BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik. Governance) yang berbasis pada aspek akuntabilitas, value for money,

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Koreksi atas posisi Laporan Operasional pada Pemerintah Kota

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi Pemerintah yang menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 akan

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkannya, salah satunya dalam bidang keuangan pemerintahan. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. anggaran Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17. berbunyi sebagai berikut : Ketentuan mengenai pengakuan dan

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintah yang baik (Good Government Governance) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP)

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. keluar beberapa peraturan pemerintah yaitu undang undang 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah, Undang Undang 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat dekade terakhir ini, pemerintah terus berupaya melakukan perubahan yang cukup substansial dalam sistem, prosedur, dan mekanisme pengelolaan keuangan negara dan daerah. Tujuan utama perubahan-perubahan tersebut adalah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance dan Clean Government), berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, dan menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Implementasi dari kebijakan tersebut adalah dengan keluarnya secara berturut-turut 8 (delapan) paket kebijakan pengelolaan keuangan Negara, yaitu : (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, (3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (5) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (6) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (7) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, serta (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Pelaporan keuangan harus memiliki nilai akuntabilitas yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban pemanfaatan APBN/APBD untuk berbagai bidang yang telah ditentukan. Akuntabilitas inilah menjadi bagian yang penting untuk mengatasi berbagai penyalahgunaan yang sering terjadi dalam penggunaan anggaran. Disamping itu, setiap lembaga pemerintah harus lebih transparan dalam mengelola anggaran untuk dapat memudahkan kontrol dari publik. Keberhasilan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih ditentukan oleh berbagai macam faktor, mulai dari proses perencanaan, penatausahaan sampai kepada pelaporan. Penerapan tata kelola yang baik tidak hanya ditentukan oleh sistem perencanaan dan penatausahaan tetapi juga akan sangat ditentukan oleh sistem pelaporan. Dalam upaya menciptakan pelaporan keuangan yang baik dan benar, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Terlepas dari kelemahan yang dimiliki oleh peraturan ini, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan adanya transparansi dan akuntabilitas. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Sehingga, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Oleh karena itu, maka pemerintah pusat dan

pemerintah daerah selaku entitas pelaporan wajib menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Penerapan SAP Tahun 2005 di daerah belum terwujud sepenuhnya sedangkan berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah dalam bidang keuangan negara masih saling bertentangan antara satu dengan lainnya misalnya, PERMENDAGRI Nomor 13 Tahun 2006 dan PERMENDAGRI Nomor 59 Tahun 2007 pada kenyataannya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan belum sepenuhnya SAP diterapkan yaitu anggaran berbasis akrual belum tewujud, rendahnya kinerja pegawai yang disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pemahaman pegawai dalam bidang akuntansi dan sistem pengendalian internal belum berfungsi. Begitu pentingnya sumber daya manusia, Moses N. Kingsgundu (2005:13) mengatakan bahwa : human resource management is the development and utilization of personnel for the effective achievement of individual, organizational, community, national and international goals and objectives. (manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan pemanfaatan personal bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat nasional dan internasional). Terkait dengan hal tersebut, maka kemampuan sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam rangka mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah. Kinerja ini akan diukur dari output yang dihasilkan pegawai. Kaitannya dengan akuntansi pemerintah maka, output pegawai ini akan diukur dari pelaporan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.

Belum terwujudnya akuntabilitas laporan keuangan daerah di berbagai daerah di Indonesia dapat terlihat dari opini auditor BPK. Selama periode 2006-2008 BPK melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan menghasilkan opini bahwa dari 33 provinsi di Indonesia hanya 15 Pemda yang memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yaitu hanya Provinsi Gorontalo dan dari 440 Kabupaten/Kota hanya 12 Kabupaten /Kota yang wajib menyerahkan LKPD kepada BPK. Kabupaten/Kota yang memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diantaranya yaitu Kota Tangerang dan Kabupaten Aceh Tengah. Sebagian besar dari Provinsi serta Kabupaten/Kota mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan sebanyak 21 Pemda pada tahun 2008 mendapatkan Opini Tidak Wajar. Dengan kondisi tersebut, maka akan sangat menyulitkan Pemerintah Daerah selaku entitas pelaporan untuk melakukan konsolidasi penyusunan laporan keuangan daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pelaksanaan APBD selama tahun anggaran. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Nita Garnita (2008) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Balai Besar Bahan dan Barang Teknik yang menyimpulkan bahwa akuntabilitas terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengukuran kinerja instansi pemerintah. Terdapat perbedaan posisi variabel dan penambahan variabel dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Granita, penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan bagaimana pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan

daerah. Selain itu, lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan penulis memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Granita. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Pemerintah Kabupaten Majalengka, dengan maksud untuk mengetahui dan memahami sejauh mana tingkat kebijakan akuntansi diterapkan di Pemerintah Kabupaten Majalengka dan untuk mengetahui seberapa besar kinerja pegawai, serta untuk melihat apakah laporan keuangan daerah kabupaten majalengka telah akuntabel. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna menyelesaikan skripsi dengan judul : Pengaruh Kebijakan Akuntansi dan Kinerja Pegawai Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Majalengka. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka? 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten Majalengka? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini, untuk mengkaji secara ilmiah pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten Majalengka. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui bagaimana kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. 3. Mengetahui pengaruh kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai berpengaruh positif terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Majalengka. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Sebagai media untuk menambah wawasan khususnya mengenai penyusunan laporan keuangan daerah dan merupakan bahan perbandingan antara pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi nyata di lapangan. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi kepentingan Pemerintah Hasilnya diharapkan menjadi masukan dan informasi tambahan bagi Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Majalengka dalam menetapkan kebijakan dimasa yang akan datang, terutama dalam hal penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

b. Bagi Pihak Lain Diharapkan hasilnya dapat menjadi bahan rujukan terhadap penelitian yang sejenis sebagai dasar informasi dan referensi bagi pihak yang memerlukan. 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh suatu pemerintahan daerah perlu diperhatikan kesesuainnya dengan SAP. Berdasarkan PSAP terdapat 8 (delapan) prinsip yang digunakan pemerintah daerah untuk menetapkan dan menerapkan kebijakan akuntansi keuangan daerah, yaitu : (a) Prinsip basis akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. (b) Prinsip nilai historical Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. (c) Prinsip realisasi Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tertentu. (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal Informasi disajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi. (e) Prinsip periodisitas Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. (f) Prinsip konsistensi

Metode akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan setiap periodenya harus sama atau tidak boleh berubah. Menurut PSAP metode akuntansi dapat berubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan dapat memberikan informasi yang lebih baik dibandingkan metode yang lama. (g) Prinsip pengungkapan lengkap Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. (h) Prinsip penyajian wajar Laporan keuangan menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam aplikasinya, pada tahun 1999 terjadi perubahan pencatatan akuntansi sederhana single entry berbasis kas menjadi praktik akuntansi double entry berbasis akrual yang relatif lebih rumit agar dapat menghasilkan neraca dan laporan arus kas. Meskipun rumit tetapi pencatatan double entry memiliki kelebihan yaitu dapat lebih jelas menggambarkan potensi maupun kinerja keuangan pemerintah daerah dibanding dengan menggunakan pencatatan akuntansi single entry. Untuk menerapkan kebijakan akuntansi pemerintah daerah serta mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat memahami logika akuntansi secara baik. Dengan kata lain, upaya untuk mewujudkan akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh kinerja pegawai. Menurut Mangkunegara yang dikutip oleh Harabani Pasolong (2008:197) kinerja adalah merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya, Prawirosentono Mangkunegara yang dikutip oleh Harabani Pasolong (2008:197) menyatakan bahwa : Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Selajutnya menurut pendapat Wahyudi Kumorotomo (2008:4), akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Selain itu akuntabilitas laporan keuangan adalah laporan keuangan yang dapat di pertanggungjawabkan selaras dengan kebijakan akuntansi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas. Kebijakan akuntansi dapat diartikan sebagai aturan-aturan atau pedoman yang digunakan oleh setiap pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahannya. Kinerja pegawai juga merupakan faktor utama di dalam menjalankan kebijakan

akuntansi karena dengan semakin meningkatnya kualitas pegawai khususnya dalam memahami setiap kebijakan-kebijakan akuntansi yang berlaku maka akan memudahkan bagi pihak Pemerintah Daerah dalam mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah. Oleh karena itu, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Terdapat pengaruh positif antara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Majalengka. 1.6 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif analisis, Moch Nazir (2003:71) menyatakan bahwa penelitian deskriptif analisis adalah Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara rinci, aktivitas dan pekerjaan manusia, dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasirekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif analisis adalah suatu metode yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan perusahaan secara sistematis, aktual, dan akurat dengan cara mengumpulkan data berdasarkan fakta yang nampak dalam organisasi, dimana fakta tersebut dikumpulkan, diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan saran-saran untuk masa yang akan datang.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini, yaitu dengan cara : 1. Penelitian lapangan ( field research ) Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner, merupakan teknik pengumpulan data dengan membuat pertanyaan-pertanyaan tertulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kepada responden. 2. Penelitian kepustakaan ( library research ) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian. Data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi lainnya. 1.6.2. Teknik Analisis Data Sebelum sampai pada kegiatan analisis data, penulis perlu melakukan pengolahan data dengan langkah yang ditempuh sebagai berikut : a. Seleksi angket, dimaksudkan untuk mengetahui apakah responden telah mengisi angket dengan baik. b. Klasifikasi data, kegiatan pengelompokan data yang sudah tekumpul sesuai dengan problematik penelitian agar memudahkan dalam pengolahan data.

c. Penelitian data, kegiatan penelitian terhadap data yang tekumpul melalui angket. d. Tabulasi data, kegiatan melihat kecenderungan dari tiap-tiap item. 1.6.3. Rancangan pengujian hipotesis Tahapan rancangan pengujian hipotesis dimulai dengan penetapan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), pemilihan uji statistik berikut perhitungan, penerapan taraf signifikan, dan penerimaan atau penolakan Ho serta penarikan kesimpulan. Perumusan Ho dan Ha adalah sebagai berikut : Ho : tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah. Ha : terdapat pengaruh yang positif dan signifikan anatara kebijakan akuntansi dan kinerja pegawai terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah Sedangkan untuk pengujian hipotesisnya, penulis akan mempergunakan metode korelasi Product Moment dan koefisien determinasi, hal ini disebabkan data bersifat ordinal sehingga, dari hasil perhitungan yang dilakukan akan menunjukan derajat pengaruh antara variabel X 1 dan X 2 terhadap variabel Y. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Di dalam penyusunan skripsi, penulis mengadakan penelitian di Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka Jalan Ahmad Yani No. 1 Majalengka, Telepon (0233) 281022 dan waktu penelitian dimulai pada Oktober 2009 sampai dengan Maret 2010.