BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
SANG PELAUT DARI BELITUNG: DAMPAK TINGGAL DI DARAT TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL- BUDAYA SUKU SAWANG ( )

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fendra Pratama, 2014 Perkembangan Musik Campak Darat Dari Masa Ke Masa Di Kota Tanjung Pandan Belitung

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

PENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang)

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ternyata tidak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BUDAYA MARITIM NUSANTARA DAN GERAKAN KEMBALI KE LAUT

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata saat ini membawa pengaruh positif bagi masyarakat yaitu meningkatnya taraf

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

MAKNA INTEGRASI DENGAN INDONESIA MENURUT ORANG PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

I. PENDAHULUAN. tidak hilang seiring dengan kemajuan zaman, karena budaya merupakan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya

Kebijakan Pengembangan SDM, Iptek dan Budaya Maritim dalam Mendukung Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara maritim sebagian besar penduduk menggantungkan

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

BAB V PENUTUP. Setelah semua tahap penelitian dilaksanakan, maka peneliti ini dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara.

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

Bab VI Analisa Pendahuluan

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Bangka-Belitung merupakan daerah kepulauan, terdiri dari Pulau

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi simpulan dari hasil temuan di lapangan mengenai dampak yang ditimbulkan dari kebijakan untuk tinggal di darat terhahap kelestarian budaya Suku Sawang di Pulau Belitung tahun 1936-2012. Selain itu penulis memberikan saran atau rekomendasi yang diajukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun kesimpulan yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut: A. Simpulan Pertama, Sebagai salah satu tipe kekuatan yang menggerakkan dinamika kemaritiman di nusantara, meskipun diperkirakan berasal dari wilayah Filipina Selatan yakni kepulauan Sulu oleh para peneliti dan ada yang ada yang menyebutkan berasal dari Semenanjung Tanah Melayu berdasarkan cerita turun temurun, komunitas Adat Suku Sawang sendiri dianggap sebagai penduduk awal Pulau Belitung puluhan bahkan ratusan lalu memang memiliki kebudayaan dan tradisi maritim yang kaya. Di masa lalu, Suku Sawang turut serta berkontribusi dan menjadi saksi hidup dari ramainya jalur perdagangan internasional yang melalui perairan Belitung. Dengan kehidupan alami di atas perahu atau kulek Suku Sawang seakan terisolasi dengan tradisi mereka sebagai Orang Laut atau dengan kata lain kondisi sosial budaya dan ekonomi mereka masih sangat asli. Namun perubahan adalah sesuatu yang wajar bagi suatu masyarakat dan pasti terjadi mengingat hakikat dari manusia yang dinamis. Tak terkecuali bagi Suku Sawang yang waktu itu masih berjumlah cukup banyak, seiring waktu ketika Bangsa Belanda mulai menancapkan kekuasaannya di Pulau Belitung dan membuka pertambangan timah pada tahun 1851. Pada masa-masa itulah tiga tipe kekuatan maritim yakni Suku Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut sudah digantikan dengan kekuatan kapitalis dan kolonialis Belanda. Suku Sawang sejak awal sudah dilibatkan perannya dalam perkembangan tambang timah Belanda yang sempat sangat Berjaya di Bumi Laskar Pelangi kini. Menetapnya Suku Sawang di daratan tidak lepas dari peranan Belanda sendiri lewat tambang timahnya. 1

