5.1. Perbandingan Parameter Pada Output Coherence Cube. Setelah dilakukan prosesing Coherence Cube, maka akan didapatkan suatu volume

dokumen-dokumen yang mirip
METODE KOHERENSI STRUKTUR-EIGEN DAN SEMBLANCE UNTUK DETEKSI SESAR PADA DATA SEISMIK 3-D TUGAS AKHIR

Data input yang digunakan dalam penelitian ini adalah data (real) seismik post stack

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

BAB III METODE PENELITIAN

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Bab III Pengolahan Data

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

ANALISIS PRE STACK TIME MIGRATION (PSTM) DAN PRE STACK DEPTH MIGRATION (PSDM) METODE KIRCHHOFF DATA SEISMIK 2D LAPANGAN Y CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

ANALISA PENAMPANG SEISMIK PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST- STACK TIME MIGRATION BERDASARKAN METODE MIGRASI KIRCHHOFF (Studi Kasus Lapangan GAP#)

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

TEORI DASAR STRUKTUR SESAR DAN INTERPRETASI

Perbaikan Model Kecepatan Interval Pada Pre-Stack Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth Moveout Horizon Based Tomography Pada Lapangan SF

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

inversi mana yang akan digunakan untuk transformasi LMR nantinya. Analisis Hampson Russell CE8/R2 yaitu metoda inversi Modelbased Hardconstrain,

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli September 2014 dan

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas Indonesia

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

Metodologi Penelitian

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Analisis dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

3.3. Pengikatan Data Sumur pada Seismik-3D (Well Seismic Tie)

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI LAPANGAN VISIONASC BERDASARKAN INTERPRETASI SEISMIK DARI INTERVAL PALEOSEN KE MIOSEN, DAERAH KEPALA BURUNG (KB), PAPUA BARAT

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC

Program Studi Geofisika, FMIPA, Universitas Hasanuddin ABSTRACT

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Abstrak

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

Analisis Velocity Model Building Pada Pre Stack Depth Migration Untuk Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Daerah x

Analisis Velocity Model Building Pada Pre Stack Depth Migration Untuk Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Daerah x

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.1 Cincin Newton didesain interferensi optik yang menunjukkan interferensi optik pada lensa udara dan udara kaca (Schuster, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN...

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

BAB III INTERPRETASI SEISMIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015

BAB IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1-1 Proses.

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

Analisa AVO dan Model Based Inversion Untuk Memetakan Penyebaran Hidrokarbon: Studi Kasus Struktur S, Cekungan Sumatera Selatan

manusia. Kebutuhan akan energi yang semakin tinggi memerlukan langkah yang efektif guna meningkatkan produktivitas minyak dan gas bumi.

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

M MODEL KECEPATAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE TOMOGRAFI DATA MICROEARTHQUAKE DI LAPANGAN PANAS BUMI ALPHA

Transkripsi:

57 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perbandingan Parameter Pada Output Coherence Cube Setelah dilakukan prosesing Coherence Cube, maka akan didapatkan suatu volume data (cube) tiga dimensi yang menunjukkan tampilan koherensi data tersebut. Dalam penelitian ini, telah dilakukan pemotongan data dari data awal penelitian, sehingga volume cube yang dihasilkan juga lebih kecil dari data penelitian awal. Pemotongan dilakukan dengan memperhatikan letak zona interest dari data seismik yang dimiliki Sebagai langkah awal untuk melakukan analisa interpretasi hasil Coherence Cube maka akan dilakukan studi komparasi atas hasilnya dengan berbagai parameter yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pilihan tampilan yang paling dapat memberikan gambaran struktur yang paling baik. Berikut ditampilkan hasil Coherence Cube pada penampang inline, xline, serta time, dengan variasi parameter dalam perhitungannya. Pada sesi ini, setting-an warna yang digunakan adalah grayscale dengan warna putih menunjukkan nilai koherensi tertinggi, sedangkan warna hitam untuk nilai koherensi terendah. Nilai koherensi meningkat seiring dengan saturasi warna dari hitam ke putih.

58 Gambar pengaruh variasi aperture spasial Gambar 5.1. Output Coherence Cube pada inline 1398 pada skala aperture temporal=5, dan aprture spasial yang berbeda. Aperture spasial =1, Aperture spasial =2, Aperture spasial =3. Dan Aperture spasial =15, Aperture temporal =3.

59 Gambar 5.2. Output Coherence Cube pada crossline 5082 pada skala aperture temporal=5, dan aprture spasial yang berbeda. Aperture spasial =1, Aperture spasial =2, Aperture spasial =3. Dan Aperture spasial =15, Aperture temporal =3.

60 Gambar 5.3. Output Coherence Cube pada time 1636 pada skala aperture temporal = 5, dan aprture spasial yang berbeda. Aperture spasial =1, Aperture spasial =2, Aperture spasial =3. Dan Aperture spasial =15, Aperture temporal =3. Pada tampilan slice vertikal (inline dan xline), terlihat jelas kenampakan dari batasbatas reflektor yang dapat mengindikasikan adanya lapisan. Batas-batas reflektor ditunjukkan oleh garis-garis hitam (berkoherensi rendah) yang memanjang dalam arah/orientasi dip. Adapun sesar, keberadaanya ditunjukkan oleh garis-garis hitam yang melintang, memotong batas-batas reflektor tadi. Dari perbandingan variasi

61 penggunaan parameter aperture, dapat terlihat bahwa semakin besar aperture spasial yang digunakan (Gambar 5.1&2), semakin dapat mempertegas event-event sesar yang ada. Demikian pula dengan penggunaan parameter aperture temporal yang lebih tinggi (Gambar 5.4&5), dapat mengurangi atau memperhalus kenampakan event-event refleksi yang tidak signifikan dalam penentuan lapisan dan struktur. Dalam tampilan slice horizontal/time slice, kenampakan struktur sangat dipengaruhi oleh penggunaan parameter yang tepat terutama aperture temporal. Pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.6, dapat dibandingkan bahwa pada penggunaan aperture temporal yang kecil, event-event yang tidak koheren cukup banyak terlihat dan membaur sehingga cukup sulit untuk langsung menentukan posisi sesar yang sebenarnya. Sedangkan pada aperture temporal yang lebih besar sesar sesar diindikasi dengan garis-garis hitam memanjang. Pada tampilan time slice ini, juga dapat terlihat jurus/arah kemenerusan sesar secara lateral. Gambar pengaruh variasi aperture temporal

62 (e) (f) Gambar 5.4. Output Coherence Cube pada inline 1398 pada skala aperture spasial =1, dan aprture temporal yang berbeda. Aperture temporal=3, Aperture temporal=5, Aperture temporal =7, Aperture temporal=15, (e) Aperture temporal =21. Dan (f) Aperture temporal =15 dengan Aperture spasial =3

63

64 (e) (f) Gambar 5.5. Output Coherence Cube pada crossline 5082 pada skala aperture spasial =1, dan aprture temporal yang berbeda. Aperture temporal=3, Aperture temporal=5, Aperture temporal =7, Aperture temporal=15, (e) Aperture temporal =21. Dan (f) Aperture temporal =15 dengan Aperture spasial =3

65 (e) (f) Gambar 5.6. Output Coherence Cube pada time 1636 pada skala aperture spasial =1, dan aprture temporal yang berbeda. Aperture temporal=3, Aperture temporal=5, Aperture temporal =7, Aperture temporal=15, (e) Aperture temporal =21. Dan (f) Aperture temporal =15 dengan Aperture spasial =3 Aperture, sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, merupakan besaran yang menunjukkan banyaknya komponen tetangga yang akan dilibatkan dalam satu kali perhitungan. Dari algoritma koherensi struktur eigen, pada persamaan (3.6) dapat difahami bahwa semakin besar aperture yang digunakan,