JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015:

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AZIMA AMINA BINTI AYOB

KORELASI LAMA DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK : STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

HUBUNGAN ANTARA HBA1C DENGAN KADAR HDL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIKA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KEJADIAN DIABETIC FOOT DI RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

GAMBARAN KADAR GULA DARAH DAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK TROMBOTIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DURASI MENDERITA DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ANGKA KEJADIAN NEUROPATI DIABETIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta

AFAF NOVEL AININ ( S

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN SINDROMA TEROWONGAN KARPAL DI RS BETHESDA YOGYAKARTA

Hubungan Usia Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Disfungsi Ereksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang Januari Desember 2012

ABSTRAK. Kadar HbA1C 6,5serta lama ulkus 3 bulan merupakan faktor-faktor risiko terjadinya amputasi pada pasien kaki diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

GAMBARAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH DAN HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-MEI 2014 ABSTRAK

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

ABSTRAK. Wulan Yuwita, 2007, Pembimbing I : Onkie Kusnadi, dr., Sp.PD. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi penderita Diabetes Mellitus (DM) di dunia menurut

Kedokteran Universitas Lampung

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

GAMBARAN GLUKOSA DALAM DARAH DAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN TIPE 2 YANG RAWAT INAP DI RSUP.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tingkat depresi berdasarkan derajat ulkus diabetik pada pasien ulkus diabetes melitus yang berobat di rsud kota semarang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN KADAR GULA DARAH DENGAN KEJADIAN DIABETIC PERIPHERAL NEUROPATHY (DPN) DI RSUD DR.

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Prevelensi Diabetes Melitus (DM) setiap tahunnya semakin. meningkat, berdasarkan data dari World Health Organization / WHO

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT BUDI AGUNG JUWANA PERIODE JANUARI DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

Diabetes Mellitus Type II

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KETERATURAN BEROBAT DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN NEUROPATI DIABETIK TIPE 2

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

ULLY HIKMAH NIM : A084

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

DAFTAR ISI. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus (DM) Klasifikasi DM Diabetes Melitus Tipe

HUBUNGAN KADAR TROMBOSIT DAN KEJADIAN KAKI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, lemak dan protein kronik yang disebabkan karena kerusakan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

Transkripsi:

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015: 305-310 Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 Sampai Dengan 30 November 2014 Muthiah Hasnah Suri 1, Hasnawi Haddani 2, Sadakata Sinulingga 3 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 3. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya Jl.Dr.Mohammad Ali Komplek RSMH KM.3,5, Palembang,30126, Indonesia Email: muthiah.hasn@yahoo.com Abstrak Neuropati diabetik merupakan komplikasi tersering dari penyakit diabetik. Faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya neuropati diabetik adalah lamanya menderita DM, pertambahan usia, jenis kelamin, dan hiperglikemi. Kerusakan saraf pada neuropati diabetik dapat diketahui dengan pemeriksaan ENMG. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan karakteristik, hiperglikemi, dan kerusakan saraf pada pasien neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan ENMG. Metode penelitian adalah analitik observasional dengan desain cross sectional. Sebanyak 63 sampel diambil dari rekam medis dan hasil pemeriksaan ENMG pasien neuropati diabetik di RSMH Palembang periode tahun 2013-2014. Hasil didapatkan penderita neuropati diabetik perempuan 32 orang (50,8%), laki-laki 31 orang (49,2%), usia <55 tahun 25 orang (39,7%), usia >55 tahun 38 orang (60,3%), lama menderita DM <5 tahun 13 orang (20,63%), lama menderita DM >5 tahun 50 orang (79,37%), kadar HbA1C <8 31 orang (49,21), dan kadar HbA1C >8 32 orang (50,79%). Kerusakan saraf tipe axonal-demyelinating 44 orang (69,8%) dan tipe demyelinating 19 orang (30,2%). Tidak ada hubungan antara usia dan kerusakan saraf (p=0,796). Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan kerusakan saraf (p=0,066). Tidak ada hubungan antara lama menderita DM dan kerusakan saraf (p=0,169). Ada hubungan antara kadar HbA1C dan kerusakan saraf (p=0,045; OR 3,13; CI95% 1,002-9,774). Kesimpulan didapatkan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, lamanya menderita DM dan kerusakan saraf. Ada hubungan hiperglikemi dan kerusakan saraf. Kata kunci: neuropati diabetik, ENMG, hiperglikemi. Abstract Correlation of Characteristics, Hyperglycemic, and Nerve Damage of Diabetic Neuropathy Patients in Rsmh Palembang Period 1 January 2013 Until 30 November 2014. Diabetic neuropathy is a common complication of diabetes. Risk factors of diabetic neuropathy were duration of diabetes, age, gender, and hyperglycemia. Nerve damage in diabetic neuropathy can be identified by ENMG examination. To analyze the association of characteristics, hyperglycemia, and nerve damage in diabetic neuropathys patients based on ENMG examination. Among 182 patients with diabetic neuropathy seen over a 2-year-period from January 2013 to November 2014, at Moh. Husein Hospital in Palembang, 63 patiens was studied retrospectively. Obtained 63 sample with 32 females (50.8%), 31 males, 25 subject with <55 years old and 38 with >55 years old (60.3%), 13 subject with duration of diabetic <5 years, and 50 with >5 years, 31 subject with level of HbA1C <8, and 32 with HbA1C >8. 44 (69.8%) Axonal-demyelinating, 19 (30,2%) demyelinating. There is no association between age and nerve damage (p = 0.796). There is no association between sex and nerve damage (p = 0.066). There is association between the duration of diabetes and nerve damage (p = 0.169). There is an association between HbA1c levels and nerve damage (p = 0.045) with OR 3.13 CI95% from 1.002 to 9.774. There is no association between age, gender, duration of diabetic, and nerve damage. There is an association between hyperglycemi and nerve damage. Keywords: diabetic neuropathy, ENMG, hyperglycemi. 305

306 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015: 305-310 1. Pendahuluan Neuropati diabetik merupakan komplikasi paling sering pada penderita DM. 1 Penderita DM memiliki risiko 11 kali untuk mengalami neuropati dibanding yang tidak menderita. 2 Azhary et al (2010) mendapatkan kasus neuropati terbanyak diatas 55 tahun. 2 Di Amerika Serikat, 60-70% pasien DM terkena komplikasi neuropati diabetik. 3 Di Indonesia, didapatkan neuropati diabetic sebanyak 60%. 4 Faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi neuropati diatetik adalah lamanya menderita diabetes, pertambahan usia, jenis kelamin, dan hiperglikemi. 5,6,7 Peningkatan usia menyebabkan kemampuan tubuh berkurang dalam meredam aktivitas radikal bebas. Peningkatan aktivitas radikal bebas menyebabkan disfungsi endotel dan mengakibatkan mikroangiopati. Mikroangiopati menjadi dasar penyebab neuropati. Lamanya menderita DM, dengan gula darah yang tidak terkontrol, menyebabkan pasien berada dalam keadaan hiperglikemia kronis yang juga menyebabkan mikroangiopati. 8 Jenis kelamin mempengaruhi timbulnya neuropati diabetik. Secara hormonal, estrogen menyebabkan perempuan lebih banyak terkena neuropati akibat penyerapan iodium pada usus terganggu sehingga proses pembentukan mielin saraf tidak terjadi. 9 Testosteron menyebabkan laki-laki lebih sedikit mengalami DM tipe 2 dibanding perempuan. 10 Konsentrasi HbA1c berhubungan dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. 11 Kadar HbA1c berkorelasi positif dengan derajat neuropati diabetik secara klinis dan derajat kerusakan saraf berdasarkan pemeriksaan elektrodiagnostik. 11 Kerusakan saraf dapat diketahui dengan pemeriksaan ENMG. Untuk kelainan saraf perifer, dapat dibedakan apakah kelainan tersebut merupakan proses axonal, proses demyelinating, atau campuran axonal dan demyelinating. 12 Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, lama menderita DM dan hiperglikemi terhadap kerusakan saraf pada penderita neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan ENMG. 2. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Populasi adalah seluruh pasien neuropati diabetik di RSMH Palembang tahun 2013-2014. Sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data diambil dari rekam medis dan hasil pemeriksaan ENMG pasien neuropati diabetik di RSMH Palembang periode 1 Januari 2013 sampai dengan 30 November 2014. Besar sampel minimal adalah 62 sampel. 3. Hasil Didapatkan sebanyak 182 pasien polineuropati, dimana pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 63 pasien. Distribusi subjek penelitian terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Lama Menderita DM, Kadar HbA1C, dan Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Usia: <55 tahun > 55 tahun Lama menderita DM: <5 tahun >5 tahun Kadar HbA1C: <8 >8 : Demyelinating Campuran N(%) 31 (49,2) 32 (50,8) 25 (39,7) 38 (60,3) 13 (20,63) 50 (79,37) 31 (49,21) 32 (50,79) 19 (30,2) 44 (69,8) Rata-rata - 57 tahun 10 tahun 8,27 Pengujian hubungan usia dan kerusakan saraf dianalisis menggunakan uji Chi square dan didapatkan nilai p 0,796. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 2. -

