BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Sudibyo (2012), melakukan pengujian pengaruh variasi umur beton terhadap nilai kuat tekan beton dengan

BAB IV METODE PENELITIAN A.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Pratiwi (2016), dalam penelitiannya telah melakukan pengujian agregat halus, pengujian meliputi berat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB IV METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Struktrur Dan Bahan Kontruksi

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB IV METODE PENELITIAN

KAJIAN KUAT TEKAN BETON UMUR 90 HARI MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND DAN SEMEN PORTLAND POZOLAND. Oleh: F. Eddy Poerwodihardjo

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

BAB IV METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

ANALISA PERBANDINGAN KUALITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS QUARRY SUNGAI MARUNI MANOKWARI DAN KAMPUNG BUGIS SORONG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

Pengujian agregat dan kuat tekan dilakukan di Laboratorium Bahan

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

BAB 3 METODE PENELITIAN

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI PERAWATAN BETON TERHADAP SIFAT MEKANIK HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE UNTUK MEMPRODUKSI BETON KUAT TEKAN NORMAL

NASKAH SEMINAR 1 PENELITIAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN BIMA, SEMEN HOLCIM DAN SEMEN GARUDA DENGAN NILAI FAS 0,40 ; 0,45 DAN 0,50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT TEKAN BETON SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL PASIR LAUT DAN AIR LAUT.

IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DARI YOGYAKARTA TERHADAP KUAT TEKAN BETON 1. Andri Nanda Pratam.,Ir. As at Pujianto, M.., Restu Faizah, S.T., M.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Penentuan faktor air semen ini menggunakan metode Inggris

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap kuat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PERSENTASE BATU PECAH TERHADAP HARGA SATUAN CAMPURAN BETON DAN WORKABILITAS (STUDI LABORATORIUM) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Persen Lolos Agregat (%) A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta meliputi pemeriksaan agregat halus dan agregat kasar. Adapun hasil yang didapat adalah sebagai berikut. 1. Agregat Halus a. Gradasi agregat halus Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus (pasir) digambarkan pada Gambar 5.1. Gradasi yang digunakan adalah daerah gradasi No.4, yaitu pasir halus dengan modulus halus butir 2,66. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 pan 0.15 0.3 0.6 1.18 2.4 4.8 Gambar 5.1 Hubungan ukuran saringan dan persen lolos saringan agregat b. Berat Jenis dan penyerapan air Ukuran Saringan (mm) Sampel Batas atas Batas bawah halus Hasil pengujian berat jenis pasir kering jenuh muka diperoleh 2,42. Penyerapan air yang didapat dari hasil pengujian sebesar 11%. Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa agregat dibedakan 45

46 berdasarkan berat jenisnya terbagi menjadi 3 yaitu agregat normal, agregat berat dan agregat ringan. Agregat normal yaitu agregat yang berat jenisnya 2,5-2,7, agregat berat yaitu agregat yang berat jenisnya lebih dari 2,8 dan agregat ringan adalah agregat yang berat jenisnya kurang dari 2,0. Dari berat jenis yang didapat agregat halus yang berasal dari Kali Progo termasuk ke dalam agregat normal. Sudibyo (2012) menguji berat jenis dan penyerapan air agregat halus yang berasal dari Kali Progo, nilai berat jenis dan penyerapan air yang didapat adalah 2,42 dan 11%. Nilai berat jenis yang didapat tidak terlalu jauh dari nilai berat jenis yang di uji oleh Sudibyo. Tetapi nilai penyerapan air yang didapat memiliki selisih 2,904% dari nilai penyerapan air yang diperoleh oleh Sudibyo. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. c. Berat Satuan Berat satuan pasir SSD didapat sebesar 1,32 gram/cm 3. Berat satuan ini berfungsi untuk mengindikasikan apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Hal ini akan berpengaruh juga nantinya pada proses pengerjaan beton dalam jumlah besar, dan juga berpengaruh pada kuat tekan beton, dimana apabila agregatnya porous maka bisa terjadi penurunan kuat tekan pada beton. Berat satuan yang dimiliki agregat normal adalah 1,50-1,80. Dari hasil yang di dapat agregat halus berasal dari Kali Progo tidak termasuk dalam agregat normal. Sudibyo (2012) melakukan pengujian berat satuan pasir dari Sungai Progo, berat satuan yang di peroleh sebesar 1,23 gram/cm 3. Selisih berat satuan yang didapat pada penelitain ini dengan yang di peroleh Sudibyo adalah 0,09 gram/cm 3. Analisis dari pemeriksaan berat satuan dapat dilihat pada Lampiran 2. d. Kadar lumpur Agregat yang baik seharusnya mengandung kadar lumpur sekecil mungkin, karena hal ini dapat mempengaruhi kekuatan beton. Berdasarkan Tabel 3.3, hasil pengujian yang dilakukan kadar lumpur

