TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. hujan tropis Indonesia diperkirakan seluas 1,148,400-an kilometer persegi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang memiliki

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa prilaku yang mesti dilakukan oleh sesorang yang menduduki suatu posisi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

I. UMUM. Sejalan...

BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

19 Oktober Ema Umilia

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipishkan. Dalam persfektif ahli ekologi, hutan diartikan sebagai suatu masyarakat tumbuh tumbuhan yang di kuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan. Dan menurut sudut pandang ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuhtumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal yang luas. Sedangkan dari sudut pandang ahli ekonomi, hutan merupakan tempat untuk menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan (Arief, 2001). Jasa Lingkungan Jasa lingkungan (hutan) adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang bermanfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam, rekreasi, jasa perlindungan tata air atau hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon ofseet). Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik hutan Indonesia yang sangat beragam merupakan keunggulan komparatif tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola dengan baik akan

memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun mamfaat atau kepuasan kepada konsumen jasa lingkungan (Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Fungsi Hutan Pasal 6 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Selanjutnya berdasarkan fungsi pokok tersebut pemerintah menetapkan hutan menjadi tiga yaitu, hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung) merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukkan sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir,pencegahan erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah. Sedangkan hutan yang berfungsi konservasi (hutan konservasi) merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Arief, 2001). Hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta lingkungan hidup global. Salah satu eksistensi dari hutan, memainkan peranan yang besar dalam proses pembersihan udara, serta mengurangi pemanasan bumi yang diakibatkan aneka populasi dan akibat kemajuan industri negara maju (Zain, 1998).

Hutan Lindung Hutan lindung (protection forest) adalah suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-Undang RI No. 41/ 1999 tentang Kehutanan menyebutkan : Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung pengertiannya kerap dipertukar-tukarkan dengan kawasan lindung dan kawasan konservasi pada umumnya. Kawasan konservasi, atau yang juga biasa disebut sebagai kawasan yang di lindungi (protected areas), lazimnya merujuk pada wilayah-wilayah yang didedikasikan untuk melindungi kekayaan hayati seperti halnya kawasan suaka alam kawasan pelestarian alam. Jadi, fungsinya jelas berbeda dengan hutan lindung (Undang-undang RI No. 41/ 1999 tentang Kehutanan). Kawasan lindung memiliki pengertian yang lebih luas, di mana hutan lindung tercakup di dalamnya. Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyebutkan : Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan di mana mencakup (kawasan) hutan lindung sebagai, kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya

sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah,dan memisahkannya dari bentuk-bentuk kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, serta sempadan waduk, danau, dan mata air (Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Pertambangan Pengertian bahan galian menurut Manan dan Saleng (2004) ialah : unsurunsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batubatu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam. Kemudian karakteristiknya berupa : benda padat, cair dan gas yang keadaanya masih dalam bentuk endapan alam atau letakan alam yang melekat pada batuan induknya dan belum terjamah oleh manusia (Manan dan Saleng, 2004) Bahan galian menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah unsur-unsur kimia, mineralmineral, bijih-bijih dan segala macam bentuk batuan termasuk batu-batu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan). Pertambangan Tradisional Pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alatalat sederhana. Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat

setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri. Sementara itu untuk kata masyarakat lokal cendrung disandingkan dengan masyarakat adat dalam membedakan dua kelompok masyarakat yang tinggal dalam satu daerah. Masyarakat adat lebih dicirikan oleh aturan-aturan adat yang diwarisi secara turun temurun dengan rentang waktu yang sulit diukur. Sedangkan masyarakat lokal cendrung menggunakan ketentuan-ketentuan yang waktu pembuatannya lebih diketahui, sesuai dengan waktu kedatangan mereka kedaerah tersebut. Selain itu masyarakat lokal cendrung lebih plural dan beragam, jika dibandingkan dengan masyarakat adat (UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan). Peran Pertambangan Pengelolaan pertambangan memiliki peranan yang strategis dan kontribusi yang besar terhadap pendapatan masyarakat. Sebab dengan pengelolaan pertambangan di suatu wilayah, otomatis akan terbentuk komunitas baru dan pengembangan wilayah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pengelolaan pertambangan. Pengembangan wilayah yang demikian akan membawa pengaruh perekonomian rumah tangga, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru. Dengan demikian lambat laun jasa-jasa lainnya akan tumbuh,baik jasa yang terkait langsung maupun kegiatan tak langsung dengan kegiatan pengelolaan pertambangan (Manan dan Saleng, 2004).

Mengenngenai pengaruh pengelolaan pertambangan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat sekitar pelaku kegiatan pertambangan, secara umum dapat di bagi menjadi dua yaitu : pengaruh langsung dan pengaruh tidak lansung. 1. Pengaruh langsung sektor pertambangan pada umumnya dirasakan atau dinikmati oleh masyrakat pelaku kegiatan pertambangan, tetapi juga dapat merasakan langsung dampak negative yang akan timbul akibat pengelolaan pertambangan 2. Pengaruh tidak langsung sektor pertambangan terhadap pendapatan masyarakat adalah melalui iuran pertambangan, pajak maupun non pajak serta pungutan lain, dimana akan digunakan pemerintah untuk membiayai pelaksanaan pembangunan wilayah bagi seluruh rakyat Indonesia (Manan dan Saleng, 2004). Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan total dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun per orangan dalam rumah tangga. Pendapatan formal ialah pendapatan yang diperoleh daria pekerjaan pokok. Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan pendapatan subsisten ialah pendapatan yang di peroleh dari sektor produksi yang di nilai dengan uang. Dapat dikatakan juga bahwa pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsisten (Sumardi dan Evans, 1985).

Besar pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup. Bagi masyarakat yang tidak mapu ada kalanya kemampuan membiayai kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan kehidupannya. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya kemerosotan moral yang pada akhirnya akan bermuara pada perilaku yang menyimpang. Sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keinginan tidak sesuai dengan kemampuan. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan perilaku akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Sukirno, 1985). Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linier sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 +...+ b n X n. Dengan Y adalah variabel bebas, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah konstanta (intersept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas. Syaratnya yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas harus berskala interval ( Kriswanto, 2008 ). Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable) dengan suatu peubah tak bebas (dependent variable) dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (STIS, 2006). Metode regresi linier berganda dapat digunakan untuk melihat pengaruh beberapa peubah penjelas atau peubah bebas terhadap satu peubah tak bebas.

Untuk menyatakan kuat tidaknya hubungan linier antara peubah penjelas atau peubah tak bebas dan peubah bebas dapat diukur dari koefisien korelasi (coefficient correlation) atau R, dan untuk melihat besarnya sumbangan (pengaruh) dari peubah bebas terhadap perubahan peubah tak bebas dapat dilihat dari koefisien determinasi (coefficient of determination) atau R 2 (Kriswanto, 2008).