BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional Indonesia. sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita

dokumen-dokumen yang mirip
Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

SERIAL PEDOMAN TEKNIS

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besar

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAEAH KOTA BINJAI TAHUN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

Pendahuluan. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

vii Tinjauan Mata Kuliah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat adil dan makmur secara sistematis dan terpadu dalam bentuk pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan, selaras dengan dinamika politik (political will) yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Timbulnya kesenjangan antara kebutuhan hidup manusia dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan manusia saat ini sebagai penyebab utama kemiskinan. Kemiskinan adalah kenyataan yang bukan saja terjadi di Indonesia, tetapi juga sebagian besar negara-negara berkembang di dunia. Kemiskinan adalah masalah multidimensional yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan karena substansi kemiskinan adalah kondisi serba kekurangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar berupa sandang, pangan dan papan yang dihadapi dunia saat ini. Agenda pembangunan di bidang sosial dan ekonomi telah menjadi agenda setiap negara di dunia namun kenyataannya sampai tahun 2005, terdapat 1, 4 milyar manusia di dunia berada dalam garis kemiskinan (Prosterman, 2007: 17). Selain merampas hak hidup dan harapan seseorang, 1

2 kemiskinan juga telah menjadi penyebab utama kelaparan. Pada 2006, 854 juta orang di seluruh dunia mengalami kelaparan dan gizi buruk (Brady, 2008: 715 752). Pengentasan kemiskinan menjadi agenda utama dalam proses pembangunan di setiap negara (Castel, 2009: 519 535). Pengentasan kemiskinan merupakan kompleksitas masalah dan mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional, regional maupun global. Upaya mengatasi masalah kemiskinan tidak terlepas dari strategi nasional untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan disuatu negara (Prosterman & Hanstad, 2006: 763). Upaya ini perlu diharmonisasikan dengan kebijakan-kebijakan yang ada di tingkat Internasional guna menjawab tantangan globalisasi (Deininger, 2003: 12). Pemerintah Indonesia Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millennium Development Goals (MDGs), telah memberlakukan beberapa peraturan perundang-undangan untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan program-program MDGs sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program pembangunan nasional jangka pendek, menengah, dan panjang termasuk program pengentasan kemiskinan. Pedoman pelaksanaan tersebut diantaranya, UU. No. 25/ 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), terutama Pasal 4 (2) yang berbunyi : RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup

3 gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sementara Pasal 5 ayat (2) berbunyi : RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SatuanKerja Perangkat daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Guna merealisasikan RPJM di daerah, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19/ 2010 tentang Penguatan Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah pusat di daerah untuk berperan aktif mengarahkan roda Pemerintahan untuk menunjang program nasional. Rencana pembangunan Pemerintah ini ditegaskan kembali melalui Peraturan Presiden No. 29/ 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP 2010-2014). Upaya Pemerintah untuk merealisasikan program Millennium development goals 2015, ditegaskan kembali melalui Intruksi Presiden No. 1/ 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Intruksi Presiden No. 3/ 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan demi mewujudkan program Millennium development goals dalam bentuk aksi di tingkat Nasional maupun daerah untuk mempercepat Program MDGs, termasuk masalah kemiskinan di Indonesia. Spesifikasi dari Instruksi Presiden No. 3/ 2010 ini sebenarnya mengamanatkan kepada para penyelenggara negara untuk lebih memfokuskan pada pelaksanaan pembangunan berkeadilan yang meliputi (i) program pro-rakyat, (ii)

4 program keadilan untuk semua (justice for all), dan (iii) program pencapaian tujuan Pembangunan Millennium. Pengentasan kemiskinan menjadi salah satu agenda prioritas Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia bersama semua perangkat negara dan seluruh unsur masyarakat memikul tanggung jawab untuk memberantas kemiskinan, guna memenuhi komitmen pencapaian target MDGs pada 2015 mendatang. Penanggulangan kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditargetkan lebih cepat daripada target MDGs sendiri. MDGs telah menjadi salah satu bahan masukan penting dalam penyusunan kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia (Bank Indonesia, 2008: 15). Bagi Pemerintah Indonesia, pencapaian target-target MDGs secara nasional merupakan upaya bersama dengan melibatkan semua lintas dan sektor. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa kali laporan pencapaian MDGs nasional bersama dengan beberapa negara kawasan Asia Pasifik dalam bentuk laporan. Melalui laporan tersebut, Pemerintah Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk pencapaian MDGs sampai tahun 2015 melalui berbagai program yang telah dicanangkan oleh Pemerintah (Haris White, 2005: 881-891). Laporan Pencapaian MDGs Indonesia 2007 dari United Nation Development Programme (UNDP) menyebutkan bahwa pada tahun 2007, angka kemiskinan di Indonesia masih mencapai 16, 58%, dengan populasi penduduk miskin tercatat sekitar 37, 17 juta jiwa, Amis (1994: 635 643)

5 sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Tahun 2009 yang diukur dari pendapatan riil per kapita, tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf dan kualitas pendidikan dasarnya, Indonesia berada di peringkat 111 dari 182 negara yang dinilai UNDP (2009: 35). Di kalangan negara anggota ASEAN, peringkat Indonesia itu jauh di bawah Filipina dan Thailand, bahkan berada di bawah Vietnam (Hamid, 2010: 25-49). Menurut Laporan UNDP (2007: 5) 2009 peringkat IPM Indonesia menunjukkan belum adanya perbaikan yang signifikan jika di lihat dari beberapa indikator penting IPM, terutama pengurangan angka kemiskinan. Pemerintah telah berusaha mengurangi kemiskinan dengan harapan semua anak laki-laki dan perempuan dapat masuk ke sekolah dasar. Tingginya angka kematian ibu melahirkan dan belum cukupnya usaha untuk melindungi lingkungan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh. Walaupun sudah mencapai banyak kemajuan tetapi masih diperlukan kerja keras untuk mencapai semua sasaran MDGs. Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan Pembangunan pasca seribu tahun adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian

6 lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam rangka menjamin kualitas pembangunan manusia seutuhnya. Pemerintah Indonesia sebagai salah satu anggota PBB yang ikut menandatangani komitmen tersebut berupaya untuk mensejahterakan masyarakat dengan meningkatkan kerjasama Pemerintah daerah sebagai pusat pelayanan. Pemerintah daerah sebagai bagian dari Pemerintah pusat ikut serta mendukung komitmen Pemerintah tersebut dengan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDGs. Pemerintah Provinsi Papua sebagai salah satu bagian Pemerintahan daerah di Indonesia dengan lebih dari 250 kelompok bahasa yang berbeda dan daratan yang sangat luas serta sumber daya alam yang kaya, memberi opsi dan tantangan tersendiri bagi Pemerintah supaya dapat merealisasikan Millennium Development Goals. Tantangan-tantangan utama dalam pembangunan antara lain kemiskinan struktur maupun non struktural, peluang perdagangan ekonomi masyarakat lokal yang terbatas, penyebaran penyakit (seperti HIV/AIDS dan Malaria yang terus meningkat), dan tingkat pendidikan yang rendah serta masalah transportasi, informasi maupun komunikasi dengan dunia luar menjadi kendala tersendiri untuk menciptakan kesejahteraan dari kemiskinan. Sejak diberlakukannya otonomi Khusus, alokasi anggaran untuk Pemerintah Provinsi Papua yang berasal dari Pemerintah pusat semakin meningkat. Akibat kemampuan otoritas Pemerintah daerah yang terbatas

7 serta indikasi korupsi membuat jumlah anggaran yang diberikan pun belum dapat menghasilkan hasil yang diharapkan bagi kesejahteraan penduduk lokal. Masyarakat lokal yang hidupnya jauh dari pusat Kecamatan/Distrik tidak memiliki akses yang memadai untuk mendapatkan air bersih, listrik, tenaga pengajar, petugas kesehatan atau pasar yang mapan. Perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya mendapat prioritas rendah dalam kebijakan Pemerintah dan penyediaan layanan sosial. Organisasi masyarakat madani, khususnya organisasi keagamaan yang sejak lama melayani penduduk lokal dan masyarakat terpencil, memiliki akses terbatas ke sumber daya yang semakin banyak tersedia bagi Pemerintah daerah. Secara keseluruhan keterlibatan masyarakat dalam kebijakan dan program Pemerintah adalah rendah, namun dengan pesatnya dinamika masyarakat sipil di Papua, tuntutan untuk memperbesar partisipasi dan pengaruh publik, serta manfaat pembangunan semakin berkembang. Sebagai bagian dari pekerjaan UNDP untuk mendukung penyusunan strategi pengurangan kemiskinan dan pengarusutamaan MDGs di seluruh Indonesia, para pemangku kepentingan dari Pemerintah dan masyarakat madani di Papua mempunyai peran besar dalam penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Banyak kebijakan dan program yang telah dikeluarkan Pemerintah Provinsi Papua untuk penangggulangan kemiskinan dan kelaparan. Namun kebijakan dan program tersebut masih berjalan sendirisendiri dan tidak tepat sasaran sehingga belum ada koordinasi yang baik antar instansi. Target dari kebijakan dan program-program penanggulangan

