BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

(universal) sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun ilmu-ilmu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

DESAIN DIDAKTIS BANGUN RUANG SISI DATAR UNTUK MENINGKATKAN LEVEL BERPIKIR GEOMETRI SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilman Nuha Ramadhan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

DESKRIPSI TRAJEKTORI BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LITERASI MATEMATIKA

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar B el akang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. ini sedang digalakan oleh pemerintah. Langkah yang paling penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan masalah yang akan diselesaikan, batasan masalah yang dilakukan pada implementasi, tujuan penelitian yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini, dan struktur organisasi yang menjabarkan kerangkapenulisan dari penelitian ini. A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor untuk mengetahui kualitas suatu bangsa adalah dengan melihat kualitas pendidikannya. Pendidikan merupakan suatu cara atau proses seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Semakin tinggi kualitas pendidikan pada suatu bangsa maka semakin berkualitas juga kehidupan bangsa. Namun pada kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah, khususnya pendidikan matematika. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa kelas VIII Indonesia tahun 2011 dan diikuti oleh 600.000 siswa dari 63 negara. Untuk bidang Matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007. Pada TIMSS Matematika kelas VIII tersebut, peringkat pertama diraih siswa Korea dengan nilai rata-rata 613, selanjutnya diikuti Singapura dengan nilai rata-rata 612. Nilai rata-rata yang dipatok TIMSS adalah 500 poin. Pada tes yang dilakukan TIMSS ini siswa Indonesia sangat baik dalam kemampuan menghafal fakta, bahkan mengalahkan siswa-siswa di beberapa negara maju termasuk Amerika Serikat. Tetapi, siswa Indonesia dalam 1

2 kemampuan penalaran, pengolahan informasi, serta mengungkapkan argumen sangat rendah. Selain berdasarkan penelitian TIMSS yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement Study Center Boston College menentukan peringkatan literasi matematika siswa Indonesia juga dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA). Literasi matematika dalam PISA adalah fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi. Hasilnya, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia masih sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta. Domain yang dijadikan patokan pengkajian yang dilakukan oleh TIMSS adalah meliputi bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, serta data dan peluang. Bila dilihat dari persentase hasil pencapaian peserta didik Indonesia dalam TIMSS 2011, untuk tiap-tiap domain dibanding dengan negara lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1: Rata-rata Persentase Menjawab Benar pada Tiap Domain. Negara Bilangan Aljabar Geometri dan Pengukuran Data dan Peluang Singapura 77 72 71 72 Korea 77 71 71 75 Jepang 63 60 67 68 Malaysia 39 28 33 38 Thailand 33 27 29 38 Indonesia 24 22 24 29 Rata-rata Internasional 43 37 39 45

3 Sumber: Mullis at all (Rosnawati: 2013) Kemampuan rata-rata siswa Indonesia pada tiap domain ini masih jauh di bawah negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Singapura. Salah satunya domain geometri dan pengukuran berada di peringkat paling bawah bahkan berada di bawah rata-rata Internasional. Dengan demikian, salah satu domain penting yang harus dikuasai siswa adalah geometri. Hal ini juga tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa pelajaran Matematika pada satuan SMP/MTs meliputi aspekaspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, serta statistika dan peluang. Mengenai pentingnya geometri dalam pembelajaran matematika Burger & Shaughnessy (Abdussakir: 2011) berpendapat bahwa: Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika. Sekilas materi geometri dalam pembelajaran matematika terlihat mudah. Siswa hanya menggambar dan menghitung apa yang dicari. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep geometri yang diajarkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murdanu (Wulandari: 2013) bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam materi geometri di antaranya meliputi: kesulitan menginterpretasi informasi dalam soal, kesulitan berbahasa, kesulitan pemahaman konsep dan prinsip dalam geometri, dan kesulitan teknis. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut Murdanu juga mengungkapkan perlu adanya pembenahan pembelajaran teknik penyelesaian soal geometri (matematika), pembenahan materi ajar geometri, dan pemberian variasi latihan persoalan geometri.

4 Ini berarti, jelas bahwa yang berperan penting dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah pengajar. Sebagai pengajar harus mampu mengendalikan siswa dan mengarahkan siswa agar tujuan dalam kurikulum tercapai dengan maksimal. Menurut Depdiknas (2007: 4) tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah yang harus dicapai tersebut adalah: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah. Dalam praktiknya pengajar bertindak sebagai fasilitator, artinya bahwa pengajar tidak selalu mengikuti isi yang tercantum dalam buku teks yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi di kelas. Menurut Suryadi (2010b) proses berpikir guru dalam konteks pembelajaran terjadi tiga fase, yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung, dan setelah pembelajaran. Sebelum pembelajaran guru harus berfikir tentang skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan, memprediksi respon siswa, dan antisipasi atas berbagai peristiwa yang akan terjadi. Namun, sebagai pengajar matematika yang profesional yang dibutuhkan tidak hanya persiapan sebelum pembelajaran saja, melainkan pada saat pembelajaran dan setelah pembelajaran pun harus dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi baik yang sesuai prediksi maupun di luar prediksi. Salah satu proses pembelajaran yang harus diperhatikan adalah pada pembelajaran mengenai geometri yang berkenaan dengan luas daerah segitiga dan segiempat. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan repersonalisasi terhadap

5 salah satu Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 yang berjudul Matematika Konsep dan Aplikasinya untuk SMP/MTS kelas VII ditulis oleh Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni dan Buku Matematika SMP/MTs Kelas VII Kurikulum 2013 yang ditulis oleh Bornok Sinaga dkk diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang berkenaan dengan salah satu materi luas daerah segitiga dan segiempat, yaitu luas daerah jajargenjang. Berdasarkan repersonalisasi yang dilakukan pada BSE dan buku Kemendikbud pada konsep luas jajargenjang materi adanya ketidakkonsistenan dalam menyajikan konsep luas daerah segitiga dan segiempat. Jika pada konsep luas daerah bangun datar segiempat trapesium, belahketupat, dan layang-layang untuk memperoleh luas daerahnya dilakukan melalui pendekatan segitiga, namun pada konsep luas daerah jajargenjang tidak dilakukan melalui pendekatan segitiga. Berikut cuplikan dari buku BSE dan Buku Matematika Kelas VII Kemendikbud RI Kurikulum 2013. Gamba 1.1 : Diambil dari BSE halaman 263

6 Gamba 1.2: Diambil dari BSE halaman 264 Gamba 1.3 : Diambil dari Buku Kurikulum 2013 halaman 217 Menurut Moise (1990) bahwa daerah poligon merupakan sebuah bentuk yang bisa diekspresikan oleh gabungan dari beberapa segitiga yang terbatas

7 banyaknya. Ini berarti, ada keterkaitan antara luas segiempat dengan luas segitiga. Berdasarkan pendapat Moise tersebut, penulis memandang pada proses pembelajarannya dalam buku tersebut masih ada kekeliruan. Ketika membuktikan luas daerah jajargenjang hanya menggunakan pembuktian alternatif, yaitu pembuktian menggunakan trapesium sebagai berikut: Dari pembuktian itu disebutkan bahwa ketika segitiga ABE dipindahkan ke sebelah kanan menjadi segitiga DCF, maka luas daerah jajargenjang sama dengan luas daerah persegi panjang, yaitu panjang kali lebar. Padahal menurut Moise (1990) ilustrasi tersebut tidak berlaku pada bentuk jajargenjang yang lain, misalnya bentuk jajargenjang seperti di bawah ini: Artinya, bentuk atau proses menghitung luas daerah jajargenjang yang dipaparkan dalam buku tersebut tidak berlaku secara umum. Karena telah disebutkan Moise bahwa daerah poligon merupakan sebuah bentuk yang bisa diekspresikan oleh gabungan dari beberapa segitiga yang terbatas banyaknya, maka sebaiknya guru menggunakan pembuktian yang erat kaitannya dengan konsep luas daerah segitiga. Menurut Moise (1990) untuk menentukan luas daerah jajargenjang sehingga berlaku secara umum menggunakan teorema 3, yaitu: Luas daerah sebuah jajargenjang adalah perkalian dari alas dan tinggi yang bersesuaian.