47 yang diperoleh sebesar 3,13%, agregat halus di klasifikasikan sebagai agregat dengan kadar lumpur sedang yaitu 3%-5%. Syahputra (2010) melakukan pengujian kadar lumpur agregat halus yang berasal dari Sungai Progo, nilai kadar lumpur yang diperoleh sebesar 3,15%. Selisih kadar lumpur yang didapat dengan penelitian Syahputra adalah 0,02%. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. e. Kadar air Kadar air yang diperoleh dari hasil pengujian sebesar 1,5%. Kadar air yang didapat termasuk ke dalam kondisi basah. Syahputra (2010) melakukan pengujian kadar air agregat halus berasal dari Sungai Progo, nilai kadar air yang diperoleh adalah 0,81%. Kadar air yang di peroleh memiliki selisih 0,71% dari kadar air yang di peroleh Syahputra. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat halus No Jenis Pengujian Agregat Satuan Hasil 1 Gradasi Butiran - 4 2 Modulus Halus Butir - 2,66 3 Kadar Air % 1,5 4 Berat jenis - 2,42 5 Penyerapan Air % 11 6 Berat Satuan Gram/cm 3 1,32 7 Kadar Lumpur % 3,13 2. Agregat Kasar a. Berat jenis dan penyerapan air Berat jenis batu pecah jenuh kering muka adalah 2,69. Penyerapan air dari keadaan kering menjadi keadaan jenuh kering muka adalah 1,13%. Tabel 3.2 agregat dibedakan berdasarkan berat jenisnya terbagi menjadi 3 yaitu agregat normal, agregat berat dan agregat ringan. Agregat normal yaitu agregat yang berat jenisnya 2,5-2,7, agregat berat yaitu agregat yang

48 berat jenisnya lebih dari 2,8 dan agregat ringan adalah agregat yang berat jenisnya kurang dari 2,0. Dari berat jenis yang didapat agregat kasar yang berasal dari Clereng termasuk ke dalam agregat normal. Pratama (2016) menguji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar yang berasal dari Clereng, nilai berat jenis dan penyerapan air yang didapat adalah 2,86 dan 1,2%. Nilai berat jenis yang didapat tidak terlalu jauh dari nilai berat jenis yang di uji oleh Pratama. Tetapi nilai berat jenis yang didapat oleh Pratama memiliki selisih 0,17% dari nilai berat jenis yang diperoleh dan termasuk dalam agregat berat. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. b. Berat Satuan Berat satuan batu pecah adalah 1,55 gram/cm3. Berat satuan ini berfungsi untuk mengindikasikan apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Selain itu untuk agregat kasar, berat satuan digunakan untuk mengidentifikasikan jenis batuan dan kelasnya. Berat satuan yang dimiliki agregat normal ialah 1,50-1,80. Dari hasil yang di dapat agregat kasar yang berasal dari Clereng termasuk dalam agregat normal. Pratama (2016) melakukan pengujian berat satuan kerikil dari Clereng, berat satuan yang di peroleh sebesar 1,55 gram/cm3. Selisih berat satuan yang didapat pada penelitain ini dengan yang di peroleh Pratama tidak ada dan berarti sama. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. c. Kadar lumpur Kadar lumpur yang terdapat pada batu pecah dari Clereng adalah 0,12%, dengan berdasarkan Tabel 3.3 hasil pengujian ini lebih besar dari batas kadar lumpur yang telah ditetapkan yaitu 1%. Sehingga batu pecah ini tidak perlu dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. Pratama (2016) melakukan pengujian kadar lumpur agregat kasar yang berasal dari Clereng, nilai kadar lumpur yang diperoleh sebesar 1,55%. Selisih kadar

