BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENGKERAMATAN BATU NAETAPAN DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT DESA TUNUA

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA. IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

FAKTA SOSIAL DAN STRUKTUR KEPERCAYAAN DALAM PANDANGAN EMILLE DURKHEIM. masyarakat Atoni tentang kuasa dan kepercayaan. Untuk mengenal fakta sosial dan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

nasib makhluk di muka bumi dan generasi berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

ETIKA DAN LINGKUNGAN

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB XII MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Penguatan Tradisi dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Masyarakat. oleh: Junus Satrio Atmodjo

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

UPAYA PEMELIHARAAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT DI KAMPUNG SUKADAYA KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV SOSIAL NEGERI HARIA DAN SIRI SORI ISLAM PASCA KONFLIK DI MALUKU. Louleha adalah sebuah hubungan kekerabatan. Louleha merupakan sebuah

BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, dikumpulkan, diklasifikasikan dan dianalisa dengan analisis induktif.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah Ngadha adalah wilayah di Flores Tengah. Kabupaten Ngadha terdiri atas

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. Berdasarkan uraian pada Bab Latar Belakang dan Landasan Teori, maka masalah yang

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta sosial dan struktur kepercayaan mereka terkait dengan pengkeramatan batu Naetapan. Yang dimaksudkan dengan fakta sosial adalah struktur dan sistim sosial, norma budaya, serta sistim nilai masyarakat yang dimiliki. Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang dapat berlaku pada diri inidividu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau dapat juga dikatakan bahwa fakta sosial merupakan seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individu. Terdapat keyakinan yang kuat dari orang Tunua bahwa setiap tempat dilindungi bahkan dihuni oleh seseorang atau sesuatu yang diakui memiliki kuasa tertentu. Kuasa dimaksud tidak dapat diindra oleh manusia namun dapat dialami. Yaitu suatu kekuatan yang berada di luar individu dan bersifat eksternal. Hal ini nyata dalam perilaku yang ditunjukkan komusitas kehidupan bermasyarakat dengan mengakuinya sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Tindakan pengkeramatan terhadap sesuatu itu Durkheim memandangnya sebagai bagian tidak terpisahkan dengan kosmos secara keseluruhan untuk saling mengisi dan melengkapi. Oleh karena itu pengkeramatan batu Naetapan merupakan warisan sosial masyarakat yang harus tetap ditertahankan. 116

Masyarakat Tunua mengkeramatkan batu Naetapan untuk mengekspresikan rasa hormat dan cinta kepada roh-roh leluhur yang melindungi dan memberi pertolongan. Oleh karena dianggap sebagai tempat bertahtanya roh-roh para leluhur. Pertolongan dapat dirasakan secara nyata dalam perlindungan dan rasa nyaman yang diberikan rohroh leluhur melalui peran Meo dalam ritual Meo Pa e saat hendak menuju medan perang. Orang Tunua menjadikan Naetapan sebagai benteng pertahanan yang memberi kekuatan, keberanian dan keperkasaan pada saat perang melawan musuh. Dalam fungsinya sebagai pemberi hidup, Ana a Tobe dapat memainkan perannya secara efektif untuk menjadi perantara dan tali penghubung bagi masyarakat dan Uis pah dalam proses perizinan untuk pengolahan hutan, tanah dan hasil alam lainnya. Mereka harus meminta persetujuan Uis Pah yang bertahta di Naetapan untuk berbagai kepentingan melalui ritual-ritual dan upacara-upacara seperti Ritual Meo Besi atau Meo Pa e, Ritual Ana a Tobe dan ritual Pensuf Mu it. Orang Tunua hidup dan mengenal ritus-ritus sebagai cara mereka mengekpresikan rasa hormat dan cinta mereka kepada roh-roh dan leluhur. Jadi orang Tunua tidak menyembah kepada batu Naetapan melainkan mereka menjadikannya sebagai tempat bertemu dengan kuasa-kuasa yang kepadanya mereka dapat menggantungkan harapan. Gunung batu sebagai salah satu fenomena geografi di Timor oleh Atoni Meto memiliki nilai mistik-magis yang harus dihormati. Bila tidak maka akan mendatangkan musibah atau bencana berupa longsor, angin kencang, kekeringan dll sebagai hukuman kepada manusia yang melangggar. Tradisi ini dipertegas dalam filosofi orang Timor tentang alam ( bumi ). Bumi diidentifikasikan sesuai dengan struktur fital tubuh manusia dimana batu dipandangnya sebagai tulang yang memberi kekuatan. Fenomena tersebut 117

adalah sebuah fakta sosial yang terjadi ditengah masyarakat sebagai representasi ketidakmampuan masyarakat untuk menangkal musibah guna mencapai kesejahteraan dan menciptakan kehidupan yang harmonis. Hal ini muncul dalam struktur kepercayaan masyarakat yang dianggap sebagai suatu kebutuhan sehingga mereka mengkeramatkannya. Banyak obyek yang mereka anggap suci dan dikeramatkan. Mereka kenal sebagai tempat tinggal para penguasa atau roh-roh untuk menyatakan diri. Masyarakat mengenal obyek-obyek tersebut sebagai simbol yang kelihatan. Karena itu mereka mengkeramatkan batu Naetapan sebagai simbol kekuatan yang perkasa. Dalam kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Tunua mereka mengenal simbolsimbol sebagai representasi dari yang tidak kelihatan tapi sangat mempengaruhi kehidupan manusia dan mengikat secara bathin. Mereka menganggap Naetapan sebagai tempat bertahta Uis Neno yaitu penguasa langit yang melindungi dan menjadi sumber hidup. Oleh karena itu masyarakat Tunua sangat menghargai gunung batu Naetapan sehingga mereka mengkeramatnya. Jadi pengkeramatan batu Naetapan itu dapat diartikan sebagai sesuatu yang dimunculkan dari sikap hormat masyarakat terhadap halhal yang berguna bagi kehidupannya sehari-hari. Artinya yang keramat itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran manusia tapi bersifat empirik untuk memenuhi kebutuhan praktis. Pengkeramatan gunung batu Naetapan adalah merupakan warisan sosial masyarakat desa Tunua yang diterima dan dipelihara turun temurun sejak nenek moyang. Hal ini sesuai dengan pandangan Durkheim tentang masyarakat bahwa fenomena dan realita sosial dibentuk, dipelihara dan diwariskan oleh masyarakat kepada masyarakat. Di 118

sinilah nampak saling ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan lainnya. Apabila terjadi perombakan maka sistim keteraturan sosial akan terganggu. Dengan sendirinya pengkramatan batu Naetapan membentuk prilaku solidaritas sosial masyarakat Desa Tunua. Kesadaran kolektif dalam masyarakat Desa Tunua telah terbentuk sejak lama. Bahwa perilaku solidaritas sosial masyarakat sangat ditentukan oleh internalisasi dan individualisasi kesadaran kolektif setiap individu dalam masyarakat, bukan sebaliknya. Dengan demikian, pengkeramatan batu Naetapan oleh masyarakat Tunua, tidak pernah menimbulkan konflik sosial apalagi krisis sosial. Untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya, Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanik dan organik. Solidaritas organik menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Guna mencapai kehidupan yang harmonis manusia perlu manjaga keseimbangannya dengan alam. Namun alam ini tidak semata-mata digunakan atau diolah untuk kesejahteraan manusia tapi harus mampu memciptakan keselarasan atau keseimbangan dengan ekologi itu sendiri dalam bentuk tanggungjawab. Orang Tunua tidak semena-mena mengolah alam untuk kepentingan hidupnya kecuali atas restu Uis Pah (pemilik bumi) melalui proses perizinan yang dilaksanakan Ana a Tobe. Juga apabila hutan atau hasil alam lainnya itu dipandang telah layak untuk diolah. Artinya mereka memiliki rasa penghargaan tersendiri terhadap alam sebagai subyek untuk memenuhi keterbatasan yang ada pada diri mereka. Alam semesta akan kehilangan kekuatannya yang dinamis apabila lingkungan manusia kehilangan keseimbangannya. Manusia dalam upaya mencapai 119

keseimbangannya dengan lingkungan alam semesta diciptakanlah yang sakral atau yang keramat. Mereka mengistimewakan hal-hal tertentu sehingga dihormati, dimuliakan dan tidak dinodai atau sesuatu dapat dilindungi terhadap pelanggaran, pengacauan dan pencemaran. Dalam pengertian ini bagi penulis, Durkheim ingin menegaskan bahwa penciptaan sesuatu yang sakral, suci dan keramat adalah merupakan gagasan manusia dalam menjaga keseimbangannya dengan alam semesta guna mencapai kesejahteraan dan keharmonisan dalam hidup. Sebab itu eksploitasi terhadap hasil alam yang tidak memiliki nilai pemeliharaan dan perlindungan terhadap alam dan lingkungan dianggap bertentangan dengan nilai budaya dan adat. Akibatnya arwah para leluhur akan murka dan mendatangkan musibah sebagai hukuman atas mereka. Sejak nenek moyang orang Tunua telah memiliki kearifan dalam tindakan pemeliharaan alam dan lingkungan sebagai sember kehidupan. Sampai kini orang Tunua masih mempertahankan hukum adat yang dikenal dengan Kio (Larangan Penebangan Hutan pada daerah-daerah rawan: seperti tanah longsor dan sumber mata air) sebagai bentuk pemeliharaan lingkungan dan alam disekitar mereka. Menurut persepsi orang Tunua, pengolahan marmer batu Naetapan merupakan tindakan mengganggu keseimbangan hubungan mereka dengan alam. Naetapan yang mereka hargai dan hormati sebagai tempat bertahtanya Uis Neno yang dapat diamati ternyata dibongkar dan dirusakan. Naetapan sebagai warisan sosial leluhur kini kehilangan nilai religiusitasnya karena desakan kepentingan sekularisasi dan perkembangan dunia modern yang lebih mementingkan nilai ekonomis dan sikap individualisme. Pengaruh Kapitalis dilain pihak dapat menguntungkan masyarakat secara ekonomis, namun jika tidak disaring dengan baik akan berdampak bagi sistim nilai dan 120

norma-norma budaya masyarakat yang telah lama ada. Kerugian PT SAM dalam pengolahan marmer tersebut hingga berujung pada terhentinya kegiatan penambangan dinilai masyarakat sebagai akibat murkanya roh-roh para leluhur yang tidak dihargai dan dihormati. Termasuk longsor dan penurunan debit sumber air di bagian utara lokasi penambangan. Sebelumnya tidak pernah terjadi demikian. B. REKOMENDASI Berdasarkan pembahasan dalam tesis ini, penulis akan merekomendasikan kepada beberapa pihak yang dianggap penting dan berkompoten dalam mengatasi pergumulan masyarakat Tunua sebagaimana diangkat dalam tulisan ini. Kepada Masyarakat Adat Tunua: Naetapan adalah warisan sosial masyarakat yang perlu dijaga dan dilestarikan. Naetapan telah dirusakan oleh kapitalisme namum masih terdapat banyak fakta sosial lain yang juga harus mendapat perhatian masyarakat adat agar tidak turut dirusakan begitu saja demi kepentingan sesaat. Nenek moyang kita dengan segala kearifan yang mereka miliki telah mampu mempertahankan berbagai fakta sosial, baik sistim nilai maupun norma-norma budaya untuk diwariskannya kepada kita dan anak cucu. Tanggungjawab kita adalah mempertahankan dan mewariskannya kepada masyarakat lain yaitu anak cucu kita. Itulah tanggungjawab kita sebagai makluk sosial yang memiliki perasaan moral dan kepercayaan yang dianut secara bersama pula. Karena itu pengaruh kapitalisme dan sekularisasi perlu diwaspadai agar kita tidak mengorbankan norma-norma yang telah diwariskan leluhur kepada kita. Untuk itu masyarakat adat sekarang ini yang memiliki kekuatan moral menata kehidupan kemasyarakatan perlu membuat hukum adat dalam kesepakatan bersama 121

membentuk nilai dan norma-norma yang mengikat masyarakat secara bersama agar ditaati secara kelompok. Hal ini akan mengatasi sikap individualisme yang mengorbankan kepentingan bersama. Kepada Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan: Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam perencanaan pembangunan demi kesejahteraan rakyat perlu memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat serta norma-norma yang dimiliki agar tidak diganggu atau dirusakan dengan alasan apapun. Apalagi untuk kepentingan tertentu yang dapat merugikan masyarakat secara kelompok. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan kelangsungan pembangunan pemanfaatan sumber daya alam tidak dapat dihindari. Akan tetapi harus tetap mengacu kepada pembangunan manusia yang berkelanjutan dengan tetap menjadikan syarat pemeliharaan dan kelestarian lingkungan sebagai acuan dasar. Kepada Gereja: Sekarang saatnya gereja harus bertindak menghadapi perkembangan dunia modern yaitu sekularisasi untuk semakin memperkuat diri mendampingi masyarakat serta melihat kearifan-kearifan lokal yang dimiliki agar tetap dipertahankan oleh karena terkait kepribadian dan sisitim kepercayaan yang telah dibangun sejak nenek moyang. Gereja juga harus membuka diri memberi pemahaman baru terhadap nilai-nilai iman yang selama ini ikut terlibat dalam mengeksploitasi kepercayaan-kepercayaan masyarakat yang dianggap kafir. 122