V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

dokumen-dokumen yang mirip
V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

III. BAHAN DAN METODE

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

V GAMBARAN UMUM DESA CIBURUY

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

VII ANALISIS PENDAPATAN

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

GAMBARAN UMUM DAERAH. mempunyai luas wilayah sebesar Ha. Secara administratif Kecamatan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

1 SET A. INDIVIDU PETANI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Transkripsi:

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy Desa Ciburuy merupakan salah satu sentra pengembangan sistem pertanian sehat di Kabupaten Bogor. Gambaran umum dari Desa Ciburuy ini dejelaskan berdasarkan karakteristik wilayah dan karakteristik sosial ekonomi dari masyarakat yang ada di desa ini. 5.1.1. Karakteristik Wilayah Desa Ciburuy merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Desa ini berbatasan dengan Desa Ciadeg di sebelah utara dan Desa Cigombong di sebelah selatan, sedangkan sebelah barat dan timur berbatasan dengan Desa Cisalada, dan Desa Srogol. Jarak dari desa ke ibu kota kecamatan adalah 1,2 km, dengan lama jarak tempuh sekitar 5 menit dengan kendaraan bermotor. Luas wilayah desa ini sekitar 160 ha atau setara dengan 1,6 km 2. Desa ini termasuk dalam daerah dataran tinggi dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar 1300 m diatas permukaan laut, dengan temperatur 30-36 C dan curah hujan 23160 mm/th. Menurut penggunaan lahan di Desa Ciburuy, 75 ha luas lahan digunakan sebagai lahan persawahan, 50 ha digunakan untuk lahan pemukiman, dan sisanya berfungsi sebagai lahan kuburan, taman, perkantoran dan sarana prasarana umum. Sebesar 30 ha lahan persawahan adalah sawah sederhana dan sebesar 21 ha lahan sawah adalah sawah tadah hujan, sedangkan lahan sawah irigasi teknis hanya 2 ha. Sementara itu, lahan untuk tegalan/kebun sekitar 20 ha. Lahan pertanian di desa ini banyak ditanami jenis tanaman seperti tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan. Terdapat beberapa komoditas tanaman pangan yang ditanam di desa ini, yaitu jagung, padi sawah, ubi kayu, dan jenis umbu-umbian lainnya. Komoditas tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi sawah dengan luas lahan sekitar 20 ha, sedangkan untuk komoditas lain seperti jagung luas lahan yang ditanami sekitar 2 ha, luas lahan yang ditanami ubi kayu sebanyak 3 ha, dan luas lahan yang ditanami umbi-umbian lain sebanyak 2 ha.

Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian di desa ini sekitar 147 keluarga yang terbagi dalam 3 kelompok yaitu memiliki tanah kurang dari 1 ha, memiliki tanah 1,0-5,0 ha, dan memiliki tanah 5,0-10 ha. Sebanyak 192 keluarga memiliki tanah dengan luas 5,0-10 ha, yang merupakan kelompok pemilik tanah yang paling banyak dibanding yang lain. 5.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk di Desa Ciburuy pada tahun 2011 berjumlah 12.032 jiwa, yang terdiri dari 6.156 orang penduduk laki-laki dan 5.876 orang penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.482 kepala keluarga. Rata-rata kepadatan penduduk di desa ini mencapai 61 jiwa/km 2. Jumlah penduduk produktif di desa ini sekitar 5.140 orang dan penduduk tidak produktif sebesar 1420 orang. Sebagian besar penduduk di Desa Ciburuy ini memiliki mata pencaharian sebagai petani yang terdiri dari petani pemilik tanah, petani penggarap, dan buruh tani. Petani yang memiliki tanah terdapat 920 orang, sementara petani penggarap terdapat 350 orang, dan buruh tani terdapat 146 orang. Sedangkan mata pencaharian penduduk selain bertani adalah pengusaha yang terdiri dari pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya ada 14 orang pengusaha; pengrajin yang berjumlah 9 orang; buruh pabrik, buruh bangunan, dan buruh home industry yang berjumlah 338 orang; penjahit; pedagang; tukang ojek; tukang batu; TNI/POLRI; dan Pegawai Negeri Sipil. Dilihat dari persentase, 100 persen penduduk desa ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dengan suku bangsa mereka adalah Suku Sunda yang merupakan suku asli penduduk disana. Namun ada juga penduduk pendatang dari suku lain. Agama yang dianut penduduk terdiri dari 4 agama yaitu Islam, Katholik, Protestan, dan Hindu. Agama yang paling banyak dianut adalah agama Islam sebanyak 11.988 orang, sedangkan agama Katholik dianut oleh 34 orang, Protestan 24 orang, dan Hindu 6 orang. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 788 penduduk Desa Ciburuy belum sekolah, sebanyak 2.996 penduduk tamat SD/sederajat, 3.906 penduduk tamat SMP/sederajat, dan 1.996 penduduk tamat SMU /sederajat. Sementara itu

