BAB II KARAKTERISTIK BUSANA ETNIK

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KOMPARATIF DESAIN BUSANA NASIONAL WANITA INDONESIA KARYA BARON DAN BIYAN DENGAN KARYA ADJIE NOTONEGORO

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika

Universitas Sumatera Utara

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2009 TENTANG BUSANA RESMI DUTA WISATA CAK DAN NING SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAHAN AJAR BAGIAN IV SEJARAH MODE PAKAIAN DAERAH DI INDONESIA

BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Bahan Ajar

Keindahan Desain Kalung Padu Padan Busana. Yulia Ardiani (Staff Teknologi Komunikasi dan Informasi Institut Seni Indonesia Denpasar) Abstrak

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JOB SHEET (PENGANTIN INDONESIA II) 1.Kompetensi: Rias Pengantin Gaya Solo Basahan.

LINSERI (BUSANA DALAM) Oleh : As-as Setiawati

UJIAN SEKOLAH SMP/MTs TAHUN PELAJARAN Hari/Tanggal (60 menit) P - 01

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PAKAIAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

2014, No PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL KANTOR KESEHATAN PELABUHAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 51

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,

Powered by TCPDF (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG

1.Kompetensi: Rias Pengantin Gaya Solo Putri. Mahasiswa dapat :

TINJAUAN PAKAIAN ADAT SULAWESI SELATAN (Studi Komparatif Baju Bodo Suku Bugis-Makassar- Mandar)

BAB III SURVEY LAPANGAN

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

NOMOR : 12 TAHUN 2010

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PROVINSI JAWA BARAT. PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2015 LAMPIRAN : 1 (satu) TENTANG PAKAIAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULUNGAN.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2014

1 I Made Bandem, Ensiklopedi Tari Bali, op.cit., p.55.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.16/MEN/2004 TENTANG

PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Nako terdiri dari 7 orang pengrajin kemudian kelompok ketiga diketuai oleh Ibu

MODUL KURSUS MENJAHIT TINGKAT DASAR

MEMBUAT POLA BUSANA TINGKAT DASAR

Desain Kerajinan. Unsur unsur Desain. Titik 9/25/2014

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

- 2 - Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV KONSEP PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK

PERSATUAN ISTRI ANGGOTA POLRI BHAYANGKARI PENGURUS PUSAT

ULANGAN HARIAN MAN YOGYAKARTA III TAHUN PELAJARAN 2014/2015. : Prakarya dan Kewirausahaan Kerajinan Tekstil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

WALI KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERSYARATAN PAKAIAN STUDENT DAY 2016 UNIVERSITAS UDAYANA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAKAIAN DINAS KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH DAN KEPALA DESA

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2005 SERI : E PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG

Penyusun: ANTI ASTA VIANI. Editor TIM KONSULTAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

4. Bagi mahasiswa yang memiliki sakit ringan menggunakan pita berwarna biru, dipasang di lengan sebelah kiri menggunakan peniti.

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

MODEL, ATRIBUT DAN KELENGKAPAN PAKAIAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Menggambar Busana. Untuk SMK Program Keahlian Tata Busana

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG. PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL Dl LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

BAGIAN V POLA HIASAN A. Pola serak atau pola tabur Gambar 5.1 Pola Serak B. Pola berangkai

2016, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pe

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Setiap jenjang pendidikan formal memiliki tujuan yang berbeda-beda

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

W A L I K O T A M A T A R A M

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG

BAHAN PERKULIAHAN KONTRUKSI POLA BUSANA (Prodi Pendidikan Tata Busana) Disusun Oleh : Dra. Marlina, M.Si Mila Karmila, S.Pd, M.Ds

2017, No Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925); 2. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasio

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINJAI

- 1 - BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN BUPATI KOLAKA TIMUR NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

