BAB I PENDAHULUAN. Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang memiliki

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

2016, No Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Jenis Invasif; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konse

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG


BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH BUPATI KUTAI TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN KUTAI TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya hutan, karena satwa liar termasuk dalam sumber daya hutan yang digolongkan dalam hasil hutan bukan kayu. Kegiatan berburu sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1994 adalah menangkap dan atau membunuh satwa buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan atau sarang satwa buru. Perburuan satwa liar tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan dimana hutan menjadi penyangga kehidupan bagi masyarakat tersebut. Perburuan satwa liar sudah menjadi kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan sejak dahulu kala, seperti untuk pemenuhan kebutuhan akan daging untuk masyarakat tradisional. Masyarakat memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan, bahan pangan, buahbuahan dan bahan konstruksi bangunan (Awang, 2007). Kegiatan perburuan dilakukan dengan tujuan berbeda-beda, tergantung lokasi perburuan dan siapa yang melakukan perburuan. Berburu umumnya dilakukan untuk satu atau lebih dari satu alasan diantaranya nutrisi, ekonomi, budaya dan rekreasi (Bennet and Robinson, 1999). Perburuan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat tradisional tetapi juga dapat dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat dengan tujuan dan latar belakang yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi perilakunya dalam melakukan perburuan. 1

Hutan Kemuning merupakan salah satu kawasan hutan yang ada di Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung. Hutan Kemuning juga merupakan lokasi kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan Perum Perhutani, karena kawasan ini juga merupakan bagian hutan milik Perum Perhutani KPH Kedu Utara. Hutan Kemuning selain menjadi kawasan produksi Perum Perhutani juga memiliki sumber daya hayati yang dimanfaatan oleh masyarakat sekitar. Hutan Kemuning selain menjadi lokasi PHBM, juga memiliki potensi untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, termasuk dalam bentuk perburuan satwa liar. Di dalam Hutan Kemuning terdapat bermacam-macam satwa liar. Hasil dari penelitian yang pernah dilakukan terdapat Kukang Jawa (Siregar, 2015) dan observasi bersama masyarakat terdapat beberapa jenis satwa yang juga dilindungi seperti, Lutung Hitam, Julang, Kucing Hutan, Landak, Jelarang, Kendung (Walangkekes) dan beberapa jenis Elang. Jenis-jenis tersebut tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Satwa-satwa yang merupakan satwa dilindungi secara tegas dilindungi oleh negara dengan pelarangan bentuk-bentuk pemanfaatan seperti yang yang tercantum dalam pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Hingga saat ini profil pelaku perburuan dan tujuan serta pola perburuan yang dilakukan di Hutan Kemuning belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting mengingat over-harvesting merupakan salah satu faktor penyebab kepunahan terutama bagi spesies-spesies yang dilindungi. Menurut Bennet et al. (2002, dalam Hutan Pasca Pemanenan), ancaman perburuan terhadap satwa liar 2

seringkali lebih besar dibandingkan dengan ancaman akibat hilangnya habitat. Oleh karena itu informasi yang mengenai profil pemburu di Hutan Kemuning, pengetahuan pemburu tentang satwa dilindungi dan ekologinya, tujuan dari kegiatan perburuan, serta pola-pola perburuan yang dilakukan perlu diketahui sebagai langkah awal untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan satwa liar di Hutan Kemuning. Sehingga menghindari kepunahan spesies-spesies yang dilindungi di Hutan Kemuning lewat perburuan satwa liar. 1.2.Rumusan Masalah Perburuan satwa liar merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat yang berdampak langsung terhadap populasi satwa liar di alam. Perburuan dapat dilakukan oleh siapapun dengan tujuan yang berbedabeda. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan bagaimana perburuan satwa liar terutama satwa liar yang dilindungi di Hutan Kemuning. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara profil pemburu dan pengetahuannya tentang satwa buruan di hutan Kemuning? 2. Bagaimana hubungan antara tujuan dan pola perburuan di Hutan Kemuning? Informasi mengenai hubungan antara profil pemburu dengan pengetahuannya akan memberikan gambaran bagaimana pemburu yang memanfaatkan sumber daya hutan sehingga menghasilkan pengetahuan tentang satwa liar dan habitatnya. Informasi mengenai tujuan perburuan yang dilakukan oleh pemburu akan menunjukan apa yang mendasari dan manfaat apa yang dicari 3

oleh pemburu dari kegiatan berburu, dan juga bagaimana cara perburuan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. 1.3.Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui hubungan antara profil pemburu dan pengetahuannya tentang satwa buruan di hutan Kemuning. 2. Mengetahui hubungan antara tujuan dan pola perburuan di Hutan Kemuning. 1.4. Manfaat Penelitian ini mampu memberikan informasi mengenai kegiatan perburuan satwa liar di Hutan Kemuning. Informasi mengenai hubungan antara profil pemburu dengan pengetahuannya akan memberikan gambaran bagaimana pemburu yang memanfaatkan sumber daya hutan sehingga menghasilkan pengetahuan tentang satwa liar dan habitatnya. Pengetahuan pemburu tentang keberadaan satwa (tren populasi) dapat digunakan untuk membuat peraturan perburuan tentang satwasatwa yang boleh diburu sehingga mampu menjaga kelestarian satwa liar di Hutan Kemuning. Pemburu dari Desa Kemuning yang tergolong dalam umur muda yang memiliki intensitas perburuan cukup tinggi, dapat menjadi pengawas tehadap kegiatan perburuaan yang ada di Hutan Kemuning. Peraturan dan pengawasan tersebut dapat digunakan sebagai upaya menjaga keberadaan satwa liar baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi di Hutan Kemuning. Informasi mengenai tujuan perburuan yang dilakukan oleh pemburu akan menunjukan apa yang mendasari dan manfaat apa yang dicari oleh pemburu dari 4

kegiatan berburu, dan juga bagaimana cara perburuan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Perburuan di Hutan Kemuning yang dilakukan dengan tujuan ekonomi, rekreasi dan kombinasi keduanya dapat menjadi patokan untuk mengkhususkan satwa apa yang boleh menjadi target buruan. Sehingga turut menjaga kelestarian keanekaragaman satwa liar di sana. Sedangkan informasi pola atau cara perburuan dapat menjadi patokan untuk membatasi jenis satwa buruan, jumlah satwa buruan dan alat yang diguakan sehingga tidak mengancam kelestarian satwa liar baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi. Secara keseluruhan, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam perancangan sistem pengelolaan satwa liar dan sistem perburuan yang baik di Hutan Kemuning untuk menjaga kelestarian satwa liar seperti yang telah dijelasakan di atas. 5