penduduk yang melanjutkan ke perguruan tinggi/sederajat jumlahnya tidak terlalu banyak seperti tamat D1 berjumlah 15 orang, tamat D2 berjumlah 7 orang, dan tamat D3 sebanyak 7, serta D4 sebanyak 2 orang. Sedangkan penduduk yang tamat sampai S1 bahkan S2 masing-masing terdapat 2 orang. 5.2. Karakteristik Responden Karakteristik petani responden diklasifikasikan berdasarkan usia, tingkat pendidikan formal, status usahatani, pengalaman usahaatani, status kepemilikan lahan, status penguasaan lahan, luas garapan, jenis lahan, pengelolaan, sistem pemasaran, dan perlakuan terhadap hasil panen. Keragaan karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani, mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani padi sehat ini, mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh petani. Selain itu beberapa karakteristik petani ikut dipengaruhi oleh adanya peranan kelembagaan di lokasi penelitian. Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) mengklasifikasikan umur petani berdasarkan umur produktif manusia yang terbagi menjadi empat kategori, yaitu usia muda (10-29 tahun), usia dewasa (30-44 tahun), usia tua (45-59 tahun), dan usia lanjut (>60 tahun). Kategori usia muda menandakan bahwa umur tersebut belum produktif, usia dewasa menandakan usia produktif, dan usia tua dan lanjut menandakan sudah tidak produktif. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas kerja manusia dipengaruhi oleh umur dari manusia tersebut. Petani responden di lokasi penelitian berkisar pada usia antara 29-78 tahun. Tabel 3, menunjukkan bahwa petani responden lebih banyak didominasi oleh petani yang berusia 45-59 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas petani berada dalam usia tua yang sudah tidak produktif untuk bekerja, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berusahatani dan kemampuan bekerja semakin menurun sejalan dengan usia yang semakin tua. Usia petani ini tentu akan berpengaruh pada efisiensi teknis karena petani dengan usia tua akan sulit menerima teknologi baru. Sehingga akan lebih memilih untuk menggunakan teknologi berdasarkan pengalaman petani itu sendiri dan kemungkinan teknologi tersebut belum efisien. Seperti dalam penggunaan benih, meskipun telah dianjurkan menggunakan benih sebanyak 25 kg/ha, namun banyak

dari petani yang menggunakan benih lebih banyak yaitu sebanyak 45,3 kg/ha. Tentu hal tersebut akan mempengaruhi tingkat efisiensi. Selain itu umur petani ini juga menjadi salah satu variabel inefisiensi teknis, yang berarti umur petani ini diduga dapat mempengaruhi atau dapat menjadi penyebab dari tingkat inefisiensi yang terjadi dalam usahatani ini. Kemampuan bekerja yang menurun pun akan mempengaruhi tingkat pendapatan karena dengan kemampuan kerja rendah maka petani akan memilih menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang tentunya membutuhkan biaya untuk membayar tenaga kerja tersebut. Tabel 3. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 10-29 1 2,94 30-44 6 17,65 45-59 19 55,88 >60 8 23,53 Total 34 100,00 Tingkat pendidikan formal petani responden masih rendah, sebagian besar dari petani responden bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu sekitar 70,59 persen, seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Tingkat Pendidikan formal akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani, terutama yang terkait dengan adopsi teknologi yang baik bagi peningkatan produksi padi sehat. Proses penyerapan teknologi akan berjalan dengan mudah jika tingkat pendidikan petani responden semakin tinggi. dimana teknologi tersebut dapat membuat petani lebih efisien dalam efisiensi teknis. Tabel 4. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Pendidikan Formal Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Lulus SD 2 5,88 Lulusan SD 24 70,59 Lulusan SMP 5 14,71 Lulusan SMA 3 8,82 Total 34 100,00