49 lumpur yang didapat dengan penelitian Pratama adalah 1,43%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. d. Keausan agregat Keausan batu pecah yang didapat dari pengujian sebesar 25,66 %. Dari Tabel 3.3 dapat dilihat hasil pengujian agregat kasar dari Clereng termasuk ke dalam kelas III. Ikhsan (2016) menguji keausan agregat kasar berasal dari Clereng, nilai keausan yang diperoleh sebesar 21,36%. Selisih nilai keausan yang di dapat dengan nilai keausan yang diperoleh Ikhsan sebesar 4,30%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. e. Kadar air Kadar air yang diperoleh dari hasil pengujian sebesar 0,67%. Kadar air yang dimiliki agregat kasar berasal dari Clereng termasuk ke dalam kondisi kering udara (Tjokrodimuljo, 2007). Ikhsan (2013) melakukan pengujian kadar air agregat kasar berasal dari Clereng, nilai kadar air yang diperoleh adalah 0,549%. Kadar air yang di peroleh memiliki selisih 0,121% dari kadar air yang di peroleh Ikhsan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5.2 Hasil pengujian agregat kasar No Jenis Pengujian Agregat Satuan Hasil 1 Kadar Air % 0,67 2 Berat Jenis - 2,69 3 Penyerapan Air % 1,13 4 Berat Satuan gram/cm 3 1,55 5 Kadar Lumpur % 0,12 6 Keausan % 25,66 B. Perancangan Campuran Beton (Mix Design) Dalam perancangan campuran beton yang dilakukan, tata cara perhitungan mengacu pada SK SNI 03-2834-2000. Perancangan beton ini bertujuan menentukan kebutuhan bahan-bahan yang dibutuhkan Adapun hasil dari

50 perancangan beton dapat dilihat dari Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 dan selengkapnya pada lampiran 7. Berat Tabel 5.3 Kebutuhan bahan penyusun beton untuk 1 m 3 Volume Variasi Semen Holcim Tiga Roda Gresik Satuan Air 185 185 185 liter Semen 333 333 333 kg Kerikil 1365 1365 1365 kg Pasir 455 455 455 kg Fly Ash 10% 37 37 37 kg Total 2375 2375 2375 kg Berat Tabel 5.4 Kebutuhan bahan penyusun beton untuk 3 benda uji Volume Variasi Semen Holcim Tiga Roda Gresik Satuan Air 2,65 2,65 2,65 liter Semen 5,30 5,30 5,30 kg Kerikil 21,14 21,14 21,14 kg Pasir 7,83 7,83 7,83 kg Fly Ash 10% 0,59 0,59 0,59 kg Total 37,51 37,51 37,51 kg C. Hasil Penyerapan Perawatan beton air laut dilakukan setelah beton sudah didiamkan ±24 jam dan dilepas dari cetakan silinder, hasil penyerapan dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6. Tabel 5.5 Hasil penyerapan air laut pada beton No Merk Semen Umur Perendaman Hasil Penyerapan (%) 1 Holcim 10 menit 0,471 2 jam 0,63

Hasil Penyerpan(%) 51 Tabel 5.6 Hasil penyerapan air laut pada beton (lanjutan) No Merk Semen Umur Perendaman Hasil Penyerapan (%) 7 hari 1,03 14 hari 1,17 28 hari 1,34 10 menit 0,364 2 jam 0,58 2 Tiga Roda 7 hari 1,06 14 hari 1,18 28 hari 1,22 10 menit 0,385 2 jam 0,55 3 Gresik 7 hari 0,96 14 hari 1,12 28 hari 1,17 Untuk hasil penyerapan beton, maka hubungan penyerapan dan waktu perendaman dapat dilihat pada Gambar 5.2. 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0 10 menit 2 jam 7 hari 14 hari 28 hari Waktu Perendaman (hari) Holcim 3 Roda Gresik Gambar 5.2 Hasil penyerapan beton

52 Dari hasil yang dapat dilihat pada Gambar 5.2, bahwa penyerapan umur 10 menit, 2 jam, 7 hari, 14 hari dan 28 hari pada semen Holcim, Tiga Roda, dan Gresik mengalami peningkatan. Untuk semen Tiga Roda dan Gresik pada saat umur 28 hari, penyerapan yang terjadi sudah mulai stabil. Sedangkan untuk semen Holcim, pada umur perendaman 28 hari penyerapan yang terjadi masih meningkat. Semakin lama umur perendaman, maka semakin banyak pula penyerapan yang akan dihasilkan. D. Hasil Pengujian Slump dan Pengujian Kuat Tekan Beton Pada pengujian slump dan pengujian kuat tekan pada semen Holcim, Tiga Roda, dan Gresik dengan bahan tambah fly ash 10% pada perendaman air laut pada umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari. Untuk hasil pengujian slump dan pengujian kuat tekan beton semen Holcim, Tiga Roda, dan Gresik adalah sebagai berikut. 1. Hasil pengujian slump Dari hasil pengujian slump yang dilakukan, didapat hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Hasil uji slump No Merek Semen Umur Perendaman (hari) 1 7 2 Tiga Roda 14 3 28 4 7 5 Gresik 14 6 28 7 7 8 Holcim 14 9 28 Nilai Slump (cm) 3,3 2,3 3,4 Berdasarkan Tabel 5.7 didapat hasil pengujian slump berturut-turut pada semen Tiga Roda, semen Gresik dan semen Holcim adalah 3,3 cm, 2,3 cm dan 3,4 cm. Didapat nilai pengujian slump tertinggi pada semen Holcim

53 dengan nilai slump sebesar 3,4 cm, pengaruh tinggi rendahnya nilai slump berpengaruh pada workability atau pengerjaan beton. Semakin tinggi nilai slump, maka semakin mudah dalam proses pengadukan, penuangan dan pemadatan., tetapi jika nilai slump rendah semakin sulit dalam proses pengadukan, penuangan dan pemadatan yang dilakukan. Untuk nilai slump yang normal yaitu antara 8-12cm. 2. Nilai kuat tekan beton Semen Holcim, Tiga Roda, dan Gresik Hasil pengujian kuat tekan beton pada semen Holcim dengan bahan tambah fly ash 10% pada umur perendaman 7 hari, 14 hari, dan 28 hari, dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9 sebagai berikut. Tabel 5.8 Hasil uji kuat tekan beton No Merk Semen Umur Kuat Tekan Rata-rata Perendaman (MPa) (MPa) 13,24 7 hari 17,78 9,56 13,53 19,71 1 Semen Holcim 14 hari 20,38 21,64 20,58 24,28 28 hari 13,99 26,18 21,46 7 hari 7,20 14,63 18,66 18,03 14 hari 18,39 17,75 2 Semen Tiga Roda 10,98 23,86 28 hari 24,40 22,63 21,21 22,27

Kuat tekan (MPa) 54 Tabel 5.9 Hasil uji kuat tekan beton (lanjutan) No Merk Semen Umur Perendaman Kuat Tekan (MPa) Rata-rata (MPa) 7 hari 16,62 14,63 11,24 12,66 13,43 3 Gresik 14 Hari 12,15 23,02 16,2 15,47 28 Hari 27,08 16,05 19,53 Dari hasil pengujian kuat tekan beton pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9, maka hubungan antara umur perendaman dengan kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 5.3. 30 25 20 15 10 5 0 0 7 14 21 28 Umur Perendaman (hari) Gresik Holcim Tiga Roda Gresik Tiga Roda Holcim Gambar 5.3 Hubungan antara umur perendaman dengan kuat tekan beton Dari Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa kuat tekan semen Holcim, Tiga Roda, dan Gresik pada saat umur perendaman 7 hari, 14 hari dan 28 hari

Kuat Tekan (MPa) 55 meningkat. Kuat tekan semen Holcim umur perendaman 7 hari meningkat hingga 14 Mpa, umur perendaman 14 hari meningkat 17 Mpa, umur perendaman 28 hari menjadi 22 Mpa, kuat tekan semen Tiga Roda umur perendaman 7 hari meningkat hingga 13 Mpa, umur perendaman 14 hari meningkat 15 Mpa, umur perendaman 28 hari menjadi 18 Mpa dan Kuat tekan umur semen Gresik umur perendaman 7 hari meningkat hingga 14 Mpa, umur perendaman 14 hari meningkat 17 Mpa, pada saat umur perendaman 28 hari menjadi 22 Mpa. Dimana semakin lama umur perendaman maka semakin tinggi kuat tekan yang dihasilkan, ini menunjukkan bahwa terjadinya proses hidrasi pada saat perawatan beton (curing). Tetapi, kuat tekan Semen Holcim, Semen Tiga Roda dan Semen Gresik dengan bahan tambah fly ash belum mencapai kuat tekan rencana sebesar 25 Mpa. 3. Perbandingan kuat tekan beton dengan semen Holcim, semen Tiga Roda, dan semen Gresik dengan bahan tambah fly ash 10% Untuk mengetahui kuat tekan beton dari semen Holcim, semen Tiga Roda, dan semen Gresik dengan tambahan fly ash 10% dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut. 25 20 15 10 5 Holcim Tiga Roda Gresik 0 7 Hari 14 Hari 28 Hari Waktu Perendaman (hari) Gambar 5.4 Hubungan antara waktu perendaman dan kuat tekan

56 Dari Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa kuat tekan rata-rata paling tinggi dari ketiga jenis Semen pada umur 28 hari adalah semen Tiga Roda. Untuk perendaman umur 14 hari kuat tekan paling tinggi adalah semen holcim dan pada umur perendaman 7 hari kuat tekan paling tinggi adalah Tiga Roda. Hal yang membuat semen Gresik memiliki kuat tekan rendah, dikarenakan rongga yang terdapat banyak sekali. Karena rongga dari beton itu sendiri, sangat mempengaruhi mutu beton yang dimiliki. Semakin banyak rongga yang dimiliki, maka semakin rendah kuat tekan yang dihasilkan. Pada saat penelitian dengan melihat secara visual, proses pengadukan Semen Holcim dan Semen Tiga Roda rata-rata menjadi lebih baik dibandingkan Semen Gresik, hal ini juga menyebabkan kuat tekan beton menurun. Kuat tekan beton dengan penambahan fly ash 10% masing-masing merk semen pada umur beton 7 hari, 14 hari dan 28 hari didapat bahwa kuat tekan rata-rata paling besar pada Semen Holcim, tetapi belum sesuai dengan kuat tekan rencana 25 MPa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu menggumpalnya agregat pada saat pengadukan, pemadatan pada saat pembuatan benda uji, permukaan atas yang tidak rata dan pengaruh air laut sendiri. Menggumpalnya agregat pada adukan beton dapat mengurangi kuat tekan beton, karena kemungkinan lebih banyak mengandung agregat halus atau agregat kasar. Proses pemadatan yang benar serta rata pada setiap lapisan sangat berpengaruh terhadap nilai kuat tekan beton. Selain memperhatikan pemadatan hal kecil yang perlu diperhatikan yaitu permukaan atas benda uji. Jika permukaan atas benda uji tidak rata maka nilai kuat tekan akan rendah atau tidak sesuai dengan kuat tekan rencana. Hal ini dikarenakan beban yang diberikan terlebih dahulu menyentuh bagian yang lebih tinggi lalu menyentuh permukaan yang lebih rendah sehingga beban yang diberikan tidak merata dengan seluruhnya. Pada Gambar 5.5 dan Gambar 5.6 dapat dilihat benda uji sebelum mengalami curing dan setelah mengalami curing laut terdapat rongga-rongga dan terdapat perbedaan dari segi warna, pada benda uji sebelum mengalami

57 curing berwarna kuning yang disebabkan oleh pencampuran fly ash dan pengaruh yang terjadi pada beton yang sudah mengalami curing air laut warna betonnya berubah menjadi kehitaman dan adanya kadar garam yang menempel di sisi benda uji. Hal ini menunjukkan telah terjadi kerusakan pada beton akibat pengaruh air laut. Kerusakan beton di air laut disebabkan klorida yang terkandung di air laut, yaitu NaCl dan MgCI. Senyawa ini bila bertemu senyawa semen menyebabkan gypsum dan kalsium sulphoaluminat dalam semen mudah larut. Untuk Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa benda uji setelah uji kuat tekan ditandai dengan terdapatnya retakan-retakan pada sisi benda uji. Gambar 5.5 Benda uji sebelum curing air laut Gambar 5.6 Benda uji setelah curing air laut 28 hari Gambar 5.7 Benda uji setelah uji tekan 4. Hubungan antara kuat tekan beton dan penyerapan Berdasarkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 didapatkan hubungan penyerapan air laut dan kuat tekan beton yang dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai Gambar 5.9 dan Gambar 5.10

Kuat tekan (MPa) Kuat tekan (MPa) Kuat tekan (MPa) 58 25 20 15 10 5 0 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 Penyerapan (%) Gambar 5.8 Hubungan antara kuat tekan beton dengan penyerapan pada semen Holcim 25 20 15 10 5 0 1.05 1.10 1.15 1.20 1.25 Penyerapan (%) Gambar 5.9 Hubungan antara kuat tekan beton dengan penyerapan pada semen Tiga Roda 25 20 15 10 5 0 0.9 0.95 1 1.05 1.1 1.15 1.2 Penyerapan (%) Gambar 5.10 Hubungan antara kuat tekan beton dengan penyerapan pada semen Gresik Berdasarkan Gambar 5.4 sampai dengan Gambar 5.6 menunjukan hasil dari penelitian yang dilakukan adalah semakin tinggi penyerapan maka

59 semakin tinggi nilai kuat tekan beton. Dapat dilihat bahwa kuat tekan yang dihasilkan paling tinggi adalah semen Holcim. Pengujian penyerapan ini dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan beton terhadap air laut.