POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn) The Potential Some of Maize Varieties as Baby Corn (Zea mays L.).

dokumen-dokumen yang mirip
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

The Potential of Some Maize Varieties for Production of Baby Corn (Zea mays L.). Daya Genetik Pertanian ABSTRACT

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

ANALISIS POTENSI HASIL DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

ANALISIS POTENSI HASIL DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn)

Potensi Beberapa Varietas Jagung untuk Dikembangkan sebagai Varietas Jagung Semi

PENGARUH POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG SEMI (BABY CORN)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

EVALUASI DAN SELEKSI 24 GENOTIPE JAGUNG LOKAL DAN INTRODUKSI YANG DITANAM SEBAGAI JAGUNG SEMI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo,

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

III. BAHAN DAN METODE

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Sepang Jaya Kecamatan Labuhan Ratu Bandar

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw.) DI DATARAN RENDAH ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai Mei. Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kotamadya Pekanbaru.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L) DI LAHAN KERING

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

Transkripsi:

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn) The Potential Some of Maize Varieties as Baby Corn (Zea mays L.). Widya Rachmat Sepriliyana 1, Yudiwanti 2, Sri Gajatri Budiarti 3 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 3 Staf Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Abstract The experiment was aimed to get potential information about some of maize varieties which can be used to produce baby corn. The experiment conducted in Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor on May until July 2009. The genetic material was consisted 17 collection genotypes of Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen). Five local genotypes (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Oesae and Srimanganti), seven breeding genotypes (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa and Wisanggeni), five introducted genotypes (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 and Phil DMR 6) and one check variety, BISI-2. It was arranged in Randomized Completely Block Design with genotype as treatment. This experiment used three replications. Data measured were analyzed with ANOVA, t-dunnett and Orthogonal Contras. The result showed that Kiran and Phil DMR Comp. 2 genotypes produced many ears in a crop than local genotypes, breeding genotypes and introduction genotypes. The marketable ears of them one more than others. Genjah Kodok genotype had a high percentage in class A ears, according to CODEX standard for baby corn than others and also control variety. Thus, Genjah Kodok, Kiran, and Phil DMR Comp.2 genotypes were potential to be used as baby corn. Keywords : Potential, Maize, Baby Corn PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan tanaman pangan yang banyak digunakan untuk bahan makanan pokok. Salah satu produk dari tanaman jagung yang mempunyai prospek cukup baik dikembangkan adalah jagung semi (baby corn), yaitu jagung yang dipanen saat masih muda dan belum membentuk biji. Tidak hanya jagung yang masih mudanya saja yang bisa dimanfaatkan, bagian dari hijauannya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena teksturnya halus dan masih muda sehingga mudah dicerna oleh hewan ternak yang memakannya. Jagung semi secara pemeliharaan lebih sulit dibandingkan dengan jagung biasa, namun dibalik kesulitan ini memiliki beberapa keuntungan antara lain : permintaan pasar terhadap baby corn meningkat sehingga meningkatkan pendapatan petani dan panen hasil dari jagung semi tidak memerlukan waktu yang lama (Palungkun dan Budiarti, 1992). Menurut Soeseno (1997) jagung semi atau jagung putri, berasal dari jagung hibrida biasa, tetapi setiap bunga jantannya yang muncul langsung dibuang (emaskulasi). Akibatnya, pembentukan tongkol jagung bisa lebih cepat. Beberapa negara pengekspor baby corn antara lain Thailand, Sri Lanka, Taiwan, China, Zimbabwe, Zambia, Indonesia, Afrika Selatan, Nikaragua, Costa Rica, Guatemala, dan Honduras. Thailand merupakan salah satu negara yang mengekspor baby corn terbesar dalam statistik perdagangan resmi. Pada tahun 1993, Thailand mengekspor baby corn ke-22 negara (Graef, 1995). Sebagian besar baby corn yang dijual di Amerika diproses dan diimpor dari Asia, terutama Thailand (University of Kentucky, 2006). Kendala yang umum timbul dalam memproduksi jagung semi adalah penggunaan varietas unggul jagung yang dirakit khusus sebagai jagung semi. Sebagian besar produksi jagung semi menggunakan varietas jagung pipil yang sudah tersedia di pasar. Kendala lainnya yaitu penerapan komponen teknologi produksi yang belum dilakukan sesuai anjuran berupa ketidaksesuaian dalam teknik budidaya yang dilakukan serta proses pasca panen yang tepat. tongkol yang biasa dihasilkan jagung umumnya sekitar 1-2 buah. Varietas jagung hibrida yang banyak digunakan sebagai baby corn antara lain Hibrida C-1 dan C-2, Pioneer-1, 2, 7, dan 8, CPI-1, Bisi-2 dan Bisi-3, IPB-4, serta Semar-1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002). Menurut Wakhyono (2003), persentase tongkol dengan panjang lebih dari 9.5 cm dan afkir tinggi sehingga perlu dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe untuk meningkatkan kualitas tongkol. Diharapkan beberapa varietas jagung yang ada dapat menghasilkan jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik. Kuantitas jagung semi dengan menghasilkan tongkol banyak dan kualitas jagung semi seperti rasa manis, tidak berserat, alur biji lurus, berwarna kekuningan, dan seragam. Tujuan Memperoleh informasi potensi beberapa varietas jagung yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi jagung semi (baby corn). Hipotesis Terdapat varietas jagung yang menghasilkan jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik dibanding BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan 17 genotipe jagung koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) terdiri atas 5 genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Oesae, Srimanganti), 7 genotipe hasil pemuliaan (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, Wisanggeni), dan 5 genotipe introduksi (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2, Phil DMR 6) serta BISI-2 sebagai pembanding. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dilakukan pemupukan dengan Urea, SP-18, KCl dan pupuk kandang. Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan insektisida dan fungisida. Alat yang digunakan antara lain alat budidaya pertanian, jangka sorong, label, meteran, pisau, plastik, timbangan digital, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah 17 genotipe dan 1 varietas pembanding. Dengan demikian seluruhnya terdapat 54 satuan percobaan dan setiap satu satuan percobaan terdiri dari 50 tanaman tiap petak dengan 10 tanaman contoh. Model matematika RKLT yang digunakan (Gomez and Gomez, 1995) adalah:

