BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

STRATEGI PENDIDIKAN CHARACTER BUILDING DALAM PROSES PENDIDIKAN MASYARAKAT PINGGIRAN OLEH YAYASAN PEDULI KARAKTER BANGSA SKRIPSI.

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder (Time Series) dari

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah pendidikan mungkin sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi yakni Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

Bab I. Pendahuluan. Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga sebagai anak mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci utama bagi suksesnya

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, pendidikan adalah suatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia lebih mengacu kepada keadaan berupa kekurangan hal-hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang beradab menganggap pendidikan sebagai suatu kebutuhan

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah mencanangkan programprogram

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. dan watak siswa agar memiliki sikap dan kepribadian yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. karena pendidikan dapat meningkatkan segenap potensi peserta didik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI LOKAL MELALUI KEBIJAKAN LEADER CLASS DI DAERAH CILACAP. Oleh : Ma rifani Fitri Arisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lidia Susantii, 2015 Optimalisasi partisipasi orang tua dalam pengelolaaan program di PAUD EAGLE

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

PENDAHULUAN. bangsa agar salah satu tujuan Negara Indonesia tercapai. Berdasarkan visi dalam

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai suatu kelompok kecil yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah,

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PASANGAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANJUNGBALAI ASAHAN SUMATERA UTARA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Kostianissa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah. Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan pelatihan. Proses menunjukkan adanya aktivitas dalam bentuk tindakan aktif di mana terjadi suatu interaksi yang dinamis dan dilakukan secara sadar dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena tindakan pendidikan selalu bersifat aktif dan terencana, maka pendidikan merupakan suatu perbuatan atau tindakan sadar agar terjadi perubahan sikap dan tata laku yang diharapkan yaitu pemanusiaan manusia yang cerdas, terampil, mandiri, berdisiplin, dan berakhlak mulia (M. Zainuddin 2008:11 ) Dalam arti lain pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Dapat kita lihat di berbagai Negara bagaimana kuatnya peran pendidikan yang dianggap juga sebagai sebuah sarana pengembangan sumber daya manusia dengan tingkat bangsa- bangsa yang ditunjukkan dari indikator ekonomi dan sosial budayanya. Oleh karena itu, pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya. Ironinya saat ini pendidikan yang seharusnya menjadi kepedulian komponen bangsa hanya menjadi kepedulian komponen tertentu saja.

Di Indonesia sendiri jika dilihat data pemerataan pendidikan dilihat dari data Depdiknas 2009, ada sekitar 2,2 juta anak usia wajib belajar, yakni 7-15 tahun, belum dapat menikmati pendidikan. Lebih jauh lagi untuk usia lebih tua, dimana terdapat 5,5 juta orang yang tak bersekolah untuk usia 16-18 tahun. Selanjutnya untuk usia 19-25 tahun, ada sekitar 20,7 juta orang yang tak mengenyam pendidikan tinggi. Jika dijumlahkan, maka sekitar 28,4 juta orang yang berusia 7-25 tahun, tidak bisa mengecap pendidikan. Adapun faktor penyebab tingginya jumlah anak yang tak sekolah, seperti sulitnya akses pendidikan, kurangnya kesadaran orangtua, dan faktor kesulitan ekonomi. Jika dikaji lebih dalam, maka faktor kesulitan ekonomilah penyebab utamanya. (<http://data.kompas//28juni2010 depdikanas//menggugat ketidakadilanpendidikan.htm>) Dari data diatas bangsa Indonesia sedang berada pada titik kulminasi menentukan akan berhasil atau tidak pergumulannya menggapai cita- cita untuk memajukan kesejahteraan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial yang fungsi dan tujuan pendidikan di dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah Indonesia akhirnya melakukan upaya yang dapat mengantarkan rakyat menjadi suatu bangsa yang cerdas. Oleh karena itu berbagai kebijakanpun dikeluarkan pemerintah untuk menggenapi fungsi dan tujuan pemerintah Negara Indonesia di bidang pendidikan. Serta mengatasi krisis pendidikan yang melanda Indonesia saat ini, guna mengekang angka buta huruf ataupun merosotnya sumber daya manusia yang ada. Reformasi yang terjadi di Indonesiapun turut menjadi salah satu faktor yang

