BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah melakukan

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. dan argumentasi yang disusun penulis sebagai tuntunan dalam

BAB II LANDASAN TEORI. membayar pengeluaran umum (Waluyo : 2011 ; 3). sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah kepada masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai keperluan

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Ajzen mengembangkan theory of planned behavior (TPB) ini pada

PENGANTAR PERPAJAKAN. Pengantar Pajak

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buku perpajakan Mardiasmo (2008) : a. Iuran dari rakyat kepada negara. b. Berdasarkan undang-undang.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Waluyo (2008) adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BAB II Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) bahwa (2013:9) Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

PERTEMUAN 4 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

BAB II LANDASAN TEORITIS

Perpajakan 1. Pengantar, Pungutan Lain, Fungsi Pajak, Dasar Teori Pemungutan Pajak, Kedudukan Hukum Pajak, Hk. Pajak Materil dan Formil

PENETAPAN DAN KETETAPAN

3. Karakteristik para pengambil keputusan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI I. Teori Grand Teori yang mendasari wajib pajak patuh dalam penelitian ini adalah : a. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975)) Teori mengemukakan bahwa niat seseorang dipengaruhi oleh dua penentu utama yaitu (Anisa, 2012) : 1. Sikap Merupakan gabungan dari beberapa evaluasi atau penilaian positif maupun negatif dari faktor-faktor perilaku dan kepercayaan tentang akibat dari perilaku. 2. Norma Subyektif Merupakan gabungan dari beberapa persepsi tentang tekanan/ aturan dan norma social yang membentuk suatu perilaku. Tujuan dari perilaku, merupakan kekuatan seseorang untuk melakukan tindakan yang ditentukan. Relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan patuh atau tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakannya dipengaruhi rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari pajak 9

10 dan juga pengaruh lingkungan yang berhubungan dalam pembentukan norma subyektif yang ikut mempengaruhi keputusan berperilaku. b. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) Teori pembelajaran sosial mengatakan seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (A. Badura, 1977 dalam Robbins, 1996). Teori ini merupakan perluasan dari teori pengkondisian operan B.F.Skinner (1971) yaitu teori yang mengandaikan perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi konsekuensinya. Terdapat empat proses dalam pembelajaran sosial yaitu: (1) proses perhatian (attentional), adalah proses dimana seseorang hanya akan belajar dari orang lain/ model jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang /model tersebut. (2) proses penahanan (retention), adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. (3) proses reproduksi motor, adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan dan (4) proses penguatan (reinforcement), proses dimana individu individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model. Teori pembelajaran sosial ini sangat relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.

11 II. Gambaran Umum Mengenai Perpajakan A. Definisi Pajak Menurut Susunan Dalam Satu Naskah UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan STDD UU No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 (2008:9), pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2009:1) pajak memiliki unsur-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

12 1. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2009:1-2), ada dua fungsi pajak,yaitu : 1. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. 2. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:7) ada 3 asas dalam pemungutan pajak : 1. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. 2. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 3. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.

13 3. Wajib Pajak a. Pengertian Wajib Pajak Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 no.28 Tahun 2008 dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pengertian Wajib Pajak adalah sebagai berikut : Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. b. Kewajiban dan hak Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2009:54) Wajib Pajak berkewajiban untuk : 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. 2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. 4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam waktu yang telah ditentukan. 5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. 6. Jika diperiksa wajib : a. Memperlihatkan dan atau meeminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak.

14 b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta. Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. Adapun, hak-hak Wajib Pajak menurut Mardiasmo (2009:54-55) 1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. 2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT. 3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. 4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. 5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. 6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak. 7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. 9. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak. 10. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. 11. Mengajukan keberatan dan banding.

15 4. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2. Wajib Pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assesstment System adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menhitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

16 c. With Holding System adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewnang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menen tukan besarnya pajak yang bersangkutan. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak sellain fiskus dan Wajib Pajak. 5. Hambatan Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:8), hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi : 1. Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain : a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. System perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. System control yang tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. 2. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya anatara lain: a. Tax avoidance ; usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

17 b. Tax evasion ; usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). B. Pengetahuan dan Pemahaman Peraturan Pajak Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki (www.wikipedia.com). Pengetahuan akan peraturan dan ketentuan perpajakan oleh wajib pajak diharapkan membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Menurut Yuli, dkk (2012) Informasi yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi mereka terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bias memberikan tanggapan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuli, dkk (2012) diperoleh hasil bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

