I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber protein nabati, kedelai berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

SIFAT ORGANOLEPTIK, OVERRUN, DAN DAYA TERIMA ES KRIM YANG DIBUAT DARI CAMPURAN SUSU KEDELAI DAN SUSU SAPI DENGAN PERBANDINGAN YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu mendapat perhatian besar

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT DAN LAMA PERENDAMAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP MUTU TAHU

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM :

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

OLEH: YULFINA HAYATI

SUSU DAN YOGHURT KEDELAI

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

BAB I PENDAHULUAN. kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

PENDAHULUAN. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak 40,6%

BAB I PENDAHULUAN. Santoso (2009) menyatakan bahwa yoghurt merupakan produk susu. yang difermentasi. Fermentasi susu merupakan bentuk pengolahan susu

PENAMBAHAN TEPUNG TULANG CEKER AYAM SEBAGAI SUMBER KALSIUM PADA TAHU KEDELAI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astray et al., 2009) Siklodekstrin

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

1. PENDAHULUAN. Biji wijen telah lama digunakan sebagai bahan pangan karena nilai gizinya

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BABI PENDAHULUAN. tidak mengandung laktosa, sari kedelai juga tidak mengandung kasein

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Penggunaan kacang kedelai sebagai bahan baku pangan pada tahun 2007 mencapai 83 ribu ton dimana sebanyak 65 ribu merupakan kacang kedelai impor, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 64 ribu ton dimana sebanyak 33 ribu ton merupakan kacang kedelai impor. Jumlah kacang kedelai impor yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kacang kedelai lokal, hal ini membuktikan bahwa produsen masih bergantung pada kedelai impor (BPS, 2010). Sebagai sumber protein nabati, kedelai berperan penting dalam meningkatkan gizi masyarakat. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pangan. Produk pangan berupa tahu, tempe, dan kecap memerlukan kedelai dalam jumlah besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011, produksi kedelai lokal sebanyak 851.286 ton atau 29% dari total ketersediaan kedelai pada tahun tersebut. Sementara itu, impor kedelai pada 2011 sebanyak 2.088.615 ton atau 71% dari total ketersediaan. Kementerian Perdagangan (2012) mencatat pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Jumlah tersebut akan diserap untuk pangan/pengrajin sebesar 83,7% (1.849.843 ton); industri kecap, tauco, dan lainnya sebesar 14,7% (325.220 ton); benih sebesar 1,2% (25.843 ton); dan untuk pakan 0,4% (8.319 ton).

2 Sekitar 50% dan 40% kedelai yang tersedia untuk bahan pangan diolah menjadi tempe dan tahu, sedang sisanya untuk pengolahan susu kedelai, kecap, tauge, dan tauco. Mutu protein susu kedelai sedikit lebih rendah dari mutu susu sapi, tetapi tidak mengandung kolesterol, tidak menyebabkan alergi dan sesuai dikonsumsi penderita lactose intolerance. Hanya saja, cita rasa langu susu kedelai kurang disukai oleh sebagian konsumen. Cita rasa langu dapat dihilangkan dengan teknologi pengolahan yang tepat dan pemilihan varietas kedelai yang sesuai. Kriteria varietas yang sesuai untuk susu kedelai, diantaranya berbiji kuning, berkadar protein tinggi, dan intensitas langu rendah terdapat pada biji kedelai lokal varietas Grobogan (Ginting, 2010). Salah satu penyebab kurang berkembangnya kon-sumsi sari kedelai adalah karena adanya citarasa langu (beany flavour) yang kurang disukai. Penyebab citarasa langu tersebut adalah senyawa yang mengandung gugus kabonil yang bersifat volatil, seperti n-heksanal. Senyawa ini terbentuk sebagai hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada biji kedelai (terutama linoleat) akibat aktivitas enzim lipoksigenase. Enzim ini aktif pada saat biji kedelai pecah pada proses pengupasan kulit dan penggilingan karena kontak dengan udara (oksigen). Enzim lipoksigenase (L) yang terdiri atas L1, L2 dan L3 secara genetis terdapat pada biji kedelai dan L2 dilaporkan dominan dalam pembentukan heksanal. Kandungan enzim lipoksigenase bervariasi antar varietas/galur kedelai. Selain itu, pada biji kedelai juga terdapat senyawasenyawa penyebab rasa pahit dan sepet yang berasal dari glikosida dan rasa berkapur yang disebabkan oleh isoflavon dan aglikon-aglikonnya. Warna dan