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, JULI 2015: 305-310 307 Tabel 2. Hasil uji Hubungan Kategori Usia dan Kerusakan Saraf Tabel 5. Hasil uji Hubungan Hiperglikemi dan Kerusakan Saraf Usia Pasien (Tahun) <55 tahun >55 tahun Demyelinati Campuran ng 8 11 32,0 28,9 17 27 68,0 71,1 P 0,796 HbA1 C Demyelinatin g Campura n <8 13 41,9 18 58,1 >8 6 18,8 26 81,3 p 0,04 5 O R CI 95 % 3,13 1,0-9,7 Pengujian hubungan jenis kelamin dan kerusakan saraf menggunakan uji Chi square dan didapatkan nilai p 0,066. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji Hubungan Jenis Kelamin dan Kerusakan Saraf Jenis Kelamin Demyelinatin Campuran g Laki-laki 6 19,4 25 80,6 Perempuan 13 40,6 19 59,4 P 0,066 Hubungan lamanya menderita DM dan kerusakan saraf dianalisis menggunakan uji Fisher sebagai alternatif karena uji Chi sqare tidak memenuhi syarat dan didapatkan nilai p 0,169. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil uji Hubungan Lama Menderita DM dan Kerusakan Saraf Lama Menderita DM Demyelinati ng Campuran <5 tahun 2 15,4 11 84,5 >5 tahun 17 34,0 33 66,0 P 0,169 Hubungan hiperglikemi dan kerusakan saraf dianalisis menggunakan uji Chi sqare. Didapatkan nilai p 0,045 dengan odd ratio 3.130. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 5 4. Pembahasan Neuropati diabetik lebih banyak ditemukan pada usia >55 tahun, dan didapatkan rata-rata usia 57 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, didapatkan 57 tahun (Marisdina, 2013), 50,44+10,35 tahun (Dutta A, 2005), dan 54+10,2 tahun (Brill, 2002). 13,14 Pada Afriani (2013), didapatkan usia terbanyak pasien neuropati diabetik antara 51-60 tahun. 14 Tantular (2013) didapatkan pasien neuropati diabetik lebih banyak pada usia >50 tahun. 2 Dari hasil penelitian Azhary et al (2010) juga didapatkan kasus neuropati diabetik terbanyak pada usia >55 tahun. 2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Priyantono (2005) didapatkan penderita neuropati diabetik terbanyak berumur 56-65 tahun. 5 Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus neuropati diabetik meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Meskipun neuropati diabetik ditemukan lebih banyak pada perempuan (50,8%), namun memiliki selisih nilai yang kecil (1,6%) dengan jumlah yang ditemukan pada laki-laki (49,2%). Selisih nilai ini juga ditemukan pada penelitian Marisdina (2013). 13 Sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana neuropati diabetik lebih banyak ditemukan pada perempuan dengan selisih nilai mencapai lebih dari 20%. 2,5,14 Berbeda dengan penelitian Tasfaye (2010) dan Booya (2005) dimana distribusi kejadian neuropati diabetik pada laki-laki dan perempuan adalah sama. 2 Penderita neuropati diabetik lebih banyak ditemukan pada orang yang telah menderita DM selama >5 tahun. Rata-rata pasien

308 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015: 305-310 neuropati diabetik telah menderita DM selama 10 tahun. Penelitian oleh Marisdina (2013) didapatkan rata-rata lama menderita DM selama 5,21 tahun. 13 Penelitian oleh Priyantono (2005) didapatkan pasien neuropati diabetik terbanyak pada >20 tahun. 5 Pada penelitian oleh Dyck (1993) didapatkan ratarata lama menderita DM selama 8,1 tahun. 13 Dari penelitian-penelitian yang telah ada dapat disimpulkan bahwa semakin lama menderita DM, semakin besar angka kejadian neuropati diabetik yang ditemukan. Rata-rata kadar HbA1C didapat sebesar 8,27 dimana 50,79% pasien memiliki kadar HbA1C >8. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian oleh Bahou (2007). 15 Penelitian lain oleh Rochester Diabetes Project menyatakan bahwa polineuropati lebih banyak terjadi pada penderita DM dengan kontrol gula darah yang buruk dibanding penderita dengan kontrol gula darah yang baik. 13 Kerusakan saraf tipe axonaldemyelinating adalah yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini (69,8%). Kerusakan saraf tipe demyelinating ditemukan 30,2%. Kerusakan saraf tipe axonaldemyelinating juga paling banyak ditemukan pada penelitian Marisdina (2013) dan Afriani (2013), sedangkan kerusakan saraf tipe axonal sama sekali tidak ditemukan. 13,14 Pada penelitian yang dilakukan oleh Brombreg (2013) ditemukan bahwa kerusakan saraf tipe axonal-demyelinating paling sering disebabkan oleh DM dan uremia, tipe demyelinating paling jarang ditemukan namun dapat diobati, sedangkan tipe axonal paling banyak ditemukan pada kasus polineuropati. 16 Tidak terdapat hubungan usia dan kerusakan saraf berdasarkan hasil pemeriksaan ENMG pada pasien neuropati diabetik. Dari tabel 4 didapat jumlah penderita neuropati tipe demyelinating dan tipe campuran sama-sama lebih banyak pada kelompok usia >55 tahun. Tidak terdapat perbedaan kerusakan saraf antar kedua kelompok umur. Secara statistik didapatkan p> 0,05, sehingga tidak ada hubungan antara usia dan kerusakan saraf. Penelitian yang dilakukan oleh Priyantono (2005) didapatkan kecenderungan adanya hubungan usia dengan derajat beratnya polineuropati, meskipun secara statistik juga tidak bermakna. 5 Dalam teori, peningkatan usia merangsang proses degenerasi dan menyebabkan kerusakan sel saraf. Perubahan baik pada serabut saraf besar maupun pada serabut saraf kecil menimbulkan kerentanan usia lanjut terhadap neuropati. 5,6 Pada tabel 4 didapatkan lebih banyak penderita neuropati pada usia lanjut, namun tidak terdapat perbedaan kerusakan saraf yang bermakna antara kelompok usia <55 tahun dengan usia >55 tahun. Tidak terdapat hubungan jenis kelamin dan kerusakan saraf berdasarkan pemeriksaan ENMG pada pasien neuropati diabetik. Dari tabel 5 didapatkan lebih banyak tipe demyelinating pada perempuan sedangkan pada laki-laki ditemukan lebih banyak tipe campuran. Namun dari hasil uji statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dan kerusakan saraf karena nilai p >0,05. Penelitian oleh Tantular (2013) juga tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kerusakan saraf. 2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Aaberg (2008) didapatkan bahwa timbulnya komplikasi neuropati pada pria lebih cepat empat tahun dibanding wanita. 17 Pada teorinya, perbedaan hormone pada laki-laki dan perempuan mempengaruhi timbulnya neuropati. Tingginya kadar estrogen pada perempuan dapat mengganggu penyerapan Iodium yang berperan dalam proses pembentukan myelin saraf. 9 Sedangkan kadar testosteron pada laki-laki melindungi tubuh dari DM tipe 2, tetapi tidak pada perempuan. 10 Tidak terdapat hubungan lama menderita DM dan kerusakan saraf. Dari tabel 6 didapatkan kerusakan saraf tipe demyelinating dan tipe campuran lebih banyak ditemukan pada pasien yang telah menderita DM >5 tahun dibanding yang menderita DM <5 tahun, sehingga tidak ada perbedaan kerusakan saraf

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, JULI 2015: 305-310 309 antar kelompok lama menderita DM. Dari hasil uji Fisher didapatkan nilai p 0,169 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lamanya menderita DM dan kerusakan saraf. Lamanya menderita DM menyebabkan terjadinya hiperglikemi kronik pada pasien yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Hiperglikemi kronik menyebabkan mikroangiopati yang mendasari timbulnya neuropati. Pada pasien yang baru didiagnosis DM ditemukan kurang dari 10% yang memiliki gejala neuropati klinis. Setelah 25 tahun, angka ini meningkat menjadi 50%. Hal ini menyebabkan neuropati lebih banyak terjadi pada penderita DM yang berusia lebih dari 50 tahun dibanding yang berusia kurang dari 30 tahun. 6 Terdapat hubungan hiperglikemi dan kerusakan saraf. Hasil uji Chi sqare didapatkan p <0,045 menunjukkan ada hubungan antara kadar HbA1C dan kerusakan saraf. Nilai OR didapatkan sebesar 3,130 dengan IK 95% 1,002-9,774. Artinya, pasien DM dengan nilai HbA1C >8 mempunyai kemungkinan 3,13 kali mengalami kerusakan tipe campuran dibandingkan dengan pasien DM dengan nilai HbA1C <8. Hal ini sejalan dengan penelitian Harahap (2013) dan Huang (2005). 11,15 Dalam teori, hiperglikemi kronik menyebabkan mikroangiopati yang mendasari timbulnya neuropati. 6 Oleh karena itu kontrol gula darah menjadi faktor resiko yang sangat penting. Tingginya kadar HbA1C menyebabkan kerusakan saraf semakin parah. Tidak adanya hubungan antara usia, jenis kelamin, lama menderita DM dengan kerusakan saraf dapat terjadi apabila penderita DM melakukan kontrol teratur sehingga berada dalam normoglikemi. Hal ini dapat dilihat dari adanya hubungan HbA1C >8 dan kerusakan saraf. 5. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan usia, jenis kelamin, lama menderita DM, hiperglikemi dan kerusakan saraf dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Neuropati diabetik lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan, kelompok usia >55 tahun, lama menderita DM >5 tahun, dan kadar HbA1C >8. 2. Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan lamanya menderita DM dengan kerusakan saraf berdasarkan hasil pemeriksaan ENMG. 3. Ada hubungan antara kadar HbA1c >8 dan kerusakan saraf pada penderita neuropati diabetik. Daftar Acuan 1. Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011.https://www.academia.edu/4053787/ (Diakses 14 Juli 2014). 2. Tantular, Ricky. 2013.Hubungan Usia dan Jenis Kelamin terhadap Derajat Kerusakan Saraf. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang (tidak dipublikasikan), hal 1-2, 5, 32-34 3. Sutedjo. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang. Yogyakarta, Kanisius, hal 28-32 Hastuti, Rini Tri. 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (tidak dipublikasikan), hal 2-4 4. Hastuti, Rini Tri. 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (tidak dipublikasikan), hal 2-4 5. Priyantono, Teguh. 2005. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Timbulnya Polineuropati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (tidak dipublikasikan), hal 12-19

310 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015: 305-310 6. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga, Jakarta, Indonesia, hal 248. 7. Ropper, Allan H, Robert H, Brown. 2005. Adam s and Victor s Principle of Neurology. 8th ed. McGraw Hill, United States, hal 1111-1112, 1134-1137 8. Soeatmadji DW. 2002. Radikal Bebas, Kerusakan Oksidatif dan Mekanisme Patogenik Mikro dan Makro Angiopati Diabetik. Malang: Kelompok Studi Diabetes dan Radikal Bebas FK Universitas Brawijaya : 1-10 9. Kruse, Jack.2011. What to do about Neuropathy. http://jackkruse.com/what-isperipheralneuropathy (Diakses 20 September 2014) 10. Franconi F, Ilaria C, Stefano O, Giancarlo T. 2012. Sex-Gender Differences in Diabetes Vascular Complications and Treatment. Endocrine, Metabolic & Immune Disorders - Drug Targets, 2012.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/22236023.(diakses 3 September 2014). 11. Harahap, Ervina S. 2013. Peranan Glycosilated Haemoglobin (HbA1c) Terhadap Derajat Neuropati Diabetes Melitus. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan) Yogyakarta, hal 2-4. 12. Basuki, Mudjiana, Herjanto Poernomo, Djoenaidi Widjaja. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Airlangga University Press, Surabaya, Indonesia, hal 1-5, 199-205, 225-226. 13. Masrisdina, Selly. 2013. Gejala Klinis dan Kecepatan Hantar Saraf Penderita Polineuropati Diabetik Sebelum dan Sesudah Pemberian Methylcobalamin. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan), hal 6-10, 47-49 14. Afriani. 2013. Analisis Perbedaan Skor Toronto Clinical Scoring Sistem pada Tipe-Tipe Patologi Polineuropati Diabetik Berdasarkan Nerve Conduction Studies. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang (tidak dipublikasikan), hal 7-12, 43-48. 15. Bahou, Yacoub G. 2007. A clinical and electrodiagnostic study of diabetic neuropathy at Jordan University Hospital. Neurosciences 2007; Vol. 12 (3): 215-220. 16. Bromberg, Mark B. 2013. An Electrodiagnostic Approach to the Evaluation of Peripheral Neuropathies. Elsevier Inc:USA. 17. Aaberg, ML. 2008. Gender Differences in The Onset of Diabetic Neuropathy. Diabetes Complications. 22(3):83-7 doi:10.1116/j.jdiacomp. 2007.06.009.http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/18280437.(diakses 24 Agustus 2014).