Pada Tabel 5, menunjukkan petani responden yang mengusahakan usahatani padi sehat sebagai penghasilan utama yang juga dapat diartikan sebagai mata pencaharian utama, yaitu sebanyak 76,47 persen. Namun mereka tetap memiliki pekerjaan sampingan yang bervariasi, dari mulai buruh tani, pekerja penggilingan padi, pengurus irigasi, pedagang, dan pekerja swasta. Sedangkan petani yang menjadikan usahatani padi sehat sebagai penghasilan sampingan, memiliki pekerjaan utama sebagai wiraswasta maupun pegawai negeri. Perbedaan status usahatani tersebut akan mempengaruhi modal dan manajemen usahatani padi sehat yang dilakukan sehingga akan mempengaruhi efisiensi teknis usahatani. Selain itu petani yang menjadikan usahatani ini sebagai penghasilan sampingan akan banyak mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga sehingga biaya yang dikeluarkan pun akan lebih besar dan akan mempengaruhi pendapatan tunai yang diterima. Tabel 5. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Status Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%) Penghasilan Utama 26 76,47 Penghasilan Sampingan 8 23,53 Total 34 100,00 Pertanian sehat di daerah penelitian mulai dikembangkan oleh para petani di daerah penelitian pada tahun 2005, meskipun pertanian sendiri sudah diusahakan secara turun temurun dan telah menjadi cara hidup mereka. Sehingga jika dilihat dari pengalaman usahatani padi sehat sebanyak 67,65 persen petani responden telah mengusahakan usahatani padi sehat ini kurang dari 5 tahun. Hanya beberapa responden yang telah mengusahakan usahatani padi sehat ini lebih dari 6 tahun. Pengalaman berusahatani padi sehat ini akan berpengaruh pada tingkat efisiensi teknis, karena petani akan cenderung menggunakan teknologi berdasarkan pengalaman yang telah sesuai dengan kondisi alam di lokasi penelitian. Sementara teknologi yang diberikan lewat penyuluhan seringkali sulit diterima oleh petani. Pengalaman berusahatani yang masih kurang akan menyebabkan tingkat efisiensi teknis tersebut belum efisien karena belum menemukan teknologi yang tepat.

Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Pengalaman Jumlah (orang) Persentase (%) 5 tahun 23 67,65 6-10 tahun 7 20,59 11-15 tahun 3 8,82 16-20 tahun 1 2,94 Total 34 100,00 Status kepemilikan lahan para petani di lokasi penelitian terdiri daari pemilik dan non pemilik. Sebanyak 88 persen petani adalah petani non pemilik lahan seperti penggarap, penyewa, dan penggadai lahan. Status kepemilikan lahan ini akan berpengaruh pada efisiensi penggunaan lahan dan juga berpengaruh pada pendapatan petani. Tabel 7, menunjukkan sebaran responden menurut status penguasaan lahan, dimana sebagian besar status penguasaan lahan petani responden merupakan lahan sakap/bagi hasil yakni sebanyak 60 80 persen baik untuk persil 1 maupun persil 2. Petani responden lebih berminat untuk sakap/bagi hasil lahan karena kurangnya modal untuk membeli dan menyewa tanah. Dengan melakukan sakap/bagi hasil, petani penggarap hanya membagi hasil panen dengan pemilik lahan sebanyak 50:50% atau 40:60%. Hal ini dapat meringankan petani karena mereka tidak perlu mengeluarkan modal untuk menyewa lahan. Selain itu, biasanya biaya input seperti benih, pupuk, dan pestisida menjadi tanggungan pemilik lahan. Sistem sewa lahan adalah sistem dimana petani membayar sejumlah uang sewa per luas lahan per tahun kepada pemilik lahan. Status penguasaan lahan ini berpengaruh pada keputusan usahatani padi sehat, baik dari waktu dan biaya usahatani. Petani yang menggarap lahan milik sendiri memiliki keleluasaan dalam menggunakan lahannya baik dalam pola tanam maupun penggunaan input, serta biaya yang dikeluarkan lebih rendah karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.

Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2010 Status Penguasaan Lahan Persil 1 (orang) Persentase (%) Persil 2 (orang) Persentase (%) Persil 3 (orang) Persentase (%) Hak Milik 4 11,76 2 20 1 20 Sewa 5 14,71 1 10 0 0 Sakap/bagi Hasil 23 67,65 6 60 4 80 Gadai 2 5,88 1 10 0 0 Total 34 100,00 10 100 5 100 Lahan yang diusahakan oleh petani responden terdiri dari tiga persil, akan tetapi tidak semua petani memiliki lahan sampai 3 persil hanya 5 petani yang punya lahan sampai 3 persil. Terdapat 5 petani yang punya lahan sampai 2 persil dan sisanya sebanyak 24 petani hanya memiliki 1 persil lahan. Dari tiga persil tersebut, luas lahan yang diusahakan responden berkisar antara 0,04-4,0 ha. Sebanyak 65 persen responden merupakan petani dengan lahan kurang dari 0,49 ha. Lahan usahatani yang sempit erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan faktor produksi dari usahatani padi sehat yang dijalankan. Sementara petani lain tersebar dengan luas lahan yang berbeda-beda, sebanyak 21 persen petani menggarap lahan seluas 0,5-0,99 hektar. Sebanyak 12 persen memiliki lahan garapan seluas 1-1,99 hektar. Bahkan hanya satu orang atau 3 persen saja yang memiliki laha garapan 2-4,99 hektar. Luas lahan ini akan berpengaruh pada tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis, karena petani seringkali sulit memperhitungkan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk lahan yang dimilikinya terutama untuk luas lahan yang kecil. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Luas Lahan (ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 0,49 ha 22 64,71 0,5-0,99 ha 7 20,59 1-1,99 ha 4 11,76 2-4,99 ha 1 2,94 Total 34 100,00 Jenis lahan usahatani di lokasi penelitian terdiri dari lahan irigasi dan lahan tadah hujan. Sebanyak 88 persen lahan di lokasi penelitian adalah lahan irigasi,

dengan sistem irigasi pengairan pedesaan. Sementara untuk lahan tadah hujan hanya ada sekitar 12 persen dan tidak ada lahan berjenis lahan tegalan di lokasi penelitian ini. Jenis lahan ini akan mempengaruhi waktu tanam. Jenis lahan ini akan berpengaruh pada pendapatan usahatani karena petani yang menggunakan irigasi untuk lahannya tentu harus mengeluarkan biaya untuk perawatan irigasi tersebut. Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Jenis Lahan Usahatani Padi Sehat di Desa Ciburuy Jenis lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Irigasi 30 88,24% Tadah Hujan 4 11,76% Tegalan 0 0,00% Total 34 100,00% Seluruh petani responden di lokasi penelitian mengelola lahan pertanian padi sehat mereka dengan menggarap sendiri. Seperti pada tabel dibawah ini yang menunjukkan bahwa 100 persen petani responden baik mereka yang memiliki lahan sendiri ataupun bukan, lahan mereka digarap sendiri bukan oleh orang lain. Hal ini akan berpengaruh pada biaya yang dikeluarkan para petani. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Pengelolaan Lahan Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Pengelolaan Jumlah (orang) Persentase (%) Digarap Sendiri 34 100,00 Digarap orang Lain 0 0,00 Total 34 100,00 Sistem penjualan hasil panen petani responden di lokasi penelitian adalah menjual saat panen dan menjualnya setelah panen. Sebanyak 91 persen petani responden menjual gabah hasil panen mereka langsung pada saat panen. Artinya, petani responden tidak memberikan perlakuan pasca panen, seperti penggilingan, pengeringan, dan lain-lain terhadap padi hasil produksi mereka. Sementara 3 persen petani responden menjualnya setelah panen, dimana pada saat panen petani menyimpan gabah kemudian baru digiling dan dijual dalam bentuk beras. Akan tetapi sebesar 3 persen petani responden justru menyimpan hasil panen untuk

konsumsi beras petani tersebut. Hal tersebut dikarenakan lahan yang digarap tidak terlalu luas sehingga hasil panen yang diperoleh tidak terlalu banyak dan akan lebih baik di konsumsi sendiri dibandingkan mereka harus membeli beras lagi untuk konsumsi beras mereka. Sistem penjualan ini akan berpengaruh pada biaya yang dikeluarkan petani, jika penjualan dilakukan dengan sistem tebasan petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk panen dan risiko petani lebih kecil dalam hal gagal panen. Akan tetapi dengan sistem tebasan harga jual gabah yang diterima petani lebih rendah sehingga pendapatan yang diperoleh lebih kecil. Lain halnya dengan sistem penjualan pada saat panen dan setelah panen harus mengeluarkan biaya untuk panen dan risiko kegagalan ditanggung petani, akan tetapi harga jualnya menjadi lebih tinggi. Sistem penjualan ini dapat berpengaruh pada peranan kelembagaan petani, dimana hampir sebagian besar petani disini mengikuti arahan dari kelompok tani untuk lebih memilih menjual hasil panen petani saat panen ataupun setelah panen dibanding mereka menjual dengan sistem tebasan ataupun ijon. Dimana sistem ijon dan tebasan tersebut cenderung dapat merugikan petani karena harga jual yang diperoleh petani rendah. Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Sistem Penjualan Hasil Panen Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Sistem Pemasaran Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Dijual 2 5,88 Jual Saat Panen 31 91,18 Setelah Panen 1 2,94 Total 34 100,00 Pembeli hasil panen petani responden di lokasi penelitian adalah koperasi kelompok tani dimana dapat dilihat dalam tabel sebanyak 94 persen petani menjual hasil panennya ke koperasi. Hal ini dikarenakan sebagian dari petani responden menjadi anggota dari koperasi kelompok tani tersebut sehingga mereka mempunyai kewajiban untuk menjual hasil panen mereka ke koperasi. Sedangkan petani responden yang bukan anggota koperasi kelompok tani tetap menjual hasil panennya ke koperasi, dikarenakan mereka sering meminjam modal kepada koperasi. Selain itu alasan lainnya adalah karena adanya sosok petani yang paling berpengaruh di lokasi penelitian sehingga jika mereka tidak menjual hasil panen mereka ke koperasi kelompok tani, ada rasa malu dan segan terhadap petani tokoh

tersebut. Hal ini berpengaruh pada penilaian efektifitas peranan dari koperasi terhadap petani. Karena koperasi sebagai kelembagaan petani harus mampu menadi lembaga penunjang uasahatani petani baik dari hulu maupun hilir. Dari sisi hilir terlihat bahwa koperasi kelompok tani ini mampu menjadi sarana pemasaran hasil produksi petani dan mampu mengendalikan harga padi sehat di desa ini. Dengan adanya pengendalian harga tersebut maka harga jual yang diterima petani tidak akan terlalu rendah, dan keuntungan dari hasil penjualan beras sehat dari koperasi ke konsumen pun menjadi SHU (sisa hasil usaha) yang akan dibagikan kembali kepada petani terutama petani dari anggota koperasi kelompok tani ini. Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Tujuan Penjualan Hasil Panen Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 Pembeli Jumlah (orang) Persentase Tidak Dijual 2 5,88 Koperasi 32 94,12 Total 34 100,00 5.3. Budidaya Padi Sehat Budidaya padi sehat di lokasi penelitian meliputi pengolahan laha, pembibitan, penanaman, pemipukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, serta panen. 5.3.1. Pengolahan Lahan Kegiatan pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan struktur tanah yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, untuk menstabilkan kondisi tanah dengan memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki drainase (pengairan) sehingga diharapkan memperoleh hasil yang maksimal. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan lahan padi sehat terdiri dari babad jerami, pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah, dan memopok. Babad jerami atau membersihkan sisa-sisa jerami yang ada di areal persawahan adalah proses awal dalam pengolahan tanah. Hal ini dilakukan karena pada umumnya setelah panen masih terdapat sisa-sisa tanaman dari musim

sebelumnya. Pembersihan jerami tersebut dilakukan dengan cara membenamkan jerami ke dalam tanah. Hal tersebut dilakukan agar jerami cepat mmbusuk dan merubah menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Proses selanjutnya adalah pembajakan yang dapat dilakukan secara manual (dicangkul) dan dibajak baik menggunakan binatang (kerbau) maupun menggunakan traktor. Petani responden di daerah penelitian lebih banyak yang menggunakan bajak traktor. Akan tetapi untuk lahan yang jauh dari jalan dan sulit dijangkau oleh traktor, petani responden menggunakan tenaga kerja hewan yaitu kerbau untuk membajak lahannya, meskipun membutuhkan waktu lebih dari 1 hari untuk mengerjakannya. Kegiatan pembajakan dilanjutkan dengan kegiatan perataan tanah atau dikenal dengan istilah ngegaru, yaitu kegiatan menghaluskan struktur tanah hasil pembajakan yang masih berupa bongkahan-bongkahan tanah. Karena pembajakan tanah biasanya tidak mampu mencapai sudut sawah, sehingga dicangkul untuk menyelesaikan tanah yang tidak terbajak tersebut. Petani juga biasanya merapikan pematang sawah dengan cara dikikis dengan cangkul kemudian dilempar ke lahan, lalu ditambal lagi dengan tanah berlumpur hingga rata (memopok). Setelah itu, kemudian di lahan diberakan selama beberapa minggu. Lamanya waktu pemberaan tanah tergantung pada umur bibit semai. Penyemaian benih (pembibitan) untuk usahatani padi sehat memerlukan waktu sekitar 22 hari setelah disemai. Setelah bibit siap dipindah ke lahan, tanah kembali dibajak dengan kerbau atau traktor. Pembajakan ini dilakukan guna mengembalikan kondisi tanah setelah beberapa waktu diberakan (diistirahatkan). Setelah ini lahan diratakan dengan garok (papan perata) hingga permukaan lahan relatif rata. 5.3.2. Pembibitan/Penyemaian Sebelum penyemaian dilakukan, lahan dipersiapkan terlebih dulu untuk tempat penyemaian. Persiapan lahan untuk penyemaian biasanya dilakukan setelah lahan selesai dibajak atau saat waktu pemberaan lahan setelah dibajak. Lahan tersebut dibuat menjadi beberapa petakan. Kemudian petakan tersebut dibuat lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya, lalu diratakan

permukaannnya. Luas lahan yang digunakan tergantung jumlah benih, namun tidak ada anjuran tertentu untuk luasan lahan semai atau pembibitan. Lahan yang telah dipersiapkan kemudian ditaburi dengan kompos lalu ditimpa dengan tanah. Benih kemudian disebar diatas permukaan lahan tersebut. Benih yang dianjurkan untuk satu hektar lahan adalah 25 kilogram, akan tetapi petani responden di lokasi penelitian pada umumnya menggunakan benih rata-rata sebanyak 45,3 kilogram per hektar. Sebelum benih siap disebar, dilakukan perendaman benih terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Perendaman benih ini dilakukan selama 24 jam, setelah ini benih dicuci sambil dipisahkan antara benih yang bernas dengan benih hampa dan kotoran lainnya. Sebelum ditanam, benih didiamkan selama 12 jam. 5.3.3. Penanaman (Tandur) Bibit yang siap ditanam adalah ketika mencapai umur yang optimal untuk dipindah ke lahan. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama perkembangan anakan setelah ditanam. Selain itu, faktor yang berpengaruh dalam menentukan umur bibit yaitu musim tanam. Bibit umur muda akan menghasilkan anakan yang banyak karena masih dalam masa pertumbuhan generatif yang tinggi. Tanaman padi menggunakan bibit yang telah berumur 20 hari setelah disemai. Bibit berumur 20 hari setelah disemai digunakan untuk penanaman musim kemarau dan bibit yang berumur 25 hari satelah disemai digunakan untuk musim hujan. Umur yang relatif lebih tua ini digunakan dengan alasan bahwa tingkat serangan penyakit dan hama pada musim paceklik lebih tinggi, dan bibit tua ini relatif lebih tahan terhadap serangan penyakit. Sebelum penanaman bibit, lahan terlebih dahulu dibuat pola dengan meksud membuat jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali dengan arah berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang telah ditentukan pada alat caplakan tersebut. Jarak tanam yang digunakan yaitu 22 x 22 cm sampai 25 x 25 cm. Jika jarak tanam antar tanaman lebih luas maka akan memberikan banyak