3 kandungan protein sari kedelai di pengaruhi oleh sifat fisik dan kimia biji kedelai yang dilaporkan berbeda antar varietas. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu sari kedelai dipengaruhi oleh jenis/ varietas kedelai (Ginting, 2010). Menurut Suprapto (2004), Perbedaan komposisi kimia pada kacang kedelai dipengaruhi oleh varietas, tempat tumbuh, iklim dan lain-lain sesuai dengan tempat dimana kacang kedelai tersebut ditanam. Di samping sifat genetis, mutu sari kedelai juga dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pengolahan sari kedelai dapat dilakukan dengan cara basah (perendaman biji sebelum penggilingan) yang biasa diterapkan oleh industri skala kecil dan dengan cara kering (pengupasan kulit biji sebelum penggilingan) yang umum dilakukan oleh industri besar. Penghilangan citarasa yang tidak disukai (off -flavour) juga telah diupayakan melalui proses pengolahan, seperti perendaman, pengupasan biji, pemanasan dan pemberian bahan kimia NaOH 0,1% atau NaHCO3 0,25% sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan rendemen dan kandungan protein sari kedelai (Adetama, 2011). Jika dibuat dengan cara yang tidak baik, susu kedelai masih mengandung senyawa-senyawa antigizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpan cita rasa dan aroma pada produk olah kedelai) yang berasal dari bahan bakunya, yaitu kedelai. Senyawa-senyawa antigizi itu di antaranya antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung). Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada kedelai misalnya glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa-senyawa penyebab alergi. Dalam pembuatan susu kedelai, senyawa-senyawa itu harus dihilangkan,

4 sehingga menghasilkan susu kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia. Untungnya, proses penghilangan senyawa pengganggu ini tidak sulit untuk memperoleh susu kedelai yang baik dan layak konsumsi, diperlukan syarat bebas dari bau dan rasa langu kedelai, bebas antitripsin, dan mempunyai kestabilan yang mantap (tidak mengendap atau menggumpal). Langu memang bau dan rasa khas kedelai dan kacang-kacangan mentah lainnya, dan tidak disukai konsumen. Rasa dan bau itu ditimbulkan oleh kerja enzim lipsigenase yang ada dalam biji kedelai. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak pada waktu penggilingan kedelai, terutama jika digunakan air dingin. Hasil reaksinya paling sedikit berupa delapan senyawa volatil (mudah men guap) terutama etil-fenil-keton (Sutrisno, 2012). 1.2. Identifikasi Masalah Adapun masalah yang dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh varietas kedelai terhadap karakteristik sari kedelai? 2. Bagaimana pengaruh lama perebusan kedelai terhadap karakteristik sari kedelai? 3. Bagaimana interaksi antara varietas dan lama perebusan kedelai terhadap karakteristik sari kedelai? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari bagaimana pengaruh varietas dan lama perebusan kedelai terhadap karakteristik sari kedelai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan varietas kedelai yang terbaik dan lama perebusan kedelai yang tepat sehingga akan diperoleh sari

5 kedelai yang mempunyai beberapa karakteristik baik dan dapat diterima oleh konsumen. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan varietas dan cara pengolahan yang tepat guna menghasilkan sari kedelai yang bermutu, meningkatkan diversifikasi produk olahan kedelai, serta memberikan informasi kepada produsen mengenai alternatif lain pengolahan sari kedelai. 1.5. Kerangka Pemikiran Kacang kedelai lokal mempunyai kandungan protein sebesar 40,4%, kacang kedelai Amerika mempunyai kandungan protein sebesar 34,8. Dilihat dari komposisi kimia tersebut dapat diketahui bahwa kacang kedelai lokal memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih banyak dibandingkan kacang kedelai impor (Departemen Kesehatan, 2010). Kedelai lokal varietas Grobogan merupakan kedelai unggul nasional, yang memiliki potensi produktivitas sebesar 3,5 ton/ha, dan rata-rata produksi mencapai 2,6 ton/ha. Daya adaptasi kedelai lokal varietas Grobogan pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda mampu tumbuh cukup besar, sehingga mudah tersebar di daerah penanaman kedelai khususnya pada awal musim hujan atau di daerah dengan fasilitasi yang memadai (Kementerian Pertanian, 2010). Ginting (2002) menambahkan bahwa cita rasa langu pada sari kedelai dipengaruhi juga oleh sifat genetis biji kedelai dan cara pengolahannya. Varietas kedelai dan cara pengolahan nyata berpengaruh terhadap kadar protein, total

6 padatan terlarut (TPT), rendemen dan viskositas sari kedelai. Pengolahan sari kedelai varietas unggul Wilis, Lokal Ponorogo / Gepak Kuning, Burangrang, Bromo dan galur MSC 9102D1 melalui cara basah (dengan perendaman) dan cara kering (pengu pasan kulit secara mekanis) diperoleh hasil bahwa kadar protein tertinggi pada sari kedelai varietas Bromo yang diolah dengan cara kering (4,89%). Pengolahan cara kering menghasilkan sari kedelai dengan kadar protein 1,5 2 kali lebih tinggi dibanding cara basah demikian pula TPTnya. Namun rendemennya relatif lebih rendah. Berdasarkan kriteria sifat sensoris, kadar protein dan TPT sari kedelai dari varietas lokal Ponorogo yang diolah dengan cara kering menunjukkan hasil terbaik, disusul varietas Wilis dan Bromo yang juga diolah dengan cara kering. Menurut Susanto dan Saneto (1994), komposisi kimia biji kedelai ditentukan oleh varietas, kesuburan tanah dan kondisi iklim serta cara pemupukan dan pengairan. Kacang kedelai lokal mempunyai kandungan protein sebesar 40,4%, (Departemen Kesehatan, 2010). Menurut Permana (2001), kacang kedelai Amerika mempunyai kandungan protein sebesar 34,8. Dilihat dari komposisi kimia tersebut dapat diketahui bahwa kacang kedelai lokal memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih banyak dibandingkan kacang kedelai impor. Menurut Ginting (2010), kadar protein kedelai lokal lebih tinggi dibanding kedelai impor. Penurunan kadar protein pada kedelai impor dapat disebabkan karena lamanya penyimpanan dari saat panen sampai dipasarkan di Indonesia. Kadar protein kedelai Grobogan sebesar 43,9 % (bobot kering)

7 sedangkan kedelai impor sebesar 35-37 % (bobot kering). Menurut Soraya (2007), perendaman dalam air dimaksudkan untuk melunakkan struktur sel, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk penggilingan, meningkatkan hasil dan mengurangi waktu pemanasan. Waktu perendaman yang diperlukan tergantung pada suhu air perendam, varietas dan umur kedelai. Pada cuaca panas diperlukan waktu perendaman selama 6-8 jam. Air perendam yang digunakan sebanyak 3 kali bagian kedelai kering untuk memperoleh berat sari kedelai 2,2 kali berat awalnya. Dengan cara sederhana yaitu penggilingan-panas kedelai yang sudah direndam, enzim lipoksigenase dapat diinaktivasi untuk menghasilkan sari kedelai dengan cita rasa yang lebih baik. Perendaman kedelai dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular kedelai sehingga mudah digiling dan memberikan dispersi dan suspensi bahan padat kedelai lebih baik pada waktu ekstraksi. Perendaman juga dapat mempermudah pengupasan kulit kedelai akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan. Kedelai yang telah direndam kemudian dicuci, digiling dengan alat penggiling bersama-sama air panas (80 C) dengan perbandingan 1 : 10. Bubur kedelai yang dihasilkan selanjutnya disaring dan filtratnya didihkan selama 30 menit pada suhu 100 110 0 C (Koswara, 2006). Menurut penelitian Sambudi dan Buckle (1991) dalam Haryasyah (2009), dengan perendaman dan perebusan tersebut, kulit dapat dikupas dengan cukup mudah, enzim lipoksigenase dapat dihilangkan dengan adanya pemanasan, dan sifat fungsional dari protein tersebut dapat ditingkatkan,

