PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

dokumen-dokumen yang mirip
KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL. Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba

MENUJU SATU DATA GARAM NASIONAL. Oleh : Dra. Marlina Kamil, MM Direktur Sta5s5k Industri, Badan Pusat Sta5s5k

PRODUKSI GARAM INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR KOMODITAS PERGARAMAN

2016, No Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian; Mengingat: 1. Undang-Undang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN GARAM IMPOR DAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN GARAM KONSUMSI BERIODIUM

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66/PERMEN-KP/2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR KOMODITAS PERGARAMAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN,

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan juga termasuk produk yang tidak memiliki subtitusi (Suhelmi et al.,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang tepat dari para pelaku ekonomi. konsumen adalah sebagai pemasok faktor faktor produksi kepada perusahaan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN, PENGEMASAN DAN PELABELAN GARAM BERIODIUM

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

, No.1781 Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Pengambilan Contoh. Metode Analisis Data

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

Kedaulatan Pangan dan Pengembangan Ekonomi Maritim Berbasis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/9/2005 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. masalah bagi perusahaan, karena terkait dengan biaya penyimpanan dan biaya kerugian jika

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

PENDAHULUAN. dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

, No.1780 Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

PENGUATAN INDUSTRI GARAM NASIONAL MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN DIVERSIFIKASI PRODUK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

Transkripsi:

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

PENDAHULUAN 1. Garam merupakan komoditas penting yaitu kebutuhan pokok masyarakat yang termasuk dalam kategori 9 (sembilan) jenis bahan pokok sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 115/MPP/KEP/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 2. Petani memerlukan kestabilan harga jual dan pasar yang menjamin agar pendapatan maupun investasi mereka layak/feasible, disisi lain konsumen rumah tangga maupun industri pengguna garam memerlukan kecukupan supply garam yang sesuai persyaratan untuk memenuhi kebutuhannya

PENDAHULUAN 3. Permasalahan Garam lokal kualitasnya masih relatif rendah umumnya belum memenuhi spesifikasi yang diperlukan khususnya untuk konsumen Industri. Belum adanya desain Kemitraan antara Produsen Garam Lokal dengan Industri Pengguna Garam di Indonesia agar bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas garam Produsen Lokal sehingga bisa memenuhi kebutuhan Industri Pengguna Garam

PENDAHULUAN 4. Maksud dan Tujuan Menguraikan hal-hal /data yang berkaitan dengan kemitraan antara Produsen Garam Lokal dengan Industri Pengguna Garam di Indonesia selama ini, menganalisa serta mencoba membuat solusi kemitraan 5.Tujuan Merumuskan pola - desain Kemitraan antara Produsen Garam Lokal dengan Industri Pengguna Garam di Indonesia 6. Sasaran Memperoleh Desain Kemitraan yang sesuai Kemitraan antara Produsen Garam Lokal dengan Industri Pengguna Garam di Indonesia

PENDAHULUAN 7. Ruang Lingkup : Bentuk kemitraan yang dibutuhkan antara Produsen Garam Lokal dengan sektor Industri Pengguna Garam (peningkatan kualitas, penyerapan garam atau bentuk lainnya). Perkiraan biaya diperlukan dalam melakukan kemitraan antara produsen garam lokal dengan industri pengguna garam Indonesia. Dukungan pemerintah (pusat / daerah) / industri pengguna garam Indonesia yang diperlukan untuk membentuk kemitraan yang lain

PENGGOLONGAN GARAM DAN PENGGUNA GARAM Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (NaC1) dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan iodium, anti-caking atau free-flowing maupun tidak, yang termasuk dalam Pos Tarif/HS: 2501.00.10.00 : - Garam meja 2501.00.20.00 : - Garam batu 2501.00.50.00 : - Air laut - Lain-lain: 2501.00.90.10 : -- Mengandung natrium khlorida paling sedikit 94,7% adbk 2501.00.90.90 : -- Lain-lain.