ruang bagi tanaman untuk memperoleh oksigen dan unsur hara, sehingga tanaman akan tumbuh lebih optimal dengna jumlah anakan yang maksimal juga. Bibit yang ditanam minimal lima bibit per rumpun dan ujung akarnya tidak terlalu dalam atau masih berada dipermukaan tanah. 5.3.4. Penyiangan Penyiangan dilakukan bertujuan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman selain tanaman pokok yang ditanam (padi) atau bisa disebut dengan tanaman gulma. Penyiangan ini bertujuan untuk mengurangi populasi gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara dan untuk mencegah serangan hama seperti tikus. Gulma-gulma tersebut dicabut secara manual dengan menggunakan tangan, yang bikenal dengan sebutan ngarambet. Kegiatan ini dilakukan disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan ke lumpur atau dibuang ke pematang sawah. Sebelum melakukan kegiatan ngarambet, biasanya para petani mengurangi gulma dengan cara ngagarok. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengerok permukaan tanah dengan menggunakan alat garokan. Alat garokan ini pada umumnya dibuat sendiri oleh petani. Kegiatan penyiangan ini pada umumnya dilakukan dua kali, yaitu ketika tanaman berumur 15 HST (Hari Setelah Tanam) dan umur tanaman 30 HST. Akan tetapi kegiatan ini bersifat kondisional, dapat dissuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma dilahan. Pada penyiangan kedua, kegiatan ngagarok tidak dilakukan karena pertumbuhan gulma sudah berkurang. 5.3.5. Pemupukan Penggunaan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia) diperlukan tanah untuk menambah kebutuhan hara tanah dari luar. Hal ini dikarenakan kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan tanaman yang ketersediannya terbatas. Kegiatan pemupukan ini pada umumnya dilakukan 2 kali pemupukan dalam satu musim tanam baik untuk pupuk organik maupun pupuk anorganik. Menurut rekomendasi pemerintah, pemupukan sebaiknya dilakukan tiga kali untuk pupuk Urea, sementara ini untuk pupuk TSP dan KCL digunakan sekaligus saat pemupukan

pertama. Dosis yang dianjurkan untuk pemupukan per hektar adalah 200-300 kg Urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCL. Sementara penggunaan pupuk kimia untuk usahatani padi sehat di lokasi penelitian rata-rata per hektar adalah 200 kilogram untuk Urea, 93 kilogram untuk TSP, 1 kilogram untuk KCL, 20 kilogram untuk Phonska, dan 2 kilogram untuk NPK. Selain penggunaan pupuk anorganik, petani responden di lokasi penelitian pada umumnya menggunakan juga pupuk organik, seperti pupuk kompos dan pupuk kandang. Penggunaan pupuk kompos di lokasi penelitian rata-rata digunakan sebanyak 2 ton per hektar, sedangkan penggunaan pupuk kandang ratarata sebanyak 497 kilogram per hektar. Pupuk kompos yang digunakan adalah pupuk dengan merek OFER yang merupakan singkatan dari Organic Fertilizer. Pupuk ini diproduksi oleh koperasi kelompok tani yang ada di lokasi penelitian. Pupuk kompos ini berasal dari limbah pertanian, seperti jerami kering, arangsekan, dan dedak halus, serta kotoran sapi yang relatif sudah matang. Bahanbahan tersebut, ditambahkan larutan kultur bakteri seperti larutan bioaktivator, molase, dan air yang kemudian di fermentasi dengan suhu 40-45 C. Kotoran hewan yang terkandung dalam pupuk kompos ini mengandung unsur hara seperti yang terdapat pada pupuk kimia anorganik. Pupuk kompos ini dapat diaplikasikan dengan dua cara, yaitu disebar langsung sepanjang jalur antara rumpun padi, atau dengan cara menempatkan pupuk kompos pada tiap rumpun padi. Pemberian pupuk yang pertama dialkukan saat umur tanaman 15 HST atau setelah ngarambet dilakukan. Pemberian pupuk dapat dilakukan kembali apabila perkembangan tanaman disarankan belum optimal. Pemupukan kedua dapat dilakukan setelah tanaman berumur 30 HST. Selain pupuk organik dan pupuk kimia, pemupukan juga diberikan dengan pupuk cair. Namun tidak semua petani responden menggunakan pupuk cair ini. Pupuk cair yang digunakan petani responden, pada umumnya dibuat sendiri. Pupuk ini berasal dari ikan asin, keong, urin kelinci, gula, dan tambahan kotoran hewan yang kemudian di fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Pupuk cair ini dikenal dengan naman LOF (Liquid Organik Fertilizer). Pupuk cair ini diberikan sebanyak tiga kali, yaitu ketika tanaman berumur 14 HST, 28 HST, dan 45 HST.

5.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Pemberantasan hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi tidak turun. Dalam pemberantasa hama dan penyakit, budidaya padi sehat tidak boleh menggunakan pestisida kimia, namun menggunakan pestisida alami. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap kualitas beras sehat yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk pengendalian hama dan penyakitnya, dilakukan pengendalian dengan cara mekanik, yaitu dengan cara mencabut gulma yang berada di lahan dan pamatang sawah. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma-gulma tersebut yang biasanya dijadikan tempat bersemayam oleh hama dan penyakit. Pestisida yang biasa digunakan dalam pemberantasan hama dan penyakit ini dikenal dengan sebutan pestisida nabati. Pestisida ini berasal dari beberapa dedaunan yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti daun mimba, tefrosia (kacang babi), tuba, daun picung, dan sedikit sabun colek. Bahan tersebut ditumbuk sampai halus, kemudian ditambahkan air secukupnya dan dibiarkan selama dua hari. Setelah itu, larutan disaring dengan kain halus. Hasil saringan tersebut disemprotkan ke tanaman yang terserang hama. Ramuan ini biasanya digunakan untuk memberantas hama wereng. 5.3.7. Panen Hasil panen yang diperoleh petani dapat menentukan tingkat keberhasilah dari suatu budidaya. Pemanenan padi harus dilakukan pada waktu yang tepat, tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lambat. Pemanenan yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas gabah menjadi rendah, karena banyak butir gabah yang masih hijau atau butir berkapur. Sedangkan pemanenan yang terlalu lambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus. Padi siap panen pada umumnya adalah padi ketika butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80 persen dan tangkai sudah menunduk. Sekitar sepuluh hari sebelum pemanenan dilakukan, sawah harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan bertujuan untuk memudahkan petani disaat pemanenan berlangsung.

Teknologi yang digunakan untuk pemanenan ini terbilang sederhana, yaitu dengan menggunakan pisau khusus dan biasanya bergerigi atau sabit. Proses kegiatannya diawali dengan memotong padi dengan pisau tersebut, kemudian padi dikumpulkan pada satu rempat yang luas untuk mempermudah kegiatan perontokan. Cara perontokan padi ini adalah dengan dipukul ke papan kayu atau hamparan kayu yang telah disiapkan, kegiatan ini dilakukan di lahan. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokkan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin-anginkan, kemudian setelah itu gabah-gabah tersebut dikemas ke dalam karung berukuran 85 kilogram. Rata-rata hasil produksi petani di lokasi penelitian ini adalah sekitar 5 ton per hektar. 5.4. Permasalahan Usahatani Padi Sehat Masalah-masalah teknis maupun non teknis penggusahaan padi sehat mampu menurunkan jumlah output dan harga jual. Permasalahan yang dihadapi oleh para petani di lokasi penelitian diantaranya adalah aspek budidaya yaitu karena tanaman yang rentan terhadap hama. Namun ada beberapa hama yang masih dapat diatasi dengan menggunakan pestisida alami. Selain itu, masalah lain yang timbul adalah karena adanya cuaca ekstrim, dimana musim hujan terjadi sepanjang tahun. Hujan yang disertai angin yang cukup besar akan mengakibatkan tanaman menjadi mudah rebah, sehingga hasil panen yang diperoleh tidak maksimal. Dalam hal input produksi, petani tidak mendapat kesulitan karena seluruh input produksi seperti benih dan pupuk telah disediakan oleh koperasi. Bahkan ketika gapoktan memperoleh bantuan dari pemerintah, koperasi kelompok tani sabagai unit usaha dari gapoktan menjual benih dan pupuk dengan harga murah bahkan gratis bagi tiap anggota kelompok tani dan koperasi kelompok tani. Sama halnya dengan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang telah disediakan oleh koperasi kelompok tani sehingga para petani tidak mnegalami kesulitan cukup dengan menyewa ke koperasi kelompok tani. Dalam aspek budidaya, permasalahan yang paling banyak dikeluhkan para petani adalah adanya organisme pengganggu tanaman. Dari mulai hama tungro, hama tikus dan hama burung. Hama tungro merupakan hama yang cukup

meresahkan petani, karena mengakibatkan kadar gabah hampa meningkat dan titik tumbuh padi mati. Salah satu solusi yang telah dilakukan para petani di lokasi penelitian untuk menanggulangi serangan organisme pengganggu adalah dengan melakukan pergiliran varietas dan pola serempak panen.