8 terutama daya serap airnya. Menurut Sundarsih (2009), menyatakan lama perendaman berpengaruh terhadap kadar protein. Kadar Protein semakin meningkat sampai lama perendaman 6 jam kemudian menurun kembali pada lama perendaman 8 dan 10 jam. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struktur kacang kedelai sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya sehingga kadar air semakin tinggi. Perendaman juga untuk mempengaruhi pelepasan kulit kacangkedelai, akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan terlarut, dan lama perendaman dapat mempengaruhi kadar protein. Menurut Anglemier dan Montgomery (1976) dalam Herawati (20 10) menyatakan kadar protein semakin menurun dengan semakin lama waktu perendaman. Hal ini disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang lama juga mengakibatkan lunaknya struktur sel kacang kedelai, mengakibatkan air lebih mudah masuk ke dalam struktur selnya menyebabkan kadar air produk meningkat. Selain itu, waktu perendaman yang semakin lama menyebabkan dispersi protein dalam air semakin maksimal, dengan kata lain semakin banyak protein dalam kacang merah yang terlarut di dalam air. Hal ini menyebabkan protein yang tersisa di dalam ampas semakin sedikit, sehingga waktu perendaman berpengaruh terhadap protein yang terekstraksi. Perbandingan antara air panas (suhu 80-100 0 C) dan kedelai pada tahap penggilingan sangat berpengaruh besar guna mendapatkan protein yang tinggi.

9 Perbandingan air panas dan kedelai 5:1 sampai 6:1 akan didapatkan sari kedelai kaya protein (Hartoyo. T., 2005). Sekar (2010) menyatakan dalam penelitiannya mengenai pengaruh temperatur dan lama pemasakan kedelai terhadap proses ekstraksi protein kedelai untuk pembuatan susu kedelai bahwa variabel yang terbaik dicapai pada waktu pemasakan 20 menit dan temperatur pemasakan 90 0 C. Antarlina, dkk (2010) menyatakan dalam penelitiannya mengenai pengaruh varietas dan cara pengolahan terhadap mutu susu kedelai bahwa proses pengolahan dengan perendaman dalam NaHCO3 0,5% (suhu kamar, 6 jam) dan pemasakan (100 o C,10 menit) dapat memperbaiki citarasa susu kedelai pada varietas lokal. Sundarsih (2010) menyatakan dalam penelitiannya mengenai pengaruh lama dan suhu perendaman kedelai pada tingkat kesempurnaan ekistraksi protein bahwa semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi suhu perendaman % protein tak terekstrak semakin menurun. Variabel optimum dicapai pada lama perendaman 5 jam dan suhu perendaman 60 0 C. Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam biji kedelai dapat membentuk flavonoid. Flavonoid adalah sejenis pigmen seperti zat hijau daun yang terdapat pada tanaman yang berwarna hijau. Bau langu (beany flavor) yang terdapat pada biji kedelai adalah salah satu tanda bahwa biji kedelai mengandung flavonoid. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai dan sangat bermanfaat bagi kesehatan adalah isoflavon. Protein kedelai dan isoflavon dapat

10 melindungi tubuh dari kerusakan radikal, meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan resiko pengerasan arteri, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Kedelai mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pembuluh darah (F erlina, 2009). Walaupun secara ilmiah flavonoid sudah dibuktikan mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit namun sebagian orang kurang menyukai aroma langu. Bau langu disebabkan adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang terdapat pada kedelai. Bau langu adalah bau yang tidak disenangi oleh sebagian golongan masyarakat. Terjadinya bau langu muncul terutama pada waktu pengolahan, yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dalam lemak kedelai. Pada saat penghancuran kedelai enzim lipoksigenase segera mengkatalisis reaksi asam lemak tak jenuh terutama asam lemak linoleat dan linolenat yang mengakibatkan pembentukan asam dan bau langu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Enzim lipoksigenase dapat diaktifkan dengan beberapa cara seperti penggilingan dengan air panas, blanching dan penggilingan pada ph rendah. Dengan cara tersebut pembentukan senyawa aldehid volatile dapat dicegah (Wolf, 1975). Dari hasil penelitian, senyawa yang paling banyak menghasilkan bau langu adalah etil fenil keton (Somaatmadja,1964). Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh varietas dan lama perebusan kedelai terhadap minuman sari kedelai dengan metode penghilangan bau langu terbaik yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan. Varietas kedelai yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah kedelai impor dan lokal,

11 sedangkan lama perebusan kedelai digunakan dalam penelitian ini diantaranya 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian yang terdapat dalam kerangka pemikiran, maka dapat 1. Diduga adanya pengaruh varietas kedelai terhadap karakteristik sari kedelai. 2. Diduga adanya pengaruh lama perebusan kedelai terhadap karakteristik sari kedelai. 3. Diduga adanya interaksi antara varietas dan lama perebusan terhadap karakteristik sari kedelai. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Pasundan, Jl. Dr. Setiabudi No.193 Bandung. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Di mana akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan selesai.