18 C. Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang (www.wikipedia.com). Pengertian fiskus adalah pegawai pemerintah yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas pemungutan pajak dan dikenal sebagai pejabat pajak. Jadi, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak (Jatmiko, 2006 dalam Arum, 2012). Peran serta fiskus dengan melakukan pelayanan terbaik amat sangatlah diperlukan untuk menarik para wajib pajak. Menurut Ilyas dan Burton (2010) yang dikiutip oleh Arum (2012), menjelaskan bahwa sikap atau pelayanan fiskus yang baiklah yang harus diberikan kepada seluruh wajib pajak, karena dalam membayar pajak seseorang tidak mempunyai kontraprestasi yang langsung. Berikut ini terdapat kewajiban dan hak seorang fiskus, yang diharapkan dapat menjadi standar dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada para wajib pajak. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah: 1. Kewajiban untuk membina wajib pajak 2. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

19 3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak 4. Kewajiban melaksanakan Putusan Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan, antara lain: 1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan 2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak 3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan 5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi 6. Hak melakukan penyidikan 7. Hak melakukan pencegahan 8. Hak melakukan penyanderaan Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik.

20 D. Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,2006:39). Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004 dalam Anisa dan Zulaikha, 2011). WP akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyakmerugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar WP, maka akan semakin berat bagi WP untuk melunasinya. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,2006 dalam Ni dan Putu 2010). Dalam UU Perpajakn dikenal dua macam sanksi perpajakan, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana menurut Mardiasmo (2009:57) adalah :

21 a. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi denda dapat dikatakan sebagai hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang. b. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan.merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam UU Perpajakn ada 3 macam sanksi pidana, yaitu : a. Denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan,sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. b. Pidana kurungan Hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.karena pidana kurungan diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

22 c. Pidana penjara Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan pada ihak ketiga,adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak. Tabel 2.1 Sanksi Administrasi a. Bunga 2% per bulan No. Masalah Cara 1 Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa 2 Dari penelitian rutin : PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar. PPh pasal 21, 22,23 dan 26 serta PPn yang terlambat dibayar. SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar. SPT salah tulis/ salah hitung. 3 Dilakukan pemeriksaan pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan). 4 Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, SKKPP, STP. 5 SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar Sumber : Ensiklopedia Perpajakan Indonesia (2010) mebayar/menagih SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/SPKB SSP/STP SSP/STP

23 b. Denda Administrasi No. Masalah Cara membayar/menagih 1 Tidak/terlambat memasukkan/menyampaikan SPT STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000 2 Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT masa SSP ditambah 150% tetapi belum disidik. 3 Khusus PPN : a. Tidak melaporkan usaha b. Tidak membuat/mengisi faktur c. Melanggar larangan membuat faktur c. Kenaikan 50% dan 100% No. Masalah Cara Menagih 1 Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan : a. Tidak memasukkan SPT : 1. SPT tahunan (PPh 29) 2. SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN) b. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP. c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29 SKPKB ditambah kenaikan 50% SKPKB ditambah kenaikan 100% SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN. SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23,26 dan PPN. 2 Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data SKPKBT 100% SSP/SPKPB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan) 4 Khusus PBB : STP+denda 2% a. SPT, SKPKB tidak/kurang dibayar atau (maksimum 24 bulan) terlambat dibayar. SKPKB+denda b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang administrasi dari selisih dibayar. pajak yang terutang. Sumber : Ensiklopedia Perpajakan Indonesia (2010)

24 baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB. 3 Khusus PPN: Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak. SKPKB 100% Sumber : Ensiklopedia Perpajakan Indonesia (2010) Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006 dalam Ni dan Putu 2010).Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009 dalam Ni dan Putu 2010) sebagai berikut: 1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. 2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan. 3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak. 4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi. 5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan. Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana.

25 Menurut Ilyas dan Burton (2010) yang dikutip oleh Arum (2012) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu: 1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh 2. Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983. 3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya 4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku. Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010) adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006 dalam Arum,2012). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, adanya sanksi perpajakan yang tegas diduga akan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

26 E. Kepatuhan Wajib Pajak 1. Pengertian Kepatuhan Pajak Menurut Safri yang dikutip oleh Sony dan Siti (2006:110), mengemukakan bahwa: Kepatuhan Wajib Pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajb Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Sedangkan,menurut Norman D. Noak yang dikutip oleh Sony dan Siti (2006:110), mengemukakan bahwa: 1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 235/KMK.03/2003 bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah : a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir ; b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut ;

27 c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana yang dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya ; d. Tidak mempunyai tunggakan pajak yang semua jenis pajak ; 1. kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 2. tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk dua masa pajak terakhir. e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir. f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laporan laba rugi fiscal. Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan merupakan kesadaran yang timbul dalam diri Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan sesuai Undang- Undang Perpajakan yang berlaku.

28 2. Macam-macam Kepatuhan Pajak Dalam Practice Note tentang Compliance Measurement (2001) yang dikutip oleh Evi (2011), kepatuhan dibagi mejadi dua macam, yaitu a. Kepatuhan Adminstratif Yaitu kepatuhan yang mencakup kepatuhan procedural dan kepatuhan pelaporan. b. Kepatuhan Teknis Yaitu kepatuhan yang mecakup kepatuhan wajib Pajak dalam menghitung jumlah pajak yang akan dibayar. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Wahyu (2008) dalam penelitiannya mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah sebagai berikut : a. Ekonomi Yang penghasilan sebelum pajak, tarif pajak, besarnya peluang untuk diperiksa dan besarnya penalty. b. Demografi Meliputi usia, keluarga dan tempat tinggal. c. Pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak Pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan serta sanksi-sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan perpajakan.

29 d. Personal dan Situasional Wajib Pajak Personal meliputi moral, orientasi nilai, dan preferensi terhadap resiko.sedangkan faktor situasional meliputi ada atau tidaknya pemeriksaan pajak, ketidaksamaan beban pajak, bagaimana perilaku kelompok referensi dalam pelaporan pajak, dan faktor tersedianya barang publik. F. Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitaian Terdahulu No. Judul Peneliti Variabel Kesimpulan 1. Pengaruh Faktor- Faktor Eksternal Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serang. Sri Rizki, Andi, Ayu (2012) Variabel independent: 1. Kesadaran membayar pajak 2. Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak 3. Persepsi atas efektifitas system perpajakan 4. Kualitas pelayanan Variabel dependent : Kepatuhan membayar pajak Variabel Kesadaran membayar pajak, Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak, Persepsi atas efektifitas system perpajakan, dan Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

30 2. Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (studi empiris terhadap wajib pajak di Semarang Tengah) 3. Pengaruh Persepsi Pelayanan Aparat Pajak, Persepsi Pengetahuan Wajib Pajak dan Persepsi Pengetahuan Korupsi Terhadap Kepatuhan (kajian empiris pada WPOP yang memiliki usaha di kota Probolinggo, kecamatan Mayangan) 4. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Yuli, Saryadi dan Sari (2012) Jessica Novia Susanto (2013) Ni Ketut dan Putu (2010) Variabel Independent : 1. Pelayanan fiskus 2. Pengetahuan perpajakan Variabel Dependent : Kepatuhan Wajib Pajak Variabel Independent : 1. Persepsi Pelayaan Aparat Pajak 2. Persepsi Pengetahuan Wajib Pajak 3. Persepsi Pengetahuan Korupsi Variabel Dependent : Kepatuhan Variabel Independent : 1. Persepsi tentang sanksi perpajakan 2. Kesadaran wajib pajak Variabel Dependent : Secara signifikan pelayanan fiskus dan pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak Secara parsial ketiga variabel independent tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel dependent. Namun secara simultan, ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap kepatuhan. Secara signifikanpers epsi tentang sanksi perpajakan dan Kesadaran wajib pajak

31 Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keamauan Untuk Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Wajib Pajak yang Melakukan Pekerjaan Bebas Yang Terdaftar di KPP Pratama Semarang Tengah Satu 6. Sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang Rahman dan Zulaikha (2012) Oktaviane Lidya Winerungan (2013) Kepatuhan Wajib Pajak Pelaporan Variabel Independent: 1. Pengetahuan dan Pemahaman tentang peraturan Perpajakan 2. Pelayanan Fiskus 3. Persepsi atas Efektivitas Sistem Perpajakan 4. Kesadaran Mmbayar Pajak Variabel Dependent : Kemauan Membayar Pajak Variabel Independent : 1. Sosialisasi Perpajakan 2. Pelayanan Fiskus 3. Sanksi Perpajakan Variabel Dependent : Berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Secara Signifikan Pengetahuan dan Pemahaman tentang peraturan Perpajakan, Pelayanan Fiskus, Persepsi atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Kesadaran Membayar Pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Hasil penelitian menyatakan bahwa hubungan di antara Kepatuhan Wajib Pajak

32 pribadi di KPP Manado dan KPP Bitung. Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Orang Pribadi dengan Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan tidak memiliki pengaruh. G. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini akan berusaha dijelaskan mengenai pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini disajikan pada Gambar 2.1. Pengetahuan dan Pemahaman Peraturan Pajak (X1) Pelayanan Fiskus (X2) Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Sanksi Pajak (X3) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis