PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI TEKNOLOGI PRODUKSI SAPI POTONG Oleh : Zulfanita. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

Buletin IPTEKDA LIPI Komunikasi Info Iptek untuk Daerah Volume 1 No.3 Maret 2001 LIPI IKUT BERKIRAH DALAM BIDANG PEMBIBITAN SAPI

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

Transkripsi:

PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI TEKNOLOGI PRODUKSI SAPI POTONG Oleh : Zulfanita Abstrak Rencana pembangunan peternakan jangka panjang akan berada dalam ruang tahun 2005 2020. Dalam ruang waktu tersebut, berlangsung pasar bebas regional dan pasar bebas dunia (WTO) tahun 2020. Program pembangunan pertanian kedepan tentu tidak terlepas dari usaha mengantisipasi keadaan perubahan tersebut. Era perdagangan bebas pada tahun 2003 (AFTA) berpengaruh nyata terhadap perkembangan sub sektor peternakan terutama usaha peternakan sapi potong di Indonesia. Hal ini disebabkan peluang pasar bagi produsen daging sapi dengan jumlah penduduk yang mencapai 200 juta jiwa serta diikuti perkembangan ekonomi nasional serta pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang secara drastis meningkat. Saat ini pasokan sapi potong lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat karena ketidak seimbangan pertambahan populasi sehingga terjadi impor bakalan dan daging sapi. Hal ini merupakan salah satu kelemahan daya saing di pasar global oleh karena itu perlu digalang kerjasama yang sinergi antara masyarakat peternak, peneliti, pengusaha dan pemerintah dalam organisasi yang bergerak dalam bidang penelitian peternakan dengan mengaitkan secara utuh dan berkesinambungan ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi sapi potong di Indonesia sehingga potensi pasar yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh peternak dan pengusaha sapi potong dengan membangun basis pasar nasional yang kuat melalui peningkatan daya saing sehingga mampu mengimbangi sapi bakalan dan daging impor dari luar negeri. 1

1.Pendahuluan Kebijakan pembangunan peternakan akan menjadi hal penting bagi pemerintah Indonesia mengingat peran sektor peternakan yang sangat signifikan dalam menopang perekonomian dan kehidupan sosial rakyat Indonesia. Dalam hal ini subsektor peternakan merupakan salah satu bidang yang memiliki nilai strategis karena kontribusinya pada penyediaan pangan nasional. Pembangunan peternakan memiliki nilai penting dalam ketahanan pangan dan upaya mencerdaskan sumber daya manusia Indonesia karena fungsi protein hewani daging sapi mampu menjadi agen pembangunan. Populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,22 % atau sebanyak 10,8 juta ekor. Kondisi ini masih belum mencukupi kebutuhan dengan tingkat defisit sebesar 1,6 juta ekor (14,5%) dari populasi ideal 12,4 juta ekor. Kemampuan produksi daging sapi dari populasi yang tersedia pada tahun 2006 hanya mencapai 290,56 ribu ton, sementara kebutuhan daging sapi mencapai 410,9 ribu ton dengan tingkat konsumsi sebesar 1,84 kg/kapita/tahun atau mengalami defisit sebesar 29,5% (Luthan, 2006, Hal 8). Permintaan daging sapi diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perbaikan ekonomi masyarakat dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani. 2. Sistem Usaha Peternakan Sapi Potong Melalui Pola Agribisnis Era pasar bebas (AFTA) dan WTO merupakan tantangan yang harus dihadapi dan dipersiapkan serta merupakan peluang dan tantangan yang sangat besar bagi usaha dan pengembangan peternakan sapi potong. Program pengembangan usaha peternakan sapi potong harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk dari luar negeri. Hal ini dapat dicapai apabila pemanfaatan sumber daya dilakukan secara tepat dan optimal serta memanfaatkan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi sosial 2

masyarakat dan agroekologi setempat. Faktor faktor lain misalnya, kelembagaan, sarana dan prasarana serta peraturan peraturan harus mendukung secara konsisten dan berkelanjutan (Putu 1997, Hal.50). Perkembangan usaha sapi potong di Indonesia dimasa yang akan datang harus melalui pola agribisnis yang berwawasan lingkungan yaitu peternakan rakyat tetap sebagai tulang punggung, industri, industri peternakan yang berskala besar sebagai pendukung dan kekurangannya dipenuhi oleh impor produk luar negeri.faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksnakan pengembangan peternakan sapi potong adalah sumber daya yang tersedia yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan ternak yang berkesinambungan. Proses budidaya yang perlu mendapat perhatian yaitu, bibit, ekologi dan teknologi serta lingkungan strategis yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberhasilan pengembangannya. Beberapa permasalahan yang dihadapi yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan sapi potong antara lain: 1. Peningkatan permintaan (1,45% pertambahan penduduk ) tidak dapat diimbangi dengan kelahiran ternak sapi hanya sekitar 20 % pertahun 2. Tingginya pemotongan betina produktif dan betina bunting. Angka statistic menunjukkan setiap tahun sekitar 200.000 ekor betina yang dipotong 3. Masih ada gangguan penyakit reproduksi ternak 4. Keterbatasan modal dalam dan luar negeri, akibatnya sulit membantu peternak agar berusaha dalam skala usaha yang ekonomis yang akan dapat memberikan pendapatan yang layak dan kesejahteraan bagi keluarganya 5. Kondisi peternak yang belum menguasai teknologi pakan dengan baik, belum mampu mengakses sumber permodalan serta pemeliharaan belum dapat memperpendek jarak antar kelahiran (Luthan, 2006, Hal.10 ). 3

3. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi sapi potong a. Teknologi Produksi dan Reproduksi Ditinjau dari proses produksi, usaha peternakan sapi potong dapat dibagi sesuai dengan tujuan pemeliharaan, yaitu; (1) Usaha pemuliabiakan ternak (breeding) dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan sapi yang mempunyai kualitas genetik yang baik, ditinjau dari aspek reproduksi, pertumbuhan dan kualitas produksi daging; (2) Usaha penggemukan (fattening) dengan tujuan untuk mendapatkan produksi daging yang tinggi dan mempunyai kualitas yang baik dan (3) Usaha kombinasi antara breeding dan fattening dimulai dari usaha seleksi induk dan pejantan, breeding, reproduksi, pemeliharaan anak (pedet), calon induk dan pejantan, serta pemeliharaan haasil sapi bakalan untuk usaha penggemukan (Ngadiyono, 2004, Hal.15)). Usaha peningkatan produksi dan produktivitas ternak sapi telah lama dilakukan melalui teknologi Inseminasi Buatan (IB), karena teknologi tersebut merupakan teknologi tepat guna dalam rangka peningkatan produksi, mutu genetik ternak dan meningkatkan populasi. Hasil evaluasi IB nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa pelaksanaan IB secara teknis yang ditunjukkan dengan rata rata S/C = 1,1 2 dan CR = 63 % serta angka kelahiran 95 % telah berhasil dengan baik dan manfaatnya semakin dirasakan oleh para peternak, maka upaya peningkatan pelaksanaan IB perlu didukung oleh semua pihak terkait. Keberhasilan IB ditentukan oleh 4 faktor utama yaitu a) kualitas sperma; 2) kondisi dan kesiapan dari betina calon akseptor; 3) kemampuan petani dalam mendeteksi birahi; 4) ketrampilan dari inseminator. (Luthan, 2006, Hal 16). Hasil IB yang masih rendah perlu mendapat perhatian yang serius dari semua fihak yang terkait seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun lembaga yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan IB dan masalahnya dilapangan harus dikaji secara seksama serta dicari jalan pemecahan yang efektif karena teknologi IB merupakan teknologi tepat guna yang secara langsung 4

menunjang program peningkatan produktivitas sapi lokal di pedesaan terutama dalam pembentukan populasi dasar. b. Teknologi Pakan Ternak Indonesia merupakan salah satu Negara tropis dikawasan khatulistiwa dengan areal yang cukup luas maka persediaan bahan pakan ternak sebenarnya bukan merupakan kendala didalam usaha peternakan sapi potong. Pasokan pakan hijauan alternatif berupa limbah pertanian misalnya jerami dapat dimanfaatkan meskipun nilai nutrisinya rendah. Sentuhan teknologi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nilai nutrisi maupun konsumsi dari sapi potong. Peranan teknologi pakan sangat penting dan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak. Penerapan teknologi pakan ternak di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para peneliti di perguruan tinggi dan instansi baik pakan hijauan maupun konsentrat. Tujuan dan manfaat teknologi pakan ternak antara lain: 1) konservasi, 2) mengubah ukuran partikel, 3) mengubah kadar air, 4) mengubah densitas pakan, 5) mengubah palatabilitas, 6) mengubah nilai nutrisi, 7) menghilangkan/mengurangi anti nutrisi 8) menstabilkan kualitas, 9) mengurangi jamur dan substansi toksik lainnya, 10) mengurangi ruang penyimpanan, 11)meningkatkan mekanisasi, 12) proteksi nutrien, 13) suplemen nutrien, 14) menggunakan bahan aditif, serta 15) menstimulasi proses fermentasi (Soejono, 2006, Hal. 144). Penyusunan ransum ternak diatur dengan memperhatikan kandungan zat pakan yang harus dipenuhi seperti protein, energi, TDN, mineral Ca dan P dan didasarkan atas besar tubuh dan bobot badan sapi pada saat penggemukan. Usaha komersial sapi potong seperti feedlot atau usaha sapi potong secara intensif maka kualitas pakan diatur sedemikian rupa sehingga memberikan suatu kualitas yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan secara optimal serta menghasilkan daging yang sesuai standar. 5

Teknologi pakan ternak yang digunakan dalam usaha penggemukan dikenal dengan Grain Fed yang berarti usaha penggemukan sapi potong bakalan dengan konsentrat ( 80 85 %) dan rumput sebanyak 15% - 20 % (Putu, 1997, Hal. 55). Dengan pemberian konsentrat yang lebih tinggi menyebabkan sering terjadinya acidosis atau asam lambung sehingga perlu dicari suatu teknologi untuk meningkatkan ph. Hal yang penting adalah perlunya upaya terobosan agar bahan penyusun konsentrat tersebut dapat berasal dari produk lokal yang tersedia secara berkesinambungan dan murah serta tidak berkompetisi dengan keperluan dan usaha lainnya c. Manajemen Pemeliharaan Sapi potong yang dipelihara petani peternak mayoritas secara tradisional dan belum berkembang kearah industri atau usaha agribisnis. Usaha ternak tradisional adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan ternak dengan cara yang bersifat statis menurut tradisi turun temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip prinsip ekonomi. Pola pemeliharaan tradisional ini tetap bertahan di Indonesia, karena: (1) Tenaga kerja berasal dari anggota keluarga yang secara ekonomi tidak diperhitungkan, (2) Biaya pakan relatif kecil dan pakan diperoleh dari lingkungan disekitar peternak, (3) Orientasi usaha sebagai usahatani dengan motivasi utama sebagai tabungan dan (4) Pemeliharaan sapi tidak terlepas dari kegiatan untuk mengolah lahan pertanian (Ngadiyono, 2004, Hal.22). Usaha peternakan rakyat dengan jumlah pemilikan kecil, yaitu sekitar 2 sampai dengan 5 ekor. Apabila sapi yang dipelihara lebih dari 5 ekor termasuk induk dan anak, maka pengadaan bahan pakan untuk sapi bertambah dan dinilai melebihi kapasitas dan diluar jangkauan peternak. Pada perusahaan komersial dengan jumlah pemeliharaan sapi skala besar, usaha breeding atau kombinasi breeding dan fattening kemungkinan besar dapat dilaksanakan melalui manajemen ranch dengan syarat tersedia lahan yang luas dan memiliki daya tampung yang cukup besar bagi sapi potong yang akan dipelihara dengan sistem rotation grazing dalam suatu ranch. 6

Tersedia cukup air, potensi lahan memenuhi syarat untuk pengembangan berbagai jenis rumput legume, termasuk kondisi suhu, cuaca dan iklim yang cocok untuk persyaratan hidup sapi Sistem pemeliharaan sapi selain breeding dan fattening adalah pemeliharaan sapi potong dengan sistem kereman yaitu sapi dipelihara selama 4 6 bulan dengan diberi pakan utama berupa hujauan dengan pakan tambahan berupa dedak atau limbah pertanian. Tujuan pemeliharaan system kereman adalah untuk memanfaatkan hasil kotorsan ternak berupa pupuk kandang atau kompos. Penelitian yang ditujukan untuk mempelajari perbedaan pada pemeliharaan diperkampungan ternak berbeda tidak nyata dengan diluar perkampungan ternak (kandang individu) yaitu masing masing 0,40 dan 0,30 kg/ekor/hari (Sugiharto,2004 dalam Ngadiyono, 2004, Hal 191-202 ). Hasil ini memberi petunjuk bahwa srtategi pemeliharaan dan pemberian pakan yang berbeda dapat mempengaruhi pertambahan berat badan. Penelitian dan pengembangan sapi potong perlu memperhatikan kondisi lingkungan pakan dan manajemen sapi potong sebelum menentukan bangsa sapi yang akan diusahakan karena faktor interaksi genetik dan limgkungan. d. Teknologi Pasca Panen Teknologi pasca panen terutama untuk penanganan daging sapi secara keseluruhan belum mendapat perhatian yang sesuai dengan standard mutu dan jaminan keamanan dari mulai pemotongan sampai penyajian untuk konsumen di Indonesia ( Putu, et al.,1997, Hal. 57). 1) Teknologi pemotongan sapi potong Daging sapi yang berkualitas setelah pemotongan perlu penanganan yang baik karena pemotongan sapi dalam keadaan stress akan menghasilkan daging yang berwarna gelap sehingga mempengaruhi penampilan bagi konsumen. Oleh karena itu ternak perlu dipuasakan selama 12 jam. Proses rigormortis pada karkas dipercepat 7

agar dapat meningkatkan keempukan pada daging dengan mempergunakan teknologi pengempukan yang disebut electric stimulation. alat ini dibedakan dua macam yaitu rangsangan listrik dengan voltase rendah dan tinggi. Pemakaian voltase rendah digunakan setelah pemotongan dan voltase tinggi digunakan setelah 30 menit pemotongan. Proses pemotongan pada rumah potong hewan telah mengikuti aturan yang ditentukan tetapi program kebersihan dan sanitasi belum dilaksakan secara efektif. 2) Teknologi Pelayuan Daging yang segar dan baru dipotong belum dapat dikatakan berkualitas prima karena proses rigomortis (pelayuan) yang belum sempurna sehingga daging terasa alot. Untuk mengatasai masalah ini dan meningkatkan keempukan maka dibutuhkan proses pelayuan (ageing). Djoyowidagdo (1978) dalam Putu (1997, Hal.57 ), telah mempelajari teknologi pelayuan pada suhu ruang 10-17 º C selama 24 jam dan dilanjutkan dengan proses chilling pada suhu ruang 0-4 º C selama 48 216 jam terhadap penyusutan berat karkas selama 24 jam pelayuan pada suhu 10 17 jam adalah 1,78 % untuk sapi PO dan 1,92% pada sapi Bali sedangkan pada proses chilling dari 24 216 jam berkisar antara 2,78 7,19% untuk sapi PO dan 2,57 7,425 untuk sapi Bali. Sedangkan Putu (1997), telah mempelajari suatu metode utuk mengurangi penyusutan karkas selama 36 jam proses penyimpanan dengan metode penyimpanan air dingin atau spray chilling. Dengan perlakuan tersebut setiap 3 dan 6 jam menghasilkan penyusutan karkas yang rendah yaitu 0,72% dan 0,85% dibandingkan dengan perlakuan setiap 12 jam dengan penyusutan 1,12% dan tanpa spray chilling dengan penyusutan 1,46%. 3) Teknologi Pengolahan Daging yang berkualitas dihasilkan dari karkas yang dilayukan dan disimpan selama 12- `4 jam pada suhu 0-6 º C dengan kelembaban 85 90% dan kecepatan angina 0,1 0,2 m/detik. Pemotongan daging dapat dipermudah dengan proses 8

pendinginan. Teknologi pengolahan daging sapi di Indonesia masih sangat sederhana hal ini disebabkan belum adanya spesifikasi konsumen dan belum adanya standar kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen. Dinegara negara maju seperti Amerika, Australia dan Eropa sudah ada standar berdasarkan USDA yang sudah menentukan jenis potongan setiap bagian otot daging (Putu, 1997, Hal 58). Program pemotongan daging untuk pasar domestik belum ditata secara intensif sehingga keuntungan yang diperoleh produsen relatif rendah. Hal ini disebabkan karena jenis potongan daging menentukan kualitas dan harga daging tersebut.oleh sebab itu perlu dibuat standar atau spesifikasi potongan daging nasional yang dapat dipergunakan sebagai acuan oleh semua fihak termasuk produsen daging maupun konsumen dalam menentukan kualitas dan harga yang beredar dipasar nasional utamanya dalam mengantisipasi pasar bebas dan persaingan impor. Program pengepakan produk akhir sangat memegang peranan penting untuk memberikan jaminan dalam mempertahankan kualitas dan mencegah kontaminasi bakteri serta pembusukan daging karena produk daging beresiko tinggi sehingga perlu penanganan, pengolahan maupun penyimpanan. 4) Teknologi Penyimpanan Teknologi penyimpanan daging di Indonesia dilaksanakan dalam rangka mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpan daging sapi yang telah dilayukan dipergunakan larutan asam oleh Trivantini dan Sirait, 1988 dalam Putu (1997) dengan waktu pembusukan daging segar selama 12 18 jam. Sedangkan Siregar dan Siswani (1988) dalam Putu et al (1997) mempelajari pengaruh waktu dan suhu penyimpanan yaitu 27 º C dan suhu pembekuan - 2,5 º C terhadap pembekuan daging sapi PO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dsaging yang disimpan dengan suhu kamar mengalami pembusukan pada jam ke 25 dan busuk sempurna pada jam ke 37. Penyimpanan pada suhu 0 8 º C menyebabkan pembusukan pada hari ke 22 dan penyimpanan dengan pembekuan ternyata daging masih segar pada hari ke 30. 9

e. Kemitraan Peternakan di Indonesia sebagian besar masih merupakan peternakan rakyat. Untuk mendorong berkembangnya dunia peternakan di Indonesia, pemerintah memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk melakukan investasi pada usaha peternakan. Kemitraan usaha peternakan sapi potong adalah hubungan bisnis usaha peternakan yang melibatkan kelompok tani yang berperan sebagai plasma serta perusahaan peternakan berperan sebagai inti. Program kemitraan yang sudah berjalan adalah program peternakan inti rakyat (PIR) pakan ternak dan PIR penggemukan sapi potong. Perusahaan /swasta skala besar perlu dikembangkan dalam konsep kemitraan agribisnis dengan skala menengah dan kecil serta skala rumah tangga sehingga diharapkan terbentuk win win partnership. Oleh karena itu usaha agribisnis on farm yang umumnya masih lemah dipelukan pembinaan penyertaan kelompok agar mampu bekerja sejajar dengan usaha skala besar melalui pelaksanaan kegiatan pemberdayaan mulai dari tingkat petani/peternak, kelompok tani, koperasi sampai perusahaan besar dengan cara kemitraan usaha. f. Pemasaran Daging Sapi Prinsip dasar pemasaran daging adalah memuaskan kedua belah fihak yaitu produsen dan konsumen. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat bagi produsen dalam menghasilkan produk daging yang berkualitas prima serta aman dikonsumsi oleh konsumen dengan memperhatikan spesifikasi atau standar yang diperlukan oleh konsumen dan harga yang memadai. Pemasaran daging secara tradisional masih dengan metode yang sangat sederhana yaitu dijual segar tanpa memperhatikan metode penanganan yang sempurna, misalnya suhu, kebersihan dan sanitasi lingkungan. Dalam sistem pemasaran tradisional kualitas produk belum memegang peranan penting dan dikontrol sepenuhnya oleh produsen, sedangkan pemasaran pada era pasar bebas standar kualitas dikontrol sepenuhnya oleh konsumen. Sebagai contoh adalah pemasaran daging di supermarket yang sudah menerapkan teknologi penanganan sempurna, daging yang dijual berdasarkan kualitas dan metode prosesing 10

serta distribusi kepada konsumen dengan baik dan harga relatif sama dibanding pasar tradisional. 4. Simpulan Berdasarkan uraian diatas, hal - hal yang perlu mendapat perhatian yang serius dalam mengantisipasi dan meningkatkan daya saing nasional pada era perdagangan bebas yaitu; 1. Populasi induk ditingkatkan dengan memproduksi sapi bakalan melalui teknologi Inseminasi Buatan (IB) karena IB merupakan teknologi tepat guna dalam peningkatan produksi, mutu genetik ternak dan meningkatkan populasi sehingga mampu mensubsitusi sapi bakalan impor yang terus meningkat setiap tahun. 2. Perkembangan usaha sapi potong dimasa datang harus melalui pola agribisnis yang berwawasan lingkungan, yaitu peternakan rakyat sebagai tulang punggung, industri peternakan sebagai pendukung serta memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan yang berkesinambungan. 3. Daya guna pakan ditingkatkan dengan introduksi teknologi pakan ternak yang sudah dikembangkan antara lain, konservasi,mengubah palatibilitas, mengubah nilai nutrisi, proteksi nutrien, mengurangi jamur, menggunakan bahan aditif, suplemen nutrien serta menstimulasi proses fermentasi 4. Kualitas daging produksi dalam negeri ditingkatkan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin teknologi pasca panen dan quality control yaitu tidak memotong sapi dalam keadaan stres karena akan mempengaruhi hasil daging, ternak dipuasakan selama 12 jam sebelum dipotong, menggunakan teknologi pengempukan dengan rangsangan listrik, teknologi pelayuan pada suhu 10-17º C selama 24 11

jam, teknologi penyimpanan dengan pembekuan agar mutu daging dapat dipertahankan sehingga dapat memberikan jaminan keamanan bagi konsumen. 5. Perusahaan/swasta skala besar perlu dikembangkan dengan kemitraan agribisnis dengan skala menengah dan kecil dengan melibatkan kelompok tani sebagai plasma dan perusahaan peternakan sebagai inti 6. Kemampuan daya saing pemasaran ditingkatkan dengan memproduksi produk berkualitas, misalnya dengan memperhatikan suhu ruang, kebersihan dan sanitasi alat, petugas penjual daging melakukan seleksi daging yang dijual berdasarkan kualitas serta distribusi daging yang baik yang diberikan oleh produsen, efisiensi biaya produksi, misalnya perlu dibuat standar atau spesifikasi potongan daging nasional yang dapat dipergunakan sebagai acuan oleh semua fihak termasuk produsen daging maupun konsumen dalam menentukan kualitas dan harga yang beredar dipasar nasional sehingga dapat menentukan harga jual yang relatif lebih rendah. 12

Daftar Pustaka Luthan, F. 2006. Menyongsong Rencana Kecukupan Daging Tahun 2010. Prosiding Orasi dan Seminar Pelepasan Dosen Purna Tugas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ngadiyono,N, 2004. Pengembangan Sapi Potong dalam Rangka Penyediaan Daging Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar 7 Oktober 2004. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Putu, I.G., Dwiyanto,K., P.Sitepu., Soediana,T.D. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Proseding Seminar Peternakan.Departemen Pertanian. Bogor. Soejono, M. 2006. Menyongsong Rencana Kecukupan Daging Tahun 2010. Prosiding Orasi dan Seminar Pelepasan Dosen Purna Tugas. Fakultas Peternakan. Universitas Gajdah Mada. Jogyakarta. 13

14

15

16