BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian diri dengan kehidupan ekstrauteri dan peralihan dari ketergantungan yang mutlak kepada ibunya menuju pada kemandirian fisiologis (Bobak & Jensen, 2005 & Hamilton, 2005). Kemandirian fisiologis yaitu segala aktifitas yang awalnya ditangani oleh ibunya melalui plasenta diantaranya bernapas, suplai makanan dan perlindungan diri yang dibantu oleh air ketuban didalam uteri akhirnya harus di lakukan sendiri setelah lahir. Bayi yang dilahirkan dirumah sakit tidak semuanya mengalami proses kelahiran yang fisiologis, seperti misalnya mengalami gawat janin, lahir tidak menangis (asfiksia), air ketuban yang tercampur mekonium dan lain-lain yang tentunya akan membawa dampak bagi kehidupan bayi selanjutnya. Keadaan tersebut diatas menuntut adanya perkembangan pelayanan kesehatan neonatus terutama perawatan di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yang diikuti pula dengan perkembangan prosedur perawatan bayi salah satu contohnya tindakan invasif. Tindakan-tindakan invasif yang harus diterima oleh bayi sepanjang perawatannya sangatlah banyak,seperti intubasi dan pemasangan ventilator, pemakaian Continous Positive Airway Pressure (CPAP), pemasangan Orogastric Tube 1
2 (OGT),pemasangan infus dan lain-lain yang bermanfaat untuk meningkatkan kondisi kesehatan dan memenuhi kebutuhan neonatus selama masa kritis. Kebutuhan tersebut berupa oksigen, nutrisi, cairan, yang bertujuan dalam mempertahankan atau meningkatkan hemodinamik neonatus. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan memulihkan kesehatan neonatus maka salah satu cara yang digunakan yaitu pemberian terapi intravena yang dilakukan dengan pemasangan Intravena (IV) Line. Pemasangan IV line merupakan tindakan insisi lansung pada akses vena untuk memberikan cairan, nutrisi atau obat kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus (Perry& Potter, 2005). Cara ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif, dan dapat dilakukan secara kontinu. Pada kondisi-kondisi bayi yang lahir prematur, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ataupun dalam kondisi penyakit yang kronis pemasangan infus merupakan tindakan yang terkadang sangat sulit untuk dilakukan karena kondisi neonatus yang masih demikian rentan dengan ukuran pembuluh darah yang masih kecil. Jenis konsentrasi terapi cairan juga menyebabkan pemasangan IV line berisiko menimbulkan resiko terjadinya plebitis pada neonatus serta timbulnya kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi sehingga bisa menyebabkan sepsis. Plebitis merupakan inflamasi pada vena yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan didaerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner & Sudarth, 2002). Rekomendasi dari Centers for Disease Control
3 (CDC, 2002) bahwa waktu penggantian IV kateter adalah 3 hari atau 72 jam. Bila melebihi waktu tersebut kemungkinan besar akan ditemukan tanda-tanda infeksi antara lain kemerahan, nyeri, eritema, edema, peningkatan suhu, teraba tonjolan, dan adanya cairan purulen. Kejadian plebitis dapat dicegah dengan melakukan rotasi kanula seperti yang direkomendasikan oleh InfusionNursing Standartds of Practice (2006) bahwa kanula perifer harus diganti setiap 72 jam dan sesegera mungkin jika diduga terkontaminasi, adanya komplikasi, atau ketika terapi telah dihentikan. Insiden kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi intravena sebesar 5-70 % (Galled, 2006). Di Indonesia angka kejadian plebitis belum ada angka yang pasti, hal tersebut dikarenakan belum banyak penelitian dan publikasi tentang kejadian plebitis pada neonatus. Laporan indikator mutu di ruang NICU RS Sanglah pada bulan September 2014 didapatkan data dari 40 pasien yang dirawat menunjukkan persentase kejadian plebitis sebanyak 0,42%. Laporan tersebut juga mencatat pemakaian IV line dalam satu bulan sebanyak 290 hari dengan total penggantian abocath sebanyak 237 kali. Seringnya penggantian IV line dapat menimbulkan masalah tersendiri terhadap perawatan bayi, seperti misalnya resiko infeksi yang akan lebih meningkat, timbulnya traumatik pada bayi bahkan bisa menimbulkan gangguan mental development. Selain itu dampak lain yang bisa terjadi adalah terjadinya peningkatan angka kesakitan pasien, meningkatnya biaya perawatan dan stress
4 bagi keluarga serta kesulitan perawat dalam mencari akses dalam pemasangan IV line. Pemasangan infus melalui jalur perifer saat ini masih menjadi pilihan utama pemberian terapi intravena. Pemakaian alat yang lebih sederhana dan proses pemasangan yang lebih mudah menjadi salah satu alasan metode ini lebih disukai. Namun dengan akses jalur perifer yang terbatas pada neonatus kadang kala menyebabkan pemasangan infus melalui jalur perifer tidak bisa dikerjakan. Berkembangnya ilmu kedokteran membuat pemberian terapi intravena tidak hanya mengandalkan pemberian melalui akses vena perifer tetapi bisa juga diberikan melalui vena sentral. Alat vena sentral yang bervariasi menjadikan pilihan yang lebih beragam sebagai alternatif pemasangan melalui akses vena sentral. Pemasangan melalui akses vena sentral pada neonatus bermanfaat mengurangi tindakan invasif yang berulang-ulang karena metode ini bisa bertahan sampai dengan empat belas hari (Saleem, 2009). Kelebihan lainnya, melalui akses vena sentral dapat memberikan lebih dari satu jenis cairan karena vena yang digunakan adalah vena yang besar dan lebih kuat. Di ruang NICU RS Sanglah mencari alternatif pemasangan akses vena selain vena perifer merupakan suatu hal yang sangat penting karena ini merupakan yang mampu untuk dilakukan, dimana alat Central Venous Catheter (CVC) tersedia di RS Sanglah sehingga pemasangan vena sentral bagi neonatus merupakan salah satu pertimbangan untuk dipilih. Berdasarkan data diatas maka
5 peneliti merasa tertarik untuk meneliti perbedaan kejadian phlebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah tahun 2015?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pemasangan akses vena sentral dan pemasangan akses vena perifer. b. Menganalisis kejadian infeksi plebitis pada pemasangan akses vena sentral. c. Menganalisis kejadian infeksi plebitis pada pemasangan akses vena perifer. d. Menganalisis perbedaan kejadian plebitis antara pemasangan akses vena sentral dengan akses vena perifer. 1.4 Manfaat Penelitian
6 Setelah penelitian selesai, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan analisis kejadian plebitis pada akses vena sentral dengan akses vena perifer pada neonatus yang dirawat di ruang NICU RSUP Sanglah b. Penelitian ini diharapkan turut berkontribusi dalam ilmu keperawatan yang bertujuan meningkatkan asuhan keperawatan dalam hal mengurangi terjadinya infeksi sistemik, flebitis, ataupun thrombosis. c. Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk penelitian lebih pencegahan terjadinya flebitis. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai pilihan bagi perawat diunit neonatologi untuk menggunakan akses yang lebih baik dalam pemberian terapi intravena dalam rangka mengurangi kejadian plebitis dan juga memberikan keamanan bagi pasien. b. Bagi Pasien dan Keluarga Memfasilitasi terpenuhinya hak pasien untuk mendapatkan implementasi keperawatan yang berbasis atraumatic care, serta mengurangi kejadian flebitis yang disebabkan prosedur pemasangan infus serta dapat meringankan biaya. c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
7 Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh Rumah Sakit terutama yang memberikan pelayanan kepada bayi baru lahir untuk dapat melakukan pemasangan infus yang aman dan efisien. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah, belum pernah ada yang melakukannya. Ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneiti lain, diantaranya sebagai berikut: a. Setiasih (2013), Perbandingan antara Akses Intravena Perifer dengan Peripherally Inserted Central Catheter (PICC) terhadap efektivitas pemberian terapi intravena pada neonatus. Jenis penelitian ini deskriptif komparatif. Jumlah sampel 32 orang neonatus yang didapat melalui teknik purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A (n = 16) pemberian terapi intravena melalui akses intravena perifer dan kelompok B (n = 16) pemberian terapi intravena melalui PICC. Data di analisis menggunakan Uji Fisher Exact. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi intravena menggunakan PICC lebih efektif dibandingkan pemberian terapi intravena menggunakan akses intravena perifer. b. Widijanti (2014), Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laboratorium antara Sampel Darah dari Vena Sentral dengan Perifer. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil analisis hemoglobin, hitung leukosit, hitungtrombosit, glukosa, ureum, kreatinin, albumin, elektrolit (natrium, kalium, dan klorida) darah Central Venous Chateter (CVC) serta vena pungsi pada pasien Intensive
8 Care Unit (ICU). Metode penelitian eksperimental ini dilakukan dengan studi potong lintang. Jumlah sampel 35 pasien ICU. Tempat penelitian di Laboratorium RSU Dr. Saiful Anwar/FKUB Malang. Kesimpulannya, pengambilan sampel darah melalui CVC dengan prosedur yang sesuai dengan penelitian ini memberikan hasil tidak berbeda dengan vena perifer, namun perlu hati-hati, khususnya untuk pemeriksaan glukosa dengan sampel darah dari CVC. Apabila klinisi menemukan kadar glukosa CVC tidak sesuai dengan klinis, tetap direkomendasikan untuk melakukan konfirmasi dengan sampel vena perifer.