Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

dokumen-dokumen yang mirip
Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-164

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-409

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

STUDI EKSPERIMEN ANALISA PERFORMANCE COMPACT HEAT EXCHANGER LOUVERED FIN FLAT TUBE UNTUK PEMANFAATAN WASTE ENERGY

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

TUGAS AKHIR. Analisa Performansi dan Perancangan Ulang Radiator Sebagai Optimasi Cooling System pada Mesin Sinjai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

JURNAL TEKNIK POMITS 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

BAB lll METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

Analisa Heat Balance Thermal Oxidizer dengan Waste Heat Recovery Unit

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Compact Heat Exchanger Tipe Plate Fin sebagai Pendingin Motor pada Boiler Feed Pump

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

KAJIAN EKSPERIMENTAL KELAYAKAN DAN PERFORMA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SINGLE PASS DENGAN METODE BELL DELAWARE

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

BAB IV PENGOLAHAN DATA

ANALISIS PENGARUH EFEKTIVITAS PERPINDAHAN PANAS DAN TAHANAN TERMAL TERHADAP RANCANGAN TERMAL ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

PERPINDAHAN PANASPADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGERDI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ALEXANDER SEBAYANG NIM :

DOSEN PEMBIMBING : PROF. Dr. Ir. DJATMKO INCHANI,M.Eng. oleh: GALUH CANDRA PERMANA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

ANALISA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE DENGAN SISTEM SINGLE PASS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTASI PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL & TUBE DENGAN FLUIDA PANAS OLI DAN FLUIDA PENDINGIN AIR

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

ANALISIS ECONOMIZER#2 PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATION (HRSG) DI TURBIN GAS#2 UNTUK PROSES MAINTENANCE DI PT. XXX

Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks

ANALISIS PENGARUH KECEPATAN FLUIDA PANAS ALIRAN SEARAH TERHADAP KARAKTERISTIK HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE. Nicolas Titahelu * ABSTRACT

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE PLATE P41 73TK Di PLTP LAHENDONG UNIT 2

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger)

STUDI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA RADIATOR PADA SUMBER ENERGI PANAS PADA RANCANG BANGUN SIMULASI ALAT PENGERING

Experimental Study of Heat Transfer Characteristics in The Hair-Pin Heat Exchanger

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

Analisis Termal High Pressure Feedwater Heater di PLTU PT. XYZ

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh)

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN FLUIDA DINGIN

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-647

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-388 Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube Viki Wahyu Endriyana dan Djatmiko Ichsani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: djatmiko@me.its.ac.id Abstrak - Superheater merupakan alat yang berfungsi untuk menghilangkan kadar air dalam uap dengan cara menaikkan temperatur uap jenuh sampai menjadi uap panas lanjut (superheated vapour). Kondisi uap panas lanjut yang memasuki turbin uap adalah uap yang tidak akan mengembun ketika digunakan untuk melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin uap. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan oleh terjadinya pukulan balik atau back stroke sehingga mengakibatkan penurunan kinerja peralatan pembangkitan khususnya pada turbin uap. Pada PLTGU, hasil dari data operasi secondary superheater menunjukkan adanya penurunan temperature uap keluar secondary superheater menuju steam turbine yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan design point. Maka dari itu, dilakukan analisa performa secondary superheater dan mencari peluang peningkatan effectiveness dengan cara memvariasikan jarak, jumlah dan diameter tube. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode LMTD dan NTU. Dari perhitungan didapatkan effectiveness secondary superheater eksisting adalah sebesar 0,649. Berdasarkan hasil perhitungan dipilih hasil redesign yang sesuai yaitu pada 9.05-3/4 (e) dengan kondisi mass flowrate 40 kg/s dengan temperature keluar superheated steam sebesar 767,8 K dengan effectiveness sebesar 0,86. Adapun detail dimensi redesign adalah dengan jumlah tube sebesar 2886, diameter tube 0,01965 m, diameter fins 0,0371 m, jumlah fins/meter 356, transverse pitch 0,05 m dan longitudinal pitch sebesar 0,034 m. Kata Kunci Secondary Superheater, LMTD, NTU, Overall Heat Transfer Coefficient, Effectiveness. K I. PENDAHULUAN ONSUMSI listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Besarnya produksi listrik selama kurun waktu yang telah ditentukan dapat memberi gambaran besarnya pasokan listrik dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Kondisi ini merupakan gambaran umum dari negara yang sedang berkembang, dimana penyediaan listrik bukan merupakan pemenuhan kebutuhan riil seluruhnya tetapi lebih merupakan kemampuan untuk membangkitkan dan mendistribusikan listrik ke masyarakat. Besarnya kebutuhan listrik di Indonesia yang ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan akumulasi dari kebutuhan listrik pada masing-masing sektor pengguna energi di 22 wilayah pemasaran listrik PLN. Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik dari tahun 2003 s.d. 2020 yang dilakukan Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) dan Tim Gambar 1. Grafik Proyeksi Kebutuhan Listrik per Sektor di Indonesia Tahun 2003 s.d. 2020 [1] Energi BPPT. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa kebutuhan listrik nasional didominasi oleh sektor industri, disusul sektor rumah tangga, usaha, dan umum. Jenis pembangkit listrik yang memiliki efisiensi paling tinggi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU). Peningkatan efisiensi termal sistem ini mencapai 42%. Superheater merupakan salah satu alat pada HRSG (boiler) yang berfungsi untuk menaikkan temperatur uap jenuh sampai menjadi uap panas lanjut (superheated steam). Peranan alat superheater tersebut sangat vital, karena apabila mengalami gangguan sehingga kinerjanya menurun, maka tingkat keadaan uap yang dihasilkan menjadi lebih rendah sehingga daya yang dihasilkan oleh turbin dapat menjadi lebih rendah [2]. Pada kondisi operasional harian didapatkan bahwa kondisi temperature uap keluar secondary superheater mengalami penurunan yang signifikan dari kondisi temperature maksimum yang sesuai dengan spesifikasi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan analisa performa meliputi effectiveness perpindahan panas pada secondary superheater eksisting dan mencari peluang peningkatan effectiveness dengan cara memvariasikan jarak, jumlah dan diameter tube secondary superheater yang sesuai. Secondary superheater yang dianalisa merupakan compact heat exchanger tipe fins and tube heat exchanger khususnya menggunakan tipe cicular fins. Penelitian terkait performa compact heat exchanger pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian ini membahas mengenai efek dari diameter tube terhadap performa pada air side [3]. Parameter geometri yang digunakan dalam penelitian ini adalah, fin spacing, fin height, transverse pitch, and longitudinal pitch. Dari penelitian ini didapatkan bahwa,heat transfer coefficient meningkat seiring dengan penurunan dimensi tube.