mengakibatkan terjadinya pergeseran penyelenggaraan pemerintah dari sentralisasi ke desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dalam waktu seketika. Pemberian otonomi ini dilaksanakan berdasarkan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah, dengan titik sentral otonomi pada tingkat wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu kabupaten dan kota. Hal yang lebih esensial dari otonomi adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah yang mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup di dalam pembangunan masyarakat di daerahnya, termasuk bidang pendidikan. Salah satu prinsip otonomi daerah adalah bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat, propinsi, dan daerah, serta antardaerah. Oleh karena itu, perlu diciptakannya mekanisme yang harmonis diantara para stakeholders pendidikan. Dengan telah ditetapkannya UU No.22/1999 dan PP No.25/2000, maka menjadi jelas pembagian kewenangan di bidang pendidikan dan kebudayaan antara pemerintah, propinsi, dan kabupaten/kota. Dengan ikut berubahnya sentralisasi pendidikan ke desentralisasi pendidikan tidak bisa dihindari jika ada kesalahan dan kemunduran, di bidang pendidikan akibat pelaksanaan desentralisasi tersebut. Oleh karena itu, desentralisasi perlu dilakukan secara hati- hati dan bertahap, karena menyangkut mutu pendidikan, menjamin tersedianya anggaran yang memadai untuk pendidikan, dan menumbuhkan keberpihakan pengambilan keputusan di daerah kepada bidang pendidikan. Apalagi pada saat ini keadaan pendidikan dihadapkan pada situasi rawan sebagai akibat krisis

ekonomi, karena jangkauan permasalahan begitu besar dan dilatar belakangi pergeseran system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi maka dilakukanlah strategi baru dalam menjawab semua tantangan tersebut yaitu pendidikan berbasis masyarakat. Tujuan pendidikan berbasis masyarakat adalah: (1) membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat untuk mengambil bagian yang lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan pada semua tingkat, jenis, dan jalur pendidikan; (2) merangsang terjadinya perubahan sikap dan persepsi tentang rasa kepemilikan masyarakat terhadap sekolah, rasa tanggung jawab, kemitraan, toleransi, dan kekuatan multikultural; (3) mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi; (4) membantu mengatasi putus sekolah khususnya dari pendidikan dasar. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:200) Sejalan dengan meningkatkan minat terhadap pendidikan berbasis masyarakat, pemerintah terus- menerus dituntut untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai dalam bidang ini. Rentangan pilihan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah amatlah luas, antara lain berikut ini. Pertama, memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada masyarakat dalam iklim yang Laissez Fraire. Pemerintah membuka kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk melibatkan diri dalam berbagai bentuk pendidikan tanpa ada campur tangan atau kontrol dari pemerintah. Kedua, melakukan pengaturan tentang keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.

Pengaturan ini dilakukan baik pada tingkat nasional (melalui instrument Pereaturan Pemerintah) atau tingkat local ( melalui Peraturan Daerah) yang menyangkut batasbatasan rambu- rambu, standar, lain- lain. Ketiga memberikan subsidi dan dukungan. Keempat, reformasi aturan. (Dr.Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,2001:181) Dilatarbelakangi oleh kebijakan tersebut maka muncul kelompok- kelompok independen yang terlibat di dalam pengadaan pendidikan bagi masyarakat. Tetapi mereka melihat ada hal yang rancu dalam kebijakan yang dihasilkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa kebijakan yang dihasilkan ataupun yang dibentuk oleh pemerintah tersebut kurang aplikatif bila diterapkan pada masyarakat pinggiran atau masyarakat kumuh yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin jika dilihat dari segi waktu dan kondisi sosial mereka. Masyarakat miskin dapat kita pahami ketika melihat ; 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barangbarang dan pelayanan dasar 2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Di kota Medan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan terbilang banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Stastik (BPS) Kota Medan diketahui sebanyak 11,34 persen penduduk Kota Medan masih hidup di bawah garis

kemiskinan. Fenomena kemiskinan masih dijumpai di berbagai wilayah, yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Medan khususnya Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin dengan kondisi yang bervariasi. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. (http://openlibrary.org/b/ol16994384m/analisis Kemiskinan Kota Medan berdasarkan Karakteristik Sosial microform) Berdasarkan identifikasi tersebut, maka beberapa kelompok independen berdiri memberikan pendidikan murah bahkan gratis bagi masyarakat pinggiran untuk mendukung pendidikan Indonesia yang menjadi masalah yang sangat memprihatinkan saat ini. Mereka juga berupaya melahirkan model dan strategi pendidikan yang lebih aplikatif dan relevan bagi masyarakat miskin atau pinggiran untuk melengkapi sistem pendidikan yang sudah ada. Salah satu kelompok yang terlibat dalam upaya penyediaan pendidikan masyarakat di daerah pinggiran adalah Yayasan Peduli Karakter Bangsa. Kelompok ini tidak melewatkan kesempatan yang diberikan pemerintah lewat kebijakan pendidikan berbasis masyarakat. Dilatarbelakangi oleh rasa prihatin terhadap keadaan masyrakat kumuh yang ada di kota medan khususnya daerah Pabrik Tenun, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pemulung, dan tukang becak. Masyarakat di daerah tersebut mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dikarenakan biaya pendidikan saat ini begitu mahal. Maka Yayasan

