasama secara harmonis dengan sektorsektor lain untuk menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat, mengurangi kemiskinan, dan melestarikan lingkungan. Dunia pertanian berkontribusi pada pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi, sebagai mata pencaharian dan sebagai cara untuk melestarikan lingkungan, sehingga menjadikan sektor ini sebuah instrumen unik bagi pembangunan (Grup Bank Dunia, 2008). Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional Indonesia semakin nyata. Selama periode 2010-2014, rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mencapai 10,26% dengan pertumbuhan sekitar 3,90. Pada periode yang sama, sektor pertanian menyerap angkatan kerja terbesar walaupun ada kecenderungan menurun. Pada tahun 2014 sektor pertanian menyerap sekitar 35,76 juta atau sekitar 30,2% dari total tenaga kerja (Kementerian Pertanian, 2015). Solo Raya adalah wilayah geografis di Jawa Tengah yang merujuk pada eks- Karesidenan Surakarta yang sering disingkat dengan nama Subosukawonosraten. Solo Raya terdiri dari tujuh wilayah administrasi, mencakup satu kota dan enam kabupaten yaitu Kota Surakarta (Solo), Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Pembangunan ekonomi kawasan Solo Raya ditopang oleh beragam sektor perekonomian. Masing-masing daerah di kawasan Solo Raya memiliki potensi ekonomi yang berbeda-beda. Hasil penelitian Cahyono dan Wijaya (2014) menunjukkan bahwa sektor unggulan tiap kabupaten di wilayah penelitian Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17 11

berbeda yaitu Wonogiri (sektor pengangkutan dan komunikasi), Karanganyar (sektor industri pengolahan), Boyolali (keuangan, real estate dan jasa perusahaan), Sragen (sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) dan Klaten (sektor konstruksi). Dinamika peranan sektor pertanian di kawasan Solo Raya dalam penyerapan tenaga kerja pernah diteliti oleh Darsono, Marwanti, dan Barokah (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2005-2009 dinamika peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di kawasan Subosukawonosraten dilihat dari angka pengganda tenaga kerja mengalami pasang surut. Sektor pertanian memiliki nilai komponen pertumbuhan regional terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya yang berarti sektor pertanian memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja di kawasan Subosukawonosraten. Dilihat dari efek alokasi, di kawasan Subosukawonosraten sektor pertanian mengalami spesialisasi, memiliki keunggulan kompetitif untuk menciptakan lapangan kerja dan memiliki kemampuan menggerakkan lapangan kerja kepada sektor lainnya, namun masih dikalahkan sektor konstruksi. Dinamika peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di kawasan Solo Raya penting untuk senantiasa diperhatikan agar sektor pertanian dapat dikembangkan dan ditingkatkan peranannya sesuai dengan potensinya. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di Kawasan Solo Raya dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, pertumbuhan PDRB sektor pertanian, basis dan tidaknya sektor pertanian berdasarkan analisis Location Quotien (LQ), serta klasifikasi sektor pertanian berdasarkan Tipologi Klassen. METODE PENELITIAN Lokasi dan Data Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten/Kota di Kawasan Solo Raya yaitu Kota Surakarta (Solo), Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Kabupaten/Kota di Solo Raya tahun 2010-2014 atas dasar harga konstan 2010. Metode Analisis Data 1. Analisis Kontribusi Sektor Pertanian di Kawasan Solo Raya Kontribusi sektor pertanian dihitung dengan membandingkan nilai PDRB sektor pertanian dengan total PDRB masingmasing Kabupaten/Kota di kawasan Solo Raya dikalikan 100%. 2. Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kawasan Solo Raya Laju pertumbuhan sektor pertanian merupakan perubahan PDRB sektor pertanian dari tahun- ke tahun dihitung dengan membandingkan nilai PDRB sektor pertanian tahun t dengan dengan nilai PDRB sektor pertanian tahun sebelumnya dikalikan 100%. 3. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ digunakan untuk menentukan apakah sektor pertanian di merupakan sektor basis atau non basis. Analisis LQ yang dihitung dengan rumus: vi vt LQ= Vi Vt vi : PDRB sektor pertanian masing-masing kabupaten/kota di Solo Raya vt : PDRB total masingmasing kabupaten/kota di Solo Raya Vi : PDRB sektor pertanian Jawa Tengah Vt : PDRB total Jawa Tengah Berdasarkan nilai LQ yang diperoleh, sektor pertanian diklasifikasikan menjadi: a. LQ>1, sektor pertanian merupakan sektor basis artinya sekor pertanianmampu memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan dapat mengekspor ke wilayah lain. b. LQ=1, sektor pertanian merupakan sektor non basis artinya sekor pertanianhanya mampu memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak dapat mengekspor ke wilayah lain. c. LQ<1, sektor pertanian merupakan sektor non basis artinya sektor pertanian belum memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan kekurangannya dipenuhi 12 Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17

dengan mengimpor dari luar wilayah (Kuncoro, 2014). 4. Analisis Tipologi Klassen Analisis Tipologi Klassen mengklasifikasikan peranan sektor pertanian berdasarkan dua indikator yaitu kontribusi dan pertumbuhan PDRB.Analisis Tipologi Klassen ini dilakukan dengan: a. Membandingkan besarnya kontribusi PDRB sektor pertanian dengan kontribusi PDRB masing-masing Tabel 1. Matrik tipologi klassen Kontribusi Sektor/Subsektor i Laju Pertumbuhan Sektor/subsektor i Tumbuh Cepat (r sektor/subsektor i >r PDRB ) Tumbuh Lambat (r sektor/subsektor i <r PDRB ) Sumber: Widodo 2006. Kontribusi Besar (Kontribusi sektor/subsektor i >Kontribusi PDRB ) Sektor/subsector Prima Sektor/subsector Potensial HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi Sektor Pertanian dalam Perekonomian di Kawasan Solo Raya Kondisi dan struktur perekonomian suatu wilayah dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB menggambarkan sektor sektor perekonomian pembentuk ekonomi suatu wilayah dan peranan setiap sektor perekonomian terhadap ekonomi suatu daerah. Peranan sektor perekonomian terhadap ekonomi daerah dapat terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. b. Membandingkan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian dengan laju pertumbuhan PDRB masing-masing Berdasarkan perbandingan tersebut kemudian sektor pertanian diklasifikasikan menjadi sektor prima, potensial, berkembang dan terbelakang.matrik Tipologi Klassen disajikan pada tabel 1. Kontribusi Kecil (Kontribusi Sektor/subsector i< Kontribusi PDRB ) Sektor/subsektor Berkembang Sektor/subsektor Terbelakang dilihat melalui sumbangan atau kontribusi masing-masing sektor ekonomi serta melalui perubahan kontribusinya dalam suatu kurun waktu tertentu (time series). PDRB yang disajikan secara series memberikan gambaran kinerja ekonomi makro dari waktu ke waktu sehingga arah perekonomian regional akan lebih jelas. Kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di kawasan Solo Raya disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Kontribusi PDRB sektor pertanian terhadap total PDRB Kabupaten/Kota di kawasan Solo Raya tahun 2010-2014 (%) Kabupaten/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata Sragen 20,97 19,90 19,45 18,97 16,60 19,04 Sukoharjo 10,40 9,60 10,27 9,86 8,84 9,79 Boyolali 25,34 23,71 24,54 23,65 22,11 23,87 Wonogiri 36,92 35,88 35,42 34,15 32,69 35,01 Surakarta 0,50 0,52 0,51 0,54 0,52 0,52 Karanganyar - 15,46 14,50 14,18 13,73 14,47 Klaten 13,43 12,31 12,94 12,73 11,91 12,68 Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2010-2014 sektor pertanian di Kabupaten/Kota kawasan Solo Raya memberikan kontribusi yang berfluktuatif namun cenderung menurun. Di antara, Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17 13

Kabupaten Wonogiri memiliki kontribusi sektor pertanian terbesar disusul Kabupaten Boyolali, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Di kabupaten yang sektor pertanian memberikan kontribusi relatif besar menunjukkan bahwa di Kabupaten tersebut sektor pertanian memiliki peranan yang besar dalam perekonomian. Kota Surakarta memiliki kontribusi sektor pertanian terkecil di antara kabupaten/kota di kawasan Solo Raya yaitu rata-rata 0,52%. Sektor pertanian di Kota Surakarta menempati urutan ke-14 di antara 17 sektor perekonomian pembentuk PDRB. Hal ini menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Kota Surakarta relatif kecil dibanding sektor perekonomian yang lain. Pertumbuhan sektor pertanian di kawasan Solo Raya Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara (Yulianita, 2008). Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sukirno, 1994). Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan nilai PDRB dari tahun ke tahun (Arsyad, 1997). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dibentuk oleh pertumbuhan PDRB setiap sektor pembentuk ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan PDRB sektor pertanian dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan tingkat ekonomi sektor pertanian dan perkembangan peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu daerah.pertumbuhan PDRB sektor pertanian disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kabupaten/Kota di kawasan Solo Raya tahun 2010-2014 (%) Kabupaten/Kota Tahun 2011 2012 2013 2014 Rata-rata Sragen 4,58 3,61 4,19-7,60 1,20 Sukoharjo -2,18 13,14 1,60-5,61 1,74 Boyolali 6,34 2,01 1,98-1,78 2,14 Wonogiri 0,67 4,56 1,04 0,77 1,76 Surakarta 15,17 8,20 16,88 7,01 11,81 Karanganyar - 0,68 3,31 1,91 1,52 Klaten -2,62 11,10 2,56-0,83 3,05 Tabel 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB sektor pertanian di kawasan Solo Raya selama 2011-2014 berfluktiatif. Di Kabupaten Boyolali dan Klaten pertumbuhan PDRB sektor pertanian cenderung menurun. Pertumbuhan PDRB sektor pertanian tertinggi terdapat di Kota Surakarta yaitu rata-rata 11,81% dan terendah di Kabupaten Sragen dengan rata-rata 1,20%. Rata-rata pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kota Surakarta tertinggi karena dalam kurun waktu 2011-2014 PDRB sektor pertanian selalu tumbuh positif dan relatif besar pertumbuhannya. Di Kabupaten Sragen rata-rata pertumbuhan PDRB sektor pertanian berfluktuatif dan pada tahun 2014 tumbuh negatif sebesar -7,60. Hal ini menyebabkan rata-ratanya rendah meskipun pada tahuntahun sebelumnya memiliki pertumbuhan yang relatif besar. Nilai LQ Sektor Pertanian di Kawasan Solo Raya Metode Location Quotient (LQ), merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relative pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional (Budiharsono, 2011). Analisis location quotient (LQ) adalah cara untuk menentukan kemampuan suatu daerah di sektor produksi komoditas tertentu. Analisis LQ menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan dari kegiatan produksi pertanian tertentu di daerah yang dilihat dari kemampuan sektor produksi yang sama di tingkat kabupaten (Zakaria, 2015). Hasil analisis LQ sektor pertanian masing-masing disajikan pada tabel 4. 14 Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17

Tabel 4. Nilai LQ sektor pertanian Kabupaten/Kota di kawasan Solo Raya Kabupaten/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Kriteria Sragen 1,27 1,26 1,26 1,26 1,20 Basis Sukoharjo 0,65 0,61 0.67 0,66 0,64 Non Basis Boyolali 1,59 1,51 1,59 1,57 1,60 Basis Wonogiri 2,31 2,28 2,30 2,29 2,36 Basis Surakarta 0,03 0,04 0,03 0,03 0,03 Non Basis Karanganyar - 0,98 0,94 0,94 0,99 Non Basis Klaten 0,84 0,78 0,84 0,85 0,87 Non Basis Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 2010-2014 nilai LQ sektor pertanian di kabupaten/kota kawasan Solo Raya berfluktuatif. Sektor pertanian merupakan sektor basis di Kabupaten Sragen, Boyolali, dan Wonogiri. Hal ini berarti bahwa peranan relatif sektor pertanian di kabupaten-kabupaten tersebut lebih besar daripada peranan relatif sektor pertanian dalam perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini juga berarti bahwa sektor pertanian mampu mencukupi kebutuhan wilayah tersebut dan mampu mengekspor kelebihan produkinya ke wilayah lain. Dengan demikian berarti bahwa sektor pertanian di kabupaten-kabupaten tersebut berperan penting dalam pembangunan ekonomi karena berkembangnya sektor basis akan memberikan pendapatan kepada daerah sebagai hasil dari ekspor dari kelebihan produksi yang dihasilkan. Sedangkan di Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten dan Kota Surakarta sektor pertanian merupakan sektor non basis. Kondisi ini menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian di wilayah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan peranan sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah dan sektor pertanian belum mampu memenuhi kebutuhan kabupaten dan kota tersebut. Klasifikasi Sektor Pertanian di Kawasan Solo Raya berdasarkan Tipologi Klassen Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral. Dalam Tipologi Klassen masing-masing sektor ekonomi dapat diklasifikasikan sebagai sektor prima, berkembang, potensial dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah. Hasil Analisis Tipologi Klassen sektor pertanian di kabupaten/kota kawasan Solo Raya disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis tipologi klassen sektor pertanian di kawasan Solo Raya Kabupaten/ Kontribusi Sektor Kontribusi PDRB Pertumbuhan Pertumbuhan PDRB Klasifikasi Kota Pertanian Kabupaten/Kota Sektor Pertanian Kabupaten/Kota Sragen 19,04 2,59 1,20 6,24 Potensial Sukoharjo 9,79 2,65 1,74 5,71 Potensial Boyolali 23,87 2,27 2,14 5,77 Potensial Wonogiri 35,01 2,11 1,76 4,89 Potensial Surakarta 0,52 3,82 11,81 10,53 Berkembang Karanganyar 14,47 2,64 1,97 5,60 Potensial Klaten 12,68 2,77 3,03 5,91 Potensial Tabel 5 menunjukkan bahwa sektor pertanian terkategori sebagai sektor potensial di 6 kabupaten yaitu Kabupaten Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar dan Klaten. Sektor pertanian di kabupatenkabupaten tersebut memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian namun pertumbuhannya lambat. Hal ini berarti bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB masing-masing lebih besar daripada kontribusi PDRB kabupaten-kabupaten tersebut terhadap PDRB Jawa Tengah dan pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat dibandingkan pertumbuhan PDRB masing-masing kabupaten. Besarnya kontribusi sektor pertanian di kabupaten tersebut disebabkan Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17 15

potensi wilayah yang menunjang sektor pertanian seperti luasnya lahan pertanian dan beragamnya aktivitas pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, maupun perikanan. Pertumbuhan sektor pertanian yang lambat dapat disebabkan produktivitas yang berkurang, adanya alih fungsi lahan, maupun rendahnya harga produk-produk pertanian terutama produk pertanian tanaman pangan. Di Kota Surakarta sektor pertanian terkategori sebagai sektor berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Surakarta lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kota Surakarta terhadap PDRB Jawa Tengah namun pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kota Surakarta lebih cepat dibandingkan pertumbuhan PDRB Kota Surakarta. Kontribusi sektor pertanian kecil karena di Kota Surakarta lahan pertanian yang mencakup sawah dan tegalan hanya sebesar 4,7% dan sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pemukiman (65,3%). Pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kota Surakarta yang tinggi antara lain disebabkan berkembangnya pertanian perkotaan yang banyak mengusahakan tanaman hortikultura terutama bunga dan buah. Produk hortikultura pada umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan produk tanaman pangan. Berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen, strategi peningkatan peranan sektor pertanian di Kabupaten Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar dan Klaten dapat dilakukan dengan peningkatan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian. Sedangkan strategi peningkatan peranan sektor pertanian di Kota Surakarta dapat dilakukan dengan peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) Selama tahun 2010-2014 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten/Kota di Kawasan Solo Raya cenderung menurun. Kontribusi sector pertanian terhadap PDRB tertinggi terdapat di Kabupaten Wonogiri yaitu rata-rata sebesar 35,01% dan terendah adalah di Kota Surakarta yaitu 0,52%. (2) Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor basis di Kabupaten Sragen, Wonogiri, dan Boyolali dan menjadi sektor non basis di Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, dan Kota Surakarta. Dan (3) Hasil Analisis Tipologi Klassen menunjukkan sektor pertanian di 6 kabupaten yaitu Kabupaten Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, dan Klaten, terkategori sebagai sektor potensial sedangkan di Kota Surakarta terkategori sebagai sektor berkembang. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.. 2009. Ekonomi Pembangunan Edisi ke-2. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. YKPN. Yogyakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Cahyono, S. A. dan W. W. Wijaya.2014. Inentifikasi sektor ekonomi unggulan dan ketimpangan pendapatan antar Kabupaten di Sub DAS Bengawan Solo Hulu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol. 11 No. 1, Maret 2014, Hal: 32-43. Darsono, S. Marwanti, dan U. Barokah. 2011. Dinamika peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dan strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di kawasan Subosuka Wonosraten. Jurnal Rural and Development edisi Agustus 2011. Grup Bank Dunia. 2008. Laporan Pembangunan Dunia 2008: Pertanian untuk Pembangunan. Salemba Empat. Jakarta. Kementerian Pertanian RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta. Kuncoro, M., 2014. Otonomi Daerah: Menuju Era Baru Pembangunan Daerah (3rd ed.). Penerbit Erlangga. Jakarta. 16 Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17

Sukirno, S. 1994. Pengantar Makro Ekonomi. (Edisi kedua). PT Grafindo, Jakarta. Todaro, M.P. 1999. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Keenam.Erlangga. Jakarta. Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta Yulianita, A. 2008. Analisis Sektor Unggulan dan Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Journal of economic and Development. Hal 70-85. Zakaria, J., 2015. A Study of Plantation Sector in Indonesia. International Journal of Business and Management Invention Vol. 4(2), pp. Hal 14-18. Caraka Tani Journal of Sustainable Agriculture, Vol. 31 No. 1, Maret 2016. Hal. 11-17 17