II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, dimana logam besi adalah unsur dasarnya yang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. beberapa unsur, dengan unsur utama yaitu Besi / Ferous( Fe) dan unsur. mengenai pengaruh unsur paduan pada baja karbon:

II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

KUAT TARIK BAJA 2/4/2015. Assalamualaikum Wr. Wb.

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS

Sifat Sifat Material

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Bab II STUDI PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Logam Ferro

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Waktu Tempering BHN HRC. 1 jam. Tanpa perlakuan ,7. 3 jam ,7. 5 jam

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

Kategori Sifat Material

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

BAB II TEORI DASAR. Gage length

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN FAKTOR KEAMANAN

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA AISI 4140 AFRIANGGA PRATAMA 2011/ PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

PERBANDINGAN KEKUATAN PENGELASAN LISTRIK DENGAN PENGELASAN GAS PADA MATERIAL BESI SIKU JIS G3101

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9

KEKUATAN TARIK DAN BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 490 DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW

PENGARUH PACK CARBURIZING DAN KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP UMUR FATIK MATERIAL POROS BAJA S45C

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan

TEGANGAN DAN REGANGAN

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

PENGARUH BENTUK TAKIKAN (NOTCHED) PADA POROS BAJA KARBON ST. 60 AKIBAT BEBAN TARIK

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

KAJIAN EKSPERIMEN PENGUJIAN TARIK BAJA KARBON MEDIUM YANG DISAMBUNG DENGAN LAS SMAW DAN QUENCHING DENGAN AIR LAUT

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III SIFAT MEKANIK MATERIAL TEKNIK

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

BAB II KERANGKA TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

PENGARUH PRESTRAIN BERTINGKAT TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK BAJA KARBON SEDANG

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Karbon Baja adalah logam paduan, dimana logam besi adalah unsur dasarnya yang diikuti dengan beberapa elemen lainnya termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% sesuai jenis baja itu sendiri. Karbon, mangan,fosfor, sulfur, silikon, adalah elemen-elemen yang ada pada baja karbon. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya kita dapat mendapatkan kualitas baja yang kita inginkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) Sedangkan Mangan dipadukan dalam baja karbon dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan luluh dengan kandungan tidak lebih dari 0,5 % untuk

8 dapat mencegah terjadinya kegetasan pada suhu tinggi (hot shortness) dan untuk mempermudah proses rolling saat pembentukan raw material. Untuk Poshphor(P) dan Sulfur(S) Kedua unsur ini sedapat mungkin diminimalisir dalam paduan baja karbon, karena pada dasarnya sulit untuk mendapatkan paduan baja karbon tanpa phosphor dan sulfur. Phosphor menimbulkan sifat getas dan menurunkan kekuatan baja dalam menahan beban benturan pada suhu rendah. Sedangkan Sulfur menyebabkan baja menjadi getas pada suhu tinggi. Karena hal itu, batas maksimal kandungan keduanya tidak boleh melebihi 0,05 %. B. Pengelompokan Jenis Baja Karbon 1. Baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,25 %, Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan karbon kurang dari 0,25 %, Baja ini memiliki keuletan yang baik namun tidak memiliki kekerasan baik dan tidak dapat dilakukan perlakuan panas karena jumlah karbonnya yang sedikit yang mengakibatkan tidak terbentuknya proses martensit pada proses perlakuan panas. Baja ini biasanya digunakan untuk bahan manufaktur karena baja karbon rendah memiliki sifat mampu tempa yang baik, mampu mesin tinggi, dan mampu bentuk yang tinggi karena keuletannya. 2. Baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,25 0,6 % Baja karbon jenis ini mengandung unsur karbon antara 0,25 sampai dengan 0,6 %. Baja ini dapat dinaikkan sifat mekaniknya dengan melalui

9 perlakuan panas austenitizing, quenching, dan tempering, biasanya baja ini banyak dipakai dalam kondisi hasil tempering sehingga struktur mikronya martensit. baja ini memiliki kekuatan yang baik serta nilai keuletan maupun kekerasannya juga baik, baja karbon sedang umumnya digunakan sebagai bahan baku alat-alat perkakas, komponen mesin seperti poros putaran tinggi, roda gigi, cranksaft batang penghubung piston, pegas dan lainnya. 3. Baja karbon tinggi mengandung 0,6 1,4 % karbon. Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang mengandung karbon antara 0,60 sampai dengan 1,4 %. Baja karbon ini mempunyai kekerasan yang tinggi namun keuletannya yang rendah, biasanya digunakan untuk keperluan yang memerlukan ketahanan terhadap defleksi, beban gesek dan temperatur tinggi seperti bearing, mata bor, palu, mata pahat, gergaji, blok silinder, cincin torak dan sebagainya. (Van,2005) C. Baja AISI 1045 Baja AISI 1045 termasuk dalam baja karbon sedang. Hal ini dapat diketahui dari kandungan unsur karbon yang ditunjukkan pada kode penamaannya berdasarkan AISI yang merupakan badan standarisasi baja American Iron and Steel Institude dengan kode 1045 dimana angka 10xx menyatakan karbon steel dan angka 45 menyatakan kadar karbon dengan persentase 0,45 %. Baja AISI 1045 memiliki karakter dengan kemampuan las, mesin, serta menyerap beban impak yang cukup baik. baja AISI 1045 memiliki cakupan aplikasi yang cukup luas diantaranya digunakan sebagai roda gigi, pin ram,

10 batang ulir kemudi, baut pengikat kompoinen dalam mesin, poros engkol, batang penghubung, bearing, dan lainnya. Berikut ini adalah sifat-sifat mekanis dari baja karbon AISI 1045 Tabel 1 Sifat-sifat mekanis baja karbon AISI 1045 Sifat Mekanis Baja Karbon AISI 1045 Berat Spesifik (yield) Modulus Elastisitas Kekuatan Geser Kekuatan Tarik 7.7-8.03 (x1000kg/m3) 190-210 Gpa 505 MPa 585Mpa Kekerasan 179.8 Elongation 12% Sumber : www.ezlok.com (diakses pada 20 mei 2014) Dan berikut adalah tabel komposisi kimia dari baja AISI 1045 Tabel 2 komposisi kimia AISI 1045 Unsur C Mn P S Fe % 0.43-0.50 0.6-0.90 0.04 Max 0.050 Max Sisanya Sumber : www.ezlok.com (diakses pada 20 mei 2014)

11 D. Kekasaran Permukaan Kekasaran Permukaan adalah suatu batas yang memisahkan benda padat dengan sekitarnya. Profil atau bentuk yang dikaitkan dengan istilah permukaan mempunyai arti tersendiri yaitu garis hasil pemotongan secara normal atau serong dari suatu penampang permukaan. Kekasaran terdiri dari ketidak teraturan tekstur permukaan benda, yang pada umumnya mencakup ketidak teraturan yang diakibatkan oleh perlakuan selama proses produksi. Tekstur permukaan adalah pola dari permukaan yang menyimpang dari suatu permukaan nominal. Kekasaran permukaan (surface roughness) dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Ideal Surface Roughness Ideal surface roughness adalah kekasaran ideal (terbaik) yang biasa dicapai dalam suatu proses permesinan dengan kondisi ideal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran ideal di antaranya: a) Getaran yang terjadi pada mesin. b) Ketidak tepatan gerakan bagian-bagian mesin. c) Ketidak teraturan feed mechanism. d) Adanya cacat pada material. e) Gesekan antara chip dan material 2. Natural Surface Roughness Natural surface roughness adalah kekasaran alamiah yang terbentuk dalam proses permesinan karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi proses permesinan tersebut. Parameter Kekasaran Permukaan.

12 Sebelum jauh melangkah ke parameter kekasaran perlu diketahui terlebih dahulu tentang profil yang penting seperti yang terlihat pada Gambar berikut ini : Gambar 1. Posisi Profil Referensi, Profil Tengah, dan Profil Alas terhadap Profil Terukur untuk Satu Panjang Sampel (purbosari.et.al.,2010) Profil kekasaran permukaan terdiri dari: a) Profil geometrik ideal ialah profil pemukaan yang sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung atau busur. b) Profil terukur (measured profil), merupakan profil permukaan terukur. c) Profil referensi adalah profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisa ketidakteraturan konfigurasi permukaan. d) Profil akar/alas yaitu profil referensi yang digeserkan ke bawah sehingga menyinggung titik terendah profil terukur.

13 e) Profil tengah adalah profil yang digeserkan ke bawah sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah diatas profil tengah sampai profil terukur adalah sama dengan jumlah luas daerah - daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur. Kekasaran permukaan merupakan hasil proses manufaktur. Perbedaan proses manufaktur akan menghasilkan kekasaran permukaan yang berbeda. Demikian pula material perkakas potong, parameter proses manufaktur dan pengerjaan akhir ikut menentukan kualitas permukaan material. Kekasaran permukaan dapat menjadi inisiasi retakan terutama ketika material tersebut menerima pembebanan berulang dan berfluktuasi. Spesimen dengan permukaan yang halus memiliki umur lelah material yang lebih lama (Alanget.et Al., 2011). Dari riset ini pula diperoleh pernyataan bahwa inisiasi retakan meningkat seiring dengan kekasaran spesimen yang meningkat. (Kokavec. et Al., 2011) menyatakan bahwa kondisi permukaan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap sifat lelah bahan. Hal ini ditunjukkan oleh permukaan yang digerinda halus memiliki perilaku dan umur fatique yang lebih baik. Permukaan hasil coran menunjukkan perilaku lelah material yang buruk.

14 E. Uji Tarik 1. Pengujian tarik Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan (Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji. Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji. Tegangan yang dipergunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik yang diperoleh dengan membagi beban dengan luas awal penampang melintang benda uji. Pu σu =... (1) A 0 Dimana : σu Pu A 0 : Tegangan tarik maksimal (MPa) : Beban tarik (kn) : Luasan awal penampang (mm²)

15 Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan rekayasa adalah regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur (gage length) benda uji, ΔL, dengan panjang awalnya, L L- Lo ε = = 100... (2) L 0 L 0 Dimana: ε : Regangan (%) L 0 L : Panjang awal (mm) : Panjang akhir (mm) P P L o P P L L Gambar 2. Panjang bertambah L setelah diberi pembebanan

16 Dan gambar berikut merupakan gambar umum tegangan-regangan dari hasil uji tarik yang biasa dilakukan. Gambar 3. Kurva umum tegangan - regangan hasil uji tarik (sumber : www.commons.wikimedia.org) Kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik umumnya tampak seperti pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dilihat: a. A-R garis lurus. Pada bagian ini pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan beban yang diberikan. Pada bagian ini, berlaku hukum Hooke: P L 0 L = x...... (3) A E Dengan : ΔL = pertambahan panjang benda kerja (mm) L0 = panjang benda kerja awal (mm) P = beban yang bekerja (N) A = luas penampang benda kerja (mm 2 ) E = modulus elastisitas bahan (N/mm 2 )

17 Dari persamaan (1) dan (2), bila disubstitusikan ke persamaan (3), maka akan diperoleh: σ E=..... (4) ε b. Y disebut titik luluh (yield point) atas. c. Y disebut titik luluh bawah. d. Pada daerah YY benda kerja seolah-olah mencair dan beban naik turun disebut daerah luluh. e. Pada titik B beban mencapai maksimum dan titik ini biasa disebut tegangan tarik maksimum atau kekuatan tarik bahan (σ B ). Pada titik ini terlihat jelas benda kerja mengalami pengecilan penampang (necking). f. Setelah titik B, beban mulai turun dan akhirnya patah di titik F (failure) g. Titik R disebut batas proporsional, yaitu batas daerah elastis dan daerah AR disebut daerah elastis. Regangan yang diperoleh pada daerah ini disebut regangan elastis. h. Melewati batas proporsional sampai dengan benda kerja putus, biasa dikenal dengan daerah plastis dan regangannya disebut regangan plastis. i. Jika setelah benda kerja putus dan disambungkan lagi (dijajarkan) kemudian diukur pertambahan panjangnya (ΔL), maka regangan yang diperoleh dari hasil pengukuran ini adalah regangan plastis (AF ).

18 F. Pengujian Fatique Gejala Fatique berkaitan dengan perpatahan dini yang dialami logam yang menerima tegangan rendah secara berulang-ulang. Gejala fatique ini sangat penting pada berbagai bidang rekayasa (misal pada konstruksi pesawat terbang, poros, dan lain-lain). Penyebab terjadinya fatique adalah adanya retak yang berawal pada daerah yang konsentrasi tegangannya tinggi. Daerah ini antara lain lekukan, lubang pada material, permukaan yang kasar, dan rongga baik di dalam maupun di permukaan material. Jadi terjadinya fatique adalah retak yang terus bertambah panjang hingga komponen tidak lagi mempunyai toleransi terhadap tegangan dan regangan yang lebih tinggi, dan akhirnya terjadi patah statis secara tiba-tiba. Panjang retak ini akan terus bertambah karena pembebanan dinamis yang terus-menerus. Semakin besar amplitudo pembebanan dinamis semakin cepat retak merambat. (Timings,1998) Akhir dari perambatan retak pada komponen akibat beban dinamis adalah terpisahnya komponen menjadi 2 bagian yang lebih dikenal dengan istilah fracture atau perpatahan. Perpatahan yang sangat berbahaya adalah patah getas. Hal ini sering terjadi pada bahan yang getas dan keras. Kegagalan patah getas akan terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tandatanda pada komponen tersebut. Suatu bagian dapat dikenakan berbagai macam kondisi pembebanan termasuk tegangan berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur berfluktuasi (fatique thermal), atau dalam kondisi lingkungan korosif atau temperatur tinggi.

19 Kebanyakan kegagalan pemakaian terjadi sebagai akibat tegangan-tegangan tarik Tiga jenis siklus tegangan yang umum terjadi diperlihatkan pada gambar berikut: 1. Pembalikan sempurna dimana fluktuasi tegangan berkisar suatu ratarata (mean) nol dengan amplitudo konstan tegangan tarik + - tekan a siklus r Gambar 4. Pembalikan sempurna dan konstan tegangan pada titik nol (asrikin. 2011) 2. Pengulangan dimana fluktuasi tegangan berkisar suatu rata-rata (mean) tidak sama dengan nol tetapi dengan amplitudo konstan. tegangan tarik + - tekan mak r siklus min a m Gambar 5. Pembalikan sempurna dan konstan pada titik tidak nol (asrikin,2011)

20 3. Gambar dimana kedua pertukaran dan rata-rata beban berubah, bisa secara acak maupun berpola tertentu. tegangan tarik + - tekan siklus Gambar 6. Pembalikan dan tegangan tidak sempurna atau acak. (asrikin,2011) Fatique secara jelas menunjukkan akumulasi kerusakan melalui proses crack propagation, dimana proses tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya deformasi plastis pada ujung crack. Sehingga apabila tegangan yang terjadi masih pada daerah elastis maka sebesar apapun tegangan tersebut tidak akan menyebabkan crack propagation. Penggunaan kekuatan material (yield strength ataupun ultimate strength) tidak cukup untuk menggambarkan kegagalan fatique akibat beban dinamik, karena kekuatan material tersebut dapat berubah disekitar ujung crack akibat beban dinamik. Selain itu kekuatan material tersebut dapat berubah (bertambah atau berkurang kekuatannya) tergantung pada material dan sejarah manufakturnya. Oleh karena itu kekuatan material pada daerah dimana propagation crack terjadi berbeda dengan kekuatan keseluruhan material yang diperoleh dari hasil uji tarik.

21 Beberapa macam pendekatan telah dilakukan untuk menggambarkan kekuatan material pada daerah crack, salah satunya adalah dengan menggunakan persamaan Manson-Coffin. Keterangan : ε ε σ f = (2N ) a + ε f (2N ) α... (5) 2 E : Total Strain σ f : Tegangan di fracture dalam satu siklus, Pa E : Modulus elastisitas material, Pa N : Jumlah siklus yang akan terjadi sebelum terjadi kegagalan ε f : Koefisien keuletan fatique (true strain berhubungan a α dengan fracture dalam satu siklus tegangan. : Eksponen kekuatan fatique : Eksponen keuletan fatique Persamaan Manson-Coffin sulit untuk digunakan karena penentuan total strain, Δε sangat sulit dilakukan dan strain concentration factor dalam daerah plastis (plastic range) tidak ditemukan di literature manapun. Keuntungan penggunaan persamaan Manson-Coffin adalah persamaan tersebut memberikan pengertian yang mendalam tentang sifat-sifat penting dalam penentuan kekuatan fatique. Kekuatan memegang peranan sangat penting, dan hal ini memberikan kesimpulan bahwa sepanjang ada cyclic plastic strain, tidak masalah seberapa kecilnya, akhirnya akan terjadi kegagalan.

22 Kegagalan fatique bermula prioritas terhadap permulaan suatu retak. Dengan pengulangan pembebanan yang terus terjadi (deformasi plastis) Mekanisme terjadinya kegagalan fatique dibagi menjadi tiga fase yaitu awal retak (initiation crack), perambatan retak (crack propagation), dan perpatahan akhir (fracture failure).(timings,1998) A. Awal retak (initiation crack) Cacat (defect) pada struktur dapat bertindak sebagai awal keretakan. Cacat pada struktur berdasarkan asal terbentuknya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. 1. Cacat yang terbentuk selama masa fabrikasi, disebabkan oleh : - Cacat lateral yang terjadi pada material (material defect). - Cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan material (manufacturing defect). Contohnya seperti tumpulnya peralatanperalatan atau jeleknya peralatan yang digunakan untuk pengerjaan material, panas yang berlebihan yang disebabkan karena pengelasan dan sebagainya. - Pemilihan material yang salah atau proses perlakuan panas material (poor choise of material or heat treatment). Contoh pemilihan material yang salah seperti, material yang seharusnya digunakan untuk fatique tetapi cenderung digunakan untuk corrosion cracking oleh karena pemilihan perlakuan panas yang tidak diketahui. Perlakuan panas seperti carburizing pengerasan permukaan hampir selalu menyebabkan perubahan pada permukaan.

23 - Teknik produksi dari material yang salah (poor choise of production technique). - Desain material yang salah (poor detail design). 2. Cacat yang terbentuk selama service struktur, diantaranya : - Kelelahan struktur, terjadi saat struktur mencapai umur kelelahannya. - Fluktuasi tegangan pada permukaan yang telah mengalami korosi B. Perambatan retak (crack propagation ) Jumlah total siklus yang menyebabkan kegagalan fracture merupakan penjumlahan jumlah siklus yang menyebabkan retakan awal dan fase perambatannya. Initiation Crack ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure. C. Perpatahan akhir (final fracture) Final fracture adalah proses akhir kerusakan pada struktur saat mengalami pembebanan, sehingga struktur tersebut mengalami kegagalan. Ketika terjadi penjalaran retak, penampang pada bagian tersebut akan berkurang. Sampai pada kondisi dimana penampang pada bagian tersebut tidak mampu menahan beban. Pada tahap ini penjalaran retak yang terjadi sangat cepat sehingga struktur akan pecah menjadi dua. Penjalaran yang cepat tersebut sering disebut fast fracture. (Dieter, 1986).

24 D. Faktor faktor yang mempengaruhi kekuatan lelah (uji fatique) Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan lelah suatu material 1. Tegangan Siklik. Besarnya tegangan siklik tergantung pada kompleksitas geometri dan pembebanan. 2. Geometri. Konsentrasi stress akibat variasi bentuk geometri merupakan titik dimulainya fatique cracks. 3. Kualitas permukaan. Kekasaran permukaan dapat menyebabkan konsentrasi stress mikroscopic yang menurunkan ketahanan fatique 4. Tipe material. Fatigue life setiap material berbeda beda, contohnya komposit dan polymer memiliki fatigue life yang berbeda dengan metal. 5. Tegangan sisa. Proses manufaktur seperti pengelasan, pemotongan, casting dan proses lainnya yang melibatkan panas atau deformasi dapat membentuk tegangan sisa yang dapat menurunkan ketahanan fatique material. 6. Besar dan penyebaran internal defects. Cacat yang timbul akibat proses casting seperti gas porosity, non-metallic inclusions dan shrinkage voids dapat nenurunkan ketahanan fatique. 7. Arah beban. Untuk non-isotropic material, ketahanan fatique dipengaruhi oleh arah tegangan utama.

25 8. Besar butir. Pada umumnya semakin kecil ukuran butir akan memperpanjang fatigue life. 9. Lingkungan. Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan korosi, korosi dapat mempengaruhi fatigue life. 10. Temperatur. Temperatur tinggi menurunkan ketahanan fatique material. Dan berikut gambar pola skematik perpatahan fatigue Gambar 7. Skematik pola patahan fatigue rotary bending G. Alat Uji Fatique Alat uji fatique diklasifikasian menjadi beberapa jenis seperti yang di jelaskan berikut. a. Axial (Direct-Stress) Mesin uji fatique ini memberikan tegangan ataupun regangan yang seragam kepenampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama.

26 b. Bending Fatique Machines Dimana spesimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan yang seragam dengan ukuran bagian yang sama. Main bearing Test piece Flexible coupling Load bearing Gambar 8. Cantiliver Type (Sumber : www.twi-global.com, diakses pada 1 juni 2014) Dan berikut skema gambar alat uji fatigue tipe four point bending dimana terdapat terdapat empat pembebanan yang diberlakukan Main bearing Load bearings Main bearing Flexible coupling Test piece Gambar 9. Four-point bending type (sumber : www.twi-global.com, diakses pada 1 juni 2014)

27 c. Torsional Fatique Testing Machines Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maksimal yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatique akibat Torsi yang dirancang khusus. Gambar 10. Torsional Fatigue Testing Machines (Sastrawan, 2010) d. Special-Purpose Fatique Testing Machines Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Dan merupakan modifikasi dari mesin penguji fatique yang sudah ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari RotatingBeam Machines. e. Multiaxial Fatique Testing Machines Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menetukan sifat logam dibawah tegangan biaxial atau triaxial.