BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian mengacu pada indikator penelitian berupa (1) Kemampuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Langkah pertama dalam pengambilan data ialah melakukan pengukuran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Skor hasil penelitian adalah perolehan data dari seluruh rangkaian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung. Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian tunggal yang dikenal dengan istilah single subject research

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KETERAMPILAN SOSIAL ANAL TUNAGRAHITA RINGAN DAN LATIHAN OLAH VOKAL DALAM BERNYANYI...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Pernyataan... i Kata Pengantar... ii Abstrak... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xi Daftar Grafik...

DAFTAR ISI. UCAPAN TERIMAKASIH... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB III METODE PENELITIAN. tunggal (single subject research), yaitu penelitian yang dilaksanakan pada subyek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Penggunaan Aromaterapi Cendana Dengan Teknik Vaporizer Terhadap Perilaku Agresif Pada Anak Tunagrahita Dalam Pembelajaran Di PAUD Wisana

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas dan Variabel terikat ( target behavior )

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis Kelamin : Laki-Laki TTL : Bandung, 10 Februari 1999

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang objektif tentang

X₁ X₂ X₃ X₄ X₅... O₁ O₂ O₃ O₄ O₅ O₁ O₂ O₃ O₄ O₅... O₁ O₂ O₃ O₄ O₅ Baselin1 (A1) Intervensi (B) Baseline (A2)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERJALAN ANAK CEREBRAL PALSY (CP) TIPE SPASTIK MELALUI BERMAIN DI AIR

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Oleh : Muhamad Saepuloh Universitas Pendidikan Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. tepat, ketepatan ini akan menjadikan kualitas penelitian menjadi baik. Terdapat dua

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... 70

PENGARUH PERMAINAN KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah proses penilaian di lapangan selesai, maka pada bab ini peneliti akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Maret. Namun, pelaksanaan observasi dilakukan mulai tanggal 27 januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu : 1. Media Animasi Komputer MANTAP

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Pembelajaran KontekstualTerhadap Kemampuan Berhitung Pengurangan Pada Siswa Tunagrahita Kelas 4

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI PERKALIAN UNTUK ANAK DISKALKULIA MELALUI METODE GARISMATIKA

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL BANGUN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

THE EFFECT OF THE PICTORIAL NUMERIC CARD MEDIA TOWARD IMPROVEMENT OF THE SUMMATION COMPUTATION ABILITY FOR STUDENT WITH INTELLECTUAL DISSABILITY

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR TABEL. DAFTAR DIAGRAM..

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media tabel bilangan. Media

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN LEMBAR BALIK TERHADAP KEMAMPUAN BINA DIRI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA

BAB III METODE PENELITIAN

Penggunaan Media Kartu Bilangan untuk Meningkatkan Kemampuan Konsep Bilangan 1-5 pada Anak

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Khusnul Khotimah* 1 Wiwik Dwi Hastuti* 2

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MENULIS PERMULAAN SISWA CEREBRAL PALSY SEDANG (Single Subject Research di Kelas V SLB Amal Bhakti Sicincin)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI LATIHAN MENULIS HURUF TEGAK BERSAMBUNG PADA ANAK KESULITAN BELAJAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam melaksanakan suatu penelitian diperlukan adanya suatu metode yang akan

EFEKTIVITAS METODE LATIHAN SENSORIS MOTOR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS HURUF (VOKAL) BAGI ANAK TUNARUNGU SEDANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

Transkripsi:

51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil penelitian yang didapat dari lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh penggunaan media animasi komputer MANTAP dalam meningkatkan kemampuan berhitung pada siswa tunagrahita ringan. Uraian hasil penelitian dan pembahasan adalah berikut ini : A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengacu pada indikator penelitian berupa (1) Kemampuan membaca lambang bilangan, (2) Mengurutkan lambang bilangan 1-10 (3) Menghitung banyaknya benda, (4) Menunjukan hasil operasi hitung secara semi kongkrit sampai dengan bilangan 10, Menunjukan hasil operasi hitung secara abstrak sampai dengan bilangan 10 (5), adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : 1. Baseline (A-1) Pegambilan data pada fase ini dilakukan sebanyak 4x sesi, setiap harinya dilakukan 1x sesi, data berasal dari hasil pengisian lembar kerja siswa dengan bentuk soal isian. Setelah data baseline (A-1) menunjukkan data stabil, maka proses intervensi baru akan dilakukan.