8 kemiskinan juga belum mengacu pada target MDGs. Oleh sebab itu dibutuhkan peran dan komitmen Pemerintah Provinsi Papua untuk menanggulangi kemiskinan dengan mengetahui kendala-kendala agar target penanggulangan kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dapat tercapai. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan permasalahan yang diajukan penulis adalah: 1. Bagaimana peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015? 2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Provinsi Papua dalam menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015? 3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua dalam mengatasi kendala-kendala untuk menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015? C. Batasan Konsep Batasan konsep pembahasan dalam Penelitian ini adalah terkait dengan judul penelitian yakni Peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam

9 Menanggulangi Kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDG s) di Tahun 2015. Beberapa Batasan Masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Peranan Pembahasan menyangkut peranan kaitannya dengan tulisan ini adalah fungsi negara untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana tujuan pokok negara dirumuskan. Tujuan pokok negara kesejahteraan menurut (Tjandra, 2008: 6) terdiri dari lima yaitu: a. Mengontrol dan mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi untuk kepentingan umum. b. Menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata c. Mengurangi kemiskinan d. Menyediakan asuransi sosial (pendidikan, kesehatan) bagi masyarakat miskin e. Menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi disadvantage people dan f. Memberi proteksi diri bagi setiap warga negara. Tujuan pokok negara di atas menjadi tanggungjawab Pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk menguasai dan menjalankannya, karena menurut Geelhoed (Tjandra, 2008: 10) fungsi Pemerintah sebagai penguasa memiliki 4 fungsi yang terdiri dari: 1) Fungsi pengaturan (de ordenande functie) Dalam liberale rechstaat menjadi hal yang utama 2) Fungsi penyelesaian sengketa, menyelesaikan pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok masyarakat, misalnya melalui veliligheidwetgeving, Waren wetgiving. 3) Fungsi pembangunan dan pengaturan, pengaturan perekonomian melalui stimulasi untuk berinvestasi.

10 4) Fungsi penyediaan, menyediakan barang-barang publik (colectieve goederen) yang diperlakukan seperti Zeewring en defensie, dan barang-barang individual seperti pendidikan, sociale uitkeringen dan medische vertrekkingen. Peranan Pemerintah dominan membuat regulasi, mendisitribusikan, menyediakan dan meresolusi konflik dalam kompetisi perolehan sumber sumber kesejahteraan. Peranan Pemerintah selalu dihubungkan dengan efektifitas lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif dalam menajamin Good Governance untuk mencapai tujuan negara. 2. Pemerintah Pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang UU No. 32/ 2004 tentang Pemerintahan daerah adalah, Penyelenggara urusan Pemerintahan daerah oleh Pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah adalah Pemerintah daerah Provinsi Irian Jaya yang kemudian berubah nama menjadi Pemerintah Provinsi Papua melalui Keputusan DPRD Provinsi Irian Jaya No.7/DPRD/2000 pada tanggal 16 Agustus tahun 2000 tentang Pengembalian nama Irian Jaya menjadi Papua (Djojosoekarto dkk, 2008: 31) 3. Provinsi Papua

11 Provinsi Papua menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 21/ 2001 tentang otonomi khusus Papua adalah, Provinsi Irian Jaya yang diberi otonomi khusus dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Kemiskinan Kemiskinan menurut Bank dunia (Stalker, 2008: 5) diukur dengan pendapatan angka 1 dollar AS per hari. Pada pertengahan 2008, nilai ratarata satu dollar setara dengan Rp. 9. 400. 00. Mukti (dalam Safii 2011: 24) Miskin secara harafiah diberi arti tidak berharta benda. Soedarsono (2011: 11) menyatakan kemiskinan sebagai struktur tingkat hidup yang rendah, mencapai tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibanding dengan standar hidup yang umumnya berlaku dalam masyarakat. Standar hidup yang rendah tercermin dalam tingkat kesehatan, moral dan rendahnya rasa harga diri. Lebih lanjut di jelaskan bahwa, kemiskinan sebagai suatu situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari oleh kemampuan yang ada padanya. Totona (2010: 86) menyatakan kemiskinan merupakan kondisi yang memprihatinkan. Kata miskin sebagai petanda misalnya dapat dikaitkan dengan tanda pakaian yang lesu, tempat tinggal yang kumuh dan sebagainya. Makna kemiskinan antara satu negara dengan negara lain juga berbeda. Makna kemiskinan di Indonesia disusun oleh Badan pusat Stastistik (BPS) berdasarkan survei ekonomi Nasional (Susenas) terhadap tingkat

12 pemenuhan kebutuhan dasar (basich needs abroac) dengan membuat kriteria besaranya pengeluaran per orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu, pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan guna penentuan kriteria tersebut. Kriteria kemiskinan versi BPS (dalam http://www.sudahtahu.com: 2012) adalah sebagai berikut : a. Tidak miskin, adalah mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610. b. Hampir tidak miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.s/d. Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa. c. Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta. d. Miskin dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan mencapai sekitar 15 juta. Berdasarkan kriteria kemiskinan yang dilansir BPS menunjukan jumlah keluarga miskin di Indonesia cukup besar. Total jumlah penduduk Indonesia jika dihitung dengan kriteria pengeluaran per orang per hari Rp 11. 687.- kebawah mencapai sekitar 103, 14 juta jiwa. Angka kemiskinan tersebut tentu sangat besar untuk ukuran negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia. Namun hal tersebut tidak membantu masyarakat mengatasi kondisi keterbatasannya. 5. Millennium Development Goals (MDGs)

13 Millennium Development Goals merupakan kesepakatan 189 negara tentang arah pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi mendatang. Berikut sasaran-sasarannya yang perlu diwujudkan: a. menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat b. mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang c. mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d. menurunkan kematian anak e. meningkatkan kesehatan maternal f. melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis lainnya (malaria dan tuberkulosa) g. menjamin keberlangsungan lingkungan; dan h. mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (UNDP, 2007: 7 ) D. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan penulis, belum ada penulisan tesis sebelumnya yang meneliti dan mengkaji tentang peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam menanggulangi kemiskinan demi mewujudkan program Millennium Development Goals. Namun ada dua tesis yang sebelumnya mengkaji tentang kemiskinan yang diuraikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 1: Keaslian Penelitian No Judul Tesis dan Penulis 1 Judul: Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Manokwari Rumusan Masalah Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Manokwari Kesimpulan a. Penyelenggaraan otonomi daerah diwujudkan dengan kapasitas Sumber Daya Manusia yang memadai. Mengingat, manusia merupakan unsur dinamis

14 Dalam Pengentasan Kemiskinan setelah Berlakunya otonomi Khusus Tesis ditulis oleh Enias Towansiba. Nomor Mahasiswa: 02830/PS/MIH ; Mahasiwa Magister Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2005. dalam pengentasan kemiskinana setelah berlakunya otonomi khusus Papua? dalam organisasi yang bertindak sebagai subjek penggerak roda Pemerintahan. Oleh karena itu, kualitas, mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang memadai melahirkan implikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi daerah. Di Pemerintahan daerah terdapat Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) kemudian, alat-alat perlengkapan daerah yaitu, Aparatur atau Pegawai daerah dan rakyat daerah, sebagai komponen yang merupakan sumber kekuatan terpenting bagi daerah karena sebagai organisasi yang bersifat terbuka. b. Pelaksanaan kebijakan Kabupaten Manokwari dalam pengentasan kemiskinan setelah berlakunya otonomi khusus difokuskan pada sektor ekonomi dan pajak, sebab kedua sektor tersebut secara tidak langsung mampu melakukan pengentasan kemiskinan di kabupaten Manokwari. Pengentasan kemiskinan di Kabupaten Manokwari pada awalnya sulit dilakukan, namun setelah adanya undang-undang nomor 22 tahun 1999 Jo. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah,

15 pengentasan kemiskinan dapat beranjak meninggalkan garis ketinggalannya. Hal tersebut terlihat dengan adanya undang-undang otonomi khusus yang berlaku sejak tahun 2001 yang menitikberatkan pada salah satu tujuan ekonomi Kabupaten Manokwari yaitu pengentasan kemiskinan.

16 02 Judul: Peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam membangun pembangunan ekonomi setelah otonomi khsus. Tesis ditulis oleh Johanis Kies Harold Roembiak. Nomor Mahasiswa, 00630/PS/MH, Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada tahun 2002. Perumusan: 1. Apakah dengan otonomi khusus Pemerintah Provinsi Papua akan lebih mampu melaksanakan pembangunan ekonomi daerah untuk mempersiapkan masyarakatnya menjadi tuan di negeri sendiri pada tahun 2005 sesuai dengan visinya? 2. Apakah Pemerintah Provinsi Papua mampu mempersiapkan masyarakatnya menghadapi perdagangan bebas (AFTA) dengan konsep pembangunan ekonomi yang melindungi ekonomi masyarakat adat dalam kerangka ekonomi nasional dan tidak bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas? Kesimpulan: a. Melalui otonomi khusus ternyata Pemerintah Provinsi Papua belum siap dan mampu untuk melaksanakan pembangunan ekonomi untuk mempersiapkan masyarakat Papua menjadi tuan di atas negeri sendiri sesuai visi daerah. Beberapa aspek penting dalam Pemerintahan diabaikan seperti, peningkatan kualitas aparatur Pemerintahan, lemahnya perencanaan pembangunan, visi dan misi daerah yang selalu berubah-ubah mengikuti kepemimpinan kepala daerah serta otonomi Khusus yang dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah daripada peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Undang-undang nomor 21 tahun 2001, ternyata tidak memberikan suatu hal yang baru dan khusus dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Papua untuk membedakannya dengan otonomi daerah lain. Pembangunan ekonomi berasaskan perekonomian rakyat tidak secara tegas diatur dalam otonomi khusus dimaksud, tetapi masih tergantung pada peraturan perundangan lainnya yang berlaku, sehingga

17 perekonomian yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat jelas tujuannya. b. Pemerintah Provinsi Papua ternyata belum mampu untuk dapat mempersiapkan masyarakatnya menghadapi perdagangan bebas melalui pembangunan ekonomi daerah dalam skala pembangunan nasional. Ketidak mampuan aparatur daerah dalam menysusun konsep pembangunan ekonomi daerah menjadi persoalan untuk mengimplementasikan konsep untuk pembangunan ekonomi Papua (Blue Print) yang dapat dijadikan sebagai guide dalam melaksanakan pembangunan ekonomi menghadapi perdagangan bebas yang dapat melindungi perekonomian adat masyarakat di satu sisi dan tidak menghambat perdagangan bebas disisi lain. Perencanaan strategis pembangunan ekonomi yang disusun lebih merupakan dokumentasi politik dari pedoman pembangunan, sehingga tidak bermanfaat bagi pembangunan daerah. Nampak bahwa sesungguhnya Pemerintahan daerah tidak mampu untuk

18 mempersiapkan masyarakat menuju perdagangan bebas yang telah tiba, karena Pemerintah daerah sendiri mampu memahami perubahan ekonomi nasional dalam perputaran globalisasi dan ekonomi internasional menuju perdagangan bebas. Undang-undang No.21 Tahun 2001, ternyata tidak memberikan suatu hal baru dan khusus dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Papua untuk membedakannya dengan otonomi daerah lain. Pembangunan ekonomi berasaskan perekonomian rakyat tidak secara tegas diatur dalam otonomi khusus dimaksud, tetapi masih tergantung pada peraturan perundangan lainnya yang berlaku, sehingga perekonomian yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak jelas tujuannya. Berikut adalah analisis kesimpulan dari kedua penulis. Kesimpulan dari penulis pertama menemukan, Pemerintah Kabupaten Manokwari dalam

19 pengentasan kemiskinan setelah berlakunya otonomi khusus Papua lebih mendahulukan kapasitas sumber daya Manusia sebagai penggerak roda Pemerintahan dengan meningkatkan sektor ekonomi dan pajak. Penulis kedua berkesimpulan bahwa peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam membangun pembangunan ekonomi setelah diberlakukannya otonomi khusus, ternyata belum siap dan mampu untuk menjadi Tuan di negerinya sendiri karena implementasi UU. No. 21/ 2001 tentang otonomi khusus Papua dikesampingkan dan menerapkan undang-undang lain menyebabkan perekonomian yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan di era perdagangan bebas tidak tercapai. Persamaan penelitian ini adalah semuanya meneliti tentang masyarakat Papua dengan menitikberatkan pada peranan dan kebijakan Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua barat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui otonomi khusus. Perbedaannya adalah, Penulis terdahulu hanya berpatokan pada program pembangunan nasional dengan pendekatan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Penulis melalui penelitian ini mengacu berdasarkan program Millennium Development Goals yang diharmonisasikan dengan program pembangunan nasional untuk menanggulangi kemiskinan yang ditargetkan tercapai pada tahun 2015. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

20 Penelitian ini diharapakan secara Teoritis dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan secara khusus, bagi Hukum Tata Negara dalam kaitanya dengan peranan Pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia dan Papua khususnya. 2. Manfaat Praktis Secara Praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan solusi bagi Pemerintah Provinsi Papua untuk menjadi salah satu acuan dalam menanggulangi kondisi kemiskinan di Provinsi Papua berdasarkan Tujuan Millennium Development Goals (MDGs) 2015. F. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisa peranan Pemerintah Provinsi Papua dalam menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015. 2. Mengetahui dan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Provinsi Papua dalam menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015. 3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua dalam mengatasi kendala-kendala untuk menanggulangi kemiskinan demi terwujudnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015.