8 Dengan pembuktian sebagai berikut: Diketahui jajargenjang ABCD, dengan alas AD = b, tinggi BE = h. Berdasarkan postulat penjumlahan, diperoleh: ABCD = ABD + BDC Berdasarkan Teorema 2 (Luas daerah segitiga adalah setengah dari perkalian alas dan tinggi yang bersesuaian) diperoleh: dan BC =b dan DF = h Sehingga: Ketika permasalahan di atas terus menerus berlangsung, kemungkinan akan adanya trajectory atau lintasan dalam pembelajaran luas daerah segitiga dan segiempat yang lepas dan pembelajaran akan kurang bermakna. Berdasarkan teori Ausubel bahwa belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Hal ini berarti kemampuan koneksi matematika siswa sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Sesuai dengan dalil koneksivitas yang terdapat pada teori belajar Bruner bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, tidak hanya dari segi isi, melainkan dari segi rumus-rumus yang digunakan. Bisa saja suatu materi

9 merupakan materi prasyarat bagi materi lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Salah satu proses pembelajaran yang harus diperhatikan juga adalah pada pembelajaran mengenai geometri yang berkenaan dengan segitiga. Pada materi segitiga ini, tidak sedikit siswa mengalami kekeliruan-kekeliruan dalam memahami materi segitiga. Sebagai contoh yang diutarakan Suryadi (2010a) seseorang yang pada awal belajar konsep segitiga hanya dihadapkan pada model konvensional dengan titik puncak di atas dan alasnya di bawah, sehingga concept image yang terbangun dalam pikiran siswa bahwa segitiga harus seperti yang digambarkan. Kekeliruan-kekeliruan inilah yang nantinya akan menyebabkan kesulitan belajar (learning obstacles). Untuk mengidentifikasi learning obstacle yang muncul pada siswa terkait konsep sudut pusat dan sudut keliling, penulis telah mengadakan penelitian awal dengan melakukan uji instrumen kepada beberapa jenjang pendidikan yaitu di SMPN 4 Bandung kelas VIII-H, SMAN 15 Bandung kelas X dan XI IPA, dan sepuluh mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika di UPI. Berdasarkan hasil uji instrumen yang telah dilakukan, ditemukan beberapa learning obstacle yang terkait konsep luas daerah segitiga dan segiempat. Learning obstacle tersebut terbagi menjadi enam tipe, yaitu: Learning obstacle tipe 1 terkait konsep concept image segitiga yang memiliki alas dan tinggi yang sama. Learning obstacle tipe 2 terkait dengan kemampuan siswa dalam mengkonstruksi soal yang berkaitan dengan luas daerah segitiga dan segiempat dengan menggunakan konsep luas daerah segitiga dan segiempat yang sudah dipelajari sebelumnya dan menyajikan permasalahan matematika ke dalam notasi matematika. Learning obstacle tipe 3 terkait dengan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi bentuk bangun datar segiempat dan concept image alas dan tinggi pada segitiga. Learning obstacle tipe 4 terkait dengan kemampuan siswa dalam mengkonstruksi luas daerah yang darsir yang merupakan bagian dari bangun datar yang lain. Learning obstacle tipe 5 terkait

10 dengan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi konsep luas daerah segiempat yang merupakan gabungann dari luas daerah beberapa segitiga. Learning obstacle tipe 6 terkait dengan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi hubungan bagian antar bangun datar. Untuk kemampuan ini masih banyak sekali siswa yang tidak mampu mengidentifikasi hubungan bagian luas daerah antar bangun datar. Untuk mengatasi learning obstacle tersebut di samping harus mempersiapkan bahan ajar yang sesuai dengan kondisi siswa, guru juga harus memperhatikan lintasan belajar (learning trajectory) yang sesuai dengan keberagaman masing-masing siswa. Dengan adanya learning trajectory ini menurut Clements dan Sarama (2009) sebagai guru ketika proses pembelajaran berlangsung akan mengetahui tujuan apa yang harus kita bangun? darimana kita mulai? kita akan mengetahui ke mana harus pergi berikutnya? Serta bagaimana kita setelah sampai di sana?. Clements dan Sarama juga menyebutkan bahwa learning trajectory memiliki tiga bagian, yaitu: tujuan pembelajaran matematika, jalur perkembangan yang sesuai dengan perkembangan siswa sehingga bisa membantu untuk mencapai tujuan tersebut, dan satu set kegiatan pembelajaran, atau tugas yang cocok untuk masing-masing tingkat berpikir siswa yang dapat membantu proses berpikir siswa ke tahap proses berpikir yang lebih tinggi. Ketika pengajar pada proses pembelajaran harus memperhatikan kesulitankesulitan siswa tentu saja pengajar juga harus mempertimbangkan atau memikirkan langkah yang harus ditempuh ketika sumber belajar yang ada atau sudah dibuat oleh pengajar tidak lagi bisa mengatasi learning obstacle. Sebagai alternatif pemecahan masalah dari permasalahan tersebut salah satunya bisa ditempuh dengan adanya learning trajectory. Berdasarkan learning obsctacle dan learning trajectory tersebut dapat disusun sebuah rancangan pembelajaran (desain didaktis) berdasarkan situasi didaktis yang telah diprediksi sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk memilih judul Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Segitiga dan Segiempat pada Pembelajaran

11 Matematika di Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle dan Learning. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Jenis masalah apa saja yang teridentifikasi dalam pembelajaran konsep luas daerah segitiga dan segiempat? 2. Bagaimana bentuk desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat? 3. Bagaimana hasil implementasi desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat? 4. Bagaimana pembahasan hasil implementasi desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat? 5. Bagaimana bentuk desain didaktis revisi berdasarkan hasil implementasi? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penyusunan desain didaktis alternatif dalam pembelajaran konsep luas daerah segitiga dan segiempat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas VII. 2. Penyusunan desain didaktis alternatif dalam pembelajaran konsep luas daerah segitiga dan segiempat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) didasarkan pada learning obstacle dan learning trajectory. 3. Pengukuran keberhasilan implementasi desain didaktis didasarkan pada proses berpikir siswa.

12 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui jenis masalah yang teridentifikasi dalam pembelajaran konsep luas daerah segitiga dan segiempat. 2. Mengetahui bentuk desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat. 3. Mengetahui implementasi desain didaktis berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat. 4. Mengetahui pembahasan hasil implementasi desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam konsep luas daerah segitiga dan segiempat. 5. Mengetahui bentuk desain didaktis revisi berdasarkan hasil implementasi. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih memahami konsep luas daerah segitiga dan segiempat dalam pembelajaran matematika. 2. Bagi guru, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran metematika berdasarkan karakteristik siswa melalui desain didaktis. 3. Bagi peneliti, diharapkan dapat mengetahui desain didaktis konsep luas daerah segitiga dan segiempat beserta implementasinya. F. Struktur Organisasi Struktur organisasi dari penelitian ini terdiri atas beberapa bab dirinci sebagai berikut:

13 1. BAB I : Pendahuluan berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan masalah yang akan diselesaikan, batasan masalah yang dilakukan pada implementasi, tujuan penelitian yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini, dan struktur organisasi yang menjabarkan kerangkapenulisan dari penelitian ini. 2. BAB II: Kajian Pustaka, berisi mengenai kerangka konsep dan teori yang digunakan sebagai penunjang penelitian dan penyusunan skripsi. 3. BAB III: Metodologi Penelitian, berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan meliputi: metode penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. 4. BAB IV: Hasil Implementasi dan Pembahasan, berisi tentang hasil implementasi yang diperoleh berdasarkan rumusan masalah. 5. BAB V: Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil implementasi dan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh.