1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Manfaat Retribusi TPI Terhadap Pendapatan Nelayan di PPN Pekalongan : Sebuah Tinjauan Kebijakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2002 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

ANALISIS PERATURAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1990 Tentang : Usaha Perikanan

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BANTEN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN LAIK TANGKAP KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN.

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 3 METODE PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009 ( DICABUT ) T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 12

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERIKANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BURU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN JASA KEPELABUHAN DAN BANDAR UDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. untuk membiayai kegiatannya, maka pemerintah daerah juga menarik pajak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA PEKALONGAN

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENDARATAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2005 T E N T A N G BEA BALIK NAMA KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.17/MEN/2006 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 7 TAHUN 2005 RETRIBUSI PELAYANAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah dimaksudkan agar setiap daerah dapat berkembang dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah tersebut maka daerah harus mempunyai kemampuan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dengan sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan daerah yang ada dengan batasbatas kewenangannya yang digunakan untuk penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri. Agar kewajiban daerah tersebut dapat dilaksanakan, perlu adanya sumber pendapatan daerah yang berupa pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pendapatan daerah lain yang sah. Pendapatan asli daerah yang digunakan sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan pendapatan daerah lain yang sah. Retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah suatu bentuk pembayaran atas pemakaian jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung yang artinya bahwa ada kontra prestasi secara langsung maupun tidak langsung yang diberikan dalam pembayaran retribusi daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka salah satu bentuk retribusi daerah yang berkaitan dengan bidang perikanan tangkap adalah retribusi tempat pelelangan ikan. Sesuai dengan bidang kelautan dan perikanan maka pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan pasal 18 menyebutkan bahwa pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan atau usaha pembudidayaan

2 ikan di laut atau perairan lainnya di wilayah perikanan Republik Indonesia serta perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEE, sedangkan pungutan perikanan tidak dikenakan bagi nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan sebuah kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam berukuran tertentu. Lebih lanjut dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 8, menyebutkan bahwa pungutan pengusahaan perikanan dikenakan terhadap perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT dan atau yang mesinnya berkekuatan lebih dari 90 Daya Kuda (DK) dan beroperasi di luar 12 mil laut. Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia terdiri dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP). Ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 pasal 2 bahwa jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan adalah penerimaan yang berasal dari pungutan perikanan, jasa pelabuhan perikanan, jasa pengembangan dan pengujian mutu hasil perikanan, jasa pengembangan penangkapan ikan, jasa budidaya perikanan, jasa karantina ikan, jasa pendidikan dan pelatihan, dan jasa penyewaan fasilitas. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya pemerintah daerah tidak memungut retribusi perikanan dalam bentuk apapun selain dari pungutan perikanan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006. Berkenaan dengan pungutan perikanan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan 2009 Fadel Muhammad menetapkan kebijakan rencana penghapusan retribusi perikanan pada tanggal 1 Januari 2010. Salah satu alasan penghapusan retribusi perikanan tersebut adalah karena masih adanya pungutan dan retribusi yang dirasakan membebani dan memberatkan pada pendapatan nelayan dan kesejahteraan nelayan sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas usaha

3 nelayan. Salah satu dari retribusi perikanan yang dihapuskan adalah retribusi pelelangan ikan. Sampai saat ini ada 4 Provinsi dan 7 Kabupaten atau Kota yang telah melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan. Empat Provinsi yang telah melaksanakan penghapusan retribusi yaitu Gorontalo, Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Utara, sedangkan Kabupaten atau Kota yang telah melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan yaitu Cilacap, Luwu Utara, Kota Langsa, Bireun, Buleleng, Kota Tidore dan Kaur (Dirjen Perikanan Tangkap, 2011). PPN Pekalongan merupakan salah satu pelabuhan di Jawa Tengah yang belum melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan tersebut dan di PPN Pekalongan khususnya di TPI PPN Pekalongan, retribusi pelelangan ikan secara rutin dipungut setelah kegiatan pelelangan ikan dan selama ini terdapat manfaat yang didapatkan oleh nelayan di PPN Pekalongan dengan adanya retribusi pelelangan ikan tersebut. Atas dasar tersebut, peneliti ingin melakukan analisis terhadap kebijakan retribusi pelelangan ikan serta dampak yang mungkin muncul bagi nelayan PPN Pekalongan jika kebijakan penghapusan retribusi perikanan khususnya pada pelelangan ikan memang dilakukan. Penelitian ini juga penting dilakukan untuk mengkaji bagaimana respon pengguna TPI atau pelaku retribusi terhadap kebijakan penghapusan retribusi tanpa mengabaikan kepentingan Pemerintah Daerah serta menganalisis tingkat prioritas kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan. 1.2 Perumusan Masalah Adanya retribusi pelelangan ikan yang masih dilaksanakan di TPI PPN Pekalongan dihadapkan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 yang telah menetapkan pungutan perikanan yang diperbolehkan dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan serta adanya kebijakan penghapusan retribusi perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2009, menimbulkan pertanyaan apakah dampak yang akan muncul jika retribusi pelelangan ikan dihapuskan di TPI PPN Pekalongan dimana selama ini retribusi pelelangan ikan memberi manfaat bagi nelayan di PPN Pekalongan dan apakah kebijakan untuk menghapuskan retribusi

4 perikanan khususnya retribusi pelelangan ikan merupakan prioritas terbaik atau bukan. 1.3 Tujuan 1) Mengkaji pengalokasian dana retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan; 2) Menganalisis dampak penghapusan retribusi pelelangan ikan terhadap pendapatan nelayan di PPN Pekalongan dan pengelolaan fasilitas di TPI PPN Pekalongan; dan 3) Menganalisis kebijakan retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). 1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pengelola PPN Pekalongan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan serta pemerintah daerah Kota Pekalongan terhadap penerapan SK Menteri Nomor B.636/MEN-KP/XI/09 tentang penghapusan retribusi dan pungutan hasil perikanan dalam rangka usaha nelayan dan sebagai bahan pertimbangan bagi penerapan kebijakan di massa yang akan datang. 1.5 Batasan Penelitian Tujuan dari pembatasan penelitian adalah agar penelitian dapat terfokus, tidak meluas, dan dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai, untuk itu maka batasan dalam penelitian mengenai penghapusan retribusi pelelangan ikan adalah: 1) Retribusi pelelangan ikan Mencakup pengertian pelelangan ikan, retribusi, retribusi pelelangan ikan, objek dan subjek retribusi pelelangan ikan, struktur dan besarnya tarif retribusi pelelangan ikan, serta pengalokasian retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan tahun 2005 sampai dengan 2010. 2) Penghapusan retribusi pelelangan ikan Acuan yang digunakan adalah surat keputusan menteri perikanan dan kelautan No. B.636/MEN-KP/XI/09 tentang penghapusan retribusi dan pungutan hasil perikanan dalam rangka usaha nelayan.

5 3) Pendapatan Nelayan Perhitungan pendapatan nelayan diperoleh dari selisih antara pendapatan kotor yang didapat dari hasil pelelangan ikan dengan biaya operasional serta retribusi pelelangan ikan. Biaya operasional yang digunakan dalam perhitungan terdiri dari biaya bahan bakar, es, air tawar, konsumsi ABK, SIB, pas masuk, bongkar muat, biaya perawatan mesin, kapal, dan alat tangkap.