BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memperbaiki kualitas dan merupakan prinsip dasar dalam pelayanan pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

Peripherally Intravenous with Peripherally Inserted Central Catheter Access and The Effectiveness of Intravenous Therapy in Neonates

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal. kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. calon ibu dan bayi yang dikandung harus mendapatkan gizi yang cukup banyak

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAHASA PENGANTAR Bahasa Indonesia. PESERTA TERBATAS 60 Orang AGENDA. RABU, 02 MARET 2016 PEdelweis, Lantai M KAMIS - JUMAT, MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

Perawatan kehamilan & PErsalinan. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu,lahir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

HOTEL SANTIKA PREMIERE BINTARO TANGERANG SELATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian diri dengan kehidupan ekstrauteri dan peralihan dari ketergantungan yang mutlak kepada ibunya menuju pada kemandirian fisiologis (Bobak & Jensen, 2005 & Hamilton, 2005). Kemandirian fisiologis yaitu segala aktifitas yang awalnya ditangani oleh ibunya melalui plasenta diantaranya bernapas, suplai makanan dan perlindungan diri yang dibantu oleh air ketuban didalam uteri akhirnya harus di lakukan sendiri setelah lahir. Bayi yang dilahirkan dirumah sakit tidak semuanya mengalami proses kelahiran yang fisiologis, seperti misalnya mengalami gawat janin, lahir tidak menangis (asfiksia), air ketuban yang tercampur mekonium dan lain-lain yang tentunya akan membawa dampak bagi kehidupan bayi selanjutnya. Keadaan tersebut diatas menuntut adanya perkembangan pelayanan kesehatan neonatus terutama perawatan di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yang diikuti pula dengan perkembangan prosedur perawatan bayi salah satu contohnya tindakan invasif. Tindakan-tindakan invasif yang harus diterima oleh bayi sepanjang perawatannya sangatlah banyak,seperti intubasi dan pemasangan ventilator, pemakaian Continous Positive Airway Pressure (CPAP), pemasangan Orogastric Tube 1

2 (OGT),pemasangan infus dan lain-lain yang bermanfaat untuk meningkatkan kondisi kesehatan dan memenuhi kebutuhan neonatus selama masa kritis. Kebutuhan tersebut berupa oksigen, nutrisi, cairan, yang bertujuan dalam mempertahankan atau meningkatkan hemodinamik neonatus. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan memulihkan kesehatan neonatus maka salah satu cara yang digunakan yaitu pemberian terapi intravena yang dilakukan dengan pemasangan Intravena (IV) Line. Pemasangan IV line merupakan tindakan insisi lansung pada akses vena untuk memberikan cairan, nutrisi atau obat kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus (Perry& Potter, 2005). Cara ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif, dan dapat dilakukan secara kontinu. Pada kondisi-kondisi bayi yang lahir prematur, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ataupun dalam kondisi penyakit yang kronis pemasangan infus merupakan tindakan yang terkadang sangat sulit untuk dilakukan karena kondisi neonatus yang masih demikian rentan dengan ukuran pembuluh darah yang masih kecil. Jenis konsentrasi terapi cairan juga menyebabkan pemasangan IV line berisiko menimbulkan resiko terjadinya plebitis pada neonatus serta timbulnya kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi sehingga bisa menyebabkan sepsis. Plebitis merupakan inflamasi pada vena yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan didaerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner & Sudarth, 2002). Rekomendasi dari Centers for Disease Control

3 (CDC, 2002) bahwa waktu penggantian IV kateter adalah 3 hari atau 72 jam. Bila melebihi waktu tersebut kemungkinan besar akan ditemukan tanda-tanda infeksi antara lain kemerahan, nyeri, eritema, edema, peningkatan suhu, teraba tonjolan, dan adanya cairan purulen. Kejadian plebitis dapat dicegah dengan melakukan rotasi kanula seperti yang direkomendasikan oleh InfusionNursing Standartds of Practice (2006) bahwa kanula perifer harus diganti setiap 72 jam dan sesegera mungkin jika diduga terkontaminasi, adanya komplikasi, atau ketika terapi telah dihentikan. Insiden kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi intravena sebesar 5-70 % (Galled, 2006). Di Indonesia angka kejadian plebitis belum ada angka yang pasti, hal tersebut dikarenakan belum banyak penelitian dan publikasi tentang kejadian plebitis pada neonatus. Laporan indikator mutu di ruang NICU RS Sanglah pada bulan September 2014 didapatkan data dari 40 pasien yang dirawat menunjukkan persentase kejadian plebitis sebanyak 0,42%. Laporan tersebut juga mencatat pemakaian IV line dalam satu bulan sebanyak 290 hari dengan total penggantian abocath sebanyak 237 kali. Seringnya penggantian IV line dapat menimbulkan masalah tersendiri terhadap perawatan bayi, seperti misalnya resiko infeksi yang akan lebih meningkat, timbulnya traumatik pada bayi bahkan bisa menimbulkan gangguan mental development. Selain itu dampak lain yang bisa terjadi adalah terjadinya peningkatan angka kesakitan pasien, meningkatnya biaya perawatan dan stress