PENGGOLONGAN GARAM DAN PENGGUNA GARAM Berdasarkan : Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 AIR LAUT TEKNOLOGI SOLAR EVAPORATOR/ELEKTRODIALISA GARAM GARAM KONSUMSI GARAM INDUSTRI RUMAH TANGGA NACL MIN. 94% DIET NACL MIN. 60% INDUSTRI KIMIA IND. ANEKA PANGAN NACL MIN. 96% NACL MIN. 97% BERIYODIUM DAN TIDAK BERIYODIUM INDUSTRI FARMASI NACL MIN. 99.8% INDUSTRI PERMINYAKAN NACL MIN. 95% WATER TREATHMENT NACL MIN. 94% IND. PENYAMAKAN KULIT NACL MIN. 85%

PENGELOMPOKAN GARAM Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 Garam Konsumsi

PENGELOMPOKAN GARAM Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 Garam Industri

PENGELOMPOKAN GARAM INDUSTRI Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 Garam Industri Kimia

PENGELOMPOKAN GARAM INDUSTRI Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 Garam Industri Perminyakan

PENGGUNA GARAM INDUSTRI ANEKA PANGAN No Kebutuhan (Per Tahun) 2014 (Ton) Keterangan 1Bumbu (Seasoning) 141,005 Penambahan perusahaan baru dan peningkatan kebutuhan perusahaan 2Mie Instant (Noodle) 35,665 s.d.a 3Mie Instant dan Bumbu (Noodle & Seasoning) 106,370 Penurunan kebutuhan > dari peningkatan kebutuhan diantara perusahaan 4 Margarin 31,490 Penambahan perusahaan baru dan peningkatan kebutuhan perusahaan 5Saus Tomat (Ketchup) 53,160 s.d.a 6 Biskuit 4,630 Penambahan perusahaan baru 7 Susu 600 Penurunan kebutuhan 8 Biskuit & Margarin 1,300 Peningkatan Kebutuhan 9 Makanan Food) 27,760 Penambahan perusahaan baru dan peningkatan kebutuhan perusahaan 10 Hasil Laut 1,100 Tetap 11 Kecap 7,020 Perusahaan baru terdata 12 Makanan Ringan 11,275 s.d.a 13 Roti 850 s.d.a 14 Gula 19,250 Penambahan perusahaan baru 15 Pengalengan Ikan 5,250 Perusahaan baru terdata Total 446,725 Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014

No KEBUTUHAN, PRODUKSI DAN IMPOR GARAM TAHUN 2013 Uraian (Dalam Ton) Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 A Kebutuhan 2,960,250 3,003,550 3,228,750 3,270,086 3,573,954 Garam Konsumsi 1,160,150 1,200,800 1,426,000 1,466,336 1,546,454 a. Rumah Tangga 700,000 720,000 747,000 732,645 746,454 b. Industri Aneka Pangan 160,150 165,800 269,000 282,000 300,000 c. Industri Pengasinan Ikan 300,000 315,000 410,000 451,691 571,634 Garam Industri 1,800,100 1,802,750 1,802,750 1,803,750 2,027,500 a. Industri CAP dan Farmasi 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,601,000 1,822,500 b. Industri Non CAP (perminyakan, kulit, tekstil, sabun 200,100 202,750 202,750 202,750 205,000 dsb) B Produksi 1,371,000 30,600 1,113,118 2,071,601 1,086,886 Garam Konsumsi 1,371,000 30,600 1,113,118 2,071,601 1,086,886 Garam Industri - - - - - C Impor 1,736,453 2,187,632 2,615,202 2,361,017 2,020,933 Garam Konsumsi 99,754 597,583 923,756 495,073 277,475 Garam Industri CAP & Non CAP 1,636,699 1,590,049 1,691,446 1,865,944 1,743,458 Keterangan: 1. Sumber : KKP, Kemenperin dan Kemendag 2. Produksi Garam Rakyat tahun 2013 sebesar 1,163.607 dengan penyusutan 20% = 930,886 ton; 3. Produksi PT. Garam tahun 2013 sebesar 156.000 ton garam premium. 4. Tahun 2013 Impor garam konsumsi hanya peruntukan Garam Industri Aneka Pangan Tertentu 13

JENIS DAN KUANTITAS GARAM YANG MENJADI LINGKUP KEMITRAAN Prioritas utama kuatitas yang menjadi lingkup kemitraan adalah Garam Konsumsi rumah tangga/garam beryodium = 750.000 ton Garam Pengasinan Ikan = 570.000 ton Industri lainnya (tekstil, water treatment, kulit) = 205.000 ton 1.425.000 ton

POLA KEMITRAAN Anggota rantai aliran pasok garam 1. Petani Garam Yang dimaksud dengan Petani Garam adalah pelaku utama (penggarap/pemilik lahan) yang terlibat dalam produksi garam Petani pemilik lahan kecil yang menggarap lahannya sendiri Petani penggarap, yakni petani yang menggarap lahan milik orang lain Pemilik lahan 2. Pengumpul 3. Pedagang Besar 4. Produsen Garam Beryodium dan Produsen Garam Bahan baku untuk Industri 5. Distributor, Agen dan Pedagang Pengecer 6. Lembaga Penunjang Badan Usaha Koperasi atau Kelompok Tani

Skema Rantai Aliran Pasok Garam Petani Garam Petani Garam Badan Usaha (Koperasi)/ Kelompok Tani/Pengepul Industri Garam Agen/ Pengecer/Pemakai Langsung Agen/ Pengecer/Pemakai Langsung PT. Garam Pedagang Besar/Pabrikan IODISASI Beryodium/Garam Industri D:stribtor/Agen/Penge cer/pemakai Langsung PT. Garam Pabrik/ Cabang PT. Garam Industri Garam Beryodium/Garam Industri Konsumen Industri Pengecer Agen - Pengecer

Simplifikasi Rantai Pasokan Informal / Pengumpul / Pedagang Kecil PETANI GARAM BADAN USAHA/ PENGEPUL PEDAGANG BESAR/PABRIKAN PENGGUNA GARAM - KONSUMEN Ladang Sendiri Petani Garam Petani Pengumpul / Kelompok Tani/Koperasi/ Pabrikan Kecil Catatan : Contoh model aliran sumber dan supply garam dari petani garam pengepul/pedagang/pemilik unit pencucian kecil ke Pabrikan Pengguna Garam PT. GARAM PT. SUMATRACO PT. UNICHEM PT SUSANTI PT. BUDIONO PT. GARINDO Dll Pencucian & pengolahan Garam halus Milik sendiri - Dijual sendiri Langsung ke Pasaran Pengguna Industri : Pabrik Kulit. Pakan Ternak Garam Konsumsi Garam Beryodium dan Garam Garam Diet Industri Pangan dan Industri Lainnya Jawa Timur Bali Jawa Barat Jawa Tengah NTB, NTT Kalimantan Sulawesi

POLA KEMITRAAN Obyek Kemitraan : Produsen lokal di sektor petani Bantuan geomembran, bergiliran setiap tahunnya Bantuan modal kerja yang bersifat revolving (berputar kembali) Peningkatan kualitas garam pasca panen agar produksi homogen memenuhi persyaratan kualitas : Bantuan mesin pencucian garam, dilengkapi dengan mesin peniris (centrifuges) dan mesin pengering (dryer). Supervisi pendampingan usaha produksi oleh Pabrikan Garam Menegah/Besar yang menjadi rantai kemitraan. Hasilnya berupa garam yang siap olah di Pabrikan Menengah/Besar untuk diolah menjadi garam sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan Industri Pengguna Garam Hilir. Penyerapan garam lokal produksi Petani : Pembelian garam petani dengan harga yang wajar sesuai kualitasnya. Dana pembelian disediakan Pemerintah/Lembaga keuangan dengan sifat revolving. Dana ini dikelola oleh Bapak angkat Pabrikan Besar/ Swasta/BUMN. Bantuan gudang penampungan yang akan dikelola Kelompok Tani/Badan Usaha Koperasi dalam rangka penyerapan garam lokal oleh Bapak Angkat Pabrikan Besar/ Swasta/BUMN.

