Pudarnya Akal Sehat dalam Pilkada DKI Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
Mengapa Pilkada Jakarta Kali Ini Penting?

KAJIAN SEPUTAR PILGUB DKI JAKARTA Media Survei Nasional

Pertemuan Presiden Jokowi dengan Romahurmuziy Selasa, 22 November 2016

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

SAMBUTAN DIRJEN KESBANGPOL DISAMPAIKAN PADA FORUM KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGANAN FAHAM RADIKAL WILAYAH BARAT TAHUN 2014

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Metro TV dalam pengantar buku Mata Najwa: Mantra Layar Kaca, Dalam

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

Vonis Ahok, kampanye anti-cina, dan trauma 98

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

Politisasi Agama Menodai Demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

MENDENGARKAN HATI NURANI

RILIS HASIL SURVEI PILKADA DKI JAKARTA 2017

Edisi Pelajaran Kearifan Dari Kasus Ahok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis :

Kenapa Isu PKI Muncul

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SAMBUTAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

Kwin Kian Gie Tentang Kontroversi Pilkada Langsung

NOTA PEMBELAAN. BASUKI TJAHAJA PURNAMA TERHADAP TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA PIDANA No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR

BAB I PENDAHULUAN. yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa

Template for Microsoft PowerPoint

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

BAB I PENDAHULUAN. bentuk perwujudan dan bentuk partisipasi bagi rakyat Indonesia.

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

Fokus Malam Edisi Rabu, 24 Juni 2009 Tema : Politik Topik : Mencermati Iklan-iklan politik capres di Media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V. Penutup. yang terdiri dari gambar/foto, audio, dan video. 1. Kajian Propaganda dalam Teks

Bung Karno, pohon sukun dan Pancasila

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

Resensi Buku: Melawan Gurita Neoliberalisme. Oleh: Sugiyarto Pramono

MENJAGA INDONESIA YANG PLURAL DAN MULTIKULTURAL

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua;

1. Memiliki keyakinan, tidak ragu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Polemik di balik istiiah 'Islam Nusantara'

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

AMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015

RINGKASAN PUTUSAN.

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

Berawal dari kegelisahan tersebut kemudian pendiri mengemas gerakan melalui dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Penelitian mengenai Evaluasi Pemilihan Umum Pada Proses

BAB 1 PENDAHULUAN. menerapkan konsep, strategi dan teknik-teknik public relations salah satunya

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN

Ahok Tampar Rizieq dengan Elegan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

Pengantar Presiden RI pada Hari Pramuka ke-53, di Cibubur, Jakarta, Tgl. 14 Agustus 2014 Kamis, 14 Agustus 2014

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

Jokowi yang Mempertahankan Ahok, Ini Alasannya

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

MEMBACA KONVENSI UN, MENANTI SUARA GURU

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

FENOMENA PENYESATAN BERITA DI MEDIA SOSIAL

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

PIDATO POLITIK PIMPINAN PARTAI RAKYAT PEKERJA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

Sambutan Presiden RI pd Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2013, tgl.23 Juli 2013, di Jakarta Selasa, 23 Juli 2013

Transkripsi:

Pudarnya Akal Sehat dalam Pilkada DKI Jakarta Farhan Abdul Majiid 10 April 2017 12:27:46 sumber: liputan6.com http://www.kompasiana.com/famajiid/pudarnya-akal-sehat-dalam-pilkada-dki-jakarta_58eb12866523bdc06576991a Tulisan ini mungkin akan kurang disukai oleh pendukung fanatik kedua pasang calon. Akan tetapi, tampaknya penting bagi kita untuk kembali pada prinsip yang diteguhkan bersama, yakni keadilan. Menempatkan sesuatu sesuai dengan porsi dan peruntukannya, serta tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Menyaksikan fenomena pemilihan umum DKI Jakarta tahun ini seperti melihat sebuah ledakan yang telah diprediksikan sebelumnya. Bagaimana ekskalasi perwujudan ketidakpuasan terhadap petahana oleh banyak masyarakat Jakarta diperlihatkan bahkan sejak tahun yang lalu. Parahnya lagi, media massa menarik isu ini menjadi sebuah isu nasional yang tidak berkesudahan, sebab keuntungan memang tak bisa dielakkan. Akan tetapi, bila situasi ini terus didiamkan, akan kembali terjadi sebuah fragmentasi besar di pilkada lain di masa mendatang. Terkhusus pada pemilu presiden 2019. Maka, perlu kita pahami akar masalah dan mengapa bisa terasa sangat dahsyat seperti saat ini. Masalah terbesar yang menjadi penyebab keriuhrendahan pada pemilu Jakarta tahun ini adalah klaim masing-masing pendukung. Memang wajar bila pada masa kampanye setiap pasang calon dan tim sukses memoles citra sedemikian hebat. Hanya saja, saat ini hal itu bergeser menjadi klaim sepihak yang menegasikan kelompok di seberang. Klaim paling parah pada tiap pendukung ialah dua hal. Pada pendukung Ahok, klaim paling Bhinneka itu yang menjadi ancaman pada kebhinnekaan itu sendiri. Sementara pada pendukung Anies, klaim paling mewakili suara umat Islam itu pula yang akan berbahaya pada nilai keislaman yang selama ini terwujud di Indonesia. 1

Klaim Pendukung Ahok Klaim menjadi kelompok yang paling menghargai kebhinnekaan sebenarnya sebuah hal yang fatal. Apalagi jika disertai dengan klaim lanjutan bagi siapapun yang menolak dan mengkritisi Ahok adalah ancaman bagi kebhinnekaan. Hal semacam ini tidak sehat, sebab kebhinnekaan Indonesia jauh lebih luas perspektifnya dibandingkan yang dibayangkan oleh kelompok ini. Bhinneka Tunggal Ika, semboyan kebanggaan negeri kita direduksi menjadi seolah-olah bahwa mendukung golongan minoritas adalah perwujudan dari hal itu. Padahal, menghargai adanya perbedaan tidak selalu dapat tecermin dari dukungan pada kelompok minoritas. Memang, dalam beberapa kasus kelompok minoritas menjadi termarjinalkan. Dukungan yang diberikan seharusnya mengarah pada bagaimana cara untuk menyelesaikan diskriminasi. Bukan dengan menggeneralisir bahwa ketika seseorang dari kelompok minoritas menjadi calon Gubernur, lantas harus didukung. Argumentasi semacam ini akan menjadi sama saja dengan yang mendukung calon semata-mata karena alasan primordial. Ahok, dalam hal ini secara identitas memang masuk ke dalam kelompok minoritas ganda. Dia berasal dari kalangan non-muslim dan berketurunan Tiongkok. Bila memang ingin memberikan dukungan pada kelompok minoritas tersebut, bukan dengan mengklaim jika mendukungnya sama dengan mendukung Bhinneka dan jika tidak mendukungnya sama dengan menolak Bhinneka. Dukunglah mereka dengan memastikan hak dan kewajibannya sama dengan yang dirasakan oleh kelompok lain, terlepas dari minoritas atau mayoritas. Sebab, jumlah bukanlah penentu dari kepantasan untuk mendapatkan dukungan. Argumentasi lain dari kelompok ini terlihat ketika mereka melakukan klaim bahwa mendukung Ahok sama dengan menolak ideologi radikal. Bila mau menggali lebih jauh, permasalahan radikalisme ada pada setiap ideologi. Akan ada sekelompok kecil dalam spektrum pemahaman atas sebuah ideologi yang berjuang mati-matian idenya diwujudkan. Tidak hanya terbatas pada kelompok Islamis, seperti yang selama ini sering dituduhkan. Dan jika ingin dilihat dengan bijak, kelompok yang amat kuat memegang ideologinya, apapun itu, ada di balik kedua calon. Sehingga, tidak tepat jika menyatakan yang demikian. Lebih parah lagi ialah ketika muncul pula klaim Ahok adalah simbol dari kebhinnekaan tersebut. Hanya karena ia berasal dari golongan minoritas. Siapa pun, dari golongan mana pun, tidak berhak menjadi simbol sebuah kebhinnekaan. Sebab, kebhinnekaan itu 2

terletak pada keragamannya, bukan pada golongan tertentu. Klaim Pendukung Anies Masalah klaim sepihak ini juga muncul di kalangan sebagian pendukung Anies. Sebagian pendukungnya mengklaim, jika mendukung Anies sama dengan membela Islam. Klaim ini sebenarnya mereduksi makna pembelaan atas Islam yang memiliki spektrum yang luas. Ia terbentang dari membela melalui doa hingga dengan nyawa. Bukan hanya dibatasi pada masalah pilihan pada pilkada. Klaim ini pun dilanjutkan dengan klaim bila tidak mendukung Anies sama saja dengan tidak mendukung Islam, atau dengan terma yang sedang populer saat ini, menista agama. Padahal, apa yang dibawa dalam visi, misi, dan program kerja Anies pun tidak berdasarkan atas agama Islam. Gagasan Anies, bila mau membaca lebih, ialah soal Tenun Kebangsaan, yakni mempertemukan semua kelompok yang berbeda agar bersinergi dalam bingkai Indonesia. Memang, Islam masuk di dalamnya, namun tidak terbatas pada kelompok Islam saja. Sehingga, tidak tepat rasanya bila hal itu diklaim secara sepihak oleh sebagian pendukung kelompok ini saja. Hal lain yang sering diklaim ialah, bila tidak mendukung Anies, sama saja mendukung penista agama. Memang, calon lain, yakni Ahok sedang terjerat dalam kasus penistaan agama. Namun, tidak semua pendukung Ahok mendukungnya semata-mata karena menganggap apa yang dilakukannya tidak menista agama. Ada pula sebagian kelompok pendukung Ahok yang mendukung berdasarkan kinerja yang mereka nilai baik. Tentu, akan sulit bila Ahok telah terbukti menista agama secara hukum untuk mendukung. Sampai saat ini, bukti bahwa Ahok menista agama, berasal dari sikap MUI, yang tidak semua orang setuju pada sikap tersebut. Mengenai dukungan FPI Ada pula hal menarik lain yang terlihat pada dinamika pilkada Jakarta ini, yakni mengenai dukungan FPI. Selama ini, FPI distigmakan sebagai kelompok yang berpandangan radikal dan intoleran. Tentu, stigma ini ditolak mentah-mentah oleh anggotanya dan simpatisannya. Adanya stigma ini pun tidak terlepas dari pemberitaan media yang sering meliput aksi FPI yang berujung kekerasan. Pembelanya pun bermunculan setelah aksi 212 yang terbukti damai dan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Kecenderungan dukungan FPI ini pun dipandang berbeda oleh kedua kelompok. Kelompok 3

pendukung Ahok menilai, dukungan FPI kepada Anies adalah bukti bahwa Anies didukung oleh kelompok intoleran. Sementara itu, kelompok Anies melihat bahwa dukungan ini adalah sebuah bukti bahwa mereka tidak sepenuhnya menolak demokrasi, sebagaimana yang dilabeli selama ini. Selain itu, dari sikap kedua kandidat ini kepada FPI dapat terlihat bagaimana cara memperlakukan kelompok ini. Pendukung Ahok, melakukan pendekatan yang koersif. Terang-terangan menolak dan menganggap FPI sebagai kelompok yang intoleran, seperti stigma yang ada. Sementara, kelompok Anies, justru merangkulnya. Meski mungkin ada juga pendukung Anies yang menganggap FPI sebagai kelompok yang intoleran, mereka berharap, dengan dukungan ini aksi intoleransi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dapat dicegah. Bisa pula sebagai pendidikan politik demokrasi bagi yang selama ini dianggap tidak setuju dengan konsep demokrasi. Menghindari mudharat, mendatangkan maslahat Sikap yang seharusnya kita ambil dalam menghadapi pilkada Jakarta ini adalah menghindari mudharat dan mengupayakan mendatangkan maslahat. Pilkada Jakarta menjadi cerminan bagaimana seharusnya kita secara bijak mengelola masalah. Permasalahan pada pilkada ini memang kompleks. Mulai dari ketidakpuasan pada kinerja petahana, kasus penistaan agama yang menjerat petahana, hingga fenomena banjir bandang arus informasi yang tidak terkendali. Seharusnya masalah ini menyadarkan kita untuk tidak menggeneralisasi masalah dengan melakukan klaim kebenaran sepihak dan klaim kesalahan pada pihak yang berseberangan. Dapat dirasakan sendiri dampak dari klaim-klaim semacam ini. Pertama, memudarnya akal sehat. Dapat dilihat bahwa gagal pikir dan sesat pikir banyak terjadi pada proses pilkada ini. Bagaimana bisa, permasalahan yang sedemikian kompleks diselesaikan melalui perang meme. Gagasan pulau reklamasi dibalas melalui meme, begitu pula gagasan DP rumah 0% dibantah melalui meme. Hasilnya, bukan pencerdasan atas program yang ditawarkan, tetapi justru penghinaan pada kelompok yang di seberang. Kedua, terkurasnya energi bangsa secara tidak produktif. Banyaknya komentar yang tidak perlu untuk situasi di Jakarta, akhirnya hanya memperkeruh suasana. Adanya sebuah kekurangan di pihak lawan dieksploitasi melalui berita hoax, pun kelebihan di pihaknya juga diagung-agungkan melalui berita hoax. Padahal, modalnya hanya pelintiran pernyataan seseorang dan screenshot percakapan di WhatsApp. Isu lain yang lebih penting, seperti petani Kendeng yang memperjuangkan tanahnya, penyelesaian masalah 4

Freeport, hingga kejahatan perang di Suriah, menjadi luput dari fokus pemberitaan dan perhatian publik. Semua hanya berkutat pada masalah di Jakarta, sembari meragukan pula validitas berita yang dibaca. Hasilnya justru hanya berlelah tanpa bukti nyata. Ketiga, munculnya keretakan di masyarakat. Dari dahulu, perbedaan pendapat merupakan kewajaran di negeri yang amat beragam seperti Indonesia. Di awal berdirinya, perbedaan pendapat antara Soekarno dan Natsir mengenai perlukah Islam menjadi dasar negara tidak membuat keduanya hilang rasa saling hormat. Kemudian, kita pun sudah terbiasa hidup berdampingan dengan berbeda pilihan pada pemilu semenjak masa reformasi. Sayangnya, saat ini hal itu sulit ditemukan hanya karena ada perbedaan. Masayarakat yang seharusnya bisa bersama, justru dipecah oleh perbedaan pilihan. Keempat, timbul pula slogan pribumi dan non-pribumi. Hal semacam ini, sebenarnya sangat aneh jika muncul dalam pilkada Jakarta. Sebab, kedua calon gubernur memiliki keturunan asing di dalam darahnya. Ahok berketurunan Tiongkok, Anies berketurunan Arab. Baru mungkin kalau mau dilihat yang murni pribumi ada pada wakilnya. Djarot berasal dari Jawa, dan Sandiaga berasal dari Minang. Selain itu, isu pribumi dan non-pribumi pun tidak lagi relevan pada saat ini. Ancaman itu tidak selamanya datang dari luar pada masa sekarang. Dari dalam pun, dapat muncul ancaman dari orang yang tidak menghargai satu dengan yang lain. Terakhir, kita kehilangan esensi yang terpenting, yakni memilih pemimpin Jakarta melalui pilkada yang merupakan produk demokrasi. Seharusnya, perdebatan lebih mengarah pada bagaimana gagasan kedua calon dapat relevan bagi kemajuan Jakarta, baik secara fisik maupun non fisik. Selain itu, terdapat pula pendidikan berpolitik yang baik agar bisa memilih pilihannya dengan alasan yang tepat dan menghormati alasan orang lain untuk memilih. Jika ada yang ingin memilih berdasarkan keyakinan agama tak perlu dipermasalahkan, juga yang ingin memilih bukan berdasarkan keyakinan agama pun dipersilakan. Alangkah lebih baik bila kedua alasan itu didukung oleh argumentasi dari visi, misi, dan program. Pada akhirnya, pilkada Jakarta ini membuka mata kita untuk memperbaiki bangsa kita. Terus menerus memperbaiki diri dan mendorong perbaikan harusnya dikedepankan. Jangan sampai, kita berlelah-lelah untuk sesuatu yang tidak tepat. Berbeda pandangan itu tidak masalah, asalkan tidak sampai menzhalimi kelompok yang berlainan. Jangan pula mencitrakan diri yang paling baik dan lawan itu paling buruk. Mendewasalah, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. 5

Pesan untuk para pemilik hak pilih, gunakanlah secara bertanggung jawab hak kita. Di hari kemudian, akan ada pertanggungjawaban atas hak tersebut. Di samping itu, kita pun bertanggungjawab pada warga lain selama lima tahun. Jangan sampai, pilihan kita membawa pada pemimpin yang tidak menyejukkan. Jangan pula membawa pada permasalahan lain, baik dari segi hukum, ekonomi, dan kerukunan. Kita perlu berubah, menjadi bangsa Indonesia yang lebih dewasa dalam bersikap. Serta tidak tergesa dalam bertindak. Dapat menjadi teladan, baik dalam segi kebijakan, perbuatan, dan ucapan. Kita memang punya hak untuk memilih. Tapi jangan lupa, kita harus bertanggung jawab atas hak untuk memilih tersebut. Selamat berpesta demokrasi Jakarta. Semoga Gubernur Jakarta dapat membawa Ibukota menjadi tempat yang baik, adil, dan beradab. Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/famajiid/pudarnya-akal-sehat-dalam-pilkada-dki-jakarta_58eb12866523bdc06576991a 6