BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kedisiplinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Setiap

PENGARUH PEMBERIAN GOAL SETTING TERHADAP TINGKAT KEDISIPLINAN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER FUTSAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini menguraikan hasil penelitian dan hasil olah data dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

2015 KORELASI ANTARA GOAL SETTING DENGAN MOTIVASI BERLATIH ATLET EKSTRAKULIKULER FUTSAL MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BANDUNG

2016 HUBUNGAN ANTARA KEBUGARAN, KECERDASAN INTELEKTUAL, DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KINERJA WASIT FUTSAL LEVEL 1 KOTA BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adanya para karyawan yang memiliki kedisiplinan yang baik sebagai unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai hal-hal yang menyangkut operasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai. Kesadaran Pegawai diperlukan dengan mematuhi peraturan-peraturan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAYU ASMARA YUDHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN TEORITIS. para pegawai. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tajam dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dunia pendidikan, menyangkut

PENGARUH HUMAN RELATION DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN MUARA BENGKAL KABUPATEN KUTAI TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

KINERJA PEGAWAI PADA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA PARIAMAN ARTIKEL ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik atau tidak. Disiplin juga merupakan bentuk pengendalian diri bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bisnis, maka selayaknya SDM tersebut dikelola sebaik mungkin. Kesuksesan

BAB II LANDASAN TEORI. karyawan itu sendiri yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. sasaran, sehingga untuk bisa bermain sepakbola diperlukan teknik-teknik

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELATIH OLAHRAGA DAN KODE ETIKNYA. Fitria Dwi Andriyani, M.Or.

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan selalu berusaha untuk mencapai tingkat laba tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Departemen yang berada dibawah Kementrian Agraria dan Tata Ruang dan

BAB I PENDAHULUAN. Kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin discipline yang berarti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sehat dan bugar merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Untuk meraihnya diperlukan aktivitas fisik yang menyenangkan dan dalam jangka waktu

BAB I PENDAHULUAN. yang dipilih secara khusus untuk melakukan tugas negara sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang sudah mendunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Disiplin berasal dari kata disple yang artinya patuh, patuh baik

BAB I PENDAHULUAN. maanfaat yang diperoleh langsung dari aktivitas olahraga tersebut baik untuk

Landasan Hukum Alasan PT Liga Indonesia Membatalkan Turnamen. Isu Hukum:

Oleh Zul Andri Syamsul Gultom Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

BAB I PENDAHULUAN. oraang-orang yang dipilih secara khusus untuk melaksanakan tugas

PENGARUH PENDIDIKAN DAN MASA KERJA TERHADAP KEDISIPLINAN KARYAWAN DI SMK MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 HUBUNGAN ANTARA VO2MAX DAN DAYA JELAJAH WASIT SEPAK BOLA LISENSI C3 DALAM SUATU KOMPETISI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Penjelasan UU No.8

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga semakin lama mendapat tempat di dunia kesehatan sebagai salah

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

I. PENDAHULUAN. pertama dari setiap masalah yang terjadi dalam suatu organisasi. Bahkan ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

, 2015 HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN PERATURAN PERMAINAN FUTSAL DENGAN KINERJA WASIT FUTSAL ASPROV PSSI JAWA BARAT SAAT MEMIMPIN PERTANDINGAN

LAMPIRAN. Lembar observasi (pretest)

I. PENDAHULUAN. Manfaat dari pendidikan di sekolah, antara lain adalah menambah wawasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai faktor penggeraknya. Dalam sumber daya manusia terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakaria Nur Firdaus, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan futsal ditandai dengan banyak didirikannya lapangan. futsal di Indonesia khususnya wilayah Jakarta sejak tahun 2000.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Camat, Tugas, dan Fungsinya. Menurut Undang-Undang no 23 Tahun 2014 pasal 224 ayat (1) menyebutkan

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

DRS. HERWIN, M.PD.

I. PENDAHULUAN. Untuk mencapai kinerja (Performance) yang lebih baik dari seorang pemain

baik dan benar. Para pemain sebaiknya berlatih dengan rutin dan penuh

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan olahraga, mulai dari pemilihan calon atlet sampai pada metode latihan

BAB I PENDAHULUAN. olahraga prestasi, olahraga rekreasi dan olahraga pendidikan. yang dapat mendorong, mengembangkan, dan membina potensi potensi

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah

2015 PERSEPSI ATLET WANITA JAWA BARAT TERHAD AP WASIT WANITA D ALAM CABANG OLAHRAGA SEPAKBOLA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

DISIPLIN KERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut rivai (2004) bahwa Disiplin adalah suatu alat yang digunakan para

BAB I PENDAHULUAN. pola tingkah laku, serta kebutuhan yang berbeda-beda. Keberadaan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir penulis dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik pengaruh pemberian goal setting terhadap tingkat kedisipllinan. Penjelasan yang akan diutarakan sepanjang bab dua ini antara lain adalah definisi dari kedisiplinan, metode goal setting, serta penjelasan mengenai permainan futsal. 2.1 Kedisiplinan Sastrohadiwiryo (dalam Gusti, 2012) mendefinisikan disiplin sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Knapczyk (2004) disiplin diri adalah kemampuan untuk mengambil tanggung jawab serta hak atas perilaku seseorang. Menurut Hasibuan (1997) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan perusahaan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak. Hasibuan (1997)

menjelaskan lebih lanjut bahwa seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Hasibuan (1997) juga menyatakan bahwa kedisiplinan dapat diartikan bilamana seseorang selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa definisi umum dari kedisiplinan adalah suatu sikap dari individu untuk mematuhi dan mentaati semua peraturan yang ada serta menjalankannya dengan penuh tanggung jawab. Namun dalam penelitian ini peneliti berfokus pada definisi kedisipinan yang diutarakan oleh Hasibuan (1997). Lebih lanjut peneliti juga menarik beberapa indikator kedisiplinan yang berasal dari arti kedisiplinan menurut Hasibuan (1997). Pertama, individu datang dan pulang tepat pada waktunya. Kedua, individu mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik. Ketiga, mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku. 2.2 Goal setting Latham dan Locke (dalam Cox, 2012) mengemukakan bahwa goal setting adalah sebuah teori motivasi yang secara efektif memberi energi kepada atlet untuk menjadi lebih produktif dan efektif. Menurut Cox (2012) goal setting dapat dipromosikan sebagai strategi pembelajaran yang baru. Goal setting juga dapat meningkatkan performa melalui pengarahan atensi, peningkatan usaha dan kegigihan, memotivasi atlet untuk mempelajari strategi belajar yang baru, serta meningkatkan perasaan positif. Menurut McCarthy, Jones, Harwood dan Davenport

(dalam Cox, 2012) perasaan positif terkait dengan meningkatnya motivasi, performa dan komitmen. Shilts, Horowitz dan Townsend (2004) berpendapat bahwa goal setting mempunyai potensi sebagai fasilitator penting pada perubahan perilaku. Cox (2012) menambahkan bahwa goal setting adalah salah satu strategi motivasi terbaik bagi atlet, ia pun mengatakan bahwa atlet dan pelatih harus menjadi SMART dalam menetapkan goal. SMART yang dimaksud adalah specific, measurable, action-oriented, realistic, timely. Specific goal adalah sesuatu yang terfokus tepat pada tujuan yang ingin dicapai. Measurable goal adalah sesuatu yang dapat dihitung, dalam arti individu tahu seberapa dekat posisinya sekarang dalam mencapai tujuan. Action oriented goal, sesuatu yang bisa dinilai, dan satu-satunya cara untuk menilainya adalah dengan mengobservasinya melalui perilaku. Realistic goal diartikan bilamana atlet yakin bahwa goal yang ia tetapkan dapat dicapai. Timely goal adalah saat atlet menentukan berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan goal tersebut. Menurut Gould (dalam Cox, 2012) ada tiga fase yang harus diperhatikan dalam membuat goal setting. Pertama adalah planning phase, dalam fase ini pelatih bertugas untuk mencatat seluruh kekurangan maupun kelebihan baik tim secara keseluruhan maupun pada tiap individu. Kekurangan maupun kelebihan dapat dikategorikan mengenai skills ataupun physical fitness. Kedua adalah meeting phase, pada fase ini pelatih akan bertemu dengan setiap pemain secara empat mata. Pada pertemuan itu pelatih akan memberitahu kekurangan serta kelebihan tiap individu. Individu akan mengetahui hal-hal apa saja yang harus ia tingkatkan. Setelah itu, pelatih harus menginstruksikan atlet atau pemain menuliskan goal mereka berdasarkan prinsip SMART. Pelatih harus menjelaskan cara menulis goal pada lembar goal setting yang diberikan kemudian atlet atau pemain harus menuliskan goal mereka masing-masing. Setelah atlet

menuliskan goal mereka, harus tercapai kesepakatan antara pelatih dan atlet mengenai goal yang dibuat. Ketiga adalah evaluation phase, goal yang sudah dibuat harus terus dimonitor secara rutin. Hal yang harus diperhatikan adalah proses serta peforma atlet terkait goal yang telah dibuat. 2.3 Perkembangan usia remaja Menurut Santrock (2003) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi dan berlanjut sepanjang siklus hidup. Sebagian besar perkembangan mencakup pertumbuhan, walaupun juga mencakup penurunan. Lebih lanjut Santrock (2003) menjelaskan bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal. Rosenberg (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa diri remaja akan terus memiliki cirri ketidakstabilan hingga tiba suatu saat di mana seorang remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir atau bahkan di awal masa dewasa. Lebih lanjut Brown dan Larson (2007) berpendapat bahwa seringkali ditemukan bahwa remaja mengalami pengalaman emosi secara pribadi untuk menemukan siapa diri mereka sebenarnya. Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja laki-laki biasa bertingkah laku asertif, sombong, sinis, dan sangat berkuasa, karena mereka

menyadari bahwa tingkah laku seperti itu menambah kualitas seksualitas dan daya tariknya. Erikson (dalam Santrock, 2003) menambahkan bahwa dikarenakan struktur genitalnya, laki-laki menjadi lebih berani tampil dan agresif. 2.4 Pemainan futsal Menurut Alvarez dkk (2008) Futsal yang merupakan nama resmi untuk permainan sepak bola dalam ruangan diperkenalkan pada tahun 1930 dengan tujuan memungkinkan sepakbola untuk dimainkan di dalam ruangan yang terbatas. Futsal semakin spektakuler dan popularitasnya semakin naik pada beberapa tahun terakhir. Permainan ini dimainkan di seluruh dunia baik liga profesional maupun amatir oleh laki-laki dan perempuan. Organisasi futsal berada dibawah naungan FIFA. Futsal adalah olahraga yang menuntut fisik yang prima, teknik tinggi serta taktik. Sebuah tim dalam permainan futsal terdiri dari lima pemain (empat pemain dan 1 kiper), dengan jumlah yang tidak dibatasi saat substitusi pemain, sehingga intensitas dan ritme permainan sangat tinggi dan tidak menurun saat pertandingan berlangsung. Jumlah maksimal pemain dalam skuad untuk bertanding adalah 12 pemain (10 pemain dan 2 kiper). Setiap pertandingan dipimpin oleh dua orang wasit. 2.5 Kerangka Berpikir Berikut terpapar diagram singkat maupun penjelasan deskriptif mengenai proses kerangka berpikir.

Gambar 2.1 Penjelasan Deskriptif Proses Kerangka Berpikir Berangkat dari pengalaman peneliti yang sekaligus berperan sebagai pelatih, para siswa yang mengikuti ekstrakurikuler futsal memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah. Hal itu dapat terlihat dari melalui indikator-indikator kedisiplinan menurut Hasibuan (1997) yaitu pertama, individu datang dan pulang tepat pada waktunya. Kedua, individu mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik. Ketiga, mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku. Siswa yang mengikuti ekstrakuriluer seringkali datang dan pulang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Mereka juga sering melanggar peraturan yang telah pelatih tetapkan. Menurut Maksum (2007) Atlet yang ingin berprestasi harus mempunyai tujuh trait kepribadian salah satunya komitmen. Atlet yang memiliki komitmen adalah atlet yang mencintai profesinya, fokus terhadap tugas, disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas, serta rela mengorbankan kepentingan lain demi profesi yang dipilhnya. Kedisiplinan merupakan salah satu aspek dari trait komitmen. Karena itulah peneliti menarik kesimpulan bahwa kedisiplinan harus menjadi salah satu aspek yang ditekankan saat melakukan ekstrakurikuler futsal.

Melihat pentingnya kedisiplinan yang harus ditanamkan sejak dini, peneliti berusaha untuk mencari metode yang dapat meningkatkan perilaku kedisiplinan siswa yang mengikuti ekstrakurikuler futsal. Latham dan Locke (dalam Cox, 2012) mengemukakan bahwa goal setting adalah sebuah teori motivasi yang secara efektif memberi energi kepada atlet untuk menjadi lebih produktif dan efektif. Menurut Cox (2012) goal setting dapat dipromosikan sebagai strategi pembelajaran yang baru. Goal setting juga dapat meningkatkan performa melalui pengarahan atensi, peningkatan usaha dan kegigihan, memotivasi atlet untuk mempelajari strategi belajar yang baru, serta meningkatkan perasaan positif. Menurut McCarthy, Jones, Harwood dan Davenport (dalam Cox, 2012) perasaan positif terkait dengan meningkatnya motivasi, performa dan komitmen. Dari paparan mengenai metode SMART goal setting di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa metode ini dapat meningkatkan perasaan positif, salah satunya adalah komitmen. Kedisiplinan merupakan salah satu aspek di dalam komitmen. Oleh karena itu peneliti ingin menggunakan metode SMART goal setting yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Para siswa akan mencoba untuk membuat goal atau tujuan mereka masingmasing melalui lembar goal setting. Melalui metode inilah peneliti berharap tingkat kedisiplinan para siswa bisa meningkat.