2 Pada tahun 1936 sebagian besar Orang Sawang mulai di rekrut sebagai buruh di pertambangan timah dan untuk pertama kalinya mereka dirumahkan dengan dibuatkan perumahan seperti di daerah Birok Tanjung Pandan berupa perumahan bedeng diatas air dan di Belitung Timur tepatnya di Desa Selingsing. Tujuan utama Orang Sawang di daratkan pada waktu itu adalah untuk memudahkan kontrol dan koordinasi Orang Laut sebagai buruh tambang. Pada tahun-tahun tersebut lah Orang Sawang perlahan berinteraksi dan mengenal kebudayaan dan cara hidup orang-orang darat sehingga terjadi kontak kebudayaan (cultural contact) yang seiring waktu yang lama tentu akan menimbulkan suatu perubahan sosial budaya. Meski demikian sebenarnya masih banyak dari mereka yang tetap melakukan tradisi dan hidup dalam kebiasaan lamanya sebagai orang laut bertolak belakang dengan kebiasaan orang-orang di daratan yang sehingga menimbulkan suatu stereotipe negatif terhadap orang-orang Sawang mulai dari Suku terpencil, tidak berpendidikan, jorok, tidak punya agama, boros yang diwakilkan semunya dengan panggilan yang dianggap sebagai Orang Sawang sebagai hinaan yakni, Suku Sekak. Memasuki masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945 Suku Sawang tetap hidup dengan kehidupan tradisional nya yang nomaden Kedua, memasuki masa pemerintahan Republik Indonesia (1945-1970), Suku Sawang tetap bekerja sebagai buruh kasar di perusahaan tambang timah yang masih beroprasi dan tetap hidup sesuai kehidupan sosial budaya dan ekonomi aslinya sebagai orang laut hingga di anggap sebagai Suku Terasing. Hingga pada masa pemerintahan Orde Baru yang sangat berambisi pembangunan lewat Rencana Pembangunan Lima Tahunnya (REPELITA) melakukan pembaharuan dari segala aspek terutama ekonomi dan sosial. Orang Laut Sawang yang dianggap sebagai Suku Terasing dan tertinggal pun menjadi perhatian. Suku Sawang yang dianggap sebagai masyarakat terasing pun pada masa itu dianggap sebagai masalah sosial yang tentunya akan menghambat pembangunan yang sedang digencarkan. Di Belitung yang masih menjadi bagian dari Sumatera Selatan waktu itu pada tahun 1970-an Melalui Departemen Sosial (Depsos) akhirnya melaksanakan Proyek Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat Terasing (PKSMT) untuk melakukan pembinaan terhadap Suku Terasing sebagai

3 masalah sosial yang lekat dengan kemiskinan, ketertinggalan dan lain-lain. Untuk memantapkan dan menstabilkannya maka dibuatkanlah program-program pembangunan bagi Suku Sawang tersebut termasuk untuk memukimkan mereka Orang-orang sawang yang masih hidup nomaden di yang sekarang di Desa Kampong Laut dan yang kedua tahun 1985 di daerah Juru Seberang Kecamatan Tanjung Pandan Kabupaten Belitung. Perubahan sosial budaya yang sifatnya disengaja pemerintah lewat program-program pembinaannya tersebut nyatanya kurang berjalan efektif dan terkesan hanya melakukan pembangunan yang bersifat fisik relokasi dengan memukimkan Orang Sawang sebagai indikator keberhasilan program dan melakukan koversi agama terhadap Orang laut tanpa memperhatikan aspek kelestarian budaya dan aspek kesejahteraan lainnya. Dari perumahan yang diberikan awalnya banyak yang menempati tetapi lama kelamaan ditinggalkan untuk kembali hidup dilaut dan dalam aspek religinya mereka masih terikat dengan kepercayaan animisme dan shamanisme. Program terus berjalan hingga tahun 1999 program berganti nomenklatur menjadi Pembinaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT). Tentunya untuk melakukan perubahan yang positif demi kesejahteraan Orang-orang Sawang tersebut dan mampu beradaptasi dengan lingkungan di daratan tentu harus dilakukan secara berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Meskipun yang dimaksud sekarang adalah pemberdayaan dan berbagai program telah dijalankan namun yang terjadi adalah Orang Laut hanya tergantung terhadap bantuan yang diberikan mengingat aspek non fisik atau mentalitas mereka sebagai orang laut belum terbaharui sepenuhnya. Ketiga, Suku Sawang yang sudah mulai menetap di darat mau tidak mau harus melakukan adaptasi untuk menyesuaikan diri dan bertahan/survive dengan struktur sosial masyarakat daratan yang ada. Dari dua sisi struktur yang sifatnya membebaskan dan memaksa, ada faktor yang memaksa yang membuat Orang Sawang harus berubah dan menyesuaikan diri yakni berbagai stereotipe negatif yang terjadi terhadap orang laut dan sebenarnya kemiskinan yang yang mereka alami justru disebabkan oleh budaya dan tradisi lama mereka sendiri yang menghambat kearah kemajuan atau disebut juga sebagai kemiskinan kultural. Diantara mentalitas negatif yang menghambat tersebut seperti mental materialistis