Y ij = μ + α i + β j + ε ij i = 1, 2, 3,...n j = 1, 2, 3,...n Y ij = Respon pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum α i = Pengaruh perlakuan ke-i β j = Pengaruh ulangan ke-j = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j ε ij Jika F-hitung berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut setelah analisis ragam menggunakan uji perbedaan nilai tengah yaitu uji t-dunnett dan uji kontras ortogonal sesuai kebutuhan. Pelaksanaan Penelitian Pengolahan tanah dilakukan dengan pemberian pupuk kandang dan dibiarkan selama satu minggu. Setelah satu minggu dilakukan pemetakan dengan ukuran petak 26.6 m x 5 m untuk tiap ulangan dan setiap genotipe ditanam dalam dua baris dengan ukuran petak 1.4 m x 5 m dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Benih yang ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam dan diikuti dengan pemberian Furadan 3G. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak ± 7 cm dari lubang tanam. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 200 kg/ha Urea, 400 kg/ha SP-18, 100 kg/ha KCl. Pupuk Urea diberikan setengah dosis rekomendasi pada saat tanam dan sisanya diberikan 21 HST. Untuk pupuk SP-18 dan KCl diberikan satu dosis rekomendasi pada saat tanam. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma (penyiangan), pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan penjarangan. Kegiatan penyulaman tanaman yang mati tidak dilakukan karena dikhawatirkan tanaman jagung semi tidak seragam pertumbuhannya mengingat umurnya yang pendek. Kegiatan pemanenan dilakukan sesuai umur panen tiap genotipe. Pengamatan Pengamatan dilaksanakan terhadap 10 tanaman contoh yang diambil secara acak per genotipe. Peubah yang diamati antara lain : 1. Tinggi tanaman 2. Diameter batang 3. buku per tanaman 4. Umur berbunga 5. Umur panen 6. tongkol per tanaman 7. Bobot tongkol kotor 8. Bobot tongkol bersih 9. Ukuran tongkol (diameter dan panjang tongkol) 10. tongkol layak pasar Tabel 1. Standar CODEX untuk Baby corn (Brisco, 2000) Kode Ukuran Panjang (cm) A 5.0-7.0 B 7.0-9.0 C 9.0-12.0 Semua ukuran, minimal harus memiliki diameter tidak kurang dari 1 cm dan maksimal tidak lebih dari 2 cm. 11. tongkol afkir Analisis Data Jika F-hitung berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut setelah analisis ragam menggunakan uji t- Dunnett untuk membandingkan tiap perlakuan dengan kontrol dan uji kontras ortogonal untuk membandingkan antar perlakuan atau antar kelompok perlakuan. Untuk mengetahui sejauh mana suatu populasi tanaman secara fenotipik dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan sekitarnya dilakukan pendugaan nilai heritabilitas. Nilai ragam lingkungan (Ve) didapatkan dari nilai kuadrat tengah galat dibagi dengan banyaknya ulangan sedangkan nilai ragam genotipe (Vg) dari selisih kuadrat tengah genotipe dengan kuadrat tengah galat dibagi dengan banyaknya ulangan. Hasil dari penjumlahan ragam genotipe dengan ragam lingkungan adalah ragam fenotipe. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Kebun Percobaan Lewikopo IPB dimana pada bulan tersebut merupakan akhir dari musim hujan. Curah hujan yang turun selama penelitian berdasarkan data dari stasiun klimatologi Dramaga yaitu 346.57 mm/bulan, dimana pada bulan Mei curah hujan sangat tinggi (570.60 mm). Suhu udara berkisar 26 o C dengan kelembaban udara 81.67 %. Tim Penebar Swadaya (1992) menyatakan bahwa kisaran curah hujan ideal bagi jagung semi adalah 100 125 mm/bulan. Serangan hama mulai terlihat saat tanaman berumur 3 MST berupa belalang (Melanoplus sp.), ulat tanah (Agrotis ipsilon) dan ulat grayak (Spodoptera litura). Hama ulat penggerek tongkol (Heliothis armigera) dan ulat penggerek batang (Sesamia inferens) menyerang saat panen jagung semi berlangsung (sekitar 40 55 HST), akibat serangan keduanya terjadi penurunan kualitas tongkol jagung semi. Penyakit bulai (Sclerospora maydis) menyerang tanaman jagung yang masih muda berumur sekitar 3 MST sehingga untuk menghindari penyebarannya dilakukan pencabutan dan pembuangan tanaman jagung yang terserang. Penyakit lain yang menyerang tanaman jagung selama penelitian adalah hawar daun (Helminthosporium maydis) dan karat (Puccinia sp.). Penyakit hawar daun awalnya berupa bercakbercak kecil selanjutnya berwarna coklat kehijauan dan lama kelamaan membesar sedangkan penyakit karat pada tingkatan yang jauh menyebabkan bagian-bagian daun mengering (Semangun, 1991). Tabel 3. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Beberapa Peubah Jagung. Peubah F hitung Pr > F KK (%) Tinggi tanaman 4.39 ** 0.0001 6.20 Diameter batang 10.43 ** 0.0001 6.18 buku per tanaman 71.88 ** 0.0001 3.83 Umur berbunga 109.63 ** 0.0001 1.79 Umur panen rata-rata 11.90 ** 0.0001 3.55 tongkol per tanaman 15.92 ** 0.0001 10.43 Bobot tongkol kotor 10.83 ** 0.0001 13.45 Bobot tongkol bersih 12.66 ** 0.0001 16.77 Diameter tongkol 9.02 ** 0.0001 5.86 Panjang tongkol 29.55 ** 0.0001 7.82 tongkol layak pasar 2.49 * 0.0115 10.37 w) tongkol afkir 11.88 ** 0.0001 10.94 * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata, w) = transformasi ( x+o.5) Berdasarkan hasil sidik ragam peubah dari genotipegenotipe yang diuji, pengaruh genotipe untuk semua peubah adalah nyata atau sangat nyata (Tabel 3). Keragaman Genetik Keragaman Fenotipik dan Heritabilitas Nilai ragam genetik (Vg) dan ragam fenotipik (Vp) pada beberapa peubah yang diamati lebih besar daripada nilai ragam lingkungan (Ve), kecuali pada peubah jumlah tongkol layak pasar dimana nilai Ve lebih besar daripada nilai Vg dan Ve. Kisaran nilai koefisien keragaman genetik (KKG) jagung semi ini antara 0.04 % sampai dengan 24.30 %, dengan nilai KKG terendah pada peubah jumlah tongkol layak pasar dan tertinggi pada peubah bobot tongkol kotor. Nilai KKG yang tinggi menunjukkan keragaman karakter ini tinggi secara genetik sehingga akan lebih mudah dalam melakukan seleksi dan seleksi dapat dilakukan lebih awal. Warid et al. (1999) menyatakan bahwa seleksi akan efektif dilakukan pada peubah dengan variabilitas genetik luas, ditunjukkan dengan nilai KKG yang tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi ditunjukkan pada hampir semua peubah sehingga secara umum peubah yang diamati tidak

banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada nilai h 2 bs masing-masing peubah lebih dari 50 %. Menurut Jonharnas (1995) seleksi pada karakter yang memiliki heritabilitas tinggi akan berlangsung efektif karena pengaruh lingkungan kecil dan faktor genetik lebih berpengaruh pada penampilan genotipe tanaman. Tabel 4. Nilai Ragam Genetik (Vg), Ragam Fenotipik (Vp), Ragam Galat (Ve), Koefisien Keragaman Genetik (KKG), dan Heritabilitas Arti Luas (h 2 bs) Beberapa Peubah pada Jagung. Peubah Vg Vp Ve KKG (%) h 2 bs Tinggi tanaman 225.76 292.32 66.56 6.60 0.77 Diameter batang 3.27 3.61 0.35 1.10 0.90 buku per tanaman 5.70 5.78 0.08 18.60 0.99 Umur berbunga 28.99 29.26 0.27 10.80 0.99 Umur panen rata-rata 7.44 8.12 0.68 6.80 0.92 tongkol per tanaman 0.30 0.32 0.02 23.20 0.94 Bobot tongkol kotor 117.44 129.39 11.95 24.30 0.91 Bobot tongkol bersih 8.31 9.02 0.71 33.10 0.92 Diameter tongkol 1.46 1.64 0.18 9.60 0.89 Panjang tongkol 3.85 3.98 0.13 24.20 0.97 tongkol layak 0.001 0.002 0.003 0.04 0.80 w) tongkol afkir 0.21 0.23 0.002 20.80 0.91 w) = transformasi ( x+0.5) Keragaan Karakter Agronomi Karakter Vegetatif Berdasarkan hasil uji t-dunnett pada Tabel 6 diperoleh 6 genotipe yang memiliki tinggi tanaman nyata lebih rendah dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Srimanganti, BC 10 MS 15, Kiran, dan Phil DMR Comp. 2. Hasil penelitian Wakhyono (2003) menunjukkan bahwa tinggi tanaman genotipe Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Arjuna P18, Nakula, Sadewa, Kiran sangat nyata lebih rendah dibanding Bisi-3. Hasil penelitian Indriati (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi tanaman maka fase vegetatifnya akan semakin lama sehingga umur panennya semakin lama pula. Berdasarkan hasil uji t-dunnett pada Tabel 6 diperoleh 16 genotipe yang memiliki diameter batang nyata lebih kecil dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Oesae, Srimanganti, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, Wisanggeni, EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 dan Phil DMR 6. Tabel 6. Nilai Tengah Tinggi, Diameter Batang dan Buku Beberapa Jagung. Tinggi Diameter Batang Buku per Campaloga 212.81 *(-) 15.65 *(-) 9.63 *(-) Genjah Kodok 190.68 *(-) 15.17 *(-) 6.97 *(-) Ketip Kuning 226.72 tn(-) 15.80 *(-) 13.73 *(-) Oesae 230.75 tn(-) 17.21 *(-) 14.03 *(-) Srimanganti 221.58 *(-) 15.60 *(-) 13.80 *(-) Antasena 239.72 tn(-) 19.44 tn(-) 14.70 tn(-) Arjuna P18 225.01 tn(-) 17.21 *(-) 13.37 *(-) Bayu 245.01 tn(-) 16.27 *(-) 14.03 *(-) BC 10 MS 15 218.16 *(-) 18.60 *(-) 12.67 *(-) Nakula 240.06 tn(-) 17.13 *(-) 12.80 *(-) Sadewa 242.05 tn(-) 16.71 *(-) 14.70 tn(-) Wisanggeni 238.76 tn(-) 14.75 *(-) 13.57 *(-) EW DMR Pool C6S2 228.63 tn(-) 14.77 *(-) 14.40 tn(-) EY Pool C4S2 242.36 tn(-) 17.48 *(-) 13.17 *(-) Kiran 197.27 *(-) 13.55 *(-) 7.40 *(-) Phil DMR Comp. 2 213.24 *(-) 15.32 *(-) 12.17 *(-) Phil DMR 6 229.31 tn(-) 14.76 *(-) 14.00 *(-) BISI 2 258.57 21.28 15.53 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, tn : tidak berbeda nyata pada taraf buku per tanaman berhubungan dengan tinggi tanaman. Berdasarkan hasil uji t-dunnett pada Tabel 6 diperoleh 14 genotipe yang memiliki jumlah buku per tanaman nyata lebih sedikit dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Oesae, Srimanganti, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Wisanggeni, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 dan Phil DMR 6. Karakter Generatif uji t-dunnett bahwa 11 genotipe memiliki umur berbunga yang nyata lebih genjah dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Srimanganti, Arjuna P18, Bayu, Wisanggeni, EW DMR Pool C6S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 dan Phil DMR 6. Wakhyono (2003) menyimpulkan bahwa genotipe Bima, Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Oesae, Srimanganti, Arjuna P18, Nakula, Sadewa dan EW DMR Pool C6S2 memiliki umur berbunga yang lebih genjah dibanding Bisi-3. Tabel 7. Nilai Tengah Umur Berbunga,Umur Panen Rata rata, per, Bobot Kotor, dan Bobot Bersih Beberapa Jagung. Umur Bunga Jantan Umur Panen Rata-rata per Bobot Kotor Bobot Bersih Campaloga 42.67 *(-) 35.31 *(-) 2.77 tn(-) 34.91 tn(-) 4.73 * (-) Genjah Kodok 38.67 *(-) 33.52 *(-) 2.38 tn(-) 29.90 tn(-) 4.19 * (-) Ketip Kuning 51.33 *(-) 42.61 tn(+) 2.27 tn(-) 44.57 tn(+) 10.19 tn(+) Oesae 58.00 *(+) 40.45 *(-) 1.80 * (-) 38.22 tn(-) 8.90 tn(-) L.Srimanganti 51.33 *(-) 41.67 tn(-) 2.10 * (-) 49.33 tn(+) 11.02 tn(+) Hasil Pemuliaan Antasena 53.33 tn(-) 43.43 tn(-) 2.47 tn(-) 54.74 tn(+) 12.40 tn(+) Arjuna P18 50.67 *(-) 41.62 tn(-) 2.10 * (-) 50.57 tn(+) 11.92 tn(+) Bayu 49.00 *(-) 40.30 *(-) 2.23 * (-) 42.59 tn(-) 8.20 tn(-) BC 10 MS 15 53.33 tn(-) 42.58 tn(-) 2.47 tn(-) 66.21 * (+) 10.50 tn(+) Nakula 53.33 tn(-) 39.59 *(-) 1.70 * (-) 49.72 tn(+) 10.20 tn(+) Sadewa 53.33 tn(-) 38.59 *(-) 1.70 * (-) 54.39 tn(+) 10.54 tn(+) Wisanggeni 49.67 *(-) 39.97 *(-) 2.00 * (-) 41.51 tn(-) 7.53 tn(-) EW DMR Pool 50.67 *(-) 42.28 tn(-) 2.47 tn(-) 35.49 tn(+) 8.03 tn(-) C6S2 EY Pool C4S2 55.00 tn(+) 40.23 *(-) 1.67 * (-) 62.46 * (+) 12.32 tn(+) Kiran 38.67 *(-) 36.89 *(-) 3.67 *(+) 20.03 * (-) 3.19 * (-) Phil DMR 44.33 *(-) 41.32 *(-) 3.33 tn(+) 36.37 tn(-) 3.35 * (-) Comp. 2 Phil DMR 6 49.67 *(-) 39.17 *(-) 1.97 * (-) 47.64 tn(+) 10.02 tn(+) BISI 2 54.00 44.97 2.87 42.93 9.70 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, tn : tidak berbeda nyata pada taraf 11 genotipe yang memiliki umur panen rata-rata nyata lebih genjah dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Oesae, Bayu, Nakula, Sadewa, Wisanggeni, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 dan Phil DMR 6. genotipe Kiran (3.67 tongkol) memiliki jumlah tongkol per tanaman yang nyata lebih banyak dibanding Berbeda dengan genotipe Phil DMR Comp. 2 yang memiliki jumlah tongkol lebih banyak dari kontrol namun tidak nyata. Hasil penelitian Armanto (1982) menunjukkan bahwa pengambilan tongkol sekunder mengakibatkan munculnya tongkol-tongkol baru dan anak tongkol tersebut tidak menghasilkan biji.

Tabel 8. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal per Beberapa Jagung Kontras (a vs b) F-hitung Pr>F vs Antasena 6.63 *(+) 0.0146 vs Kiran 6.63 *(+) 0.0146 Pemuliaan vs Genjah Kodok 38.66 ** (+) 0.0001 Pemuliaan vs Phil DMR Comp. 2 12.82 ** (+) 0.0011 vs Campaloga 4.42 *(+) 0.0430 vs Genjah Kodok 8.02 ** (-) 0.0077 vs Antasena 9.28 ** (-) 0.0045 Kiran vs Phil DMR Comp. 2 3.34 tn(-) 0.0764 Campaloga vs Genjah Kodok 14.61 **(-) 0.0005 Antasena vs BC 10 MS 15 2.24 tn(=) 0.1440 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, ** : sangat berbeda nyata pada taraf 1 %, tn : tidak berbeda nyata berdasarkan uji kontras ortogonal, (-) : b kurang dibanding a, (+) : b lebih dibanding a, (=) : b sama dengan a. Berdasarkan uji kontras ortogonal (Tabel 8) terlihat bahwa jumlah tongkol per tanaman genotipe Antasena dan Kiran sangat nyata lebih banyak dibanding kelompok genotipe lokal. Genjah Kodok dan Phil DMR Comp. 2 memiliki jumlah tongkol per tanaman sangat nyata lebih banyak daripada kelompok genotipe hasil pemuliaan. tongkol per tanaman yang dimiliki genotipe Campaloga sangat nyata lebih banyak dibanding kelompok genotipe introduksi. Genjah Kodok memiliki jumlah tongkol per tanaman sangat nyata lebih sedikit dibanding Campaloga. Tabel 9. Nilai Tengah Diameter, Panjang, Layak Pasar dan Afkir Beberapa Jagung Diameter Panjang Layak Pasar Afkir Campaloga 11.29 tn(+) 5.55 * (-) 0.79 tn(-) 2.63 tn(+) Genjah Kodok 11.89 tn(+) 4.50 * (-) 0.89 tn(-) 2.53 tn(+) Ketip Kuning 12.29 tn(+) 9.02 tn(-) 0.79 tn(-) 2.13 tn(-) Oesae 12.07 tn(+) 9.58 tn(-) 0.73 *(-) 1.77 *(-) Srimanganti 14.63 * (+) 8.47 * (-) 0.80 tn(-) 1.97 tn(-) Antasena 15.11 * (+) 9.97 tn(-) 0.75 tn(-) 2.40 tn(-) Arjuna P18 12.85 tn(+) 11.06 tn(+) 0.85 tn(-) 1.87 tn(-) Bayu 13.46 tn(+) 7.62 * (-) 0.73 *(-) 2.20 tn(-) BC 10 MS 15 13.60 tn(+) 9.28 tn(-) 0.77 tn(-) 2.37 tn(-) Nakula 11.83 tn(+) 9.31 tn(-) 0.71 *(-) 1.70 * (-) Sadewa 13.56 tn(+) 9.03 tn(-) 0.79 tn(-) 1.57 * (-) Wisanggeni 11.90 tn(+) 7.40 * (-) 0.82 tn(-) 1.83 * (-) EW DMR Pool C6S2 12.66 tn(+) 7.62 * (-) 0.73 *(-) 2.43 tn(=) EY Pool C4S2 13.65 * (+) 9.10 tn(-) 0.71 *(-) 1.67 * (-) Kiran 10.18 tn(-) 4.46 * (-) 0.91 tn(-) 3.33 *(+) Phil DMR Comp. 2 10.89 tn(-) 5.30 * (-) 0.93 tn(-) 2.97 tn(+) Phil DMR 6 13.37 tn(+) 8.42 * (-) 0.79 tn(-) 1.83 *(-) BISI 2 11.79 10.52 0.96 2.43 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, tn : tidak berbeda nyata pada taraf dua genotipe yang memiliki bobot tongkol kotor nyata lebih berat dibanding kontrol yaitu : BC 10 MS 15 dan EY Pool C4S2. Sutjahjo et al, (2005) menyatakan bahwa bobot tongkol kotor tertinggi dimiliki oleh genotipe Pena Boto, yang tidak berbeda dengan genotipe Rempek, Tumbu, Arjuna dan J. Simpang. sembilan genotipe yang memiliki bobot tongkol bersih tidak nyata dibanding kontrol yaitu : Ketip kuning, Srimanganti, Antasena, Arjuna P18, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, EY Pool C4S2 dan Phil DMR 6. Kualitas Jagung Semi Kualitas jagung semi tidak hanya dilihat dari penampilan fisik saja namun juga dilihat dari diameter dan panjang tongkol dengan BISI-2 sebagai pembanding. tiga genotipe yang memiliki diameter tongkol nyata lebih besar dibanding kontrol