BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan, maka tidak salah jika pemerintah senantiasa selalu

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

I. PENDAHULUAN. menyesuaikan diri sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya perkembangan

I. PENDAHULUAN. karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

Fariyani Eka Kusuma Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap peserta didik perlu memiliki kemampuan matematis pada tingkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, dituntut sumber daya manusia yang

2015 PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Maelani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sama, oleh karena itu peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. memperdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun 2003. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 (Depdiknas, 2010) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Seiring dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 di atas, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) menyatakan bahwa SKL Matematika SMP/MTs adalah memahami konsep materi pelajaran dan dapat menggunakannya dalam pemecahan masalah. Begitu pula Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) menyatakan bahwa: Pembelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama). Hal itu menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran Matematika salah satunya adalah mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2012: 25) juga menekankan: Salah satu elemen perubahan pada kurikulum 2013 bahwa standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Kompetensi Inti SMP diantaranya memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

2 Untuk memenuhi tuntutan UU Nomor 20 Tahun 2003, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, BNSP, dan Kurikulum 2013 di atas maka salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan dalam mata pelajaran matematika khususnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Hal itu dikarenakan matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari dan dalam upaya memahami ilmu pengetahuan lainnya. Sumarmo (2013: 3) mengungkapkan: Visi matematika yang memiliki dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua dalam arti yang lebih luas dan mengarah ke masa depan, matematika memberikan kemampuan menalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat, membutuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Di sisi lain Delvin (Oktavien, 2011: 3) mengungkapkan bahwa Pemahaman dan pemecahan masalah matematis merupakan unsur penting dalam setiap pembelajaran di semua jenjang pendidikan, baik jenjang persekolahan maupun perguruan tinggi. Hal ini berarti kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam setiap pembelajaran matematika. Untuk tingkat global National Council of Teachers of Mathematics (Hulu, 2009: 2) menyatakan: Tujuan umum siswa mempelajari matematika adalah (1) belajar akan nilai-nilai matematika, memahami evolusi dan peranannya dalam masyarakat dan sains, (2) percaya diri pada kemampuan yang dimiliki, percaya pada kemampuan berpikir matematis yang dimiliki dan peka terhadap situasi dan masalah, (3) menjadi seorang problem solver, menjadi warga negara yang produktif dan berpengalaman dalam memecahkan berbagai permasalahan, (4) belajar berkomunikasi secara matematis, belajar tentang simbol, lambang dan kaidah matematis, (5) belajar bernalar secara matematis yaitu membuat konjektur, bukti dan membangun argumen secara matematis.

3 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap siswa perlu dibekali dengan pengetahuan matematika yang cukup, salah satunya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupan seharihari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain. Namun pada kenyataannya di lapangan, kemampuan matematis selama ini tidak tinggi, seperti di SMP Negeri 1 Jambe. Sekolah ini adalah tempat penulis mengampu selama ini. Hal itu dapat dilihat dari nilai Ujian Akhir Semester (UAS) matematika semester ganjil dari Tahun Pelajaran 2008/2009 sampai dengan Tahun Pelajaran 2012/2013 jika dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Rata-rata Nilai UAS Semester Ganjil Mata Pelajaran Matematika Dibandingkan KKM 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 UAS KKM UAS KKM UAS KKM UAS KKM UAS KKM 4,01 6,00 4,51 6,23 4,3 6,50 4,62 6,70 4,45 7,00 Sumber Data : Pusat Data SMPN 1 Jambe Kabupaten Tangerang Sementara secara khusus untuk kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu. Di antaranya penelitian Qohar (2010) dan Hendriana (2009) yang meneliti tentang kemampuan pemahaman matematis siswa SMP. Dari kedua penelitian itu, Qohar dan Hendriana menyimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah sama-sama rendah. Penelitian Nanang (2009) yang meneliti tentang kemampuan pemahaman siswa SMP, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman siswa juga tidak tinggi. Penelitian Hulu (2009) yang meneliti tentang kemampuan penalaran siswa SMP juga menyimpulkan peningkatan kemampuan penalaran siswa SMP belum mencapai kriteria hasil belajar yang baik. Begitu pula dengan penelitian

4 Suhena (2009) yang meneliti tentang kemampuan pemahaman dan penalaran siswa SMP menyimpulkan bahwa tingkat peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran siswa SMP masih ada masalah dan harus dicari solusinya. Dalam tingkat internasional rendahnya kemampuan matematis siswa SMP di Indonesia tergambar dari hasil laporan survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 yang dipublikasikan 9 Desember 2012 untuk siswa kelas VIII pada bidang matematika, Siswa Indonesia berada di posisi 38 dari 42 peserta dengan nilai rata-rata 386. Urutan itu masih di bawah Malaysia (26) dan Thailand (28). Hal ini tentu sangat jauh dari yang kita harapkan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia saat ini. Kenyataan di lapangan terlihat bahwa masih banyak siswa yang merasa kesulitan memahami matematika. Hal itu berkaitan dengan pemahaman konsep awal yang masih dianggap kurang sehingga membuat siswa menganggap matematika sebagai hantu yang menakutkan. Tingkat kemampuan awal siswa ini perlu diketahui oleh para peneliti sebelum terjun ke lapangan. Menurut penelitian Hidayat (2011) menyatakan bahwa Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS) tinggi, sedang, maupun kurang masih belum terdapat perbedaan yang signifikan dengan kemampuan matematis yang dimiliki meskipun setelah diberi perlakuan. Begitu pula Hidayat (2011) menyatakan bahwa interaksi model pembelajaran dengan TKAS tidak signifikan dalam menghasilkan kemampuan matematis yang diharapkan. Ada beberapa penyebab rendahnya prestasi belajar khususnya kemampuan pemahaman dan penalaran matematis diantaranya menurut Rif at (2001: 25) bahwa Siswa cenderung mengingat atau menghafal tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan gurunya. Sehingga siswa cenderung mencontoh saja cara guru menyelesaikan soal tanpa memahaminya. Kemampuan mengingat langkah-langkah yang diberikan guru dengan tanpa memahami konsep apa yang disampaikan tentu membuat siswa tidak

5 dapat mengerjakan soal dengan baik terutama soal yang sulit. Hal itu disebabkan karena mengingat merupakan keterampilan atau kemampuan berpikir yang paling rendah. (Sabandar, 2007: 2). Untuk itu diharapkan siswa tidak hanya terfokus pada kemampuan mengingat tetapi harus dikembangkan dengan kemampuan lain. Selain kemampuan matematis di atas, pembentukan watak yang diamanahkan UU Nomor 20 Tahun 2003 di atas dapat dikatakan sebagai upaya membentuk karakter sehingga pendidikan saat ini diharapkan bermuara pada Pendidikan Karakter Bangsa. Penanaman karakter ini harus dibiasakan setiap hari sehingga menjadi suatu kebiasaan yang baik sehingga siswa diharapkan mampu menjadi manusia seperti yang diharapkan pada Undang-undang tersebut. Hal ini harus ditanamkan sejak dini pada siswa sebagai bekal bagi mereka dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Salah satu kebiasaan baik yang perlu diterapkan untuk menghadapi perkembangan era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat, dan sekaligus sebagai upaya memiliki kemampuan, keterampilan, dan perilaku positif dalam matematika adalah kebiasaan berpikir (habits of mind). Kebiasaan berpikir (habits of mind) ini menurut Costa (Sumarmo, 2012: 49) merupakan Disposisi yang kuat dan perilaku cerdas. Apabila kebiasaan berpikir berlangsung dengan baik maka akan tumbuh keinginan dan kesadaran yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat yang positif. Matematika dapat menimbulkan pola pikir yang baik yang harus dimiliki siswa dalam meningkatkan hasil belajar yang baik pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan Matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan), sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap. Untuk itu pola pikir dan kebiasaan berpikir perlu dikembangkan agar menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari terutama kebiasaan dalam belajar. Kenyataan di lapangan terlihat bahwa sebagian besar siswa merasa sangat sulit untuk bisa secara cepat menyerap dan memahami matematika. Kesulitan siswa dalam memahami matematika itu diperkirakan berkaitan

6 dengan pemahaman konsep awal yang dimilikinya sehingga mengakibatkan siswa sulit dalam memahami matematika. Hal itu juga diperkirakan sebagai penyebab siswa kurang menyukai matematika dan kebiasaan berpikir siswa tidak mencerminkan kebiasaan berpikir yang baik. Hal itu dapat dilihat dari penelitian Mahmudi (2010) yang meneliti salah satu disposisi matematis yaitu kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa SMP. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebiasaan berpikir kelas eksperimen tidak jauh berbeda dibanding dengan kelas kontrol setelah diberi perlakuan. Kita dapat menyimpulkan bahwa kebiasaan berpikir masih sulit ditingkatkan dan masih harus diadakan beberapa penelitian untuk menelitinya. Salah satu solusi dari permasalahan di atas adalah pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2009: 4): Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelompok ini diharapkan siswa dapat berdiskusi dengan teman satu kelompoknya dan dengan seringnya terjadi diskusi diharapkan siswa lebih dapat memahami konsep matematika dengan baik dan benar. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa serta kebiasaan berpikir siswa (habits of mind). Salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Menurut Rusman (2010: 239): Model Make a Match (membuat pasangan) ini ditemukan oleh Lorna Curran pada tahun 1994 dimana guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Sementara menurut Suprijono (2010: 94): Pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, guru membagi komunitas kelas menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama merupakan

7 kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Hal itu dilakukan secara bergantian. Antar kelompok terjadi kolaborasi, kerjasama, diskusi, dan sampai pada penarikan kesimpulan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2010: 239). Di samping itu Isjoni (2013: 78) menyatakan Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Penciptaan suasana kompetitif secara umum hasilnya positif. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan: Menemukan sesuatu atas kemampuan sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi, melakukan pengkajian lebih lanjut dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematika. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun sejauh mana model Make a Match ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (Habits of Mind) maka perlu kiranya diadakan penelitian yang relevan. Untuk itu pada tesis ini penulis bermaksud meneliti tentang apakah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa SMP dalam sebuah tesis yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis serta Kebiasaan Berpikir (Habits of Mind) Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan bahwa penelitian ini adalah penelitian dalam bidang pendidikan matematika khususnya masalah peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan belajar (habits of mind) siswa SMP. Adapun

8 masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang? 3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan pemahaman matematis siswa? 4. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional? 5. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang? 6. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan penalaran matematis siswa? 7. Apakah peningkatan kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional? 8. Bagaimana sikap (respon) siswa terhadap pelajaran matematika dan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match?

9 C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (habits of mind) siswa SMP melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Matematika Siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan pemahaman matematis siswa. 4. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. 5. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang. 6. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Matematika Siswa dalam menghasilkan kemampuan penalaran matematis siswa. 7. Untuk mengetahui apakah peningkatan kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

10 Match lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. 8. Untuk mengetahui bagaimana sikap (respon) siswa terhadap pelajaran matematika dan metode pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. D. Manfaat/Signifikansi Penelitian berikut: Manfaat/signifikansi penelitian dapat dilihat dari beberapa aspek 1. Aspek Teori Dalam beberapa tesis banyak yang meneliti tentang pengaruh atau upaya peningkatan beberapa kemampuan matematika melalui model pembelajaran kooperatif. Namun sejauh pengamatan peneliti belum ada tesis yang meneliti tentang upaya peningkatan beberapa kemampuan matematis melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Begitu pula belum ada tesis yang mengungkap tentang peningkatan kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa melalui model pembelajaran kooperatif. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kita semua untuk mengetahui upaya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Selain itu juga diharapkan dapat membangun proses dan kebiasaan berpikir siswa. 2. Aspek Kebijakan Pembentukan watak dari UU sebagai kebijakan formal dapat dikatakan sebagai upaya membentuk karakter sehingga pendidikan saat ini diharapkan bermuara pada Pendidikan Karakter Bangsa. Salah satu karakter yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah kebisaan berpikir (Habits of Mind) siswa. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat melihat peningkatan kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Hal ini sangat mendukung kebijakan formal pemerintah yang seterusnya dilanjutkan dengan kebijakan Dinas Pendidikan

11 setempat dan sekolah untuk menciptakan suasana kondusif dalam pembentukan kebiasaan berpikir yang baik dan peningkatan kemampuan matematis siswa. 3. Aspek Praktik Pada praktiknya guru dalam pembelajaran di kelas perlu memperhatikan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa serta kebiasaan berpikir siswa. Sehingga guru perlu kiranya memahami penelitian ini untuk menggambarkan bagaimana kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa dan kemampuan matematis siswa dapat dikembangkan dengan baik. 4. Aspek Isu serta Aksi Sosial Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi guru matematika untuk dapat mengenal dan mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam upaya mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa. Hal ini diperlukan sebagai salah satu metode alternatif dalam menyampaikan informasi kepada siswa khususnya dalam pembelajaran matematika. Hal ini juga bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis serta kebiasaan berpikir (Habits of Mind) siswa. E. Struktur Organisasi Tesis Adapun urutan penulisan atau struktur organisasi pada tesis ini sesuai dengan buku penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Bab I berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, struktur organisasi tesis.

12 2. Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian Pada kajian pustaka berisi tentang definisi dan pendapat para ahli tentang kemampuan pemahaman matematis, kemampuan penalaran matematis siswa, kebiasaan berpikir siswa (Habits of Mind), model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, dan pembelajaran konvensional. Selain itu juga dilengkapi dengan teori-teori yang mendukung dan penelitian-penelitian yang terdahulu. Pada kerangka pemikiran dibahas tentang alur pemikiran mulai dari pendapat para ahli, teori-teori yang mendukung, penelitian-penelitian yang terdahulu, sampai pada suatu pemikiran yang melahirkan hipotesis. Dalam kerangka pemikiran ini peneliti harus bisa mengkaitkan alur pemikiran para ahli dan hasil penelitian terdahulu dengan suatu anggapan atau hipotesis yang diajukan. Pada bagian hipotesis, peneliti menyampaikan dugaan-dugaan atau hipotesa sementara yang harus dibuktikan di lapangan. Setelah pengambilan data, peneliti melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji statistika tertentu yang sesuai dengan karakteristik hipotesis. 3. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang lokasi dan subjek populasi/sampel Penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. 4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh di sekolah harus diolah dan dianalisis. Diantaranya hasil skor pretes, postes, skor minimum, skor maksimum, rata-rata, persentase, dan simpangan baku masing-masing aspek kemampuan yang diukur baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk selanjutnya dihitung gain ternormalisasi hasil postes dan pretes tersebut. Untuk menguji hipotesis maka dilakukan uji perbedaan rata-rata pretes, postes, dan gain. Namun sebelum melakukan uji perbedaan rata-rata

13 tersebut terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada masing-masing kemampuan matematis yang diteliti. Setelah hasil penelitian diolah dan dianalisis, peneliti harus melakukan interpretasi atau pembahasan terhadap hasil tersebut. Peneliti harus bisa menyimpulkan tentang hipotesis yang diuji disertai dengan kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi. 5. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini peneliti harus bisa menyimpulkan berdasarkan hipotesis yang diberikan. Banyaknya kesimpulan minimal sama dengan banyaknya hipotesis. Setelah memberikan kesimpulan peneliti harus memberikan saran dan rekomendasi bagi semua pihak terutama bagi calon peneliti yang ingin meneruskan penelitian ini untuk diteliti lebih jauh dan lebih mendalam. 6. Daftar Pustaka Daftar pustaka berisi daftar buku, jurnal, artikel, dan sumber-sumber lain yang dijadikan rujukan pada penelitian ini. 7. Lampiran-lampiran Lampiran-lampiran berisi tentang instrumen, hasil penelitian di sekolah, dan hasil pengolahan data serta semua surat yang mendukung penelitian ini.