4 bagi keluarga serta kesulitan perawat dalam mencari akses dalam pemasangan IV line. Pemasangan infus melalui jalur perifer saat ini masih menjadi pilihan utama pemberian terapi intravena. Pemakaian alat yang lebih sederhana dan proses pemasangan yang lebih mudah menjadi salah satu alasan metode ini lebih disukai. Namun dengan akses jalur perifer yang terbatas pada neonatus kadang kala menyebabkan pemasangan infus melalui jalur perifer tidak bisa dikerjakan. Berkembangnya ilmu kedokteran membuat pemberian terapi intravena tidak hanya mengandalkan pemberian melalui akses vena perifer tetapi bisa juga diberikan melalui vena sentral. Alat vena sentral yang bervariasi menjadikan pilihan yang lebih beragam sebagai alternatif pemasangan melalui akses vena sentral. Pemasangan melalui akses vena sentral pada neonatus bermanfaat mengurangi tindakan invasif yang berulang-ulang karena metode ini bisa bertahan sampai dengan empat belas hari (Saleem, 2009). Kelebihan lainnya, melalui akses vena sentral dapat memberikan lebih dari satu jenis cairan karena vena yang digunakan adalah vena yang besar dan lebih kuat. Di ruang NICU RS Sanglah mencari alternatif pemasangan akses vena selain vena perifer merupakan suatu hal yang sangat penting karena ini merupakan yang mampu untuk dilakukan, dimana alat Central Venous Catheter (CVC) tersedia di RS Sanglah sehingga pemasangan vena sentral bagi neonatus merupakan salah satu pertimbangan untuk dipilih. Berdasarkan data diatas maka

5 peneliti merasa tertarik untuk meneliti perbedaan kejadian phlebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah tahun 2015?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pemasangan akses vena sentral dan pemasangan akses vena perifer. b. Menganalisis kejadian infeksi plebitis pada pemasangan akses vena sentral. c. Menganalisis kejadian infeksi plebitis pada pemasangan akses vena perifer. d. Menganalisis perbedaan kejadian plebitis antara pemasangan akses vena sentral dengan akses vena perifer. 1.4 Manfaat Penelitian

6 Setelah penelitian selesai, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan analisis kejadian plebitis pada akses vena sentral dengan akses vena perifer pada neonatus yang dirawat di ruang NICU RSUP Sanglah b. Penelitian ini diharapkan turut berkontribusi dalam ilmu keperawatan yang bertujuan meningkatkan asuhan keperawatan dalam hal mengurangi terjadinya infeksi sistemik, flebitis, ataupun thrombosis. c. Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk penelitian lebih pencegahan terjadinya flebitis. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai pilihan bagi perawat diunit neonatologi untuk menggunakan akses yang lebih baik dalam pemberian terapi intravena dalam rangka mengurangi kejadian plebitis dan juga memberikan keamanan bagi pasien. b. Bagi Pasien dan Keluarga Memfasilitasi terpenuhinya hak pasien untuk mendapatkan implementasi keperawatan yang berbasis atraumatic care, serta mengurangi kejadian flebitis yang disebabkan prosedur pemasangan infus serta dapat meringankan biaya. c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

7 Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh Rumah Sakit terutama yang memberikan pelayanan kepada bayi baru lahir untuk dapat melakukan pemasangan infus yang aman dan efisien. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian perbedaan kejadian plebitis pada neonatus yang dipasang akses vena sentral dengan akses vena perifer diruang NICU RSUP Sanglah, belum pernah ada yang melakukannya. Ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneiti lain, diantaranya sebagai berikut: a. Setiasih (2013), Perbandingan antara Akses Intravena Perifer dengan Peripherally Inserted Central Catheter (PICC) terhadap efektivitas pemberian terapi intravena pada neonatus. Jenis penelitian ini deskriptif komparatif. Jumlah sampel 32 orang neonatus yang didapat melalui teknik purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A (n = 16) pemberian terapi intravena melalui akses intravena perifer dan kelompok B (n = 16) pemberian terapi intravena melalui PICC. Data di analisis menggunakan Uji Fisher Exact. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi intravena menggunakan PICC lebih efektif dibandingkan pemberian terapi intravena menggunakan akses intravena perifer. b. Widijanti (2014), Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laboratorium antara Sampel Darah dari Vena Sentral dengan Perifer. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil analisis hemoglobin, hitung leukosit, hitungtrombosit, glukosa, ureum, kreatinin, albumin, elektrolit (natrium, kalium, dan klorida) darah Central Venous Chateter (CVC) serta vena pungsi pada pasien Intensive

8 Care Unit (ICU). Metode penelitian eksperimental ini dilakukan dengan studi potong lintang. Jumlah sampel 35 pasien ICU. Tempat penelitian di Laboratorium RSU Dr. Saiful Anwar/FKUB Malang. Kesimpulannya, pengambilan sampel darah melalui CVC dengan prosedur yang sesuai dengan penelitian ini memberikan hasil tidak berbeda dengan vena perifer, namun perlu hati-hati, khususnya untuk pemeriksaan glukosa dengan sampel darah dari CVC. Apabila klinisi menemukan kadar glukosa CVC tidak sesuai dengan klinis, tetap direkomendasikan untuk melakukan konfirmasi dengan sampel vena perifer.