4 dari Suku Sawang dan terkesan boros dalam memnfaatkan uang atau harta yang di dapatkan tanpa memikirkan masa ke depan. Mentalitas negatif yang ada pada Orang Sawang lainnya adalah kesadaran akan pendidikan yang rendah dari Orang-orang Sawang. Terlihat dari rata-rata Orang Sawang yang berpendidikan rendah yakni sebatas lulus SD atau SMP. Keempat, sejak Suku Sawang tinggal dan menetap di darat pada masa pemerintahan Hindia Belanda memang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan sistem sosial maupun budayanya pun turut berubah. Pada masa Pemerintahan Republik Indonesia mulai tahun 1970 an dan tahun 1985 Suku Sawang di daratkan dan dirumahkan di Desa Kampong Laut dan Juru Seberang dikarenakan ingin melakukan perubahan sosial budaya yang disengaja dengan harapan akan terjadi perubahan yang positif terhadap Suku Sawang yang salah satunya menyesuaikan Suku Sawang dengan salah satu agama yang diakui pemerintah yakni agama Islam serta merubah budaya Orang Laut yang sekiranya sudah tidak sesuai dengan kehidupan di masa sekarang. Program pemberdayaan Masyarakat Adat Sawang pun dihentikan pada tahun 2012 setelah Belitung dinyatakan bebas dari wilayah KAT oleh pemerintah pusat. Namun yang terjadi adalah mentalitas negatif dari Orang Laut yang masih belum berubah. Sebaliknya, perubahan yang terjadi nampaknya adalah perubahan yang tidak diharapkan dimana tercabutnya akar kebudayaan maritim Suku Sawang Belitung yang telah terbangun bepuluh bahkan beratus-ratus tahun. Perubahan sosial yang terjadi membuat adat dan tadisi bahari Suku Sawang yang seharusnya terjaga serta dilestarikan terancam punah sepenuhnya di masa kini. Punah nya kebudayaan bahari Orang Sawang dan diperburuk dengan semakin sedikitnya wujud Orang Sawang asli disebabkan beberapa faktor antara lain: 1. Merasa Malu Akan Identitas Pribadi sebagai Suku Sawang atau Muang Suku 2. Adanya Perkawinan Campuran Dengan Masyarakat Melayu Belitung 3. Semakin Berkurangnya Para Tetua Atau Suku Sawang Asli Penulis melihat bahwa proses kepunahan yang terjadi pada kebudayaan maritim Suku Sawang tidak lah bijak jika dikatakan bahwa penyebab utamanya adalah karena pemerintah melakukan relokasi dengan program-programnya. Hal

5 tersebut dikarenkan tentu pemerintah mempunyai niat baik untuk meningkatkan kesejahteraan Orang Sawang hingga mereka dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dengan menyesuaikan kebudayaan Sawang yang sudah tidak lagi sesuai seperti kepercayaan mereka hingga kepada ekonomi dan kesehatannya. Dari fakta sejarah yang ditemukan justru yang pertama kali memperkenalkan kehidupan daratan dan membuat Orang Sawang perlahan-lahan tinggal di darat adalah pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yang justru tujuannya adalah untuk mengeksploitasi tenaga dan jasa Orang-orang Sawang lewat perusahaan tambang timahnya di Belitung. Jika dilihat dimasa kini masih banyak Orang-orang Sawang yang terjebak dalam kemiskinan, hal tersebut juga tidak bisa dikatakan karena program-program pemberdayaan pemerintah yang gagal, namun juga dikarenakan adanya kemiskinan kultural yakni kemiskinan yang justru disebabkan karena kebudayaan dan mentalitas negatif dari Orang Sawang sendiri yang menjadi tujuan pemerintah untuk dirubah. Tentu yang penulis maksud kebudayaan maritim yang perlu dilestarikan disini adalah kebudayaan positif dari Orang Sawang yang penting untuk dilestarikan sebagai jati diri bangsa seperti kesenian maritim, bahasa Orang Laut, pengobatan-pengobatan tradisonal yang bermanfaat, serta nilai-nilai positif yang terkandung seperti semangat gotong royong yang tercermin dalam tradisi muang jong, semangat menjaga ekosistem laut dan kearifan lokal Orang Sawang lainnya yang sangat kaya. Dimasa kini memang Orang Sawang sudah tidak lagi terasing dengan telah membaurnya Orang Laut di lingkungan masyarakat Belitung. Namun seperti gambaran seorang Suku Sawang asli yang penulis kunjungi yakni Pak Sepur yang terakhir penulis temui bahkan belum memiliki rumah hunian yang layak dan tentunya kebanyakan Orang Sawang lainnya adalah fakta bahwa Orang Laut masih tetap terasing dan terpinggirkan secara ekonomi, pendidikan, maupun politik. Karena selama Suku Sawang masih belum menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan masih terjebak dalam kemiskinan dan jauh dari kata kesejahteraan.

6 B. Rekomendasi Sekali lagi bahwa perubahan adalah sesuatu yang wajar, namun yang menjadi bertanyaan utamanya adalah apakah perubahan yang terjadi tersebut terjadi secara positif ataukah negatif. Suku Sawang dan kebudayaan maritim yang telah terbangun puluhan bahkan ratusan tahun semestinya menjadi aset bangsa Indonesia sebagai negara mairitim yang patut di pertahankan. Memang ada beberapa aspek kehidupan Orang laut yang harus disesuaikan dengan di masa sekarang di bidang pendidikan, agama, kesehatan, ekonomi dan mata pencahariannya. Namun Budaya yang dimaksud disini adalah segala kearifan lokal seperti kesenian, bahasa Orang Laut yang kaya kan nilai-nilai kemaritiman yang positif. Perlu adanya kerjasama dan sinergitas dari beberapa pihak untuk melestarikan kebudayaan maritim Suku Sawang tersebut dan meningkatkan kesejahteraannya. Dengan begitu akan muncul rasa kebanggaan dari bangsa kita sendiri akan budaya maritimnya, utamanya rasa bangga Orang Sawang sendiri akan jati dirinya sebagai Suku Laut dengan kebudayaan mairitmnya. Untuk itu berikut adalah saran atau rekomenasi yang penulis tujukan kepada beberapa pihak yakni: 1. Pemerintah Kabupaten Belitung Peran pemerintah selaku pemangku kebijakan amat penting perannya dalam menjaga kelestarian budaya maritim Suku Sawang dan meningkatkan taraf kehidupan Suku Sawang. Memang sejak tahun 2012 dikatakan Belitung sudah dinyatakan bebas dari daerah yang terdapat komunitas adat terasing. Memang sudah sulit membedakan yang mana Orang Sawang dengan masyarakat lainnya di daratan Belitung yang dikatakan sudah tidak lagi terasing karena sudah membaur. Namun semoga pemerintah setempat juga bisa menyadari bahwa Suku Sawang adalah aset kekayaan daerah, lebih luasnya lagi adalah kekayaan bangsa bukan nya sebagai masalah sosial yang seakan sulit disembuhkan. Jika paradigma program pemerintah dahulu untuk membina hingga memberdayakan Suku Sawang maka seharusnya hasil yang terlihat bukan hanya ada pemukiman dan Orang Sawang sudah hidup membaur, tetapi bagaimana adanya peningkatan

7 kesejahteraan mereka sebagai Orang Laut yang telah lama mendiami Pulau Belitung. Peningkatan kesejahteraan yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk bantuan fisik saja, namun kepada menumbuhkan kesadaran Suku Sawang hingga menumbuhkan kebanggaan akan jati dirinya sebagai Orang laut. Salah satu aspek non-fisik yang perlu diprioritaskan adalah pendidikan utama pada generasi muda Sawang. Dengan harapan semoga dengan perhatian yang dilakukan dapat membuat Orang Sawang sendiri dapat mandiri dan berdikari dan lepas dari kemiskinan yang membuat mereka tetap termarginalkan. Penting bagi pemerintah juga untuk secara aktif melibatkan peran serta masyarakat luas baik itu dunia usaha, PT, kemitraan yang dapat membantu integrasi suku sawang, menjamin hak-haknya, dan melestarikan budaya Suku Sawang yang semestinya dilestarikan. Keterlibatan pihak lain seperti dalam bentuk penelitian terhadap Suku Sawang perlu dan harus mendapat dukungan penuh oleh pemerintah utamanya penelitian yang dilakukan oleh putra daerah sendiri. Tentu jika ingin melakukan perubahan yang positif bagi Orang Sawang tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Untuk menciptakan perubahan yang diinginkan bersama, tentu harus ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan Orang-orang Sawang dan pihakpihak lain yang terkait yang apa yang mereka inginkan dan sebaiknya dilakukan. Sehingga setiap kebijakan yang dibuat sifatnya adalah timbal balik atau tidak lagi top down tetapi juga down to top. Keberadaan Komunitas Suku Sawang sendiri pun bisa menjadi potensi pengembangan ilmu pengetahuan dan pariwisata bagi daerah. Untuk memperkuat jati diri dan kebanggaan mereka sebagai Orang Laut, ditengah meningkatnya arus pariwisata di Pulau Belitung sebagai aset daerah dan bangsa, ada baiknya komunitas Suku Laut Sawang tersebut dibuatkan pemukiman yang sebaik-baiknya di dekat tempat alami mereka yakni di pesisir yang nantinya bisa dijadikan sebagai sebuah media konservasi sejarah dan budaya tetapi juga sebagai kampung wisata yang tentunya bisa menjadi media pembelajaran bagi persekolahan dan menjadi sumber pendapatan daerah. Tentu saja hal demikian akan banyak memberikan dampak positif baik bagi daerah, ilmu, pengetahuan, masyarakat setempat, dan tentunya bagi Orang Sawang sendiri.

8 2. Masyarakat Belitung dan Pihak-Pihak Lain Yang Terkait Seperti yang diarahkan di dalam program PKAT sebelumnya bahwa konsep pemberdayaan yang ditekankan berarti ada keterlibatan dari masyarakat sekitar untuk membantu Komunitas Adat Terpencil dalam hal ini Suku Sawang untuk meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup Suku Sawang. Masyarakat sekitar lokasi pemukiman KAT yang dimaksud seperti PT, dunia usaha, lembaga sosial, dan perorangan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa sinergitas dengan pemerintah daerah setempat perlu dilakukan. Karena meski program PKAT sudah berhenti, tentu upaya pembinaan harus terus dilakukan untuk melanjutkan dari apa yang sudah dilakukan dari program pemerintah sebelumnya. Kemitraan AMAIR yang di jalankan oleh pemuda dan pemudi asli Belitung untuk menfasilitasi dan melakukan penelitian terhadap komunitas Suku Sawang di Desa Selingsing gantung misalnya ada bentuk positif kegiatan pemberdayaan yang perlu di dukung penuh pemerintah dan diperbanyak keberadaannya. Dengan seniergitas antara pemerintah dan berbagai pihak tersebut dalam azas gotong-royong akan memungkinkan terciptanya program-program pemberdayaan yang akan bermanfaat bagi Orang Sawang baik itu kebutuhan dalam bidang pendidikan, ekonomi, seni dan budaya misalnya dengan mendirikan dan menfasilitasi sanggar-sanggar seni Suku Sawang seperti Sanggar Seni Ketimang Burong binaan Pak Idris Said. Masyarakat Belitung kebanyakan juga harus bekerja sama membantu Orang Sawang menguatkan dan Bangga akan jati dirinya sebagai Orang Laut. Karena sebenarnya kepunahan yang terjadi juga disebabkan oleh rasa rendah diri terhadap suku nya sendiri. Perlahan-lahan stereotipe atau pandangan lama masyarakat ke pada Suku Sawang atau Suku Sekak yang selama ini dipandang jorok, tidak berpendidikan, miskin, boros dan anggapan negatif lainnya harus dihilangkan. Karena bagaimana pun Orang Sawang juga adalah saudara sesama penduduk Pulau Belitung dan Penduduk Indonesia dalam arti luas dengan budaya maritimnya yang harus dilestarikan.

9 3. Dunia Pendidikan Upaya pelestarian dan proses penghilangan berbagai stigma negatif dari masyarakat terhadap Suku Sawang selama ini perlu juga dilakukan melalui sarana pendidikan terhadap generasi muda. Nilai-nilai kemaritiman, gotong royong, dan tentunya berbagai pengetahuan yang bisa digali dari kearifan lokal Suku Sawang perlu di tanamkan dalam pendidikan di persekolahan. Karena penulis sendiri yang asli putra Belitung sebelum melakukan penelitian awalnya tidak mengetahui betul secara mendalam apa itu Suku Sawang dan hanya sekedar mengetahui namanya saja. Melalui pembelajaran berbasis kelokalan seperti dalam pembelajaran sejarah sendiri ada yang di namakan sejarah lokal, pembelajaran tentu bisa diarahkan untuk menggali sejarah dan budaya dari Suku Sawang sehingga terjadi pengenalan dan kebanggaan akan kekayaan budaya maritim daerahnya. Untuk mata pelajaran lainnya seperti sosiologi atau pun misalnya keterampilan bisa mempelajari dan meneliti kehidupan serta kerajinan dari Komunitas Orang Sawang yang masih bisa ditemui. 4. Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, semoga penelitian penulis ini bisa menjadi acuan bagi penliti selanjutnya untuk mengembangkan dan menggali lebih banyak informasi mengenai Suku Sawang Belitung sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya Suku Sawang yang hampir punah. Penting bagi penelitian selanjutnya, utama yang dilakukan oleh putra daerah sendiri mengingat masih sangat sedikit dan minimnya informasi dan penelitian mengenai Suku Sawang di Pulau Belitung seperti informasi kesejarahan mengenai Suku Sawang di Belitung seperti masa atau periode pendudukan Jepang dari tahun 1942 dan masa awal-awal kemerdekaan pada tahun 1945 sehingga informasi yang didapatkan akan lebih komperhensif dan berkesinambungan seperti salah satu konsep esensial dalam sejarah yakni kesinambungan atau continuity.