Peduli Karakter Bangsapun mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Talita Kum, dengan visi dan misi Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru. Yayasan Peduli Karakter Bangsapun memberikan pendidikan gratis dan inovasi dalam system pendidikan yang mereka tawarkan kepada masyarakat pinggiran, tanpa harus keluar dari sistem pendidikan yang sedang berjalan di Indonesia. Tetap mengikuti kurikulum yang sedang berlaku tetapi memberikan beberapa inovasi agar relevan dan kontributif bagi masyarakat kumuh atau masyarakat pinggiran. Dari uraian di atas terlihat bagaimana lembaga independen berdiri dan memberikan sarana pendidikan murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin atau pinggiran, ditengah keadaan ekonomi yang saat ini tidak stabil dan biaya pendidikan yang begitu mahal. Ditambah lagi inovasi pendidikan yang mereka tawarkan sehingga kontributif bagi masyarakat pinggiran. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian selain itu masalah ini layak diteliti, karena belum ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang pendidikan masyarakat pinggiran dengan mengangkat judul Strategi Model Pendidikan Character Building Dalam Proses Pendidikan Masyarakat Pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa. (Studi Deskriptif Sekolah TALITA KUM, Jl. Pabrik Tenun Gg. CikDitiro No.16, Medan).

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian : 1. Apa yang menjadi latar belakang Yayasan Peduli Karakter Bangsa melakukan pendidikan bagi masyarakat pinggiran? 2. Bagaimana strategi model Pendidikan character building dalam proses pendidikan masyarakat pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Untuk melihat seberapa jauh strategi model pendidikan character bulding yang dikembangkan Yayasan peduli Karakter bangsa tersebut dapat memberi kontribusi positif dalam memberdayakan masyarakat pinggiran dalam kaitannya dengan usaha pembangunan bangsa. 1.4 Manfaat penelitian Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai strategi character bulding yang dilakukan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa terhadap pendidikan masyarakat pinggiran sehingga dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan teori ilmu-ilmu social khususnya ilmu Sosiologi Pendidikan. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya. 1.4.2. Manfaat praktis Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya dan juga dapat memberikan sumbangan kepada Yayasan Peduli Karakter Bangsa di Jalan Pabrik Tenun Medan. 1.5 Defini Konsep 1. Masyarakat Pinggiran adalah kumpulan manusia tinggal di suatu wilayah kumuh dan memiliki pendapatan yang relative sangat rendah. Dalam penelitian ini masyarakat pinggiran yang dimaksud adalah masyarakat pinggiran yang ada di daerah Pabrik Tenun Medan sumatera Utara. 2. Pendidikan Masyarakat Pinggiran adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran bagi masyarakat yang kurang mampu atau pinggiran agar masyarakat pinggiran dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. 3. Yayasan Peduli Karakter Bangsa adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan,

didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Dimana Yayasan ini bergerak dalam pendidikan bagi masyarakat pinggiran. 4. Daerah pinggiran adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orangorang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. Daerah dalam penelitian ini adalah daerah rel kereta api Pabrik tenun yang banyak dihuni oleh masyarakat kurang mampu yang terlibat dalam pendidikan yang diberikan oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa. 5. Character Building adalah pembangunan karakter, dalam penelitian ini dimana pendidikan yang ditawarkan bagi masyarakat pinggiran oleh Yayasan peduli Karakter Bangsa adalah pendidikan yang lebih berbasis kepada pembangunan nilai, budi pekerti, atau moral. Dengan menjadikan 46 karakter Yesus di dalam Alkitab sebagai salah satu karakter yang menjadi panutan bagi pendidikan karakter. Indikator pembnagunan karakter dapat dilihat tercapai atau tidaknya dari kebiasaan anak yang berubah kearah yang lebih positif dan berguna bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. 6. Strategi Pendidikan Karakter adalah menyelingkan pendidikan nilai dalam setiap pelajaran, melakukan motivasi- motivasi yang membentuk karakter anak baik di dalam kelas maupun di luar kelas, guru sebagai pendidik harus menghidupi karakter yang diajarkan terlebih dahulu sehingga nilai yang dibagikan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan.