BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (LKPD) Dra Hj Sastri Yunizarti Bakry, Akt, Msi, CA, QIA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN OPINI BPK ATAS LKPD DAERAH ACEH

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

Kepala Auditorat V.A

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan. reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian pertanggungjawaban

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai pada tahun 2003 dengan Undang-undang nomor 17 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus pada Kabupaten X di Jawa Timur)

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

BAB I PENDAHULUAN. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset negara menurut Siregar (2004: 179) adalah bagian dari kekayaan

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 4. Investasi permanen disajikan sebesar

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk dalam hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan keuangan daerah merupakan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pemerintah daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kewajiban ini menimbulkan adanya perubahan dari yang sebelumnya masih menggunakan sistem akuntansi berbasis kas menuju akrual (cash toward accrual) menjadi sistem akuntansi berbasis akrual. Perubahan tersebut membuat pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian, terutama pada kebijakan di bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah. Sebagai contoh, tidak sedikit Pemerintah Daerah mengalami penurunan opini BPK RI atas LKPD karena adanya penyimpangan terhadap SAP dan adanya penerapan akuntansi berbasis akrual untuk pertama kali, seperti pada penganggaran dan realisasi belanja pada LRA yang belum sesuai dengan SAP (BPK RI, 2015).

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) digunakan sebagai dasar dalam pemberian opini oleh BPK RI. BPK RI memberikan empat jenis opini atas pemeriksaan LKPD yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberi Pendapat (TMP) atau disclaimer. Opini audit BPK RI berupa Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD menjadi obsesi bagi sebagian kepala daerah di Pemerintah Daerah. Opini audit BPK RI atas LKPD menjadi penting ketika dikaitkan dengan tujuan laporan keuangan. Menurut PSAP 01 (2010), tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Opini WTP diperoleh melalui suatu proses dengan mengedepankan pembenahan fungsi dan sistem pengendalian intern. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan terkait kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kesesuaian dengan SAP, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), ketaatan terhadap perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI). Permasalahan terkait dengan sistem pengendalian intern (SPI) dilaporkan dalam IHPS I Tahun 2015 pada hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas 504 LKPD Tahun 2014. Ditemukan bahwa terdapat 5.978 permasalahan sistem pengendalian internal (SPI). Temuan tersebut disajikan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Kelompok Temuan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2014 No Sub Kelompok Temuan Jumlah Kasus Kelemahan Sistem Pengendalian Internal 1 Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan 2.222 2 Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja 2.598 3 Kelemahan Struktur Pengendalian Intern 1.158 Jumlah 5.978 Sumber: IHPS I Tahun 2015. Permasalahan SPI yang disajikan pada tabel 1.1 meliputi 2.222 kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 2.598 kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 1.158 kelemahan struktur pengendalian intern. Berdasarkan IHPS I Tahun 2015, permasalahan tersebut meliputi: 1. Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan Permasalahan ini meliputi persediaan belum dilakukan stock opname di akhir tahun, pencatatan tidak didukung dengan kartu persediaan, penyajian saldo penyertaan modal dicatat dengan metode biaya, dan pengelolaan aset belum optimal. Aset atau barang milik daerah merupakan salah satu elemen dalam neraca di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Informasi aset dalam laporan neraca menggambarkan kekayaan dan potensi ekonomi yang dimiliki oleh suatu pemerintah daerah. Aset harus dikelola dengan benar karena aset dapat menjadi beban biaya ketika aset memerlukan biaya pemeliharaan dan adanya depresiasi. 2. Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat

Permasalahan ini meliputi pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai. Permasalahan terkait aset tetap yaitu tidak diketahuinya keberadaan aset atau aset dikuasai pihak lain, tidak didukung dengan bukti kepemilikan, penghapusan dan penyusutannya tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan, pelaporan aset tetap tidak didukung dengan pencatatan KIB dan tidak ada rekonsiliasi serta inventarisasi yang memadai. Aset tetap merupakan sektor yang strategis dan memiliki nilai yang paling besar di neraca. Sebagian besar kekayaan Pemerintah Daerah berupa aset tetap. Selain itu, aset tetap memiliki kompleksitas yang tinggi, rentan inefisiensi dan pencurian, serta keberadaan aset tetap akan mempengaruhi kelancaran pembangunan daerah. Permasalahan lain yaitu pada realisasi belanja tidak dapat diyakini kewajarannya. Kelemahan pada belanja meliputi pertanggungjawaban pelaksanaan belanja perjalanan dinas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga mengakibatkan adanya kerugian Negara, dan realisasi belanja tidak sesuai dengan usulan dan tidak didukung laporan pertanggungjawaban. Permasalahan lain yaitu terkait dengan penatausahaan kas di bendahara pengeluaran tidak tertib, penyajian saldo investasi non permanen belum menerapkan nilai bersih yang dapat direalisasikan, dan penyajian piutang pajak belum disajikan sebesar nilai bersih yang direalisasikan.

3. Penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja. Permasalahan ini meliputi realisasi belanja tahun anggaran 2014 yang diberikan kepada instansi vertikal terlambat dilaporkan ke Mendagri dan Menkeu, pendapatan yang berasal dari Jamkesnas diterima langsung oleh puskesmas dan belum diverifikasi Dinas Kesehatan, penyerahan belanja barang dan jasa yang diserahkan kepada masyarakat tidak sesuai dengan ketentuan dan penggunaan dana BOS Pendidikan tidak sesuai dengan Juknis/Pedoman. 4. Perencanaan kegiatan tidak memadai Permasalahan ini meliputi penganggaran dan realisasi belanja pada LRA belum sesuai dengan SAP, realisasi pemberian tambahan penghasilan tidak berdasarkan kriteria dan satuan harga yang jelas, besaran tambahan penghasilan dibuat setelah mengetahui besaran alokasi anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBD, penggunaan langsung atas pendapatan retribusi jasa umum tidak sesuai ketentuan, dan pengendalian belanja bantuan hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan dan bantuan tidak terduga tidak memadai 5. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan. Permasalahan ini meliputi potensi penerimaan pajak kendaraan bermotor yang tidak melakukan daftar ulang tahun 2014, wajib pajak air permukaan yang tidak memiliki Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah

(SIPPA) dan wajib pajak air permukaan belum memperpanjang SIPPA, pengelolaan penerimaan nilai strategis reklame dan hasil lelang titik reklame belum memadai, pengelolaan database pajak reklame belum memadai dan penetapan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dan pengelolaan pajak reklame tidak sesuai dengan ketentuan 6. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai Permasalahan ini meliputi sistem pengelolaan aset tetap dalam mendukung penyusunan laporan keuangan tidak memadai, penggunaan sistem aplikasi komputer belum optimal dalam mendukung pengelolaan keuangan, aplikasi SIMDA BMD yang digunakan dalam menatausahakan BMD belum sepenuhnya siap dalam menunjang pencatatan akuntansi berbasis akrual, dan persiapan pemerintah dalam menerapkan laporan keuangan berbasis akrual belum memadai 7. Kelemahan SPI lainnya Kelemahan SPI lainnya meliputi entitas tidak memiliki standard operating procedure (SOP) yang formal, seperti belum ada SOP pengelolaan dan penatausahaan kas, persediaan, dan pendapatan retribusi daerah (Pendapatan Asli Daerah/ PAD), sehingga penyajian saldo kas, persediaan, dan PAD tidak berdasarkan dokumen yang lengkap dan sah, serta tidak didukung dengan landasan hukum yang kuat, SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati, satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal yang ditunjukkan dengan

belum ditindaklanjutinya temuan pemeriksaan sebelumnya dan kelemahan pengamanan fisik aset. Sistem Pengendalian Intern (SPI) dilaksanakan secara menyeluruh pada lingkungan pemerintah daerah dan dilaksanakan secara terus menerus. SPI yang dilaksanakan pada tingkat pemerintah disebut dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP diadopsi dari The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO) Internal Control Framework, dengan menyesuaikan karakteristik pemerintahan di Indonesia (Hindriani et al, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) terkait empat hal, yaitu tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan organisasi, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 mengembangkan unsur sistem pengendalian intern yang dikembangkan di lingkungan pemerintahan, yaitu lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment), kegiatan pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi (information and communication), dan pemantauan (monitoring). SPIP yang dilaksanakan dengan baik akan mendukung pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

1.2. Rumusan Masalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengharuskan BPK RI mengungkapkan kelemahan atas sistem pengendalian intern berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Hasil pemeriksaan BPK RI dari tahun 2010-2014 menunjukkan bahwa LKPD Kabupaten Brebes belum pernah memperoleh opini WTP. BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), yang artinya bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah telah disajikan secara wajar untuk semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hasil konfirmasi BPK RI dengan Pengurus Barang SKPD pada laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPD Kabupaten Brebes Tahun 2014, menunjukkan bahwa terdapat 16 SKPD dan satu unit kerja Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang memiliki perbedaan antara neraca dengan KIB yang disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perbedaan Data Neraca dan KIB Hasil Konfirmasi BPK RI dengan Pengurus Barang SKPD No. Nama SKPD/Unit Kerja Neraca (Rp) KIB Konfirmasi (Rp) Selisih (Rp) 1 Badan Penanggulangan 5.806.543.214,00 5.835.634.214,00 29.091.000,00 Bencana Daerah 2 Dinas Kesehatan 124.936.172.801,00 152.326.458.081,00 27.390.285.280,00 3 DPUTR 935.862.436.807,0 808.533.776.845,00 127.328.659.962,00 4 Dinas Pendidikan 555.540.260.617,00 1.816.606.275.201,00 1.261.066.014.584,00 5 Kesbangpol 697.421.740,00 697.701.740,00 280.000,00 6 Kecamatan Banjarharjo 11.282.637.243,00 1.175.130.000,00 10.107.507.243,00 7 Kecamatan Bantarkawung 12.812.091.618,00 12.803.091.618,00 9.000.000,00 8 Kecamatan Brebes 17.773.832.685,0 7.123.511.160,00 10.650.321.525,00 9 Kecamatan Jatibarang 6.362.837.877,00 2.410.410.527,00 3.952.427.350,00 10 Kecamatan Ketanggungan 12.102.460.043,00 2.205.418.743,00 9.897.041.300,00 11 Kecamatan Larangan 8.962.903.000,00 16.559.955.000,00 7.597.052.000,00 12 Kecamatan Losari 5.005.302.443,00 1.280.395.750,00 3.724.906.693,00 13 Kecamatan Salem 5.759.456.418,00 6.025.144.418,00 265.688.000,00 14 Kecamatan Tonjong 6.689.787.168,00 6.579.787.168,00 110.000.000,00 15 Kecamatan Wanasari 10.428.570.032,00 10.589.380.543,00 160.810.511,00 16 RSUD Brebes 82.311.836.021,00 65.951.636.412,00 16.360.199.609,00 17 Unit KDH dan WKDH 2.153.804.250,00 0,00 2.153.804.250,00 Jumlah Selisih 1.480.803.089.307,00 Sumber: BPK Perwakilan Jawa Tengah, 2015.

Tabel 1.2 menunjukkan Dinas Pendidikan memiliki selisih terbesar dengan jumlah Rp1.261.066.014.584,00. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah di Dinas Pendidikan yaitu pada pengelolaan aset tetap belum memadai. Permasalahan SPIP lainnya yaitu terdapat selisih sebesar Rp20.000,00 yang merupakan selisih kurang atas pemberian panjar ke Bidang Sekretariat. Permasalahan tersebut dapat mengakibatkan adanya risiko penyalahgunaan aset dan hilangnya potensi penerimaan daerah. Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan dengan Bapak Dani selaku staf bagian keuangan mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes masih mengalami beberapa permasalahan terkait sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP), yaitu: 1. Belum tertibnya penatausahaan kas. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kas milik Dinas Pendidikan serta timbul adanya keraguan atas keandalan pelaporan keuangan. 2. Data aset yang disajikan di Neraca tahun anggaran 2014 sulit untuk ditelusuri rinciannya karena kertas kerja yang ada nilainya tidak mendukung angka yang telah disajikan. SKPD terkait tidak menyusun buku inventaris dan buku induk inventaris secara akurat. Selain itu, SKPD tidak melaksanakan sensus aset tetap setiap lima tahun sekali, hal ini membuat data mengenai keberadaan aset tetap sulit ditelusuri. 3. Pengukuran aset tetap tidak dinilai berdasarkan harga perolehan, namun menggunakan harga sekarang. Hal ini dikarenakan adanya mutasi pegawai. Kegiatan telah terjadi beberapa tahun yang lalu, sehingga pegawai yang saat

ini bertanggungjawab tidak dapat mengetahui berapa harga perolehan atas aset tetap tersebut. Pegawai kemudian menilai aset tetap menggunakan harga sekarang. Hal ini mengakibatkan adanya bias dalam penilaian. Penilaian oleh appraisal dapat memberikan hasil beragam jika asumsi yang digunakan berbeda. 4. Salah dalam mengkategorikan aset tetap. Misalnya, dalam menyajikan aset tetap gedung dan bangunan yang dicatat dengan nama belanja modal tidak disertai rincian yang jelas, tidak jelas pertambahan nilai melekat pada aset induk yang mana. Hal ini akan berdampak pada nilai yang tercantum di neraca. 5. Kurang didukung dengan SDM serta teknologi yang memadai. Dinas Pendidikan telah menggunakan Sistem Aset Dinas Pendidikan, namun sistem tersebut tidak memiliki output berupa Laporan Buku Inventaris kompilasi dari seluruh sekolah yang ada. Perhitungan masih dilakukan secara manual tanpa di dukung kertas kerja aset yang memadai. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kesalahan oleh teknologi yang kurang memadai dan adanya human error. Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan rekomendasi kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes dalam evaluasi sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka timbul pertanyaan penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu 1. Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes telah dilaksanakan secara efektif? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi pada penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes. 2. Menilai hambatan apa saja yang dihadapi pada penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes 1.5. Motivasi Penelitian Penelitian ini penting untuk dilakukan karena dapat membantu mahasiswa mengimplementasikan ilmu terkait sistem pengendalian intern yang telah dipelajari selama perkuliahan pada sebuah entitas. Selain itu, penelitian ini penting bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes dalam meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern pemerintah. Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) yang efektif akan

membantu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi, terutama dalam hal efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan Negara, keandalan pelaporan keuangan, ketaatan terhadap perundang-undangan, dan pengamanan aset. 1.6. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Kontribusi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes dalam pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi menjadi acuan untuk SKPD lain dalam upaya meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP). 2. Kontribusi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis untuk pengembangan ilmu akuntansi serta diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya yang relevan, terutama pada aspek Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada sektor publik. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka yang terkait dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) serta penelitian terdahulu. BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini berisi jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta penyusunan kesimpulan. BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini terdiri dari gambaran umum objek penelitian, deskripsi temuan dan pembahasan mengenai hasil penelitian. BAB 5 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan serta rekomendasi untuk Dinas Pendidikan dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang relevan.