DESAIN BUSANA MUSLIMAH YANG TRENDI DAN MODIS

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR: 226 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN PAKAIAN SERAGAM ANGGOTA GERAKAN PRAMUKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB IV KAJIAN VISUAL PADA KOSTUM DAN GERAK TARI KESENIAN SURAK IBRA

BUPATI KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA

SALINAN. Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 6,nomor 5494);

BAB II METODE PERANCANGAN

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SERUYAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM. 72 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT

Ebook 1. Dewasa (Model 1)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PAKAIAN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2017

1. Pakaian Dinas Upacara Besar (PDUB) No Tampak Depan Tampak Belakang 1.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB II KARAKTERISTIK BUSANA ETNIK Karakteristik busana etnik setiap daerah berbeda-beda. Karakterstik tersebut ditinjau dari model busananya, jenis dan corak kain yang dipergunakan, warna busana dan perlengkapan busananya baik assesories maupun millineriesnya. Sebagai contoh, berikut ini akan diuraikan karakteristik busana etnik atau busana daerah Jawa Barat. A. Model Model busana etnik Jawa Barat untuk wanita terdiri dari kebaya yang dikenal dengan nama Kebaya Bandung. Karakteristik model kebaya tersebut, yaitu : panjang kebaya sampai batas garis panggul, adakalanya memakai ger atau tanpa ger, garis leher berbentuk V atau segi empat, di bagian muka terdapat bukaan yang disemat dengan peniti atau menggunakan kancing tekan. Contoh model busana inovasi dari busana etnik Jawa Barat : inovasi 1 2 Gambar 2.1 Contoh Model Busana Inovasi Etnik Jawa Barat Sumber : APPMI, 2005

B. Bahan dan Warna Busana Bahan untuk busana daerah Jawa Barat seperti model kebaya Bandung, pada umumnya menggunakan bahan yang tipis seperti voile, sifon, sutera, lame, brokat, satin dan organdi. Warna kain yang dipergunakan disesuaikan dengan warna kulit pemakai. Seseorang yang berkulit putih atau kuning langsat cenderung cocok dengan berbagai warna, mulai dari warna muda sampai warna tua. Penggunaan warna busana bagi orang yang berkulit sawo matang dan berkulit hitam cenderung menggunakan warna-warna pastel. Sentuhan warna pada kebaya juga harus selaras dengan bentuk badan. Bentuk badan gemuk hendaknya memilih warna-warna gelap seperti hijau tua, biru tua, merah tua dan abu-abu tua. Warna-warna tersebut akan memberi kesan lebih langsing pada seseorang yang memiliki bentuk badan gemuk. Hal ini disebabkan warna tua cenerung menyerap cahaya sehingga objek kelihatan lebih kecil dari ukuran sebenarya. Orang yang berbadan kurus dapat memilih warna-warna yang terang seperti merah, orange, hijau daun, biru muda dan kuning. Warna-warna tersebut akan memberikan kesan membesarkan pada bentuk tubuh, karena warna terang memantulkan cahaya, sehingga dapat memberikan kesan objek kelihatan lebih besar dari ukuran sebenarnya. C. Corak Bahan Corak bahan untuk kebaya daerah Jawa Barat agak berbeda pemilihannya dengan corak untuk busana lainnya. Corak bahan untuk kebaya dapat dipilih corak yang berbunga atau abstrak atau tenunan khas daerah seperti kebaya Bandung, dapat dipilih corak berbunga dengan bunga yang kecil atau sedang, atau diberi corak dengan tehnik bordir dengan pola serak, hiasan sisi, hiasan sudut dan sebagainya. Contoh corak kain untuk kebaya : Gambar 2.2 Contoh Corak Kain Kebaya Sumber : Dokumentasi Penulis