52 Tabel 4.1 Pencatatan Skor Perolehan BG pada Fase Baseline No Aspek yang di nilai Skor Perolehan 1 2 3 4 1 Membaca lambang bilangan 5 5 5 5 2 Mengurutkan lambang bilangan 1-10 1 1 0 0 3 Menghitung banyaknya benda 3 3 4 4 4 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara semi 0 0 0 0 kongkrit 1-10 5 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara abstrak 0 0 0 0 1-10 Jumlah skor pada tiap sesi 9 9 9 9 Data pencatatan skor perolehan kemampuan berhitung BG yang diperoleh pada tiap-tiap indikator setiap sesi akan dijumlahkan dan menjadi skor akhir pada setiap sesinya. Data yang berupa skor akhir dipresentasekan dengan cara : P = skor siswa skor maximal x 100

53 Berdasarkan data hasil pencatatan skor perolehan di atas, maka presentase yang didapatkan untuk kemampuan berhitung BG adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Data baseline 1 (A-1) Subjek BG NO SESI JUMLAH SKOR SKOR PERSENTASE SOAL MAKSIMAL 1 1 25 25 9 36% 2 2 25 25 9 36% 3 3 25 25 9 36% 4 4 25 25 9 36% Tabel di atas menunjukkan bahwa pada fase baseline (A-1) dalam empat sesi diperoleh skor adalah 9 dengan persentase 36% Hasil data BG dipaparkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Persentase Kemampuan berhitung 54 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 BASELINE (A-1) 1 2 3 4 Grafik 4.1 Kemampuan berhitung Pada Fase Baseline 1 Berdasarkan grafik di atas, BG sesi ke 1, 2, 3 dan 4 memperoleh skor 9, dengan persentase sebesar 36% dari ke 4 sesi tersebut. Grafik 4.1 di atas menggambarkan kondisi awal subjek sebelum diberi perlakuan. Skor ini menggambarkan bahwa subjek sudah mampu membaca lambang bilangan dan menghitung benda, namun kadang masih melakukan beberapa kesalahan. Dari hasil perolehan keempat skor, hal ini telah menggambarkan kestabilan tingkat stabilitas. Berhubung hasil dari baseline 1 sudah stabil, maka dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu intervensi (B). 2. Intervensi (B) Setelah diperoleh data yang stabil mengenai kemampuan berhitung yang dimiliki oleh subjek penelitian pada fase baseline 1, maka dapat dilakukan

55 penelitian pada fase selanjutnya yaitu fase intervensi dengan melakukan penelitian terhadap kemampuan berhitung subjek dengan menggunakan media animasi komputer MANTAP. Adapun hasil penelitian dari fase intervensi ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 Pencatatan Skor Perolehan BG pada Fase Intervensi (B) Skor perolehan No Aspek yang di nilai 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Membaca lambang bilangan 5 5 5 5 5 5 5 5 2 Mengurutkan lambang bilangan 1-10 2 2 2 3 3 3 3 4 3 Menghitung banyaknya benda 5 3 5 4 4 5 5 5 4 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara semi kongkrit 1-10 2 4 3 4 4 4 4 5

56 5 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara abstrak 0 0 0 1 1 2 2 3 1-10 Jumlah skor pada tiap sesi 14 14 16 16 17 19 19 22 Tabel di atas menunjukkan bahwa pada fase intervensi (B) dalam 8 sesi skor terendah yang diperoleh adalah 14 dengan persentase 56%, dan skor tertinggi adalah 22 dengan persentase 88%. Berdasarkan data hasil pencatatan skor perolehan pada fase intervensi di atas, maka presentase yang didapatkan untuk kemampuan berhitung adalah sebagai berikut : NO. SESI Tabel 4.4 Data Presentase Intervensi (B) JUMLAH SKOR SKOR SOAL MAKSIMAL PERSENTASE 1 5 25 25 14 56% 2 6 25 25 14 56% 3 7 25 25 16 64% 4 8 25 25 16 64% 5 9 25 25 17 68% 6 10 25 25 19 76%

57 7 11 25 25 19 76% 8 12 25 25 22 88% Tabel di atas menunjukkan bahwa pada fase intervensi (B) dalam 8 sesi skor terendah yang diperoleh adalah 14 dengan persentase 56 %, dan skor tertinggi adalah 22 dengan persentase 88 %. Hasil data BG dipaparkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

58 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 INTERVENSI 5 6 7 8 9 10 11 12 Grafik 4.2 Perkembangan Kemampuan Berhitung BG pada Fase Intervensi Kemampuan berhitung BG pada fase intervensi (B) menunjukkan peningkatan, dari 8 sesi mendapatkan skor terendah 14 (56%), sesi selanjutnya memperoleh skor yang sama, lalu meningkat dengan perolehan skor 16 ( 64%), 17 (68%), kemudian naik menjadi 19 (76%) sampai pada skor tertinggi yaitu 22 (88%), selisih skor yang didapatkan BG pada fase ini sebesar 8 poin. Grafik intervensi di atas menunjukan tingkat ketidakstabilan data. Hasil yang didapat berada pada kisaran nilai 14-22 dengan persentase sebesar 56% hingga 88% walaupun data belum stabil hasil intervensi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan.

59 Skor ini menunjukkan bahwa dari sesi pertama hingga sesi terakhir terdapat peningkatan skor. Subjek yang awalnya hanya mampu mengerjakan aspek membaca lambang bilangan dan menghitung banyaknya benda, sudah mampu mengerjakan soal mengurutkan lambang bilangan 1-10, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara semi konkrit 1-10, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara abstrak 1-10, walaupun anak masih melakukan kesalahan pada beberapa soal. a. Baseline (A-2) Data pada fase baseline ini dilakukan sebanyak empat sesi, setiap harinya dilakukan satu kali sesi, data berasal dari hasil pengisian lembar kerja siswa setelah diberikan perlakuan menggunakan media animasi komputer MANTAP. Di bawah ini merupakan pencatatan kemampuan berhitung pada fase baseline 2 (A-2) adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Pencatatan Skor Perolehan BG pada Fase Baseline (A-2) Skor Perolehan No Aspek yang di nilai 13 14 15 16 1 Membaca lambang bilangan 5 5 5 5 2 Mengurutkan lambang bilangan 1-10 5 4 4 4

60 3 Menghitung banyaknya benda 5 5 5 5 4 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara semi 4 4 5 5 kongkrit 1-10 5 Menunjukan hasil operasi hitung penjumlahan banyak secara abstrak 1-3 1 3 3 10 Jumlah skor pada tiap sesi 22 20 22 22 Tabel 4.6 Data Persentase Baseline (A-2) NO SESI JUMLAH SKOR SKOR PERSENTASE SOAL MAKSIMAL 1 13 25 25 22 88% 2 14 25 25 20 80% 3 15 25 25 21 84% 4 16 25 25 22 88% Hasil data BG pada fase baseline A-2 dipaparkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Persentase Kemampuan berhitung 61 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 BASELINE (A-2) 13 14 15 16 Grafik 4.3 Kemampuan berhitung BG pada Fase Baseline (A-2) Berlandaskan pada grafik 4.3 bahwa hasil yang diperoleh BG menunjukan bahwa pada sesi ke 13 perolehan skor adalah 22 (88%), sesi ke 14 skornya adalah 20 (80%), sesi ke 15 skornya adalah 21 (80%), dan yang terakhir yaitu sesi 16 mendapatkan skor 22 (70%). Data perolehan skor tersebut memberikan penjelasan bahwa skor tertinggi yang diperoleh BG ada fase baseline (A-2) adalah 22 dengan persentase sebesar 88% dan skor terendah adalah 20 yang menghasilkan presentase sebesar 80%. Skor pada fase menunjukkan peningkatan dari skor tertinggi yang diperoleh subjek pada fase intervensi. Kemampuan berhitung tidak berbeda jauh dari fase intervensi. Walaupun begitu, dapat terlihat

62 jelas bahwa pada fase baseline-2 terjadi perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dari skor perolehan pada fase baseline-1. Karena pada fase Baseline 1 kemampuan BG menggambarkan bahwa subjek sudah mampu membaca lambang bilangan dan menghitung benda saja, tetapi pada fase baseline- 2 ini subjek sudah mampu mengerjakan soal mengurutkan lambang bilangan 1-10, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara semi konkrit 1-8, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara abstrak 1-7, walaupun anak masih melakukan kesalahan pada beberapa soal. Kemampuan berhitung yang ditunjukkan oleh BG mengalami peningkatan, untuk mengetahui perkembangan kemampuan berhitung yang terjadi pada BG dalam penelitian ini, maka peneliti menyajikan data sebagai berikut : kemampuan Berhitung BG 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 sesi 16 Grafik 4.4

