BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai penting di dalam perekonomian nasional. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dinyatakan bahwa Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan 1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Group, 2005), hal 7.
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan hidup rakyat banyak. Di dalam peran perbankan sebagai lembaga khusus dibidang keuangan, terdapat berbagai ketentuan mengenai kegiatan apa saja yang boleh dilakukan oleh sebuah bank yang dinyatakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Ketentuan tersebut bersifat limitatif yakni sepanjang yang diizinkan saja dan dimaksudkan untuk tidak memberikan kesempatan bagi bank untuk melakukan usaha yang menyangkut kegiatan non keuangan, misalnya sebagai holding company dari suatu usaha manufaktur, usaha distribusi, dan usaha-usaha bidang riil lainnya. 2 Perbankan di dalam menjalankan tugas dan fungsinya diawasi oleh bank sentral yang terdapat di suatu negara. Peran bank sentral sangat penting terhadap suatu tatanan perbankan di suatu negara, karena secara makro peran bank sentral merupakan urat nadinya perekonomian di suatu negara, sehingga peranan sektor perbankan dapat mempengaruhi maju mundurnya perekonomian di negara yang bersangkutan, sedangkan secara mikro peranan bank sentral sangat menentukan untuk dapat meminimalkan resiko-resiko dari dunia perbankan yang pada gilirannya dapat melindungi masyarakat, berhubung ada dana masyarakat dalam bank-bank tersebut. Adapun yang merupakan resiko dari suatu dunia perbankan tersebut adalah sebagai berikut: 2 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Cetakan kelima, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm. 18.
1. Resiko liuiditas; 2. Resiko kredit; 3. Resiko pasar; 4. Resiko pendapatan; 5. Resiko manajemen; 6. Resiko kepemilikan (misalnya pertikaian atau pergantian kepemilikan); 7. Resiko operasional (misalnya adanya gangguan/kerusakan dalam operasional bank); dan 8. Resiko kehilangan kepercayaan (misalnya terjadi rush dari nasabah karena isu, kejadian atau kebijaksanaan tertentu). Fungsi dan peran bank sentral pada umumnya terdapat variasi dari berbagai negara di seluruh dunia, tetapi dalam hal-hal mendasar pada prinsipnya fungsi mereka adalah sama. 3 Di negara Indonesia yang menjadi bank sentral adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara independen. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tentang Bank Indonesia. 4 Adapun sasaran strategis Bank Indonesia adalah memelihara kestabilan moneter; memelihara kondisi keuangan BI yang sehat dan akuntabel; meningkatkan efektifitas manajemen moneter; meningkatkan sistem perbankan yang sehat dan efektif serta sistem keuangan yang stabil; memelihara keamanan, 3 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998), Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 118-119. 4 Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
kehandalan, dan efisiensi sistem pembayaran, meningkatkan efektifitas pelaksanaan good governance ; memperkuat institusi BI melalui penciptaan sinergi antara sumber daya manusia, pengetahuan, dan rancangan organisasi dengan strategi BI; serta mengarahkan dan memantau efektifitas perubahan strategis BI. 5 Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort. 6 Bank Indonesia di dalam fungsi dan wewenangnya sebagai bank sentral merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sesuai Pasal 23 huruf D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7 Salah satu kewenangan bank sentral yang sangat penting yaitu mengatur dan mengawasi perbankan. Mengatur dan mengawasi perbankan oleh bank sentral dibutuhkan tidak hanya untuk mendukung kelancaran sistem pembayaran, tetapi juga untuk meningkatkan efektifitas kebijakan moneter dalam mempengaruhi perkembangan ekonomi dan inflasi. Hal itu mengingat lembaga perbankan berfungsi sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam mobilisasi dana dan 5 Ferry n. Idroes, Sugiarto, Manajemen Resiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel Dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakata : Graha ilmu, 2006, hlm 59. 6 Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 7 pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
penyaluran kredit perbankan (fungsi intermediasi) ataupun peredaran uang uang di dalam perekonomian. Bank Indonesia di dalam melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap bank melakukan beberapa hal, meliputi penetapan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai: a. Lembaga kepercayaaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana; b. Pelaksana kebijakan moneter; dan c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan. Agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. 8 Dalam perkembangannya, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 8 Ibid, hlm 62.
Lembaga jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya, yang meliputi asuransi, dan pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dan masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam undang-undang pembentukan lembaga pengawas yang dimaksud. 9 Berdasarkan ketentuan pasal 34 undang-undang tentang Bank Indonesia beserta penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Badan Pengawasan Pasar Modal, dan institusiinstitusi pemerintahan yang selama ini mengawasi lembaga pengelolaan dana masyarakat. 10 Namun setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka ketentuan tersebut di atur dalam undangundang OJK. Dengan demikian berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; 9 Penjelasan Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 10 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup). 2014, hlm.96.
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 11 Untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara terintegrasi tersebut, langkah-langkah persiapan dan periode transisi telah ditetapkan sehingga pada 1 Januari 2014 OJK telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi. Proses transisi pengawasan industri jasa keuangan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (disingkat lembaga keuangan bukan bank/lkbb) yang dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan pada akhir tahun 2012. Tahap kedua, pengawasan bank dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK pada akhir tahun 2013. 12 Ketentuan peralihan pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa: (1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. (2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. 11 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 12 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2373_jli%20vol.%209%20no.%203.pdf. Diakses pada tanggal 20 februari 2014.
Dalam hal melakukan pengawasan perbankan, OJK tetap melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia yang merupakan Bank Sentral di Indonesia yang tata cara koordinasinya diatur bersama antara OJK dan Bank Indonesia. 13 Artinya walaupun sebagian wewenang dari Bank Indonesia telah beralih kepada OJK, masi ada hubungan secara terintegrasi antara Bank Sentral dengan OJK yang harus dijelaskan secara lebih jelas dan lengkap agar tidak ada tumpang tindih wewenang antara Bank Indonesia selaku Bank Sentral dengan Otoritas jasa Keuangan selaku lembaga pengawas di sektor jasa keuangan mengenai kewenangan pengawasan di sektor perbankan. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sehingga penulis mengangkat judul Kewenangan Pengawasan Perbankan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. B. Permasalahan Sesuai dengan apa yang telah di uraikan pada latar belakang diatas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran Bank Indonesia pasca lahinrya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan? 2. Bagaimanakah independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan Perbankan di Indonesia? 13 Penjelasan pasal 39 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
3. Bagaimanakah kewenangan pengawasan Perbankan pasca lahirnya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami peran Bank Indonesia pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Untuk mengetahui dan memahami independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan Perbankan di Indonesia. 3. Untuk mengetahui dan memahami kewenangan pengawasan Perbankan pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam hal ini berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teorotis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum perbankan pada khususnya. Pembahasan terhadap permasalahanpermasalahan sebagaimana diuraikan diatas, diharapkan akan menimbulkan pengertian dan pemahaman bagi pembaca mengenai Kewenangan Pengawasan
Perbankan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Manfaat Praktis Penulis berharap, semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi semua orang, terutama bagi setiap orang yang berminat untuk mengikuti perkuliahan di fakultas hukum di setiap perguruan tinggi, dan menjadi sumbangan pemikiran ilmiah bagi hukum positif di Indonesia, dan dapat dijadikan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya yang mengkaji mengenai Kewenangan Pengawasan Perbankan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. E. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Kewenangan Pengawasan Perbankan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diajukan dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum. Penulisan ini berdasarkan referensi dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah karya asli sehingga tulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.
F. Metode Penulisan Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research. Kata research berasal dari re (kembali) dan to search (mencari). Research berarti mencari kembali. Oleh karena itu, penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian. Apabila suatu penelitian merupakan usaha pencarian, maka timbul pertanyaan apakah yang dicari itu?. Pada dasarnya yang dicari adalah pengetahuan atau pengetahuan yang benar. 14 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 15 Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat didalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menganalisa hukum positif yang tertulis. Penelitian hukum normatif membahas 14 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm.1. 15 Ibid, hlm.15.
doktrin-doktrin atau asas-asas dalm ilmu hukum dan penelitian ini sering disebut penelitian yang bersifat teoritis. 16 2. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka. 17 Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 18 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. 19 Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Perbankan yang mengikat dan menjadi sumber penulisan ini, antara lain: a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder meliputi semua publikasi 16 Ibid, hlm.24. 17 Ibid, hlm.23. 18 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30. 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm.141.
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. 20 Dalam penulisan ini publikasi tentang hukum yang menjadi sumber meliputi hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku teks, pendapat-pendapat sarjana, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ensiklopedia, indeks kumulatif. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penulisan ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah, media elektronik dan bahan bacaan lain yang terkait dengan 21 penulisan skripsi ini. 22 Dan semua itu dimaksudkan utuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian. 4. Analisis Data Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan: 20 Ibid. 21 Zainuddin Ali, Op.cit., hlm.24. 22 Zainuddin Ali, Op.cit., hlm.107.
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti; b. Memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian; c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada; dan d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Umum Bank Sentral Di Indonesia Dalam bab ini berisi tentang Pengertian dan Sejarah Bank Sentral, Tujuan dan Tugas Bank Indonesia, Status dan Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara yang Independen, dan Dewan Gubernur Bank Indonesia. BAB III : Tinjauan Umum Mengenai Otoritas Jasa Keuangan Dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang Pembentukan Otoritas jasa keuangan, Pengertian dan Status Otoritas jasa keuangan, Asas- Asas Otoritas jasa keuangan, Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang
Otoritas jasa keuangan, dan Dewan Komisioner Otoritas jasa keuangan. BAB IV : Kewenangan Pengawasan Perbankan Pasca Lahirnya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai Peran Bank Indonesia Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Perbankan di Indonesia, dan Kewenangan Pengawasan Perbankan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. BAB V : Penutup Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab- bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran yang diberikan oleh penulis.