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-389 Tabel 1. Data Dimensi Secondary Superheater Tipe compact heat exchanger tipe circular fins Gambar 2. Skema Proses pada Secondary Superheater Sedangkan pressure drop meningkat seiring dengan peningkatan diameter tube. Selanjutnya,penelitian lain terkait evaluasi performa flat tube fins heat exchanger dengan menggunakan konfigurasi fins yang berbeda beradasarkan standard surface designation [4]. Pada penelitian ini juga menggunakan variasi mass flowrate yang berbeda pada dua sisi fluida dingin dan juga fluida panas. Dengan variasi konfigurasi fins dan water mass flowrate sedangkan air mass flowrate dijaga konstan maka didapatkan bahwa dengan semakin tinggi mass flowrate pada water side maka reynolds number pun akan semakin meningkat. Dengan semakin meningkat nilai reynolds maka akan semakin meningkat pula nilai effectiveness dari heat exchanger tersebut. Berdasarkan beberapa acuan di atas, maka pada penelitian kali ini akan menganalisa performa dari secondary superheater eksisting serta melakukan redesign dengan cara memvariasikan dimensi meliputi jarak jumlah dan diameter tube serta memvariasikan mass flowrate dari superheated steam. Pada penelitian ini digunakan analisa matematis menggunakan metode LMTD dan NTU. Hasil analisa berupa karakteristik dimensi baru secondary superheater yang sesuai dengan peningkatan effectiveness serta temperatur uap keluar secondary superheater. Hasil tersebut nantinya harus disesuaikan dengan batasan volume ruang penempatan heat exchanger serta batasan temperatur uap maksimum keluar dari secondary superheater. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan cara melakukan variasi dimensi tube dan fins berdasarkan standard surface designation dan variasi mass flowrate superheated steam. Pada metode analisa secara matematis ini dibutuhkan tiga tahapan utama yang harus dilakukan, antara lain: analisa desain eksisting, analisa redesign dan analisa matematis. A. Analisa Desain Eksisting Dalam menganalisa secondary superheater eksisting maka dibutuhkan control volume dari system yang akan dianalis. Control volume berfungsi untuk memberi batasan batasan yang akan mempermudah perhitungan. Proses pada secondary superheater dapat ditampilkan pada Gambar 2 sebagai berikut: Data dimensi secondary superheater pada instalasi HRSG PLTGU dapat terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Data dimensi ini digunakan sebagai pembanding dengan hasil redesign nantinya dan juga sebagai batasan untuk melakukan redesign terutama pada panjang, lebar dan tinggi HE. Pengukuran Ukuran Satuan Luasan HE 7254 X 16386 118864044 mm 2 Lebar HE 7254 mm Panjang Total Tube SH 16386 mm Tinggi HE 757 mm Panjang Tube Berfin 14526 mm Jumlah Tube 232 lonjor Diameter Luar Tube 31.8 mm Tebal Tube 3 mm Diameter Luar Fin 58 mm Fins/m 187 P T / P L 122/79 Diameter Inlet Header 323.9 mm Diameter Outlet Header 355.6 mm Material Tube dan Fins 1r Mo 910 TP 409 Tipe Tube Arrangement Staggered Tabel 2. Data Operasi Rata Rata Data Desain Operasional Satuan Poin Temperatur Gas Masuk T h,i 518 501.8 Temperatur Gas Keluar T h,o 506 490.3 Temperatur Uap Masuk T c,i 453 450.2 Temperatur Uap Keluar T c,o 495 483.7 Laju Aliran Massa Uap m Rc 40 42.3 kg/s Tekanan P 74.6 67.6 kg/cm 2 Untuk melakukan recalculation dan redesign pada secondary superheater, maka diperlukan data pendukung lainnya yaitu data operasi harian. Perbandingan data desain manual dengan data operasional harian dapat dilihat pada Tabel 2. B. Analisa Redesign Redesign secondary superheater dimaksudkan untuk meningkatkan effectiveness perpindahan panas dari kondisi eksisting. Redesign dilakukan dengan cara mengubah dimensi secondary superheater meliputi besar diameter, jarak dan jumlah tube berdasar standard surface designation circular fins. Sedangkan untuk properties fluida dingin berupa mass flowrate superheated steam juga divariasikan. Batasan yang digunakan sebagai acuan hasil redesign adalah kondisi temperature uap keluar secondary superheater (T co ). Dimana temperature maksimum uap keluar secondary superheater selanjutnya akan masuk dalam steam turbine. Temperatur masuk steam turbine yang diizinkan sesuai dengan kondisi desain manual dari steam turbine yaitu sebesar 768 K. Selain itu, volume penempatan secondary superheater redesign tidak boleh lebih besar dari volume eksisting secondary superheater. Volume eksisting secondary superheater adalah sebesar 76,125 m 3 dengan rincian panjang HE, tinggi HE dan lebar HE adalah sebesar 15 m, 0,7 m dan 7,25 m. Pada saat mendesain ulang nantinya, panjang, jumlah dan jarak tube secondary

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-390 superheater tidak boleh melebihi volume penempatan secondary superheater eksisting. Tabel 3. Properties Fluida Secondary Superheater Menggunakan T-mean Baru Properties Fluida Panas (Exhaust Gas) Mass Flowrate kg/s 272.6 40 Temperatur In (T i ) K 774.8 723.3 Temperatur Out (T o ) K 759.81 768 Spesific Heat (c p ) J/kg.K 1095.4 2498.33 Density (ρ) kg/m 3 0.444 23.58 Fluida Dingin (Superheated Steam) Viscousity (µ) N.s/m 2 0.000036 0.000027 Thermal Conductivity (k) Prandatl Number (Pr) W/mK 0.0565 0.07 Tabel 4. 0.7 0.985 Data Variasi Surface Designation 8.7 5/8 J (b) 9.05-3/4(b) 9.05-3/4(c) 9.05-3/4(e) 8.8-1.0J (b) Tube Diameter 0.016 0.019 0.019 0.019 0.026 (m) Fin Diameter 0.028 0.037 0.037 0.037 0.044 (m) S T (m) 0.046 0.05 0.069 0.05 0.078 S L (m) 0.034 0.044 0.044 0.034 0.052 Fins/m 342 356 356 356 342 Diameter Hydraulic 0.011 0.008 0.013 0.006 0.013 (m) Fin Area/ Total Area 0.862 0.835 0.835 0.835 0.825 Heat Transfer Area/ Total Volume 215 279 203 354 190 Dalam melakukan perancangan maupun mendesain ulang secondary superheater digunakan 2 macam metode yaitu metode LMTD dan NTU. Kedua metode tersebut digunakan dalam merancang ulang secondary superheater ini. Metode LMTD merupakan metode pertama yang digunakan untuk merancang secondary superheater ini, sedangkan untuk metode NTU nantinya digunakan pada saat menghitung nilai performa dari hasil perancangan. Sebelum melakukan perhitungan dengan menggunakan metode LMTD maka terlebih dahulu diperlukan beberapa data input seperti di pada Tabel 3 di bawah ini: Variasi surface designation circular fins dan mass flowrate dari superheated steam. Untuk menentukan variasi jumlah tube, diperlukan beberapa data input dimensi. Berdasarkan standard surface designation [5] dipilih standard CF - 8.7-5/8 J (b), CF - 9.05-3/4 (b), CF - 9.05-3/4 (c), CF - 9.05-3/4 (e) dan CF - 8.8-1.0 - J (b) sebagai variasi. Data variasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Gambar 3. Grafik Perbandingan Surface Designation VS Jumlah Tube Setelah ditentukan variasi surface designation circular fins, maka perlu dihitung jumlah tube yang sesuai dengan ruang penempatan heat exchanger. Banyaknya jumlah tube yang sesuai dapat dihitung dengan input data awal jarak antar tube. Variasi jarak antar tube merupakan data awal perhitungan yang digunakan untuk menentukan jumlah tube yang sesuai dengan ruang penempatan secondary superheater. Pemasangan jumlah tube disesuaikan dengan volume ruang penempatan heat exchanger. Penempatan jumlah tube arah transversal tidak boleh melebihi lebar ruang penempatan heat exchanger dalam hal ini sama dengan panjang header secondary superheater. Sedangkan jumlah rows atau jumlah tube arah longitudinal tidak boleh melebihi tinggi dari ruang penempatan heat exchanger. Perbandingan surface designation dengan jumlah tube yang sesuai terlihat pada Gambar 3. C. Analisa Matematis Metode Beda Temperatur Rata-Rata Logaritmik (LMTD)[6]. q = U. A. T 1 T 2 ln ( T (1) 1 T2 ) Dimana: q = heat transfer ( W ) U = Overall heat transfer coefficient ( W/m 2 K ) A = Luasan perpindahan panas ( m 2 ) T = Perbedaan temperature fluida panas dengan fluida dingin ( K ) Tinjauan Perpindahan Panas Sisi Internal Re c = 4.m c π.d.μ.n T (2) Sedangkan, untuk menghitung koefisien konveksi yang terjadi di dalam tube dapat dirumuskan sebagai berikut : h c = Nu c.k D 4 5 Nu c = 0,023. Re c. Pr c 0,33 Dimana : Re c = Reynolds number sisi internal tube h c = Koefisien konveksi sisi internal tube (W/m 2 K) Nu c = Nusselt number sisi internal tube m c = Laju alir massa sisi internal tube (kg/s) μ = Viskositas fluida sisi internal tube (N.s/m 2 ) N T Jumlah Tube 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Grafik Surface Designation VS Jumlah Tube CF - 8.7-5/8 J (b) CF - 9.05-3/4 (e) CF - 9.05-3/4 (b) Surface Designation CF - 9.05-3/4 (c) CF - 8.8-1.0 - J (b) = Jumlah tube k = Konduktifitas thermal (W/K) Pr c = Prandalt number sisi internal tube D = Diameter tube (m) Luasan perpindahan panas sisi internal tube [7]. Series1 (3) (4)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-391 A c = N T. π. D. L T (5) Dimana: A c = Luasan perpindahan panas internal tube (m 2 ) N T = Jumlah tube D = Diameter tube (m) L T = Panjang tube (m) Tinjauan Perpindahan Panas Sisi Eksternal [5]. A h = α. Volume (6) Dimana: A h = Luasan perpindahan panas sisi eksternal ( m 2 ) α = Rasio heat transfer area dengan total volume Persamaan untuk menghitung bilangan reynolds adalah sebagai berikut: Re h = G.D h (7) μ Koefisien konveksi yang terjadi pada fins atau daerah gas panas dapat dirumuskan sebagai berikut : h h = j H.G.c p 2 3 (8) Pr h Untuk mendapatkan persamaan tersebut, maka perlu didapatkan variabel penyusunya yaitu: G = m h (9) σ.a fr Dimana : h h = koefisien konveksi pada sisi fin (W/m 2 K) j H = Colburn J Faktor D h = Diameter hidrolik (m) Re h = Reynolds number sisi fin σ = Rasio antara Free Flow Area dengan Frontal Area A fr =Frontal Area ( m 2 ) G = Maximum Mass Velocity (kg/s.m 2 ) III. ANALISA DAN PEMBAHASAN Dari penelitian ini didapatkan beberapa grafik hasil perbandingan surface geometri terhadap karakteristik performa heat exchanger. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat hubungan antara besar Reynolds number setiap surface designation dengan perpindahan panas aktual yang terjadi. Trend grafik memperlihatkan semakin besar reynolds number, maka akan semakin besar pula perpindahan panas aktual yang terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap kenaikan mass flowrate superheated steam maka akan semakin meningkat pula reynolds number beserta perpindahan panas aktualnya. Pada kelima variasi surface designation, yaitu 8.7 5/8 J (b), 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b),9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) memiliki tren grafik yang sama. Pada variasi surface designation 8.7 5/8 J (b) dengan jumlah tube 3153 memiliki nilai q actual tertinggi kemudian diikuti berturut turut 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b), 9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) dengan jumlah tube masing masing sebesar 2886, 2267, 1649, dan 1238 memiliki trend grafik yang sama.. Besarnya bilangan reynolds dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya mass flowrate superheated steam, serta dimensi dan jumlah tube. Hal tersebut dikarenakan, dengan semakin besar jumlah tube maka akan semakin memperkecil kecepatan aliran yang masuk dalam tiap tube. Selain itu besar diameter tube juga berpengaruh pada kecepatan aliran dalam tube, makin besar diameter tube maka akan makin besar pula kecepatan fluida dalam pipa. Trend grafik reynolds number terhadap q actual pada secondary superheater untuk kelima variasi mengalami kenaikan karena semakin besar harga reynolds maka semakin turbulen aliran yang terjadi sehingga kemampuan mentransfer panasnya pun semakin meningkat pula. Heat Transfer Actual (Watt) 5000000 4900000 4800000 4700000 4600000 4500000 4400000 4300000 4200000 Grafik Re cold VS q act 4100000 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Reynolds Sisi Cold NT = 3153 NT = 2886 NT = 2267 NT = 1649 Gambar 4. Grafik Pengaruh Reynolds Number Sisi Cold Terhadap Heat Transfer Aktual Temperatur Keluar Steam (K) 770 769 768 767 766 765 764 763 Grafik Re cold VS Temperatur Keluar Superheated Steam ( T c,o ) 762 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Reynolds Sisi Cold nt = 3153 NT = 2886 NT = 2267 NT = 1649 Gambar 5. Grafik Pengaruh Reynolds Number Sisi Cold Terhadap Temperatur Keluar Fluida Secondary Superheater Dengan mass flowrate semakin diperbesar maka bilangan reynolds yang terjadi pun semakin besar, dengan semakin besar bilangan reynolds maka nilai koefisien konveksi juga akan semakin besar pula. Dengan didukung besarnya kemampuan mentransfer panas tersebut dan juga dengan semakin memperluas area perpindahan panas, dalam hal ini memperbesar jumlah tube maka perpindahan panas aktual yang terjadi akan semakin baik. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat hubungan antara besar reynoldsnumber setiap surface designation dengan temperature keluar superheated steam (T co ). Trend grafik memperlihatkan semakin besar reynolds number, maka akan semakin besar pula temperature keluar superheated steam. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap kenaikan mass flowrate superheated steam maka akan semakin meningkat pula reynolds number beserta pula temperature keluar superheated steam. Pada kelima variasi surface designation, yaitu 8.7 5/8 J (b), 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b), 9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) memiliki tren grafik yang sama. Pada variasi surface designation 8.7 5/8 J (b) dengan jumlah tube 3153 memiliki nilai temperature keluar superheated steam tertinggi kemudian diikuti berturut turut 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b), 9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) dengan jumlah tube masing masing sebesar 2886, 2267, 1649, dan 1238 memiliki trend grafik yang sama. Besarnya bilangan reynolds dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya mass flowrate superheated steam, serta dimensi dan jumlah tube. Semakin tinggi mass flowrate dari

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-392 superheated steam maka kecepatan aliran dalam tubeakan semakin meningkat sehingga harga reynolds sisi cold pun semakin meningkat pula. Dengan semakin meningkatnya 400000 350000 Grafik NTU VS UA sebesar 2886, 2267, 1649, dan 1238 memiliki tren grafik yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah tube maka akan semakin memperluas luasan 0.9 0.88 Grafik Re Cold VS Effectiveness UA 300000 250000 200000 150000 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 2.7 2.9 3.1 3.3 3.5 3.7 NTU NT = 3153 NT = 2886 NT = 2267 NT = 1649 Effectiveness 0.86 0.84 0.82 0.8 0.78 0.76 NT = 3153 NT=2886 NT=2267 NT=1649 Gambar 6. Grafik NTU VS Overall Heat Transfer Coefficient (UA) jumlah laluan tubeakan mempengaruhi temperature keluar dari superheated steam (fluida dingin) dan gas panas. Semakin meningkat jumlah laluan tube maka semakin besar luasan perpindahan panas yang terjadi. Dengan semakin semakin meningkat luasan perpindahan panas yang terjadi maka akan meningkatkan peluang perpindahan panas yang terjadi antara superheated steam dan gas panas. Dengan semakin luas area perpindahan panasnya, maka jumlah panas yang diserap oleh superheated steam semakin meningkat pula sehingga berakibat pada peningkatan temperature keluar superheated steam. Sebaliknya, dengan semakin luas area perpindahan panas yang terjadi maka akan semakin menurunkan temperature gas panas keluar secondary superheater. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya panas yang dilepaskan oleh exhaust gas untuk memanaskan superheated steam. Sehingga temperatur keluar exhaust gas semakin menurun. Dari grafik di atas dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu, dengan semakin meningkatkan laju aliran massa superheated steam dan meningkatkan jumlah laluan tube maka akan semakin meningkat pula temperature superheated steam keluar secondary superheater. Nilai temperature keluar superheated steam dalam redesign ini tidak boleh melebihi temperature design manual yaitu 768 K. Pada redesign ini didapatkan temperature keluar superheated steam paling tinggi yaitu 769,23 K dengan kondisi temperature exhaust gas keluar sebesar 758,05 K. Dari Gambar 6 menunjukkan trend grafik yang semakin naik seiring dengan meningkatnya nilai NTU (Number Of Transfer Unit) dan Overall Heat Transfer Coefficient. Semakin meningkat mass flowrate yang terjadi maka akan semakin meningkatkan pula nilai NTU. Dengan semakin meningkat mass flowrate maka akan semakin meningkat pula kecepatan aliran fluida dalam tube sehingga transfer panas yang terjadi semakin meningkat yang berarti bahwa semakin besar pula number of transfer unit. Dari grafik juga dapat terlihat bahwa UA terbesar diperoleh pada surface designation dengan jumlah tube paling besar pula. Pada kelima variasi surface designation, yaitu 8.7 5/8 J (b), 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b), 9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) memiliki tren grafik yang sama. Pada variasi surface designation 8.7 5/8 J (b) dengan jumlah tube 3153 memiliki nilai temperature keluar superheated steam tertinggi kemudian diikuti berturut turut 9.05 3/4(e), 9.05 3/4(b), 9.05 3/4(c), dan 8.8-1.0-J(b) dengan jumlah tube masing masing 0.74 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Reynolds Sisi Cold Gambar 7. Grafik Reynolds Number Sisi Cold VS Effectiveness perpindahan panas yang ada. Peningkatan luasan perpindahan panas dilakukan dengan memvariasikan diameter, jumlah tube dan jarak tube. Semakin banyak tube maka akan semakin meningkatkan nilai UA. Dengan semakin besar UA maka transfer panas yang terjadi akan semakin besar. Dari grafik tersebut, dapat diatrik kesimpulan bahwa, dengan semakin meningkatkan mass flowrate superheated steam maka akan semakin meningkat pula number of transfer unit yang terjadi. Selain itu, dengan semakin memperbanyak jumlah laluan tube berarti semakin memperluas luasan perpindahan panas dan semakin memperbesar nilai UA. Dari Gambar 7 menunjukkan trend grafik effectiveness yang semakin naik seiring dengan meningkatnya nilai reynolds number sisi cold. Semakin meningkat mass flowrate yang terjadi maka akan semakin meningkatkan pula nilai reynolds number. Dengan semakin meningkat mass flowrate maka akan semakin meningkat pula kecepatan aliran fluida dalam tube sehingga transfer panas yang terjadi semakin meningkat. Dengan adanya variasi surface designation yang digunakan juga sangat mempengaruhi besar perpindahan panas yang terjadi. Dari grafik 4.12 dapat dilihat bahwa harga effectiveness tertinggi didapatkan pada CF 8.7 5/8 J (b) dengan jumlah tube paling tinggi yaitu sebesar 3153. Pada CF 8.7 5/8 J (b) memiliki harga diameter paling kecil dan jumlah tube terbanyak. Dengan semakin banyaknya jumlah tube maka akan