1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah dimaksudkan agar setiap daerah dapat berkembang dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah tersebut maka daerah harus mempunyai kemampuan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dengan sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan daerah yang ada dengan batasbatas kewenangannya yang digunakan untuk penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri. Agar kewajiban daerah tersebut dapat dilaksanakan, perlu adanya sumber pendapatan daerah yang berupa pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pendapatan daerah lain yang sah. Pendapatan asli daerah yang digunakan sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan pendapatan daerah lain yang sah. Retribusi daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah suatu bentuk pembayaran atas pemakaian jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung yang artinya bahwa ada kontra prestasi secara langsung maupun tidak langsung yang diberikan dalam pembayaran retribusi daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka salah satu bentuk retribusi daerah yang berkaitan dengan bidang perikanan tangkap adalah retribusi tempat pelelangan ikan. Sesuai dengan bidang kelautan dan perikanan maka pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan pasal 18 menyebutkan bahwa pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan atau usaha pembudidayaan
2 ikan di laut atau perairan lainnya di wilayah perikanan Republik Indonesia serta perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEE, sedangkan pungutan perikanan tidak dikenakan bagi nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan sebuah kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam berukuran tertentu. Lebih lanjut dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 8, menyebutkan bahwa pungutan pengusahaan perikanan dikenakan terhadap perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT dan atau yang mesinnya berkekuatan lebih dari 90 Daya Kuda (DK) dan beroperasi di luar 12 mil laut. Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia terdiri dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP). Ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 pasal 2 bahwa jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan adalah penerimaan yang berasal dari pungutan perikanan, jasa pelabuhan perikanan, jasa pengembangan dan pengujian mutu hasil perikanan, jasa pengembangan penangkapan ikan, jasa budidaya perikanan, jasa karantina ikan, jasa pendidikan dan pelatihan, dan jasa penyewaan fasilitas. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya pemerintah daerah tidak memungut retribusi perikanan dalam bentuk apapun selain dari pungutan perikanan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006. Berkenaan dengan pungutan perikanan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan 2009 Fadel Muhammad menetapkan kebijakan rencana penghapusan retribusi perikanan pada tanggal 1 Januari 2010. Salah satu alasan penghapusan retribusi perikanan tersebut adalah karena masih adanya pungutan dan retribusi yang dirasakan membebani dan memberatkan pada pendapatan nelayan dan kesejahteraan nelayan sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas usaha
3 nelayan. Salah satu dari retribusi perikanan yang dihapuskan adalah retribusi pelelangan ikan. Sampai saat ini ada 4 Provinsi dan 7 Kabupaten atau Kota yang telah melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan. Empat Provinsi yang telah melaksanakan penghapusan retribusi yaitu Gorontalo, Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Utara, sedangkan Kabupaten atau Kota yang telah melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan yaitu Cilacap, Luwu Utara, Kota Langsa, Bireun, Buleleng, Kota Tidore dan Kaur (Dirjen Perikanan Tangkap, 2011). PPN Pekalongan merupakan salah satu pelabuhan di Jawa Tengah yang belum melaksanakan kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan tersebut dan di PPN Pekalongan khususnya di TPI PPN Pekalongan, retribusi pelelangan ikan secara rutin dipungut setelah kegiatan pelelangan ikan dan selama ini terdapat manfaat yang didapatkan oleh nelayan di PPN Pekalongan dengan adanya retribusi pelelangan ikan tersebut. Atas dasar tersebut, peneliti ingin melakukan analisis terhadap kebijakan retribusi pelelangan ikan serta dampak yang mungkin muncul bagi nelayan PPN Pekalongan jika kebijakan penghapusan retribusi perikanan khususnya pada pelelangan ikan memang dilakukan. Penelitian ini juga penting dilakukan untuk mengkaji bagaimana respon pengguna TPI atau pelaku retribusi terhadap kebijakan penghapusan retribusi tanpa mengabaikan kepentingan Pemerintah Daerah serta menganalisis tingkat prioritas kebijakan penghapusan retribusi pelelangan ikan. 1.2 Perumusan Masalah Adanya retribusi pelelangan ikan yang masih dilaksanakan di TPI PPN Pekalongan dihadapkan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 yang telah menetapkan pungutan perikanan yang diperbolehkan dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan serta adanya kebijakan penghapusan retribusi perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2009, menimbulkan pertanyaan apakah dampak yang akan muncul jika retribusi pelelangan ikan dihapuskan di TPI PPN Pekalongan dimana selama ini retribusi pelelangan ikan memberi manfaat bagi nelayan di PPN Pekalongan dan apakah kebijakan untuk menghapuskan retribusi
4 perikanan khususnya retribusi pelelangan ikan merupakan prioritas terbaik atau bukan. 1.3 Tujuan 1) Mengkaji pengalokasian dana retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan; 2) Menganalisis dampak penghapusan retribusi pelelangan ikan terhadap pendapatan nelayan di PPN Pekalongan dan pengelolaan fasilitas di TPI PPN Pekalongan; dan 3) Menganalisis kebijakan retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). 1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pengelola PPN Pekalongan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan serta pemerintah daerah Kota Pekalongan terhadap penerapan SK Menteri Nomor B.636/MEN-KP/XI/09 tentang penghapusan retribusi dan pungutan hasil perikanan dalam rangka usaha nelayan dan sebagai bahan pertimbangan bagi penerapan kebijakan di massa yang akan datang. 1.5 Batasan Penelitian Tujuan dari pembatasan penelitian adalah agar penelitian dapat terfokus, tidak meluas, dan dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai, untuk itu maka batasan dalam penelitian mengenai penghapusan retribusi pelelangan ikan adalah: 1) Retribusi pelelangan ikan Mencakup pengertian pelelangan ikan, retribusi, retribusi pelelangan ikan, objek dan subjek retribusi pelelangan ikan, struktur dan besarnya tarif retribusi pelelangan ikan, serta pengalokasian retribusi pelelangan ikan di PPN Pekalongan tahun 2005 sampai dengan 2010. 2) Penghapusan retribusi pelelangan ikan Acuan yang digunakan adalah surat keputusan menteri perikanan dan kelautan No. B.636/MEN-KP/XI/09 tentang penghapusan retribusi dan pungutan hasil perikanan dalam rangka usaha nelayan.
5 3) Pendapatan Nelayan Perhitungan pendapatan nelayan diperoleh dari selisih antara pendapatan kotor yang didapat dari hasil pelelangan ikan dengan biaya operasional serta retribusi pelelangan ikan. Biaya operasional yang digunakan dalam perhitungan terdiri dari biaya bahan bakar, es, air tawar, konsumsi ABK, SIB, pas masuk, bongkar muat, biaya perawatan mesin, kapal, dan alat tangkap.