BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BABI PENDAHULUAN. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang memiliki aka! budi dan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SISWI ANGGOTA PRAMUKA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dan zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

semua individu dapat bekerja dalam tim. Penilaian yang diberikan kepada Perilaku sosial dalam organisasi atau Organizational Citizenship Behaviour

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. tolong menolong antara sesama. Globalisasi juga berperan membuat hubungan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. sejak masih zaman Yunani kuno. Para filsuf klasik berpandangan bahwa bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk memiliki banyak teman, namun kadang-kadang untuk membangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti kegiatan di sekolah, peduli terhadap orang lain, berkenan membantu

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENAHULUAN. lingkungan sosial, khususnya supaya remaja diterima dilingkungan temanteman

BAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

c. Pengalaman dan suasana hati.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. komunitas Save Street Child yang ikut mengajar anak-anak jalanan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pasti mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian Negara Republik

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu memerlukan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama(adler, 1927: 72

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jaman. Dalam Undang-undang Sistem Pedidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu jauh dari nilai-nilai reflektif budaya. Nilai-nilai dasar dalam masyarakat seperti sifat dan perilaku sopan santun, kebersamaan, gotong royong, dan tolong menolong seiring dengan berkembangnya jaman mulai luntur dan bahkan telah diabaikan oleh sebagian masyarakat terutama kalangan remaja. Sekolah merupakan sarana mengenyam pendidikan dalam meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sekolah Menengah Atas rata-rata di tempati oleh siswa dengan rentang umur 15-18 tahun dan bisa dikatakan usia remaja. Pada masa remaja inilah terjadi peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa dan terdapat perubahanperubahan yang muncul dimana perubahan tersebut meliputi perubahan pada aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia, 2013: 8) Salah satu tugas perkembangan remaja yang diungkapkan oleh Havighurst (dalam Agustiani, 2009) menuntut individu untuk dapat mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Individu remaja diharapkan untuk belajar berpartisipasi sebagai individu dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku. Berikut adalah beberapa contoh fenomena yang ada pada remaja pada akhir-akhir ini yaitu seperti dilansir oleh aqlislamiccenter.com di Jakarta pada 1

2 18 Juli 2014 lalu. Penggalangan dana yang dilakukan siswa-siswi MTsN 32, Jakarta Selatan untuk memberikan bantuan dana dan terkumpul sebesar Rp. 16.516.000,- dalam rangka kepedulian terhadap Gaza lewat Spirit of Aqsa (SoA), sebuah unit lembaga AQL yang memfokuskan pada penyaluran bantuan untuk masyarakat Palestina. Selanjutnya pada bulan mei tahun 2016 yang dilakukan oleh Anak anak SMA Negeri 3 Yogyakarta, yang merayakan kemenangan dan kelulusan UN tahun 2016 Sebagai bentuk wujud syukur. Siswa SMAN 3 rayakan kelulusan dengan membagikan nasi bungkus kepada masyarakat sekitar SMAN 3 Yogyakarta. Tradisi ini sudah berjalan selama bertahun-tahun. Tanpa adanya Konvoi & tanpa corat-coret". (tersatu.com 05-9 - 2016) Fenomena di atas merupakan salah satu contoh bahwa remaja ikut berpartisipasi terhadap sesama dalam hal tolong menolong atau dalam istilah psikologi disebut dengan perilaku prososial. Perilaku prososial mencakup tindakan: sharing (membagi), kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran, kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Dayakisni & Hudaniyah, 2009: 175) Perilaku prososial itu sendiri dimotivasi oleh altruisme. Altruisme yaitu minat yang tidak mementingkan diri sendiri untuk menolong orang lain. Walaupun remaja sering kali digambarkan sebagai seseorang yang egosentris dan egois atau mementingkan diri sendiri, tingkah laku altruisme pada remaja juga terhitung cukup banyak. Timbal balik dan pertukaran juga merupakan bagian dari altruisme Brown (1986) dalam Santrock (2003: 454).

3 Sehubungan dengan hal itu ada beberapa fakta yang kurang mendukung terhadap perilaku-perilaku menolong yang seharusnya ada pada remaja yaitu. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu murid sekolah SMA N 1 Polanharjo kelas XII ketika berada di dalam kelas mereka kurang begitu akrab dan kurang saling mengenal satu sama lain dengan baik. Di kelas para siswa juga membentuk klompok masing-masing tak jarang mereka merasa kurang begitu peduli dengan satu sama lainya sehingga mereka merasa lebih asik bergaul dengan kelompok/grobolanya masing-masing. Padahal hubungan pertemanan merupakan salah satu faktor yang menunjang perilaku altruism. Hasil wawancara dengan salah satu anak kelas XI menunjukan bahwa di antara mereka jarang sekali ikut berkumpul bersama dengan anak- anak kelas lain atau dengan jurusan yang lainya di lihat dari hasil wawancara tersebut siswa di sini kurang adanya hubungan yang baik di antara para siswa dan juga kurangnya keakraban sehingga terkadang mereka tidak terlalu peduli. Hasil dari wawancara dengan salah satu guru BK ( kesiswaan ) di dapatkan informasi bahwa anak anak di sekolah SMA N 1 Polanharjo ini memang tidak semua bersikap individual tetapi hanya sebagian saja. Anak di didik untuk selalu menciptakan suasanan damai dan juga saling tolong menolong meskipun ada sebagian anak yang berkelahi itu wajar karena masih anak remaja yang susah diatur dan labil. Di sini juga ada kegiatan ekstra kulikuler agar para murid dapat saling membantu kompak dan tolong menolong seperti pramuka, PMI dan lain - lain tandasnya. Menurut Diastuti (dalam Dazeva & Tarmidi, 2012)

4 kegiatan ekstrakurikuler dapat mencegah siswa melakukan tindakan yang menjurus kepada hal-hal yang negatif. Pada salah satu aspek perilaku altruisme adalah. Empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan peduli.. Tetapi beberapa fakta tersebut adalah bukti bahwa remaja pada sekarang mengalami rendahnya perilaku altruisme karena tidak terlihat salah satu aspek perilaku altruisme di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern, kebutuhan akan interaksi dengan orang lain semakin terkikis karena manusia cenderung lebih mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama (Umi Kalsum, 2014). Penting sekali bahwa remaja saat ini memiliki perilaku altruis karena salah satu tugas perkembangan remaja adalah di tuntut untuk dapat mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Namun pada kenyataanya banyak remaja yang kurang peduli terhadap lingkunganya dalam sosial bermasayarakat maupun di lingkungan sekolah. Hilangnya perilaku altruis pada remaja di sebabkan oleh rendahnya kecerdasan emosi pada remaja saat ini. Kecerdasan emosional sudah mulai terbentuk sejak dini dan akan terus berkembang sampai dia dewasa, namun kecerdasan emosional seseorang bisa terbentuk karena faktor lingkungan itu sendiri. Penelitian Stein & Book (2002) mengemukakan bahwa sekitar 4000 orang di Kanada & Amerika Serikat menyimpulkan, bahwa EQ meningkat sedikit demi sedikit dari rata-rata 95,3 (ketika berusia di penghujung belasan tahun) hingga rata-rata 102,7 (tetap sampai usia 40-an).

5 Istilah altruisme (altruism) kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan tingkah laku prososial. Tetapi altruisme yang sejati adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron dan Byrne, 2005). Ciri-ciri orang yang mempunyai altruis yaitu adanya empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan peduli terhadap perasaan yang dialami orang lain, Sukarela yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan imbalan, Keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan meskipun tidak ada orang yang mengetahui bantuan yang telah diberikannya. Myers (Sarwono & Meinarno, 2012) mengungkapkan faktor dari dalam diri yang mempengaruhi perilaku altruis yaitu suasana hati, sifat, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Baron dan Byrne (2005) juga mengungkapkan salah satu faktor disposisional yang menyusun kepribadian altruis adalah empati. Goleman (Sabiq & Djalali, 2012) mengatakan bahwa faktor empati merupakan kemampuan untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain, yang merupakan aspek dari kecerdasan emosi. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Andromeda, (2014) tentang hubungan antara empati dengan perilaku altruisme pada karang taruna desa pekang korelasinya menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan kemampuan berempati juga memberikan sumbangan terhadap perilaku altruisme sebesar 34,1%. Kecerdasan emosi juga merupakan salah satu faktor yang memediasi terjadinya perilaku altruisme (Zeidner dalam Nadhim, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2015) yang berjudul hubungan antara kecerdasan emosi

6 dengan perilaku altruistik pada siswa siswi pramuka menunjukan adanya hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruistik pada siswa - siswi pramuka dan juga faktor kecerdasan emosi memberikan sumbangan terhadap perilaku altruistik sebesar 47%. Kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan sendiri dan emosi orang lain, memilahmilah dan menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pemikiran serta tindakan seseorang. Seseorang yang cerdas secara emosional memiliki kompetensi antara lain: mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan. Arbadiati (2007) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan dalam merasakan emosi secara tepat sehingga memberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial. Mengacu pada pemaparan di atas peneliti memilih untuk fokus kepada salah satu faktor yang mungkin dapat berkontribusi terhadap terjadinya perilaku altruis yaitu kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diajukan rumusan masalah, yaitu apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada remaja? Sesuai dengan uraian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Altruis Pada Remaja.

7 B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada remaja 2. Tingkat perilaku altruis pada pada remaja 3. Tingkat kecerdasan emosi pada remaja 4. Sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap perilaku altruis pada remaja C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi mengenai hubungan kecerdasan emosi terhadap perilaku altruis pada remaja b. Menambah khasanah keilmuan kepada psikolog selanjutnya sebagai bahan acuan untuk melaksanakan penelitian berikutnya yang sejenis 2. Manfaat Praktis a. Tempat penelitian, dapat di jadikan masukan oleh apara guru dan pihak pihak terkait supaya meningkatkan kecerdasan emosi para siswa dan siswinya, serta berlatih menumbuhkan perilaku altruis di lingkungan sekolah b. Subjek penelitian, apabila hipotesis terbukti maka remaja perlu mengoptimalkan kecerdasan emosinya. Dengan mengetahui pentingnya kecerdasan emosi remaja diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan

8 emosinya guna menumbuhkan perilaku altruis di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat c. Peneliti, dapat menjadi masukan dan acuan untuk mengembangkan penelitian psikologis antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis khususnya pada remaja