BAB II GEOLOGI DAN KEGEMPAAN REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB V SINTESIS GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur. Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB II GEOLOGI DAN KEGEMPAAN REGIONAL II.1 Tataan Tektonik Daerah penelitian termasuk pada kawasan Indonesia bagian barat dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas tektonik berupa tumbukan antara Lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia Australia. Pada gambar II.1 menampilkan pergerakan Lempeng Benua Eurasia bergerak relatif ke arah selatan dengan kecepatan ± 0,4 cm/ tahun dan Lempeng Samudera Hindia Australia yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan ± 7 cm/ tahun (Minster dan Jordan, 1978 dalam Yeats dkk, 1997). Tumbukan tersebut telah berlangsung sejak Jaman Kapur Akhir dan masih berlangsung hingga kini. Di Pulau Sumatera tumbukan tersebut merupakan subduksi miring (oblique subduction) dicirikan kehadiran palung, cekungan muka lajur magmatik, Sesar Sumatera (Sieh dan Natawidjaja, 2000) dan cekungan belakang (urutan dari barat ke timur). Sedangkan di Pulau Jawa interaksi antara Lempeng Eurasia dan Hindia Australia tersebut merupakan subduksi frontal (tegak lurus) dan menghasilkan tatanan tektonik dari arah selatan ke utara Pulau Jawa berupa palung, zona penunjaman (zona subduksi), zona prismatik akresi, cekungan muka, jalur magmatik dan cekungan belakang. Berbeda dengan di Pulau Sumatera, di Pulau Jawa tidak ditemukan sistem sesar mendatar dalam dimensi panjang seperti halnya di Pulau Sumatera. 8

Daerah penelitian 0 250 km Arah pergerakan lempeng Gambar II.1 Tataan tektonik kawasan Indonesia barat (Hall, 2001). II.2 Geologi Daerah Sukabumi II.2.1 Fisiografi Menurut Bemmelen (1949), wilayah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona fisiografi, yaitu Zona Jakarta di bagian utara, Zona Bogor dan Zona Bandung keduanya terletak di bagian tengah dan Zona Pegunungan Selatan di bagian selatan (gambar II.2). Berdasarkan pembagian fisiografi tersebut, daerah penelitian termasuk pada bagian barat dari zona Pegunungan Selatan. Pada bagian utara berbatasan dengan dome dan zona depresi tengah dengan munculnya gunungapi kuarter. Zona Pegunungan Selatan membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu hingga Pulau Nusa Kambangan, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Zona Pegunungan Selatan mempunyai lebar sekitar 50 km dan menyempit di Pulau Nusa Kambangan. Zona ini merupakan sayap selatan dari geantiklin Jawa yang miring ke arah selatan. 9

0 50 km Keterangan Gunungapi Kuarter Dataran aluvial Antiklinorium Bogor Zona depresi Kubah & punggungan zona depresi Pegunungan selatan Daerah penelitian Gambar II.2 Fisiografi wilayah Jawa Barat (Bemmelen, 1949). II.2.2 Stratigrafi Stratigrafi regional daerah telitian berdasarkan letak fisiografisnya merupakan kombinasi dari stratigrafi Zona Bandung dan Pegunungan Selatan. Stratigrafi daerah penelitian termasuk pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984 dalam Djuhaeni dan Martodjojo, 1989). Gambar II.3 memperlihatkan pembagian stratigrafi wilayah Jawa Barat berdasarkan sejarah geologi. Daerah penelitian Gambar II.3 Mandala Sedimentasi Jawa Barat (Martodjojo, 1984 dalam Djuhaeni dan Martodjojo, 1989). 10