PROGRAM AKSI KEMITRAAN PETANI GARAM Peningkatan Produktifitas dan Kualitas : -Teknologi Geomembran BADAN USAHA KOPERASI /KELOMPOK UNIT USAHA`KOPE TANI/ RASI/KELOM PEMASOK POK GARAM TANI/ RAKYAT Penyerapan Produksi Lokal dan Pembangunan Gudang Penampungan Pengadaan dan pembangunan Mesin Pencucian Pengeringan Garam di Lokasi Garam Lokal PABRIK GARAM PABRIK INDUSTRI GARAM DAN INDUSTRI GARAM BERYODIUM DAN GARAM BERYODIUM PENGGUNA INDUSTRI PASAR RETAIL Pasokan : Stabil dan berkelanjutan Kualitas : Stabil sesuai persyaratan Harga : Kompetitif

BIAYA DAN INVESTASI Total Biaya Investasi Basis kemitraan dengan penyerapan garam sebesar 100.000 ton maka investasi yang diperlukan sesuai obyek kemitraan tersebut diatas adalah : Bantuan Geo membran = Rp 10 Milyar Penyerapan Garam Rakyat dan modal Kerja = Rp 63,7 Milyar Bantuan Pergudangan = Rp 51 Milyar Bantuan Mesin pencucian dan pengeringan garam =Rp 120 Milyar Total Investasi = Rp 244,7 Milyar

REKOMENDASI 1. Apabila kemitraan tersebut dijalankan maka akan didapatkan : Peningkatan kuantitas dan kualitas garam ex lokal Kontinuitas supply pasok bahan baku dalam jumlah dan kualitas yang kontinyu bagi Industri Pengguna Garam Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani maupun badan usaha garam lokal. 2. Dari pihak Industri Pengguna Garam akan didapatkan : Pasokan : Stabil dan berkelanjutan Kualitas : Stabil sesuai persyaratan Harga : Kompetitif Untuk ini perlu dukungan keikutsertaan dari Pabrikan Besar, BUMN Garam serta dukungan iklim industri kondusif serta dukungan dana swasta Pabrikan Besar maupun dana Pemerintah.

TERIMA KASIH

LAMPIRAN DANA BANTUAN GEOMEMBRAN Geo Membran Volume, ha 100 (50% dari luasan lahan untuk penyerapan 100.000 ton) Investasi/ha, Rp Juta 100 Total Investasi, Rp Milyar 10

LAMPIRAN DANA PENYERAPAN GARAM RAKYAT DAN MODAL KERJA Total Penyerapan Garam 100.000 ton K1 K2 K3 Uraian 25% 35% 40% Volume Penyerapan ( Ton ) 25.000 35.000 40.000 Harga Penyerapan Per Ton ( Rp. ) 700.000 500.000 350.000 Harga Penyerapan rata - rata Per Ton. Rp/ton 490.000 Total Biaya Penyerapan, Rp Milyar 17,5 17,5 14,0 Total Biaya Penyerapan, Rp Milyar 49 Modal Kerja 30% 15

LAMPIRAN DANA INVESTASI GUDANG Uraian Gudang K1 K2 K3 25% 35% 40% Volume Garam 25.000 35.000 40.000 Kapasitas, ton/gudang 3.000 3.000 3.000 Jumlah Unit Gudang (50% penyerapan) 4 6 7 Investasi Gudang/gudang, Rp Milyar/gudang 3 3 3 Investasi, Rp Milyar 12 18 21 Total Investasi, Rp Milyar 51

LAMPIRAN DANA INVESTASI MESIN PENCUCIAN - PENGERINGAN Unit Pencucian - Pengeringan K1 K2 K3 Uraian 30% 30% 40% Volume Garam Kapasitas, ton/jam Kapasitas, ton/th Jumlah Unit Pencucian (K2 susut 15%, K3 susut 25%) Jumlah Unit Pencucian per pengadaan garam 100.000 ton/th Total Investasi, Rp M 25.000 35.000 40.000-10 10-40.000 40.000-1 1 2 2 x Rp 60 M = Rp 120 M