BAB1 PENDAHULUAN. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Lembaga Politik. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. ini mulai menaruh perhatian besar terhadap praktik-praktik akuntansi dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi semacam new product dari sebuah industri bernama pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Governance (GGG) sejak tahun 2003 telah mengeluarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

A. Latar Belakang Masalah

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan :

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. sorotan. Media massa terutama surat kabar hampir tiap hari menampilkan kasuskasus

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

Transkripsi:

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Lembaga Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan kabupatenlkota. Lembaga ini dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legislatif, dan biasa disebut dengan lembaga legislatif di daerah. Akan tetapi, sebenarnya fungsi legislatif di daerah, tidaklah sepenuhnya berada di tangan DPRD seperti fungsi DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden sebagaimana ditentuk:an dalam Pasal 20 ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 basil Perubahan Pertama. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyebutkau bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR Sedangkan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda), baik daerah propinsi maupun kabupatenlkota, tetap berada di tangan Gubemur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Olch karena itu, dapat dikatakan bahwa Gubemur dan Bupati!Walikota tetap merupakan pemegang kekuasaan eksekutif dan sekaligus legislatif, meskipun pelaksanaan fungsi legislatif itu harus dilakukan dengan persetujuan DPRD yang merupakan lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintahan di daerah. 1

2 Undang-undang memberi tiga fungsi pokok yaitu fungsi legislasi, angg~ dan pengawasan {pasal 41 ). Sedangkan kepala daerah memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD (pasal25, huruf a). Oleh karena fungsi pokok di atas maka sudah sepatutnya seluruh anggota DPRD memahami tentang penganggaran karena salah satu fungsi pokoknya adalah sebagai pengawas Legislatif dalam melaksanakan atau mengaplikasi anggaran yang telah disepakati dengan Eksekutif (DPRD). Salah satu fungsi pokok di atas adalah mengaplikasi anggaran dan pengawasan yang akan dilaksanakan salah satunya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Tanjung (2010:1-2) menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan refonnasi manajemen keuangan negara baik pada pemeri..~tah pusat maupun pada pemerintah daerah dengan ditetapkannya paket undangundang bidang kcuangan negara, yaitu UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa Gubemur/Bupati!Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambanya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24 tahun 2005).

3 Di sampmg Undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dae~ sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada lntinya semua peraturan tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Namun, setelah empat tahun berlakunya paket undang-undang tersebut, delapan tahun sejak otonomi yang luas kepada dae~ dan sepuluh tahun setelah reformasi, hampir belum ada kemajuan signifikan dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan Negara/Daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam tiga tahun terakhir secara umurn masih buruk Kondisi ini semakin memburuk, sebagaimana diungkap dalam siaran pers BPK RI pada tanggal 15 Oktober 2008 yaitu : dilihat dari persentase LKPD yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama periode 2004-2007 semakin menurun setiap tahunnya. Persentase LKPD yang mendapat opini WTP semakin berkurang dari 7% pada tahun 2004 menjadi 5% pada tahun berikutnya dan hanya 1% pada tahun 2006 dan 2007. Sebaliknya, LKPD dengan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) semakin meningkat dari 2% pada

4 tahun 2004 menjadi 17% pada tahun 2007 dan pada periode yang sama opini Tidak Wajar (TW) naik dari 3% menjadi 19%. Kondisi yang semakin buruk ini sangat memprihatinkan mengingat dana yang dikelola oleh pemerintah adalah dana publik. Di samping itu, kondisi ini merupakan tantangan (tugas rumah) bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan mereka dengan menerapkan akuntansi menuju transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Dewi (2011 :5) menunjukkan bahwa hasil penelitian ini mengindikasi bahwa, pertama, personal background tidak berpengaruh terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Kedua, political background tidak berpengaruh terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Ketiga, pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran tidak berpengaruh terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Keempat, pemahaman anggota DPRD terhadap Peraturan, Kebijakan dan Prosedur tidak pengaruh terhadap kapabilitas anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah (APBD). Utomo (2011 :6) menunjukkan bahwa variabel pengetahuan dewan tentang anggaran dan variabel moderasi akuntabilitas, transparansi kebijakan public, partisipasi masyarakat serta komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). Wahyuningsih (2010:69-70) menunjukkan bahwa berkenaan dengan pelaksanaan fungsi anggaran, para responden menjelaskan bahwa

5 sebenamya para anggota dewan tidak harus mampu secara detail menguasai di dalam menganalisis dan menyusun penganggaran. Namun mereka harus mampu membaca arah dari usaha pembangunan daerah mereka sendiri. Anggota dewan harus memiliki kemampuan untuk membuat arah kebijakan anggaran dan ini harus sering diajarkan. Penyusunan anggaran membutllhkan sekitar 30% kemampuan teknis. Dari kebutuhan teknis tersebut, kondisinya kurang lebih masih 10 % dari kemampuan teknis para anggota dewan yang kuasai dan ini berarti masih belum memadai. Kemampuan sikap perilaku beretika juga masih rendah sehingga memerlukan pembinaan kompetensi bidang etika sebagai anggota dewan. Sedangkan untuk memahami perubahan sistem anggaran dari Line Item Budgeting menjadi Performance Budgeting, DPRD Kota Sukabumi berencana melakukan seminar dan workshop untuk mendalami proses penyusunan APBD, yang berhubungan dengan Program Pembangunan Daerah (Properda). Berdasarkan informasi dari responden terutama yang telah terpilih kembali, DPRD Kota Sukabumi dipersepsikan telah menjalankan fungsi pengendalian/kontrol agak berlebihan. Pengawasan yang telah dilakukan selama ini justru sampai pada hal-hal yang sangat detail seperti pemeriksaan kuitansi-kuitansi, yang semestinya tidaklah demikian. Pengendalian yang dijalankan oleh para anggota DPRD ini semestinya adalah kontrol terhadap kebijakan saja Artinya, para anggota DPRD Kota Sukabumi mengawasi kebijakan yang dijalankan oleh Pemda sesuai rencana komitmen semula

6 yang telah disepakati bersama sebelumnya Jika dewan melakukan kontrol semacam ini, maka dewan akan kehabisan waktu hanya untuk mengawasi terus. Menurut para responden, kemampuan DPRD Kota Sukabumi dalam menjalankan pengawasan sudah cukup bagus. Pengawasan yang dijalankan para anggota DPRD Kota Sukabumi antara lain ikui menyertakan mitra kerja komisi-komisi DPRD. Ini bentuknya adalah melalui Rapat Dengar Pendapat, hila diperlukan maka dapat dilakukan kunjungan ke lapangan. Menurut responden, untuk meningkatkan kompetensi anggota DPRD ini sangatlah sulit bahkan hampir tidak mungkin dengan alasan karena para anggota dewan ini dipilih berdasarkan pilihan politik bukannya keahlian. Apabila memang harus dilakukan pengembangan kompetensi, maka cara yang paling efektif menurut responden adalah program Diklat dilakukan pada saat mereka belum menduduki jabatan dan masih di kepartaian. Berbagai persoalan tidak memadainya kompetensi yang dimiliki oleh para anggota dewan dalam menjalankan 3 (tiga) Tupoksi-nya, seluruhnya berakar pada sistem pembinaan para kader yang seharusnya dijalankan oleh mesin partai politik. Penyiapan para kader termasuk para anggota dewan ini dilakukan dengan melakukan pendidikan politik dikalangan grass root (kalangan masyarakat luas), di mana partai politik mempakan tempat berlabuh dari para anggota dewan. Pendidikan politik ini berisikan kompetensi-kompetensi yang relevan dengan Legislating- Budgeting.

7 Werimon, et al. (2007:23-24) menunjukkan bahwa kesimpulan yang dapat diambil dari basil penelitian ini: 1). Hasil analisis regresi terhadap hipotesis pertama dapat dilihat bahwa pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), 2). Hasil analisis regresi terhadap hipotesis ke dua dapat dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh negatif signifikan terhadap pengawasan APBD, 3). Berdasarkan basil uji hipotesis ke tiga dapat dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signiftkan terhadap pengawasan APBD, 4). Berdasarkan Hasil uji hipotesis ke empat dapat dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan teihadap pengawasan APBD. Anwar (2009) mengungkap bahwa masalah muncul dalam suatu daerah dikarenakan Anggota DPRD tidak banyak yang memahami Laporan Keuangan yang dibuat oleh Eksekutif, sehingga Legislatif seringkali mengundang para ahli keuanga.tl (Konsultan Keuangan) dalam membaca Laporan Keuangan suatu daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan para anggota DPRD terhadap kinerja pemerintah daerah belum dapat berjalan dengan baik. Dalam hal pelayanan yang diberikan pemer'.ntah daerah terhadap masyarakat, DPRD diharapkan lebih peka dan proaktif dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.

8.. ~--~ - Buruknya peran DPRD dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat dapat dibuk:tikan dengan banyaknya anggota DPRD daerah maupun provinsi yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi. Berdasarkan berita yang dimuat pada Tempointeraktif.com pada tanggal 28 Juli 2010 bahwa Kejaksaan sedang melakukan pemeriksaan sebanyak 101 kasus selama satu semester atas adanya dugaan korupsi di Jawa Tengah yang melibatkan anggota DPRD. Hal lain yang memperburuk kinerja DPRD dalam perannya,... mengawasi kineija pemerinta.t~ daerah adalah kurang disiplinnya anggota DPRD dalam kehadiran. Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan diatas, buruknya peran pengawasan DPRD menyebabkan tidak adanya pengaruh,- ukuran DPRD terhadap kineija keuangan pemerintah daerah Sumber lain di tunjukkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (2011) menunjukkan bahwa masalah utama dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah unsur Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini diperkuat oleh Cendrawasih POS (2011) juga mencantumkan bahwa BPK mengungkap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) jeblok dikarenakan Sumber Daya Manusia yang tidak mampu dalam hal keuangan. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman atau pengetahuan anggota DPRD tentang keuangan sangat rendah, sedangkan keuangan erat hubungannya dengan sistematika Laporan Keuangan agar dapat mengetahui atau memahami pelaksanaan anggaran yang telah dibuat. Maka sudah sepatutnya Anggota DPRD memahami Laporan Keuangan agar dapat melaksanakan salah satu fungsi pokoknya sebagai pengawas anggaran

9 dalam satu daerah yang dilaksanakan atau dipimpin oleh kepala daerah (Legislatif). Hal ini tidak terlalu berbahaya jika lndependensi Konsultan Keuangan dapat dipertanggungjawabk~ tetapi sangat berbahaya jika terdapat kerjasama terjadi antara Eksekutif dengan Konsultan Keuangan yang ditunjuk oleh Legislatif, karena pelaksanaan anggaran dapat diselewengkan sehingga tujuan yang telah disepakati pada saat anggaran dibuat tidak akan dapat dievaluasi dengan melihat Laporan Keuangan yang ada. Dari beberapa kasus atau kejadian yang terjadi diatas dan pada seminar nasional yang ditulis oleh Yuhertiana (2009: 1) menunjukkan bahwa penelitian pemahaman anggota DPRD terhadap keuangan masihjarang dilaku.'wl. Oleh karena itu peneliti terinspirasi untuk melihat apakah DPRD Kabupaten Sidoarjo dapat melaksanakan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sesuai dengan standar yang ada. Inspirasi itu muncul karena peneliti mendapatkan informasi dari beberapa wartawan yang menyatakan bahwa Laporan Kewmgan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Sidoarjo perlu efaluasi kembali. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah atau dasar pemikiran tersebut diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi rumusan masalah yang

10 mendasari pembahasan selanjutnya, masalah tersebut terumuskan sebagai berikut: "Bagaimana Pemahaman Anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah" 1.3. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam pembahasan ini. Adapun tujuan tersebut adalah peneliti ingin mengetahui sejauh mana Anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo dapat memahami Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Peneliti mempenyai tujuan lain yaitu ingin mengetahui sejauh mana Anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo menanggapi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil da!am penelitian ini peneliti membagi dalam 2 (dua) hal, diantaranya : 1.4.1. Manfaat Teoretis Setelah penelitian ini dilakukan dan menghasilka'l sesuatu yang baru maka dapat membuktikan sejauh mana penerapan teori standart akuntansi pemerintah dapat dimengerti oleh para pelaku keuangan pemerintah. Dengan demikian manfaat penerapan teori pada pelaksanaan dilapangan dapat dievaluasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

11 1.4.2. Manfaat Praktis Setelah penelitian ini dilakukan dan menghasilkan sesuatu yang baru maka dapat menambah keilmuan bagi beberapa pihak, diantaranya para pelaku keuangan pemerintahan. Sehingga dapat membuat inovasi tentang aplikasi Laporan Keuangan Pemerintah 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Agar pemecahan masalah dapat lebih spesifik dan akurat pembahasannya, maka penulis akan semaksimal mungkin mencari data tentang Standart Laporan Keuangan Pemerintah pada Anggota DPRD yang menangani langsung tentang Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yaitu Anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo terurama yang berada di alat kelengkapan DPRD Kabupaten Sidoarjo yang mengefaluasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DPRD Kabupaten Sidoarjo.