63 Keseluruhan Penelitian Perkembangan Kemampuan berhitung BG 1. Analisis Data a. Analisis dalam Kondisi 1) Panjang Kondisi Panjang kondisi merupakan panjang interval yang menunjukkan jumlah sesi dalam setiap fase. Pada penelitian ini terdapat 3 fase, fase baseline (A-1) terdiri dari 4 sesi, fase intervensi (B) terdiri dari 8 sesi dan fase baseline (A-2) terdiri dari 4 fase. Seperti dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini: Tabel. 4.7 Panjang Kondisi Kondisi A-1 B A-2 Panjang kondisi 4 8 4 2) Estimasi Kecenderungan Arah Estimasi kecenderungan arah pada penelitian ini digunakan untuk melihat perkembangan kemampuan berhitung dengan menggunakan metode belah dua (split- middle) yang digambarkan oleh garis naik, sejajar atau turun dengan cara : a) Membagi data pada fase baseline atau intervensi menjadi dua bagian b) Membagi bagian kanan kiri menjadi dua bagian lagi

1 2 3 4 5 6 7 8 sesi 9 10 11 12 13 14 15 16 64 c) Tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antara garis grafik dengan garis belahan kanan dan kiri, untuk mengetahui lebih jelasnya perhatikan gambar grafik di bawah ini: 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Series 1 Grafik 4.5 Estimasi Kecenderungan Arah Hasil analisis grafik estimasi kecenderungan arah di atas memberikan keterangan bahwa kecenderungan perkembangan kemampuan dari sesi awal hingga sesi terakhir pada setiap fasenya adalah menaik. Kecenderungan fase baseline (A-1) menunjukkan kestabilan data, sedangkan untuk fase intervensi (B) dan baseline (A-2) mengalami peningkatan, berikut ini merupakan tabel estimasi kecenderungan arah. Tabel 4.8 Estimasi Kecenderungan Arah

65 Kondisi A-1 B A-2 Estimasi Kecenderungan Arah (=) (+) (+) 3) Kecenderungan Stabilitas Menentukan kecenderungan stabilitas kemampuan anak dalam kondisi baik baseline maupun intervensi, dalam hal ini menggunakan kriteria stabilitas 15%. Kriteria presentase stabilitas sebesar 85%-90%, sedangkan dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel). (Sunanto et.al, 2006:79). Berikut adalah perhitungan kriteria stabilitas: a) Menghitung rentang stabilitas 15% (nilai tertinggi x 0,15) b) Menghitung mean level (jumlah poin data dibagi banyaknya sesi) c) Menentukan batas atas (mean level ditambah setengah dari rentang stabilitas) d) Menetukan batas bawah (mean level dikurangi setengah dari rentang stabilitas) e) Menentukan kecenderungan stabilitas data point dengan menghitung banyaknya data sesi yang berada dalam rentang batas atas dan batas bawah, dibagi banyaknya sesi. Jika persentase mencapai 85%-90% maka dikatakan stabil sedangkan dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel).

66 Mengacu pada hal tersebut maka untuk mengetahui kecenderungan stabilititas maka dilakukan perhitungan seperti di bawah ini : (1) Baseline (A-1) Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 9 x 0,15 = 1,35 Mean level = 9+9+9+9 4 = 36 4 = 9 Batas atas = Mean level + 1 rentang stabilitas 2 = 9 + 0,67 = 9,67 Batas bawah = Mean level - 1 rentang stabilitas 2 = 9 0,67 = 8,33 Kecenderungan stabilitas = data dalam rentang : jumlah data/sesi = 4 4 x100% = 100% (Stabil) (2) Intervensi (B) Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 22 x 0.15 = 3,3

67 Mean level = 14+14+16+16+17+19+19+22 8 Batas atas = 137 8 = 17,1 = Mean level + 1 rentang stabilitas 2 = 17,1 + 1,65 = 18,75 Batas bawah = Mean level - 1 rentang stabilitas 2 = 17,1-1,65 = 15,45 Kecenderungan stabilitas = data dalam rentang : jumlah data/sesi = 3 8 x 100 (3) Baseline (A-2) Rentang stabilitas = 37,5% (Variabel) = skor tertinggi x kriteria stabilitas = 22 x 0.15 = 3,3 Mean level = 22+20+21+22 4 = 85 4 = 21,25 Batas atas = Mean level + 1 rentang stabilitas 2 = 21,25 + 1,65 = 22,9 Batas bawah = Mean level - 1 rentang stabilitas 2

68 = 21,75-1,65 = 20,1 Kecenderungan stabilitas = data dalam rentang : jumlah data/sesi = 3 4 x 100 = 75% (Variabel) Hasil perhitungan data kecenderungan stabilitas, diperjelas melalui penyajian data dalam tabel berikut ini : Tabel 4.9 Kecenderungan Stabilitas Kondisi A-1 B A-2 Kecenderungan stabilitas Stabil (100%) Variabel (37,5%) Variabel (75%) Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa pada fase baseline (A-1), memperoleh tingkat stabilitas sebesar 100%, yang berarti bahwa tingkat kecenderungan stabilitasnya adalah stabil. Fase baseline (A-1) menerangkan bahwa rentang data yang cenderung kecil atau tingkat variasi rendah.

69 Tingkat kecenderungan stabilitas pada fase intervensi menunjukkan bahwa kecenderungan stabilitas adalah variabel, dengan persentase 37,5%, artinya pada fase ini rentang data cenderung besar atau tingkat variasi tinggi. Untuk fase baseline (A-2), dimana kecenderungan stabilitas memperoleh tingkat kecenderungan stabilitas sebesar 75%, yang berarti tingkat kecenderungan stabilitas adalah variabel, hal ini menjelaskan bahwa rentang data cenderung besar atau tingkat variasi tinggi. 1) Kecenderungan Jejak Data Menentukan kondisi kecenderungan jejak data sama halnya dengan menentukan kondisi kecenderungan arah sehingga data yang ada pada kondisi kecenderungan jejak data sama dengan data pada kondisi kecenderungan arah. Berikut ini merupakan tabel kondisi kecenderungan jejak data : Tabel 4.10 Kecenderungan Jejak Data Kondisi A-1 B A-2 Kecenderungan Jejak Datas (=) (+) (=) (-) (+) Level Stabilitas dan Rentang

70 Level stabilitas dan rentang ditentukan dengan cara mengambil skor terkecil dan terbesar yang diperoleh pada fasenya, di bawah ini penjelasan mengenai kondisi level stabilitas dan rentang : Tabel 4.11 Level Stabilitas dan Rentang Kondisi A-1 B A-2 Level stabilitas dan rentang Stabil (0-9) Variabel (16-22) Variabel (20-22) 1) Level Perubahan Level perubahan dilakukan dengan cara menghitung selisih data yang terbesar dan data yang terkecil dari setiap fase yang diperoleh. Tanda (+) menunjukan perubahan yang membaik, tanda (-) menunjukkan perubahan memburuk, sedangkan (=) menunjukkan tidak ada perubahan. Level perubahan yang terjadi pada setiap fase ditampilkan pada tabel di bawah ini : Tabel 4.12 Level Perubahan Kondisi A-1 B A-2 Level perubahan 14-9 (+5) 22-14 (+8) 22-20 (+2) Mengacu pada tabel di atas maka kesimpulan yang diperoleh adalah pada fase baseline (A-1) level perubahan adalah +7, untuk fase intervensi (B) level

71 perubahannya adalah +6, sedangkan untuk fase baseline (A-2) level perubahan yang diperoleh sebesar +2. Komponen analisis visual dalam kondisi ini dirangkum dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4. 13 Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Kondisi A-1 B A-2 Panjang kondisi 4 10 4 Estimasi Kecenderungan (=) (+) (+) Arah Kecenderungan Stabilitas Stabil (100%) Variabel (37,5 %) Variabel (75%) Jejak data Level stabilitas dan rentang Perubahan level (=) Stabil (0-9) 14-9 (+5) (=) (+) (-) (+) Variabel Variabel (14-22) (20-22) 22-14 22-20 (+8) (+2) b. Analisis Antar Kondisi 1) Jumlah Variabel yang Diubah Pada data rekaan variabel yang diubah pada kondisi baseline (A-1) ke intervensi (B) adalah 1, dengan demikian pada format atau tabel akan terlihat seperti berikut ini :

72 Tabel 4.14 Data Jumlah Variabel Diubah Perbandingan Kondisi B/A-1 A-2/B Jumlah variabel yang diubah 1 1 2) Perubahan Kecendrungan dan Efeknya Perubahan kecenderungan arah ditentukan dengan cara mengambil data pada analisis dalam kondisi di atas (naik, tetap, atau turun), hal ini dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. Tabel 4.15 Data Kecenderungan Arah dan Efeknya Perbandingan Kondisi B B/A-1 A-2/B Perubahan e kecenderungan arah (+) (=) (+) (+) Kecenderungan arah perubahan yang terjadi pada subjek yang diteliti menjelaskan bahwa perubahan kecenderungan arah pada fase intervensi (B) dan fase baseline (A-1) cenderung meningkat (+). Perbandingan yang terjadi pada fase baseline (A-2) dengan fase intervensi (B) cenderung meningkat (+). 3) Perubahan Stabilitas

73 Perubahan kecenderungan stabilitas ini dimaksudkan untuk melihat stabilitas perilaku subjek dalam masing- masing kondisi, baik pada baseline maupun intervensi. Adapun data perubahan stabilitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.16 Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas Perbandingan Kondisi B/A-1 A-2/B Perubahan kecenderungan stabilitas Variabel ke stabil Variabel ke variabel Tabel di atas menunjukkan bahwa fase intervensi (B) perubahan kecenderungan stabilitas adalah variabel sedangkan pada fase baseline (A-1) perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah stabil, sedangkan perbandingan perubahan kecenderungan stabilitas fase baseline A-2 dengan perubahan kecenderungan stabilitasnya adalah variabel. 4) Perubahan Level Menentukan perubahan level dapat dilakukan dengan menentukan dahulu data poin sesi terakhir kondisi baseline (A-1) dan sesi pertama pada kondisi intervensi (B), kemudian menghitung selisihnya dan tandai (+) bila naik, dan (=) tidak ada perubahan dan (-) bila turun, untuk lebih jelasnya perubahan level dijelaskan pada tabel di bawah ini : Tabel 4.17

74 Data Perubahan Level Kondisi B/A-1 A-2/B Perbandingan kondisi 14-9 (+5) 22-22 (0) Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan level dari fase intervensi (B) ke baseline (A-1) adalah meningkat, sedangkan dari baseline (A-2) ke intervensi (B) adalah tetap. 5) Data Overlap Overlap adalah kesamaan kondisi antara baseline A-1 dengan intervensi (B), dengan kata lain semakin kecil persentase overlap maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap terhadap target behavior. a) Data Overlap A-1/ B Data overlap berikut merupakan data overlap yang berasal dari kesamaan data intervensi dan baseline (A-1) dilihat dari acuan batas atas dan batas bawah baseline tersebut, berikut data overlap A-1/B disajikan dalam grafik berikut ini :

75 24 20 16 12 8 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Grafik 4.6 Data Overlap A-1 dan B Grafik di atas dapat menunjukkan bahwa tidak ada skor intervensi yang termasuk batas atas dan batas bawah baseline A-1. a) Data overlap A-2/B Data overlap berikut merupakan data overlap yang berasal dari kesamaan data baseline (A-2) dan intervensi dilihat dari acuan batas atas dan batas bawah fase intervensi tersebut, berikut data overlap A-2/B disajikan dalam grafik berikut ini :

76 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 5 8 12 14 15 16 Grafik. 4.7 Data Overlap A-2 dan B Grafik di atas dapat terlihat bahwa tidak terdapat skor baseline A-2 dari ke- 2 subjek yang termasuk ke dalam skor batas atas dan batas bawah fase intervensi, untuk mempermudah dalam memahami data overlap A-2/B dalam penelitian ini, maka datanya disederhanakan dalam bentuk tabel berikut ini: Tabel 4. 18 Data Persentase Overlap Perbandingan Kondisi B/A-1 A-2/B Persentase Overlap 0 : 8 x 100 (0%) 0 : 4 x 100 (0%)

77 Tabel 4.19 Hasil Analisis Visual Antar Kondisi Perbandingan Kondisi B/A-1 A-2/B Jumlah variabel yang diubah 1 1 Perubahan kecenderungan efeknya (+) (+) (+) (+) Perubahan kecenderungan stabilitas Variabel ke stabil Variabel ke variabel Perubahan level 14-9 (+5) Persentase Overlap 0 : 8 x 100 (0%) 22-22 (0) 0 : 4 x 100 (0%) Berikut adalah pengilustrasian perkembangan kemampuan berhitung pada subjek penelitian melalui perkembangan yang di deskripsikan melalui nilai mean level untuk setiap fase pada penelitian yang dilakukan. Adapaun penggambaran grafik adalah sebagai berikut:

78 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Baseline (A-1) Intervensi (B) Baseline (A-2) Baseline (A-1) Intervensi (B) Baseline (A-2) Grafik. 4.8 Mean Level Kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan Grafik di atas menggambarkan bahwa terdapat peningkatan mean level pada setiap fase. Pada fase baseline (A-1) mean levelnya adalah 9, lalu pada fase intervensi (B) mean levelnya adalah 17,1 dan pada fase baseline (A-2) mean level yang diperoleh mencapai 21, 25.

79 B. Pembahasan Berhitung merupakan suatu aktivitas yang memerlukan pengamatan bentuk, asosiasi gerak-gerik dan jalan yang beraturan (Whitherington dalam Tambunan,M. 2006:93). Berhitung artinya bekerja dua bilangan atau lebih (Pakasi, S. 1977:6). Untuk menemukan atau mengevaluasi kemungkinan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berhitung, kita dapat melakukan dengan cara mengamati secara khusus terhadap berbagai kesulitan dan kekeliruankekeliruan yang sering dilakukan anak dalam berhitung, maka upaya pengamatan terhadap kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan merupakan bagian dari teknik pengumpulan data dan tujuan penelitian ini.oleh karena itu yang diamati dalam penelitian ini adalah beberapa bagian dari segmen berhitung yang dianggap lebih spesifik seperti menyebutkan bilangan, mengurutkan bilangan menghitung banyaknya benda, kemampuan operasi penjumlahan yang hasilnya tidak lebih dari 10 pada anak tunagrahita ringan. Kemampuan ini merupakan target behavior (variabel) yang dalam penelitian ini diukur atau dianalis secara Subject Single Research. Berdasarkan persoalan-persoalan berhitung di atas, banyak faktor yang menjadikan anak mengalami kesulitan dalam belajar berhitung, salah satunya sering berkaitan erat dengan tahapan perkembangan kognitif anak seperti : tahapan sensori motor, pra operasional, pra konkrit, dan tahapan operasional

80 formal. Dengan melihat tahapan ini kita dapat menentukan apakah anak ada pada tahap belajar konkrit, semi konkrit, atau abstrak. Setelah memahami tahapantahapan tersebut kita dapat menentukan, sebenarnya anak yang dihadapi termasuk ada pada tahapan belajar seperti apa dan bagaimana teknik belajar yang tepat untuk anak pada tahapan tersebut. Hal ini disebabkan pelajaran berhitung sering kali disajikan secara abstrak. Dilihat dari tahapan belajarnya, anak yang menjadi subjek dalam penelitian ini termasuk pada tahapan belajar semi konkrit dan konkrit. Oleh sebab itu untuk membantu anak dalam belajar,khususnya dalam belajar mengurutkan bilangan, menghitung banyaknya benda dan melakukan operasi penjumlahan, anak dibantu dengan menggunakan suatu media. Pada subjek yang diteliti media yang digunakan adalah media Animasi Komputer MANTAP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat terlihat bagaimana pengaruh penggunaan media Animasi Komputer MANTAP terhadap kemampuan berhitung pada anak tunagrahita ringan. Pengaruh tersebut dapat diketahui melalui proses membandingkan kemampuan berhitung antara sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi dengan menggunakan media Animasi Komputer MANTAP. Kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan diperoleh melalui fase baseline (A-1) dengan melakukan pengetesan dengan memberikan tes soal matematika dengan perolehan skor 9, yang menghasilkan mean level 9 dengan persentase sebesar 36%. Skor ini menggambarkan bahwa subjek sudah

81 mampu membaca lambang bilangan dan menghitung benda, namun kadang masih melakukan beberapa kesalahan. Setelah diperoleh data yang stabil dalam fase baseline (A-1) maka dapat dilakukan proses pengintervensian dengan menggunakan Media Animasi Komputer MANTAP pada fase ini anak menunjukkan peningkatan, dari 8 sesi mendapatkan pada skor tertinggi yaitu 22 dengan persentasi (88%), sedangkan untuk mean level pada fase ini adalah 17,1. Skor ini menunjukkan bahwa dari sesi pertama hingga sesi terakhir terdapat peningkatan skor. Subjek yang awalnya hanya mampu mengerjakan aspek membaca lambang bilangan dan menghitung banyaknya benda, sudah mampu mengerjakan soal mengurutkan lambang bilangan 1-10, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara semi konkrit 1-10, menunujukan hasil operasi hitung penjumlahan secara abstrak 1-10, walaupun anak masih melakukan kesalahan pada beberapa soal. Fase yang terakhir dilakukan adalah fase baseline (A-2). Tujuan dilakukannya penelitian pada fase ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan dari penggunaan media Animasi Komputer MANTAP. Cara pemberian penilaian pada fase ini dengan kembali memberikan soal-soal matematika. Hasil penelitian yang dilakukan sebanyak empat sesi ini diperoleh nilai tertingginya yaitu 22 dengan persentasi sebesar 88%. Pemaparan di atas dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan berhitung yang terjadi pada subjek penelitian. Hal ini tergambarkan dari perbandingan mean level dari tiga fase. Meskipun diantara ketiga fase tersebut

82 pada fase intervensi yang terdapat skor tertinggi, namun terdapat peningkatan skor tertinggi dan mean level diantara fase baseline (A-1) dan fase baseline (A-2). Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan berhitung pada subjek penelitian dari sebelum menggunakan media animasi komputer MANTAP dan sesudah menggunakan media tersebut. Hal ini membuktikan teori yang dikemukakan oleh Papert (Thomas 1987:49) dalam Neneng A (2004) Mengungkapkan bahwa : Kelebihan lain media Komputer dalam pembelajaran dibandingkan dengan media konvensional bahwa computer lebih memiliki efek yang lebih fundamental dibandingkan dengan teknologi lain, termasuk media televisi dan media cetak. Hal ini disebabkan sebagus apapun tayangan pendidikan melalui televisi, ia tetap memiliki keterbatasan. Televisi hanya satu arah sehingga hanya mengaktifkan pendengaran siswa saja. Sungguh berbeda dengan program Komputer yang sifatnya dua arah sangat memungkinkan terjadinya transformasi proses belajar, komputer lebih aktif dan individual (menghargai kemampuan siswa yang berbeda ). Selain itu Proses pembelajaran dengan menggunakan media secara tepat dan bervariasi akan mengatasi sifat pasif anak, memberikan perangsangan, pengalaman, yang berbeda (Sadiman, 2005: 16). Disamping itu media juga dapat memberikan motivasi dalam belajar, menarik dan merangsang minat anak untuk belajar, anak merasa senang, dan konsep abstrak yang tersaji dalam bentuk kokrit (Ruseffendi 1990 :1). Berlandaskan pada teori tersebut maka hasil penelitian ini membuktikan bahwa teori tersebut mendukung penggunaan media Animasi

83 Komputer MANTAP untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan. Setelah menganalisis hal tersebut maka media media Animasi Komputer MANTAP merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran dan berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada media ini Animasi Komputer MANTAP adalah sebagi berikut : 1. Kelebihan yang terdapat pada penggunaan media Animasi Komputer MANTAP ini adalah dapat membantu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mampu meningkatkan kemampuan berhitung anak belajar. Media animasi komputer mantap ini merupakan hasil karya dari dua orang anak kakak beradik yaitu Fahma dan Hania yang merupakan pemenang lomba pembuatan software Asia Pasifik Information And Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia Oktober yang di ikuti 16 Negara. Sehingga anak lebih termotivasi belajar, karena dibuat oleh teman sebayanya. 2. Kelemahan atau kekurangan media animasi komputer ini adalah kurang mampu meningkatkan kemampuan berhitung anak hingga 100% dikarenakan masih belum lengkapnya gambar yang bervariasi. Di luar hal

84 tersebut kondisi anakpun menjadi pertimbangan pencapain keberhasilan media ini untuk meningkatkan kemampuan berhitung yaitu kondisi anak seperti mood anak, kondisi kesehatan, gangguan dari luar ruangan seperti ketika ada anak/orang lain yang ribut diluar ruangan menyebabkan konsentrasi anak terpecah.terkadang subjek ingin segera keluar mengakhiri kegiatan intervensi karena ingin bermain bersama temanteman sekelasnya.