TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dala

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II LANDASAN TEORI

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

SYARAT DAN KETENTUAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB V PENUTUP. polis asuransi jiwa di PT Asuransi Jiwasraya Cabang Yogyakarta ini

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) LUTHFI ASSHIDDIEQY / D 101 07 210 ABSTRAK Tulisan ini berkenaan dengan Tinjauan hukum tentang perlindungan konsumen dalam perjanjian pembiayaan konsumen setelah terbentuknya otoritas jasa keuangan (OJK), permasalahanya yaitu bentuk-bentuk perbuatan atau tindakan perusahaan pembiayaan konsumen yang dikategorikan merugikan konsumen, dan faktor-faktor yang merupakan kewajiban perusahaan pembiayaan konsumen terhadap konsumen, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan-kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggarakan secara teratur, adil dan transparan, dan akuntabel, secara mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah metode penelitian hukum normatifyang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kata Kunci: Pembiayaan, konsumen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan kehidupan dimasyarakat dewasa ini, maka kebutuhannya juga semakin bertambah, sedang dilain pihak tidak semua anggota masyarakat dapat mempunyai dana tunai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga diperlukan jasa pihak ketiga untuk mendapatkan pinjaman. Bahwa kebutuhan dana itu dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi seharihari,apalagi dalam hal berusaha diberbagai bidang bisnis, tentunya uang adalah raja. Atau seperti pepatah Yahudi, dengan uang seseorang akan menjadi lebih bijaksana, dan juga bias menyanyi secara lebih baik. Hal inilah yang mendorong lahirnya lembaga keuangan yang menyediakan dana untuk keperluan masyarakat, baik lembaga maupun bank maupun lembaga non bank. Lembaga keuangan non bank inilah kemudian dikenal sebagai lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiataan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga pembiayaan merupakan alternatif pembiayaan diluar perbankan yang lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhanmasyarakat.keberadaan lembaga tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan untuk masyarakat. Lembaga pembiayaan merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang. Lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud, dalam perkembangannya tidak hanya mendasarkan pada sistem konvensional namun juga menerapkan prinsip syariah dalam operasionalnya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang masih meragukan sistem bunga jika ditinjau dari segi hukum agama.penerapan sistem syariah sebagaimana dimaksud didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasiona- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Pada awalnya isinya pendirian dan pengawasan perusahaan pembiayaan tersebut berada dalam kewenangan pemerintah dan Menteri Keuangan, sebagaimana tercantum pada peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan

Pembiayaan, kemudian dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pembiayaan. Namun setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 11,Tanggal 22 November 2011, maka kewenangan pemerintah sebagaimana tersebut beralih kepada Jasa Otoritas Keuangan (selanjutnya disingkat OJK), dan secara efektif berlaku bagi Lembaga Pembiayaan pada tanggal 31 Desember Tahun 2012. OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan-kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggarakan secara teratur, adil dan transparan, dan akuntabel, secara mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Secara kelembagaan, OJK berada diluar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari keuangan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan unsurunsur perwakilan pemerintah, karana pada hakikatnya OJK merupakan Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas yang lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Salah satu jenis pembiayaan yang paling berkembang adalah pembiayaan konsumen yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen yang kegiatannya meliputi pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembiayaan secara angsuran. Pada umumnya perusahaan pembiayaan konsumen dalam menjalankan usaha untuk mengikuti pembeli dan mengatkan kedudukan dalam kontrak mereka menggunakan bentuk perjanjian yang bersifat standar (baku), disinilah dapat terjadi permasalahan hukum antara perusahaan konsumen dengan pihak debitur selaku konsumen, yang pada akhirnya merugikan debitur. Kalau terjadi hal demikian maka disinilah OJK berperan untuk melindungi kepentingan konsumen yang bersangkutan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk perbuatan atau tindakan perusahaan pembiayaan konsumen yang dikategorikan merugikan konsumen? 2. Apakah yang merupakan kewajiban perusahaan pembiayaan konsumen terhadap konsumen? II. PEMBAHASAN A. Bentuk Perbuatan Perusahaan Pembiayaan Konsumen Yang Merugikan Konsumen Semua perjanjian sewa beli kendaraan bermotor adalah berbentuk kontrak standar (perjanjian baku), perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk tertulis 1. Dari pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya yang di maksudkan dengan perjanjian baku adalah menyangkut dari isi perjanjian, yang telah ditentukan secara baku atau permanen, di mana syarat-syaratnya dibuat secara sepihak oleh kreditur, tanpa mengikutsertakan debitur. Oleh karena itu debitur pada perjanjian baku hanya membaca isi atau syarat-syarat perjanjian yang disodorkan, untuk disetujui atau tidak disetujui. Kalau disetujui maka perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak,kreditur dan debitur. Karena bentuk dan isinya telah ditetapkan secara sepihak, maka pada dasarnya asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat(1) KUH.Perdata tidak berlaku secara penuh, artinya ada keterbatasan pihak debitur untuk turut serta berperan dalam menentukan isi/syarat perjanjian yang bersangkutan,sehingga tidak jarang terjadi pihak konsumen berada pada posisi yang riskan. Karena di satu sisi syarat-syarat dalam perjanjian pembiayan sangat berat bagi 1 Mariam Darul Badruszaman, Perjanjian Baku Dan Perkembanganya Di Indonesia,Alumni, Bandung,1998,Hal. 96.

konsumen, tetapi di sisi lain konsumen sangat membutuhkan barang yang akan dibelinya dan tidak mampu untuk membeli secara tunai.sehingga dengan demikian konsumen akan menerima saja isi/syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak yang bersangkutan. Jadi dengan demikian dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor tersebut pihak perusahaan pembiayaan konsumen selaku kreditur, telah mengetahui benar keadaan dari calon pembelinya yang berada pada posisi sebagaimana disebutkan di atas, sehingga keadaan ini digunakan oleh penjual untuk menetapkan secara sepihak isi/persyaratan kontrak.dan kalau konsumen tidak menyetujui isi dan atau persyaratan kontrak tersebut perjanjian pembiayaan konsumen tidak dapat dilakukan. Salah satu ketentuan yang sering dimasukkan sebagai syarat dalam perjanjian pembiayaan konsumen, adalah mengenai klausula parate eksekusi yang memberikan hak kepada perusahaan pembiayaan konsumen untuk secara langsung mengambil kendaraan bermotor dari penguasaan konsumen bilamana secara berturut-turut tidak membayar angsuran, akan dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan. Pada umumnya konsumen tidak mengetahui maksud dari parate eksekusi tersebut, sehingga dapat dikatakan tidak pernah terjadi adanya komplain mengenai masalah ini. Padahal pencantuman ketentuan parate eksekusi dalam suatu perjanjian itu tidak diperbolehkan, kecuali perjanjian itu ditentukan oleh undang-undang misalnya dalam perjanjian hak tanggungan. Klausula parate eksekusi pada perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Hadji Kalla dan PT. Bosowa, masing-masing tercantum pada pasal VI dan isinya pun persisi sama, yakni : bilamana suatu pembayaran sisa harga sewa-beli menurut ketentuan dalam Pasal I tersebut di atas tidak dilakukan selama dua bulan berturut turut, menurut tanggal dan bulanya maka pihak kedua berada dalam keadaan lalai (wanprestasi), sehingga tidak lagi diperlukan pemberitahuan lewat jurusita dan dalam hal demikian itu maka pihak pertama ataupun orang yang diperintahkan/di kuasakan berhak menarik kembali mobil tersebut ke dalam kekuasaanya dan atau mengalihkanya kepada pihak ketiga di manapun dan saat manapun tanpa melalui pengadilan negeri (parate executive) dan untuk itu pihak kedua tidak berhak/tidak akan keberatan atau menuntut apapun dari pihak pertama 2. Penyalahgunaan keadaan lainya yang menyangkut bentuk dan isi perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor adanya dua lembaga hukum yang terdapat dalam satu perjanjian, yakni perjanjian pembiayaan konsumen dan sewa guna, hal ini ditemui dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pada PT. F.I.F. Penggabungan keadaan lainya yang menyangkut bentuk dan isi perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor adanya dua lembaga hukum yang terdapat dalam satu perjanjian, yakni perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian sewa guna, hal ini ditemui dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pada PT. F.I.F. Dengan adanya penggabungan antara perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian sewa guna usaha sebagaimana yang terjadi pada PT. F.I.F., maka kemungkinan besar penyalahgunaan keadaan dapat dilakukan oleh penjual sewa, karena dapat saja pada akhir pembayaran angsuran di mana seharusnya konsumen sudah berhak memiliki kendaraan bermotor yang di sewa-belinya, tetapi oleh PT. F.I.F. berdalih bahwa perjanjian yang dilakukan adalah perjanjian sewa guna usaha, sehingga konsumen perusahaan pembiayaan masih diharuskan membayar nilai sisa.hal ini jelas sangat merugikan pihak konsumen, sekaligus menampakkan tidak adanya itikad baik pada perusahaan pembiayaan konsumen yang bersangkutan. 2 Istilah Yang Digunakan Dalam Perjanjian Sewa-Beli Pt.H.Kalla Maupun Pt.Bosowa Tidak Benar,Karena Disitu Tercantum Parate Executive Yang Seharusnya Parate Executie.(Red)

Dengan demikian perbedaan pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha adalah, dalam perjanjian pembiayaan konsumen meskipun barang sudah diserahkan kepada konsumen, tetapi hak milik baru beralih dari perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen setelah angsuran terakhir di bayar. Sedangkan, dalam perjanjian sewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha menyediakan dana untuk pembelian barang yang dibutuhkan oleh lesse. Lessor membeli barang dari supplier.pada akhir masa sewa guna usaha, konsumen dapat menggunakan hak opsinya (hak pilih) untuk membeli barang yang bersangkutan, sehingga hak milik atas barang tersebut beralih dari perusahaan sewa guna usaha kepada konsumenya. Sebagaimana telah diketahui dari uraian sebelumnya, bahwa dalam perjanjian pembiayaan konsumen hak milik atas barang masih berada pada perusahaan pembiayaan konsumen sebelum harga dilunasi oleh konsumen.dengan demikian perusahaan pembiayaan konsumen berhakmenarik kembali kendaraan bermotor tersebut dari penguasaan konsumen, jika pembeli konsumen wanprestasi dalam melakukan cicilan pembayaran. B. Peran OJK Dalam Melindungi Kepentingan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, bahwa salah satu tujuan dibentuknya OJK adalah untuk melindungi konsumen perusahaan pembiayaan konsumen. Perlindungan konsumen secara tegas dicantumkan dalam Pasal 28 UU. OJK, yang menyatakan untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian masyarakat dan masyarakat, yang meliputi: a. Memberikan informasi dan edukasi atas karakteristik ektor jasa keuangan, layanan dan produknya; b. Meminta Lenbaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatan apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat, dan c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundangundangan di sektor keuangan. Mengenai apa yang dimaksud dengan ketiga hal tersebut diatas, penjelasan Pasal 28 UU. OJK menytakan jelas, artinya tidak perlu ada penjelasan karena sudah dimengerti maksudnya, untuk itu perlu dikaji pa makna point a, b, dan c tersebut, yang jelas pada dasarnya ketiganya hanya bersifat upaya pencegahan saja, untuk menghindari konsumen dari perbuatan yang merugikan dari pihak perusahaan konsumen. Untuk mengupayakan perindungan bagi konsumen, maka OJK memberikan pengertian kepada konsumen apa yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen dan bagaimana karakteristik perusahaan pembiayaan layanan dan produknya. Sehingga demikian pihak konsumen dapat mempertimbangkan secara cermat untung ruginya bila membeli barang melalui perusahaan pembiayaan konsumen.mengenal point b, peranan OJK hanya meminta perusahaan pembiayaan konsumen untuk menghentikan kegiatannya apabila berpotensi merugikan masyarakat.untuk lebih mengkongkritkan pelaksanaan perlindungan konsumen oleh OJK, maka pada tanggal 6 agustus 2013, OJK menerbitkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat POJK No. 1/2013). POJK No.1 /2013 pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang merupakan kewajiban dari pelaku usaha jasa keuangan yang merupakn perlindungan bagi konsumen. Namun, dalam tulisan ini hanya dikemukakan beberapa ketentuan yang secara langsung terkait dengan praktik yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen, sebagaimana akan dikemukakan dalam pembahasan dibawah ini. Tentang keseimbangan kedudukan antara Pelaku Jasa Keuangan dengan Konsumen. Selama ini ini dalam hal berbagai perjanjian pembiayaan konsumen didapati suatu kenyataan pihak pelaku jasa keuangan selalu berada pada pihak yang selalu

diuntungkan daripada pihak konsumen, artinya pihak Pelaku Jasa Keuangan selalu menekan pihak konsumen agar selalu menuruti kehendaknya dan kalau tidak pembiayaan tidak dikucurkan kepada konsumen. Untuk mengatasi hal tersebut terjadi, maka dalam Pasal 21 POJK No. 1/2013, ditekankan bahwa Pelaku Jasa Keuangan wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam membuat perjanjian dengan konsumen. Mengenai bentuk perjanjian pembiayaan konsumen, yang selama ini diterapkan dalam setiap perjanjian, maka menurut ketentuan Pasal 22 ayat (1) PP OJK No. 1 PP OJK 1/2013, perjanjian baku tersebut wjib disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen terhadap isi perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh pelaku Usaha Jasa Keuangan tanpa mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan, melainkan hanya berdasarkan kebiasaan mereka saja, yang tentunya isinya merugikan pihak Konsumen. Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat (2) POJK No. 1/2013, ditekankan bahwa pelaku usaha jasa keuangan dalam menggunakan perjanjian baku dilarang: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban pelaku Usaha Jasa Keuangan Kepada Jasa Konsumen. b. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh konsumen atas produk dan/atau layanan yang dibeli. 3 c. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagungkan leh konsumen kecuali tindakan 3 Pengembalian Ini Biasanya Dilakukan Oleh Konsumen Kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan,Bilamana Ternyata Apa Yang Dibeli Oleh Konsumen Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Telah Diperjanjikan, Dalam Praktik Biasa Terdapat Tulisan Barang Yang Telah Dibeli Tidak Dapat Dikembalikan, Hal Ini Tentunya Merugikan Konsumen Khususnya Bila Barang Yang Dibeli Tersebut Mempunyai Cacat Yang Tersembunyi.(Red) sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundana-undangan. 4 d. Mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh konsumen, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakn hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen, bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha jasa Keuangan. e. Memberi hak kepada pelaku usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan atau layanan. f. Menyatakan bahwa konsumen tunduk pada peraturan yang baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya. g. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. III. PENUTUP A. Kesimpulan Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Jasa Keuangan, terdapat berbagai ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Pelaku Jasa Keuangan, khususnya yang terjadi pada Perusahaan Lembaga Pembiayaan Konsumen, ketentuan tersebut bersifat baku yang sangat merugikan konsumen. Untuk melindungi Konsumen dari tindakan Pelaku Usaha Jasa Keuangan, maka Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.Bilamana kewajiban dan larangan tersebut dilanggar 4 Dalam Praktik Pemberian Kuasa Ini Sering Dilakukan Dengan Cara Menyuruh Konsumen Menandatangani Kertas Kosong Yang Bermaterai, Yang Nantinya Dapat Digunakan Oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan Sesuai Kehendaknya. Pengecualian Atas Larangan Ini Berlaku Misalnya Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan.(Red)

oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan, maka sangsinya dapat berupa teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin kegiatan usaha. B. Saran Mengingat bahwa POJK 1/2013, masih merupakan peraturan yang baru, maka seharusnya pihak-pihak berkompeten segera melakukan sosialisasi peraturan tersebut untuk diketahui oleh masyarakat, khususnya pelaku usaha jasa keunangan misalnya perusahaan pembiayaan konsumen agar dalam membuat perjanjian yang bersifat baku tidak menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdulkadir Muhammad, 2000, Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses (ASA, Jakarta. Khotibul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Mariam Darus badrulzaman, 2009, Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung. Munir Fuady, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

BIODATA LUTHFI ASSHIDDIEQY, Lahir di...,... Alamat Rumah Jalan..., Nomor Telepon +6282393395426, Alamat Email formatime_lutfi@yahoo.co.id