Adapun urutan satuan batuan dari tua ke muda daerah penelitian adalah sebagai berikut. Formasi Ciletuh Formasi Ciletuh terdapat di Teluk Ciletuh, Pelabuhan Ratu dan Sukabumi. Formasi Ciletuh terdiridari endapan turbidit distal berupa serpih warna abuabu tua, berlapis tipis, berselingan dengan batupasir kuarsa dan sisipan graywake. Di sungai Cipanas, Cikalong dan Cisarongge didapatkan sisipan batulempung gampingan kehijauan dengan tebal sekitar ± 10 meter. Umur dari Formasi Ciletuh diperkirakan dari Eosen Awal sampai Oligosen Awal dan diendapkan pada lingkungan laut dalam yang berangsur ke lingkungan laut dangkal pada bagian atasnya (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo 2003). Formasi Walat Formasi ini tersingkap di daerah Gunung Walat (dekat Cibadak) dan sekitarnya. Formasi ini terdiridari batupasir kuarsa berlapis, konglomerat kuarsa dengan fragmen ukuran kerakal, batulempung karbonan, lignit dan lapisan tipis batubara. Semakin ke atas ukuran butir semakin bertambah kasar. Umur formasi ini diduga Oligosen Awal. Tebalnya diperkirakan mencapai ± 1000 1373 (Musper 1939 dalam Effendi dkk, 1998). Formasi Batuasih Penamaan formasi ini diusulkan oleh Samuel, 1973 (dalam Effendi dkk, 1998) yang tersingkap di daerah Batuasih. Formasi ini terdiridari batulempung napalan hijau dengan konkresi pirit, di beberapa tempat mengandung Formaminifera Besar dan kecil. Umur formasi ini diduga Oligosen Akhir. Tebal formasi ini diperkirakan ± 75 200 m (Musper 1939 dalam Effendi dkk, 1998). Formasi Rajamandala Formasi Rajamandala pada umumnya terdiridari batugamping berwarna putih hingga putih kecoklatan dengan kenampakan morfologi berlereng terjal yang menunjukkan lebih resisten dibanding batuan sekitarnya. Umur formasi ini 11

berdasarkan Foraminifera Besar diperkirakan Oligosen Akhir sampai Miosen Awal (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo, 2003). Satuan batuan ini dikorelasikan dengan Formasi Rajamandala yang terdapat pada peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972 dalam Effendi dkk, 1998). Formasi Jampang Formasi Jampang adalah sedimen khas Pegunungan Selatan Jawa Barat, dicirikan berupa endapan vulkanik. Formasi ini terdiridari 3 (tiga) satuan yang didominasi oleh breksi gunungapi. Anggota Cikarang terdiridari tufa, sedangkan Anggota Ciseureuh terdiridari lava. Pada umumnya aliran lava ditemukan sebagai sisipan diantara satuan batuan vulkanik. Formasi Jampang diendapkan pada mekanisme aliran gravitasi (turbidit) dan beberapa perlapisan mengandung fosil Foraminifera planktonik. Umur Formasi Jampang adalah N4 N8 atau Miosen Bawah dengan ketebalan sekitar 5.000 meter. Formasi Jampang terletak secara tidak selaras di atas Formasi Rajamandala. Formasi Bantargadung Formasi Bantargadung diajukan sebagai nama baru menggantikan Formasi Nyalindung oleh Sukamto (1975) dan Effendi, dkk (1998). Nama Bantargadung diambil dari nama desa di tepi jalan raya Sukabumi Pelabuhan Ratu dan terletak di tepi Sungai Cigadung. Formasi ini terdiridari perselingan antara batulempung dan batupasir tufaan, batulempung dengan graywake kaya mineral kuarsa. Formasi ini penyebarannya dari lembah Cimandiri Sukabumi hingga ke Purwakarta sesuai dengan jalur fisiografi Bogor (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo, 2003). Umur formasi ini diperkirakan adalah Miosen Tengah (N13 N14), dan diendapkan pada lingkungan endapan turbidit dan secara berangsur ke lingkungan pengendapan laut dangkal. Formasi Cimandiri Formasi Cimandiri terdiridari 3 (tiga) satuan, yaitu satuan batupasir mengandung gloukonit dan karbon, Anggota Nyalindung berupa batulempung mengandung Moluska dan Anggota Bojonglopang berupa batugamping pecahan koral, 12

konglomerat dan batulempung. Ketebalan formasi ini diperkirakan ± 800 meter. Umur dari formasi ini diperkirakan akhir Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan transisi. Formasi Bojonglopang Formasi Bojonglopang tersingkap di sepanjang gawir timur Sungai Cimandiri, memanjang dari daerah Cigalokbak di selatan Sukabumi hingga muara sungai Cimandiri di pelabuhan ratu. Ketebalan maksimum di hilir Cimandiri sekitar 700 meter (Ilyas, 1974 dalam Effendi dkk, 1998). Formasi ini terdiridari batugamping, terletak secara tidak selaras di atas Formasi Jampang dan umurnya diperkirakan N13 N14. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal, bersih dan tembus cahaya (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo, 2003). Formasi Cigadung Formasi Cigadung hanya tersingkap di lembah Cimandiri, tepatnya di sungai Cigadung dan Citarik. Formasi ini disusun oleh breksi dan tufa dan diendapkan pada lingkungan endapan turbidit (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo, 2003). Umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir (N15 N16) dan terletak secara selaras diatas Formasi Bantargadung (Martodjojo, 1984 dalam Martodjojo, 2003). Formasi Cibodas Formasi Cibodas terdiridari batugamping, sebagian tufaan dan pasiran dengan sisipan batupasir gampingan dan batupasir tufaan. Umur formasi ini berdasarkan fosil Foraminifera planktonik adalah Miosen Atas (Effendi dkk, 1998). Satuan Batuan bahan Gunungapi Satuan batuan ini terdiridari breksi, breksi tuf berbatu apung, aliran lava dan batupasir tufaan, konglomerat dan basalt. Satuan ini pada umumnya membentuk perlapisan kurang baik. Satuan ini diduga berumur Pliosen dan menutupi batuan sedimen yang lebih tua secara tidak selaras. 13

Satuan Batuan Kuarter Satuan batuan ini terdiridari material lepas hasil rombakan dari material induk, meliputi kerakal, kerikil, pasir, lumpur, endapan aluvial, endapan pantai, endapan undak sungai, batugamping terumbu koral serta batuan vulkanik berupa breksi dan aliran lava (Effendi dkk, 1998). Kolom stratigrafi daerah penelitian menurut peneliti terdahulu ditampilkan pada gambar II.4 yang disederhanakan oleh penulis. Sedangkan Peta geologi selengkapnya daerah Sukabumi (Soekamto, 1975 dan Effendi dkk, 1992), ditampilkan pada gambar II.5. Gambar II.4 Kolom stratigrafi wilayah Sukabumi dan sekitarnya disederhanakan oleh penulis, menurut peneliti terdahulu. 14

Gambar II.5 Peta geologi daerah Sukabumi (Soekamto, 1975 dan Effendi dkk, 1992). 15

II.2.3 Struktur Geologi Struktur geologi Pulau Jawa telah banyak di pelajari oleh para peneliti berdasarkan beberapa metode, yaitu : foto udara, penelitian geologi lapangan, citra landsat, data magnetik, data gaya berat maupun data seismik. Suwijanto (1978) telah menafsirkan kelurusan daerah Jawa Barat berdasarkan citra landsat dan menghubungkannya dengan sebaran episenter gempabumi. Berdasarkan penafsiran kelurusan landsat tersebut Sesar Cimandiri pada daerah penelitian mempunyai kelurusan berarah barat daya timur laut (gambar II.6). Gambar II.6 Pola kelurusan wilayah jawa Barat berdasarkan citra landsat (Suwijanto, 1978). Berdasarkan berbagai macam penelitian serta data dari pemboran migas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa terdapat 3 (tiga) arah kelurusan struktur yang dominan, yaitu Pola Meratus berarah timur laut barat daya, Pola Sunda berarah utara selatan dan Pola Jawa berarah barat timur (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). Gambar II.7 memperlihatkan pola struktur pulau Jawa. Sesar sesar Pola Meratus di Pulau Jawa berumur mulai Kapur sampai Paleosen dan Sesar Cimandiri di Jawa Barat dianggap mewakili pola ini (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). Di Pulau Jawa sesar sesar ini diaktifkan kembali pada umurumur yang lebih muda (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). 16

U Daerah penelitian 0 100 km Gambar II.7 Pola struktur Pulau Jawa (Pulunggono & Martodjojo, 1994). Pola struktur yang kedua adalah Pola Sunda yang dominan diwakili oleh sesarsesar berarah UtaraSelatan. Sesarsesar yang berarah UtaraSelatan banyak ditemukan di kawasan dataran Jawa Barat bagian paling utara dan kawasan lepas pantai utara Jawa Barat. Pola struktur ketiga adalah arah BaratTimur yang umumnya dominan berada di daratan Pulau Jawa yang dinamakan Pola Jawa. Di Jawa Barat, pola ini diwakili oleh sesar naik seperti Sesar Baribis serta sesarsesar di dalam zona Bogor. Gambar II.8 menampilkan Peta Pola Umum Struktur Jawa Barat, dipengaruhi oleh ketiga pola tersebut (Martodjojo, 1994) dan yang paling dominan adalah pola Jawa yang berarah barat timur (E W) dan pola Sunda yang berarah utara selatan (N S). Daerah penelitian Gambar II.8 Pola umum struktur Jawa Barat (Martodjojo, 1994) 17

Noeradi (1991) telah mengadakan pengukuran unsur penyerta Sesar Cimandiri di bagian selatan dan utara sepanjang lembah Cimandiri (gambar II.9). Pengukuran sebanyak 350 sesar dan liniasi gores garis telah dilakukan di sepanjang lembah Sungai Cimandiri dan daerah Pasir Badak. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Sesar Cimandiri selama masa Kenozoikum orientasi tegasan utama berarah N 20º 25º E. Orientasi tegasan utama ini hampir sama dengan pergerakan Lempeng Indo Australia (Sclater and Fisher, 1974 dalam Noeradi, 1991). Sedangkan jenis Sesar Cimandiri adalah sesar mendatar mengiri (sinistral strike slip fault). 0 40 km Lokasi daerah penelitian Gambar II.9 Lokasi pengukuran unsur penyerta Sesar Cimandiri (Noeradi, 1991). Menurut Anugrahadi (1993) Sesar Cimandiri membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu hingga daerah Padalarang Cipatat, Kabupaten Bandung. Sesar Cimandiri Timur di daerah Padalarang Cipatat merupakan sesar mendatar mengiri (sinistral strike slip fault). 18

II.3 Kegempaan Regional Berdasarkan hasil pengumpulan data kegempaan dari ISC tahun 1964 1997 dan BMG Kelas 1 Bandung tahun 1989 2007, terlihat bahwa sebaran kejadian gempabumi tersebut merupakan gempabumi tektonik. Sebaran kegempaan tersebut berkaitan dengan aktivitas tumbukan antara Lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia Australia yang membentuk zona penunjaman (zona subduksi) yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Gambar II.10 menampilkan sebaran pusat gempabumi daerah Sukabumi dan sekitarnya yang tersebar di laut maupun di darat. Sedangkan gambar II.11 merupakan perbesaran peta kegempaan di daerah penelitian. Dari peta sebaran kegempaan tersebut terlihat bahwa pola kejadian gempabumi mempunyai kedalaman dangkal, menengah dan dalam. Gempabumi yang terletak di Samudera Hindia dengan kedalaman dangkal berasosiasi dengan aktivitas zona subduksi. Demikian juga sebaran pusat gempabumi yang terletak di darat dengan kedalaman menengah dan di bagian utara Jawa Barat dengan kedalaman dalam berkaitan dengan aktivitas zona subduksi. Gambar II.10 Kegempaan wilayah Sukabumi & sekitarnya tahun 1964 2007 (sumber data : ISC 1964 1997 dan BMG Kelas 1 Bandung 1989 2007). 19

Daerah penelitian Gambar II.11 Perbesaran peta kegempaan wilayah Sukabumi dan sekitarnya tahun 1964 2007 (sumber data : ISC 1964 1997 dan BMG Kelas 1 Bandung 1989 2007). Gempabumi bersumber dari zona subduksi berpotensi terjadi dengan magnitudo besar dan berpotensi membangkitkan tsunami, namun hingga saat ini penulis belum memperoleh data tentang sejarah kejadian tsunami yang melanda wilayah pantai Pelabuhan Ratu maupun wilayah pantai Sukabumi bagian selatan. Gempabumi berpotensi membangkitkan tsunami ini apabila memicu terjadinya dislokasi atau longsoran bawah laut dalam dimensi besar. Pantai landai berbentuk teluk dan muara sungai, apalagi kondisinya tanpa adanya penghalang, sangat rawan terlanda tsunami. Berdasarkan gambar II.10 terlihat pula sebaran pusat gempabumi yang terletak di darat di wilayah Jawa Barat dengan kedalaman dangkal. Kejadian gempabumi tersebut berkaitan dengan aktivitas struktur geologi, dalam hal ini adalah sesar aktif. Berdasarkan sebaran struktur geologi dan beberapa kejadian gempabumi 20

merusak yang berasosiasi dengan struktur geologi tersebut, wilayah Jawa Barat terbagi menjadi 5 lajur sumber gempabumi (Soehaimi dkk, 2004), yaitu : 1. Sumber gempabumi MerakUjung Kulon. 2. Sumber gempabumi BogorPuncakCianjur. 3. Sumber gempabumi SukabumiPadalarangBandung. 4. Sumber gempabumi PurwakartaSubangMajalengkaBumiayu. 5. Sumber gempabumi GarutTasikmalayaCiamis. Berdasarkan pembagian lajur sumber gempabumi tersebut, daerah penelitian termasuk pada sumber gempabumi SukabumiPadalarang Bandung (Soehaimi dkk, 2004). Gambar II.12 menampilkan peta sumber gempabumi di darat yang berasosiasi dengan struktur geologi. U 0 100 km Gambar II.12 Peta sumber gempabumi wilayah Jawa Barat (Soehaimi dkk, 2004). Gempabumi yang terjadi di darat dengan kedalaman dangkal pada umumnya bersifat merusak meskipun magnitudonya tidak terlalu besar dan pusat gempabuminya terletak dekat dengan permukiman dan aktivitas manusia. Bencana gempabumi di wilayah Jawa Barat pada umumnya berasal dari kejadian gempabumi dengan episenter di darat, yaitu : Gempabumi Sukabumi tahun 1982 dan 2000, Gempabumi Majalengka tahun 1990 dan 2001, Gempabumi Cicalengka 21

tahun 2000, Gempabumi Kuningan tahun 2003, Gempabumi Garut tahun 2005, Gempabumi Gunung Halu tahun 2005. II.4 Gempabumi Merusak Daerah Sukabumi Berdasarkan buku Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia edisi ketiga (Supartoyo, dkk 2006), tercatat di wilayah Sukabumi telah mengalami sebanyak 13 kejadian gempabumi merusak sejak tahun 1900. Sebagian besar kejadian gempabumi merusak tersebut pusat gempabuminya terletak di darat dan diduga bersumber dari pergerakan sesar Cimandiri ataupun sesar aktif lainnya yang terdapat di wilayah Sukabumi. Wilayah wilayah yang terletak dengan sumber gempabumi akan mengalami goncangan terbesar dibandingkan wilayah yang jauh dari sumber gempabumi, sehingga wilayah yang dekat dengan sumber gempabumi berpotensi untuk terjadi bencana. Selain menimbulkan korban baik yang meninggal maupun lukaluka kejadian gempabumi merusak tersebut juga mengakibatkan terjadinya longsoran, retakan tanah dan kerusakan sejumlah bangunan. Wilayah dengan permukiman padat seperti di Pelabuhan Ratu, Cibadak, Sukabumi dan sepanjang lembah Cimandiri pada umumnya tersusun oleh batuan Kuarter yang pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan bersifat memperbesar goncangan gempabumi (amplifikasi) sehingga rawan terhadap goncangan gempabumi. Tabel II.1 menampilkan kejadian gempabumi merusak di wilayah Sukabumi. Tabel II.1 Sejarah kejadian gempabumi merusak wilayah Sukabumi (Supartoyo dkk, 2006). NO 1. NAMA GEMPA Sukabumi TGL KEJADIAN 14/1/1900 PUSAT GEMPA KDLM (KM) MAG SKALA MMI VII KERUSAKAN Kerusakan bangunan di Sukabumi, getaran terasa di Priangan Bogor dan Banten. 2. Rajamandala 18/12/1910 VVI Kerusakan bangunan berupa retakan dinding di Rajamandala. 3. Campaka 12/1/1912 VVI Kerusakan bangunan di Campaka & wilayah Sukabumi. 22

4. Banten 12/5/1923 7,3ºLS 105,8ºBT VII Menara air di Pelabuhan Ratu roboh. Getaran terasa di Jabar, Sumsel & Krui (Lampung). 5. Citarik 23/7/1962 7º LS 106,6ºBT 33 5 VI Kerusakan bangunan & nendatan tanah di Citarik. 6. Sukabumi 02/11/1969 6,5ºLS 107,1ºBT 57 5,4 V Di Sukabumi beberapa bangunan roboh. Di Campaka beberapa bangunan retak pada dinding. 7. Pelabuhan Ratu 26/11/1973 6,8ºLS 106,6ºBT 62 4,9 V Retakan tanah dan bangunan di Citarik dan Cidadap. 8. Sukabumi 9/2/1975 6,7ºLS 106,6ºBT V Kerusakan bangunan dan rumah penduduk di desa Ciheulang Tonggoh,Kec. Cibadak, Kab. Sukabumi. 9. Sukabumi 9/8/1977 VVI Longsoran & nendatan tanah di desa Baeud. 10. Sukabumi 10/2/1982 7,0ºLS 106,9ºBT 25 5,5 SR VIVII 4 org lukaluka, kerusakan bangunan di Sukabumi. Terjadi longsoran & retakan tanah. 11. Sukabumi 12/07/2000 08.10 WIB 6,9ºLS 106,9ºBT 33 5,1 SR VIVII Di Sukabumi : 35 org lukaluka, 365 bangunan rusak berat & 633 bangunan rusak ringan di Sukaraja, Cibadak, Cikembar, Nagrak, Cicurug, Cidahu, Parakan Salak, Kadudampit, Cisaat, Cantayan, Sukalerang, Cirengkas, Caringin & Geger Bitung. Retakan tanah di Ciheulang Tonggoh & Cijengkol. Di Bogor : 8 org lukaluka, 198 rumah rusak berat & 105 rumah rusak ringan di Kec. Cijeruk. 12. Jampang Kulon 30/9/2006 22:00:00 WIB 94 km barat daya Sukabumi 32 5,2 SR IVV 4 rumah penduduk rusak ringan di Jampang Kulon, Sukabumi. 13. Pantura Jawa 8/8/2007 23:30:00 WIB 6,17º LS 107,66º BT 298 7,1 SR IVV 2 rumah penduduk rusak di Pelabuhan Ratu. 23

24