semakin memperluas luasan perpindahan panas yang terjadi sehingga panas aktual yang dapat ditransfer pun akan semakin besar. Dengan semakin besarnya nilai perpindahan panas yang dapat ditransfer maka akan semakin besar pula nilai effectiveness perpindahan panas. Dari grafik tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dengan semakin meningkatkan Reynolds number maka akan berpengaruh pada perpindahan panas yang terjadi. Sehingga berpengaruh juga pada efektivitas perpindahan panas yang terjadi.selain itu, effectiveness tertinggi didapatkan dengan semakin menambah jumlah tube yang dipasang pada secondary superheater. Dari Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin kecil nilai NTU maka effectiveness juga akan semakin kecil dengan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-393 nilai C r yang konstan. Grafik NTU ε didapat dengan memvariasikan jumlah tube yaitu sebesar 1238, 1649, 2267, 2886 dan 3153 tube. Semakin banyak jumlah tube yang dipasang maka nilai NTU semakin bertambah akibat luasan perpindahan panas sisi tube juga semakin bertambah besar. Meningkatnya nilai NTU maka akan semakin meningkatkan Effectiveness 0.9 0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 NTU VS Effectiveness 0.78 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.8 4 NTU Gambar 8. Pengaruh NTU dan ε Akibat Variasi Jumlah Tube Cr = 0,418 effectiveness heat exchanger dalam hal ini secondary superheater. Jadi, semakin besar jumlah tube maka semakin bertambah pula effectiveness heat exchanger. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil perancangan secondary superheater dengan menggunakan metode LMTD dan NTU, dengan variasi surface designation dan mass flowrate dari superheated steam maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisa performa eksisting secondary superheater didapatkan bahwa nilai effectiveness yang terjadi adalah 0,649. 2. Semakin meningkat mass flowrate superheated steam maka akan semakin meningkatkan koefisien konveksi yang terjadi. Semakin meningkat jumlah tube yang dipasang maka akan semakin memperluas area perpindahan panas yang terjadi pula. Sehingga dengan meningkatkan mass flowrate superheated steam dan menambah jumlah tube maka akan semakin memperbesar q actual yang terjadi. Pada hasil perhitungan didapatkan q actual terbesar adalah 4864895,4 Watt pada 8.7-5/8 J (b) dengan jumlah tube sebesar 3153 pada mass flowrate sebesar 50 kg/s. 3. Dengan semakin besar q actual yang terjadi maka effectiveness perpindahan panas yang terjadi akan semakin baik. Karena nilai q actual semakin mendekati nilai q max. Pada hasil perhitungan didapatkan effectiveness terbesar adalah 0,8921 pada 8.7-5/8 J (b) dengan jumlah tube sebesar 3153 pada mass flowrate sebesar 50 kg/s. 4. Semakin banyak jumlah laluan tube maka akan semakin meningkat temperature fluida dingin keluar dari secondary superheater. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin banyaknya jumlah laluan tube maka area perpindahan panas pun akan semakin besar. Dan panas yang diserap oleh fluida dingin pun akan semakinbesar pula. Begitu juga sebaliknya. Temperatur uap keluar tertinggi dan sesuai dengan batas maksimum didapatkan sebesar 769,2 K pada 8.7-5/8 J (b) dengan jumlah tube sebesar 3153 pada mass flowrate sebesar 50 kg/s. 5. Berdasarkan batasan desain manual steam turbin yaitu temperature keluar superheated steam tidak boleh melebihi 768 K dengan mass flowrate maksimum adalah sebesar 40 kg/s. Maka dari perhitungan, dipilih hasil redesign yang sesuai yaitu pada 9.05-3/4 (e) dengan kondisi mass flowrate 40 kg/s. Dengan temperature keluar superheated steam sebesar 767,8 K dengan effectiveness sebesar 0,86. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis Viki Wahyu Endriyana mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Djatmiko Ichsani.,MEng sebagai dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam proses penyusunan jurnal ilmiah. DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi.2003.Jakarta.Indonesia [2] Setyoko, Bambang. Analisa Efisiensi Performa HRSG (Heat Recovery Steam Generator) Pada PLTGU. 2006.Teknik Mesin Undip.Semarang [3] Rathod,MK, Niyati,K Shah and Prabhakaran,P. Performance Evaluation Of Flat Finned Tube Fin Heat Exchanger. Applied Thermal Engineering Journal 27(11): 2131-2137. [4] Nuntaphan,A and Kiatsiriorat,T and Wang,CC.Air Side Performance At Low Reynolds Number Of Cross Flow Heat Exchanger Using Crimped Spiral Fins. Applied Thermal Engineering Journal 32(1): 151-165. [5] Kays, W.M. London. Compact heat Exchangers 2nd. 1964. Mc Grow Hill Book Company. New York. [6] Incropera, Frank P., De Witt, David P. Fundamental of Heat and Mass Transfer. 2002. John Wiley & Sons Inc. New York [7] Bejan, Adrian. Jones, JA. Heat Transfer Handbook. 2003. John Wiley & Sons Inc. New York.