yaitu : Srimanganti, Antasena, dan EY Pool C4S2. sembilan genotipe yang memiliki panjang tongkol nyata lebih pendek dibanding kontrol yaitu : Campaloga, Genjah Kodok, Srimanganti, Bayu, Wisanggeni, EW DMR Pool C6S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 dan Phil DMR 6. Berdasarkan hasil uji t-dunnett pada Tabel 9 belum ada varietas lokal yang menghasilkan tongkol sebanyak BISI-2. Berdasarkan uji kontras ortogonal (Tabel 10) terlihat bahwa jumlah tongkol layak pasar genotipe Arjuna sangat nyata lebih banyak dibanding kelompok genotipe lokal. Genjah Kodok memiliki jumlah tongkol layak pasar nyata lebih banyak daripada kelompok genotipe hasil pemuliaan. tongkol layak pasar yang dimiliki genotipe Arjuna nyata lebih banyak dibanding kelompok genotipe introduksi. Phil DMR Comp. 2 juga memiliki jumlah tongkol layak pasar lebih banyak dibanding Kiran namun tidak nyata. Tabel 10. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Layak Pasar Beberapa Jagung Kontras (a vs b) Fhitung Pr>F vs Arjuna P18 8.12 ** (+) 0.0074 Pemuliaan vs Genjah Kodok 5.58 *(+) 0.0240 vs Arjuna P18 7.27 *(+) 0.0108 Kiran vs Phil DMR Comp. 2 2.02 tn(+) 0.1641 Genjah Kodok vs Srimanganti 0.09 tn(-) 0.7704 Arjuna vs Wisanggeni 2.95 tn(-) 0.0952 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, ** : sangat berbeda nyata pada taraf 1 %, tn : tidak berbeda nyata berdasarkan uji kontras ortogonal, (-) : b kurang dibanding a, (+) : b lebih dibanding a, (=) : b sama dengan a. Berdasarkan hasil uji t-dunnett pada Tabel 8 diperoleh enam genotipe yang memiliki jumlah tongkol afkir nyata lebih sedikit dibanding kontrol yaitu : Oesae, Nakula, Sadewa, Wisanggeni, EY Pool C4S2 dan Phil DMR 6. Kiran memiliki jumlah tongkol afkir yang nyata lebih banyak dibandingkan Hasil penelitian Sirait (1996) menyatakan bahwa genotipe hasil pemuliaan menghasilkan rata-rata dua tongkol per tanaman, tetapi tongkol yang dipetik terakhir memiliki penampilan afkir sehingga menyebabkan rata-rata jagung semi berpenampilan baik kurang dari dua tongkol. Tabel 11. Rekapitulasi Uji Kontras Ortogonal Peubah Afkir Beberapa Jagung Kontras (a vs b) Fhitung Pr>F vs Sadewa 13.18 ** (-) 0.0009 vs Kiran 7.60 ** (+) 0.0093 Pemuliaan vs Genjah Kodok 24.95 ** (+) 0.0001 Pemuliaan vs Oesae 16.80 ** (-) 0.0002 Pemuliaan vs EY Pool C4S2 10.25 ** (-) 0.0030 Pemuliaan vs Phil DMR Comp. 2 15.01 ** (+) 0.0005 vs Genjah Kodok 4.98 *(+) 0.0324 vs Sadewa 10.48 ** (-) 0.0027 Kiran vs Phil DMR Comp. 2 7.35 *(-) 0.0104 Oesae vs Srimanganti 9.30 **(+) 0.0044 Nakula vs Sadewa 0.26 tn(+) 0.6145 EY Pool C4S2 vs Phil DMR 6 1.41 tn(+) 0.2438 * : berbeda nyata pada taraf 5 %, ** : sangat berbeda nyata pada taraf 1 %, tn : tidak berbeda nyata berdasarkan uji kontras ortogonal, (-) : b kurang dibanding a, (+) : b lebih dibanding a, (=) : b sama dengan a. Berdasarkan uji kontras ortogonal (Tabel 11) terlihat bahwa jumlah tongkol afkir genotipe Sadewa sangat nyata lebih sedikit dibanding kelompok genotipe lokal. Oesae dan EY Pool C4S2 memiliki jumlah tongkol afkir nyata lebih sedikit daripada kelompok genotipe hasil pemuliaan. tongkol afkir yang dimiliki genotipe Sadewa nyata lebih sedikit dibanding kelompok genotipe introduksi. Begitu juga

dengan genotipe Phil DMR Comp. 2 yang memiliki jumlah tongkol nyata lebih sedikit dibanding Kiran. Pengkelasan Jagung Semi Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa persentase tongkol kelas A tertinggi yaitu genotipe Genjah Kodok sebesar 10.59 %. kelas B dan C yang tertinggi yaitu genotipe Wisanggeni (5.36 %) dan BISI-2 (15.38%). Genjah Kodok dapat dipanen lebih awal (33.52 HST) dan menghasilkan jumlah tongkol layak pasar lebih banyak dibandingkan kelompok genotipe lokal, hasil pemuliaan, introduksi, dan tongkol afkir tertinggi yaitu genotipe Bayu, Nakula, dan EY Pool C4S2, sebagian besar dikarenakan genotipe ini memiliki baris bakal biji bengkok atau melingkar (tidak lurus). Tabel 12. Pengkelasan Jagung Semi yang Dihasilkan,, dan Beberapa Jagung Kelas per A B C Afkir ---------------------%----------------- Campaloga 28 4.76 0 0 95.24 Genjah Kodok 31 10.59 0 0 89.41 Ketip Kuning 25 3.13 0 3.13 93.75 Oesae 21 0 0 1.96 98.04 Srimanganti 24 1.32 2.78 1.32 94.74 Antasena 28 0 0 1.49 98.51 Arjuna P18 25 1.64 1.64 4.92 91.80 Bayu 24 0 0 0 100.00 BC 10 MS 15 21 0 3.13 1.56 95.31 Nakula 20 0 0 0 100.00 Sadewa 20 0 4.17 4.17 91.67 Wisanggeni 22 1.79 5.36 1.79 91.07 EW DMR Pool C6S2 26 0 1.59 0 98.41 EY Pool C4S2 18 0 0 0 100.00 Kiran 38 9.09 0 0 90.91 Phil DMR Comp. 2 34 4.30 1.08 0 94.62 Phil DMR 6 23 1.69 3.39 1.69 93.22 BISI 2 33 0 1.28 15.38 83.33 DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. dan Y. E. Widyastuti. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hal. Armanto, T. R. 1982. Pengaruh Waktu Panen terhadap Produksi dan Kualitas Jagung Semi (baby corn) dari Jagung Manis dan Jagung Normal. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 45 hal. (Tidak Dipublikasikan). Brisco, G. 2000. CODEX standard for baby corn. http://cxs.babycorn.com [17 November 2008]. Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan Endang Syamsudin dan Justika Sjarifudin Baharsjah. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. 698 hal. Jonharnas. 1995. Penampilan 13 genotipe ubi jalar di Sumanik, Sumatera Barat. Zuriat 10 (2): 66 72. Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Sweet Corn, Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta. Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hal. Sutjahjo, S. H., Hadiatmi dan Meynilivia. 2005. Evaluasi dan seleksi 24 genotipe jagung lokal dan introduksi yang ditanam sebagai jagung semi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 7 (1): 35-43. University of Kentucky. 2006. Baby corn. http://www.uky.edu. [2 Desember 2008]. Wakhyono. 2003. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Kuantitatif Beberapa Jagung untuk Dikembangkan sebagai Jagung Semi. Skripsi.. Jurusan Budi Daya Pertanian. Faperta IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Warid, M., N. Rostini dan S. Moeljopawiro. 1999. Resistensi Jagung terhadap Penyakit Bulai. Zuriat 13 (2): 113 120. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Genjah Kodok memiliki tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan kelompok genotipe lokal, hasil pemuliaan, dan introduksi sehingga umur berbunga dan umur panen pun lebih genjah. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa kelompok genotipe introduksi menghasilkan jumlah tongkol per tanaman lebih banyak dari pada kelompok genotipe lokal dan hasil pemuliaan, yaitu pada genotipe Kiran (3.67 tongkol) dan Phil DMR Comp. 2 (3.33 tongkol). Demikian juga dengan jumlah tongkol layak pasar kedua genotipe ini lebih banyak dibandingkan genotipe lainnya. Genjah Kodok memiliki persentase tongkol kelas A lebih tinggi dibandingkan genotipe lainnya sebesar 10.59%. tongkol afkir pada genotipe-genotipe yang diuji cukup tinggi bahkan ada yang mencapai 100% sehingga perlu dilakukan seleksi untuk meningkatkan kualitas jagung semi. Dengan demikian genotipe Genjah Kodok, Kiran, dan Phil DMR Comp. 2 berpotensi untuk digunakan ke arah pembentukan jagung semi. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kelompok genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning) dan introduksi (EW DMR Pool C6S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2) yang mungkin dapat menghasilkan tongkol dengan kuantitas dan kualitas lebih baik untuk dikembangkan sebagai jagung semi.