BAB IV KESIMPULAN. Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian serius bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara, baik berupa daratan maupun lautan. Salah satunya berbatasan dengan

BORDER DEVELOPMENT CENTER (BDC) E N T I K O N G

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

Rezim Kerjasama Sosek Malindo Kaltim-Sabah: Mengukur Derajat Compliance Partisipan Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam

PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN SANGGAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL: STUDI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMa SOSEK-MALINDO

A. Pendahuluan. dalam perkembangan isu kesehatan global yakni pertama mengenai akses negara

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI PENCABUTAN PAS LINTAS BATAS (PLB) SEBATIK TAWAU OLEH PEMERINTAH MALAYSIA ARDIMANSYAH 1 NIM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. giro, yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. UU No. 24 tahun 1992, wilayah perbatasan juga merupakan salah satu kawasan

Manual Mutu Akademik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Manual Mutu FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO

Pontianak, 28 Juli 2008

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Executive Summary PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA PADA ERA PRESIDEN JOKO WIDODO (STUDI DI PROVINSI KALIMANTAN)

KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

PERTUMBUHAN BIDANG EKONOMI DI PERBATASAN INDONESIA - MALAYSIA

ANGGARAN DASAR INDONESIAN YOUNG HEALTH PROFESSIONALS SOCIETY

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

LD NO.15 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Perbatasan, Tertinggal Dan Diterlantarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012

WALIKOTA BANJARMASIN

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

MASALAH PERBATASAN NKRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL DAN PENINGKATAN KINERJA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

OLEH: FAHRIZAL SIREGAR, S.H NIM. A

2015, No Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka perlu dilakukan penyempurnaan petunjuk teknis Dana Al

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kalimantan Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang

Sebelum meratifikasi AATHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang rasional.

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Manual Mutu Akademik FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH

Dimensi Kelembagaan. Kebijakan Kelembagaan 1. Perencanaan 0.5

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM PRIORITAS KOTA SAMARINDA TAHUN 2018

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam

GAMBARAN UMUM KABUPATEN SANGGAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN Pembangunan di daerah perbatasan telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia. Pembangunan daerah perbatasan berkaitan dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan dan keamanan nasional serta peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat diperbatasan maka strategi yang dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menjalin kerjasama dengan Negara yang berbatasan secara langsung yaitu Malaysia. Kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini diwakili oleh pemerintah Provinsi Kalbar dan kaltim) dan Kerajaan Malaysia (Sabah dan Sarawak) yang terkait dengan persoalan perbatasan telah dimulai sejak tahun 1967 yaitu kerjasama di bidang keamanan di daerah-daerah perbatasan kedua negara. Kerjasama ini terus berkembang hingga mencakupi bidang-bidang lain seperti: politik, sosial, budaya dan ekonomi. Salah satu bentuk kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua negara adalah General Border Committee (GBC). Setelah 12 tahun GBC dibentuk, untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan maka beberapa hal dalam Security Arrangement 1972 di ubah menjadi Security Arrangement 1984 yang secara resmi telah disahkan pada sidang ke 13 GBC Malindo di Yogyakarta tanggal 3 desember 1984. Judith Goldstein dkk menyatakan bahwa bentuk legalisasi sebuah perjanjian merupakan salah satu bagian yang sangat vital untuk mengukur efektifitas produk hukum yang 84

dihasilkan oleh suatu organisasi internasional. Jika legalisasinya berbentuk soft law maka secara teoretis implementasinya akan cenderung kurang efektif. Sebaliknya bila legalisasinya berbentuk hard law, maka implementasinya akan cenderung lebih efektif. Atas dasar itulah maka penulis melakukan analisis mengenai legalisasi Security Arrangement 1972 dan Security Arrangement 1984. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat obligasi moderat, presisi moderat dan delegasi moderat, maka jelas bahwa berdasar tipologi bentuk legalisasi menurut Abbot dkk sebagaimana dijelaskan dalam bahasan mengenai kerangka berfikir di atas, Security Arrangement 1972 dan 1984 tergolong pada moderat. Dampak dari bentuk legalisasi yang moderat ini menjadikan perjanjian kerjasama ini memiliki kelonggaran bagi negara Malaysia dan Indonesia untuk mematuhi atau tidak perjanjanjian tersebut. Akibat legalisasi Security Arrangement 1972 dan 1984 ini moderat, terdapat dua kesepakatan yang tidak terlaksana dengan sempurna, yaitu: kesepakatan tentang PLBD di Serudong- Sabah dan Relokasi Mundur PPLB Kalimantan Barat Entikong-Tebedu. Tidak terlaksananya 2 (dua) kesepakatan tersebut merupakan bentuk tindakan noncompliance yang dilakukan oleh pihak Malaysia. Jika dikaitkan dengan faktor kepentingan, tidak terlaksanakannya dua kesepakatan tersebut adalah bagi Malaysia membangun infrastruktur perbatasan berupa fasilitas PLBD di Serudong bukan merupakan bagian dari kepentingan prioritas. Kepentingan prioritas Malaysia di kawasan perbatasannya bukan terletak pada pembangunan infrastruktur, melainkan lebih pada kepentingan untuk 85

memaksimalkan keuntungan-keuntungan ekonomi dari hasil transaksi perdagangan lintas batas dengan Indonesia. Sedangakan relokasi Mundur PPLB Kalimantan Barat Entikong-Tebedu akan menyebabkan pihak Malaysia mengeluarkan dana banyak lagi, karena sebelumnya Malaysia telah membangun PPLB Tebedu dengan sarana dan prasaran yang memadai dan telah mengeluarkan banyak biaya. Walapun bentuk legalisasi yang moderat pihak Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk mematuhi hasil kesepakatan, dengan mewujudkan pembangunan Pos Lintas Batas Darat (PLBD) di lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Pembangunan infrastruktur pendukung seperti: jalan, drainase dan jembatan menuju PLBD di Simanggaris yang hingga saat ini masih terus dilakukan adalah bukti keseriusan pihak Indonesia dalam melaksanakan hasil kesepakatan. Namun bukan berarti Indonesia bertindak sempurna dalam mentaati perjanjian. Perilaku compliance Indonesia tersebut dapat dinilai sebagai sebuah kepatuhan yang harus dilakukan, karena semua tawaran kerjasama sosial ekonomi (Kalimantan timur-negeria Sabah) yang terangkum dalam 7 (tujuh) kertas kerja tersebut merupakan usulan dari Indonesia. Sehingga bagi Indonesia alasan mentaati hasil kesepakatan selain sebagai upaya untuk mencapai kepentingan nasional, juga untuk alasan tanggung jawab moral selaku pihak yang mengusulkan, serta bentuk kesadaran Indonesia yang memahami bahwa rezim adalah norma yang harus dipatuhi 86

Derajat compliance Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Tingginya derajat kepatuhan Indonesia ini selain karena kesadaran untuk mematuhi hasil kesepakatan sebagai sebuah norma yang harus dipatuhi, juga dikarenakan program-program kerjasama yang telah disepakati dengan pihak Malaysia tersebut mengandung kepentingan nasional Indonesia, terutama kepentingan yang berkaitan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan kalimantan Indonesia. Perilaku masing-masing pihak yang terlibat dalam GBC Malindo sangat menentukan bagi terealisasinya hasil kesepakatan. Dalam kenyataannya tidak semua hasil kesepakatan dapat terpenuhi, hal ini disebabkan adanya compliance problem. Indonesia cenderung tampil sebagai pihak yang cenderung mematuhi/memenuhi semua hasil kesepakatan dalam GBC Malindo di Kalimantan. Malaysia dalam penelitian merupakan pihak yang menunjukkan perilaku non-compliance. Perilaku non-compliance tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: beberapa hasil kesepakatan bukan kepentingan prioritas, keterbatasan wewenang, dan efisiensi biaya. Akibat dari ketidakmampuan rezim kerjasama GBC Malindo tingkat daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan barat dalam menciptakan mekanisme compliance mengakibatkan pelaksanaan programprogram kerjasama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak terhambat. Selain berakibat pada proses pelaksanaan kerjasama hasil kesepakatan, tidak adanya mekanisme compliance dalam rezim kerjasama GBC Malindo di Kalimantan juga mempengaruhi perilaku compliance dari pihak yang 87

bekerjasama. Ada pihak yang memenuhi semua hasil kesepakatan sebagai bentuk tanggung jawab moral karena telah meratifikasi perjanjian, tetapi ada juga pihak yang tidak melaksanakan hasil kesepakatan yang telah disetujui bersama. 88