D. Perlengkapan Busana Etnik Busana etnik akan terwujud dengan sempurna apabila perlengkapannya digunakan secara bersama-sama dan serasi. Perlengkapan busana etnik mencakup kain baik kain panjang maupun kain sarung, longtorso, stagen, penataan rambut, assesories dan millineris. 1. Kain Kain di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kain panjang dan kain sarung. Kain tersebut ada yang terbuat dari tenunan, yakni tenunan ikat dan tenunan songket. Kain yang umum dipakai sebagai stelan kebaya adalah kain panjang yang terbuat dari batik. Kain panjang berbentuk segi empat panjang yang pada umumnya berukuran panjang + 2,25 meter dan lebar + 1 meter serta terbuat dari batik. Kain batik yang biasa dipakai sebagai stelan kebaya adalah kain batik Wonogiri, kain batik Solo, kain batik Pekalongan, kain batik Garutan dan sebagainya dengan berbagai motif kain batik tradisional. Sebagai stelan kebaya Bandung dapat digunakan kain batik garutan atau kain songket Majalaya. Berikut contoh kain yang biasa dipakai untuk stelan kebaya : Batik Sido Mulyo Batik Solo Batik Wonogiri Gambar 2.3 Contoh Corak Kain untuk Kebaya Sumber : Dokumentasi Penulis Bermacam-macam motif batik kain panjang beredar di Idonesia. Kain panjang dilihat dari segi motifnya, dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, sebagaimana dikemukakan oleh Murtihadi dan G.Gunadi (1982:190) sebagai berikut : a. Motif geometris, yaitu corak gambar pada batik mengambil unsur perpaduan antara garis dan bidang dalam ilmu ukur.

b. Motif semen, yaitu corak gambar pada batik dengan mengambil unsur tumbuh-tumbuhan, alam dan bintang. c. Motif lereng, yaitu corak gambar pada batik di dalam garis miring. Kain panjang dengan ketiga macam motif tersebut bisa dipakai sebagai paduan kebaya. Motif Geometris Motif Semen Motif Parang/Rereng Penggunaan kain panjang Kain panjang digunakan dengan cara melilitkan kain tersebut melingkari badan bagian bawah dan tarik sedemikian rupa sehingga ujung kain yang diwiron terletak pada posisi yang dikehendaki dan bagian bawah kain menjadi agak ketat. Letakkan satu kaki ke arah muka, satu kaki dibengkokkan, kain tersebut dililitkan dari kiri menuju kanan. Ujung kain sebelah dalam bagian atas ditarik sampai kain tersebut membentuk badan bagian bawah, tetapi kaki masih dapat digerakkan dengan leluasa. Pada bagian pinggang diberi tali sebagai pengikat pinggang atau sebagai penahan kain panjang tersebut. Cara pemakaian kain seperti pada gambar berikut :

Kain panjang dan sarung pada awalnya dipakai dengan cara melilitkannya di pinggang. Bentuknya lurus ke bawah atau agak melebar ke bawah dan tanpa wiron, untuk mengencangkan kain panjang ini dipakai stagen yang tidak terlalu panjang. Perkembangan berikutnya, bentuk kain agak lurus ke bawah dan tidak terlalu lebar serta sudah ada yang memakai wiron yakni berupa lipit kain yang bertumpuk menyerupai kipas yang biasanya ditempatkan di bagian muka. Jumlah wiron selalu ganjil, yaitu 9, 11, 13 atau 15 lipatan, dengan lebar wiron antara 2 cm sampai dengan 2,5 cm. Jenis wiron ada dua, yaitu gaya Solo dan gaya Yogya. Wiron gaya Solo, pinggiran kain yang berwarna putih dilipat ke dalam, sehingga lipatan wiron yang pertama agak tebal, wiron lebih rapih kipasannya sewaktu kaki dilangkahkan. Wiron gaya Yogya adalah pinggiran kain yang berwarna putih dibiarkan terlihat dengan menempatkannya pada lipatan paling luar. Perkembangan selanjutnya dari bentuk kain yakni bentuknya tidak lurus dan longgar, tetapi agak ketat di pinggul dengan bagian bawah menyempit, tetapi masih cukup leluasa untuk melangkah. Perkembangan pemakaian kain ini yaitu kain wiron siap pakai atau disebut juga dengan kain jadi. Kain jadi ini biasanya tanpa gunting, yakni kain dilipat kemudian dibentuk dengan beberapa kupnat yang dijahit serta menggunakan tutup tarik. Kain jadi biasanya dipergunakan oleh wanita yang belum terampil memakai kain dengan cepat dan rapih. Gambar berikut menunjukkan kain jadi yang dapat digunakan secara praktis :

2. Longtorso Longtorso adalah pakaian dalam dengan pola membentuk pinggang dan buah dada atau dapat dinamakan kutang yang panjang. Longtorso selain membentuk badan menjadi singset, juga berguna sebagai lapisan bagian dalam terutama untuk kebaya yang terbuat dari kain tembus terang seperti kain brokat, tulle dan chiffon. Lontorso 3. Stagen Stagen adalah semacam ikat pinggang yang berfungsi sebagai penahan atau pengikat kain sarung atau kain panjang., berukuran panjang + 3 meter dan lebar + 15 cm, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Judi Achyadi (1986 : 3) bahwa Stagen adalah sepotong kain yang panjang dan sempit terbuat dari katun dipergunakan untuk mengikat kain atau sarung pada pinggang. Stagen digunakan untuk memperlihatkan badan atas dan pinggang yang ramping dipakai dari pinggang sampai panggul. Stagen

Penggunaan stagen Stagen digunakan dengan cara melilitkannya mulai dari panggul sampai ke pinggang yang kadang-kadang sampai di bawah buah dada atau di bawah ketiak. Lilitan pertama mulai dari tengah muka panggul, dililitkan melalui panggul bagian belakang, diteruskan pada panggul bagian muka dan lilitkan terus seperti tadi disebutkan, sehingga stagen berada di bawah buah dada. Sisa stagen diserongkan dan dimasukkan atau diselipkan ke dalam stagen yang sudah dililitkan beberapa kali, sehingga tampak rapih. Stagen dipakai setelah memakai kain panjang. Langkah pemakaian stagen, sesuai nomor, seperti pada gambar berikut : Perkembangan stagen Stagen pada awalnya terbuat dari kain yang tebal dan panjang, tetapi saat ini banyak menggunakan stagen dari bahan yang sama dengan bahan kebaya yang akan dipakai. Penggunaan stagen tidak lagi dililitkan, tetapi dapat langsung dipakai pada bagian pinggang, dengan bantuan tutup tarik atau kancing kait, serta dibuat dengan pola pas pada pinggang dan panggul yaitu menggunakan pola lingerie yang bersifat elastis serta biasanya terbuat dari karet. Stagen yang Langsung Pakai

4. Penataan rambut Penataan rambut sebagai kelengkapan pemakaian busana daerah adalah sanggul tradisional. Di Indonesia banyak sekali dikenal sanggul tradisional, seperti sanggul Ciwidey dari daerah Jawa Barat, sanggul / Ukel Tekuk dari Yogyakarta atau sanggul / ukel Konde dari Solo. Sanggul Ciwidey Ukel Tekuk Yogyakarta Ukel Konde Solo Sanggul-sanggul seperti pada gambar di atas bentuknya sederhana, lebih mudah ditata dibandingkan dengan sanggul dari daerah lainnya serta memberikan kesan luwes pada pemakainya. Sanggul dapat terlihat rapih, bila memperhatikan cara pembuatannya dengan baik. Penataan rambut yang tradisional memerlukan jenis rambut panjang, hingga memudahkan dalam membentuknya, tetapi jika rambut tidak panjang, dapat dibantu dengan pemakaian cemara untuk memudahkan membentuk sanggul tersebut. Penataan rambut dari setiap daerah, pada dasarnya sama, yaitu menyisir rambut dari bagian puncak kepala, kiri dan kanan rambut disisir ke atas, sehingga menjadi satu. Peralatan yang diperlukan dalam penataan rambut yaitu sisir yang agak rapat untuk keperluan pembuatan sasak rambut, sisir yang salah satu ujungnya melengkung untuk keperluan membuat sunggar, hair spray, jepit dan harnal, harnet yang terbuat dari nylon dan karet sebagai pengikat rambut. Sebagai contoh berikut ini akan diuraikan cara penataan sanggul Ciwidey dari daerah Jawa Barat. Rambut bagian muka disisir rapih ke bagian belakang tanpa diikat terlebih dahulu, dapat pula di bagian atas sedikit dibuat sasak agar rambut terlihat sedikit membumbung ke atas, kemudian rambut bagian belakang diputar dengan kuat dan dibentuk sanggul. Sanggul Ciwidey letaknya di tengah belakang kepala dan sedikit agak rendah, sifat sanggul padat berisi

dan bagian tengah agak meruncing ke atas karena bantuan sasak. Rambut bagian kiri dan kanan di atas telinga, diangkat sedikit oleh ujung sisir untuk membuat jabing. Sanggul diperkuat dengan menggunakan tusuk sanggul atau tusuk konde yang terbuat dari emas atau imitasi, dana agar sanggul tidak mudah rusak oleh angin dapat dilindungi dengan harnet. 5. Assesories dan Millineries Pelengkap busana daerah terdiri atas assesories dan millineries. Assesories yaitu semua benda yang berfungsi sebagai penambah keindahan penampilan seseorang. Assesories dapat berupa giwang, kalung, anting, bros, peniti, cincin dan hiasan rambut (Yulaila Pahma, 1985:24). Assesories sebagai pelengkap busana etnik, selain sebagaimana disebutkan di atas, dapat juga berupa tusuk sanggul, sisir hias, peniti rantai, dan kembang goyang. Assesories tersebut tidak selalu harus dipakai secara keseluruhan, tetapi disesuaikan dengan waktu pemakaian busana serta dengan model busana yang dikenakan. Contoh assesories seperti terlihat pada gambar berikut : Millineries merupakan pelengkap busana yang pemakaiannya selain berfungsi sebagai benda hias, juga sebagai benda pakai. Arifah A.Riyanto (2003:186) mengemukakan bahwa Millineries yaitu benda yang melengkapi berbusana dan berguna langsung bagi pemakai, seperti alas kaki, kaus kaki, tas, topi, peci, payung, selendang, dasi, kerudung, scarf, ikat pinggang dan sarung tangan

Selendang umumnya sebagai pelengkap busana daerah Jawa, Bali dan Sumatera, selain berfungsi sebagai pelengkap kebaya, juga sebagai kemben dan tudung kepala. Selendang dibuat dari kain batik, jumputan, lurik atau dari kain polos seperti kain sifon, organdi dan sutera. Kain, corak dan warna selendang disesuaikan dengan warna kain panjang atau kebaya yang dikenakan. Bentuk selendang biasanya persegi panjang serta ada pula yang berenda. Lebar dan panjang selendang ada yang berukuran 30 cm x 150 cm, ada pula yang memiliki lebar dan panjang, lebih dari ukuran tersebut sepertii 50 cm x 200 cm, dsb. Tas merupakan pelengkap busana yang memiliki fungsi untuk membawa sesuatu seperti dompet, perhiasan, alat rias atau kosmetik juga surat-surat penting pada saat bepergian, tentunya di samping memiliki fungsi sebagai penambah keindahan. Jenis tas bermacam-macam begitu pula ukuran dan warnanya yang disesuaikan dengan warna busana, warna alas kaki serta kesempatan pemakaian. Tas sebagai pelengkap busana hasil inovasi busana etnik dapat dipilih tas yang kecil atau tas tangan, yang serasi dengan busana yang dkenakan, seperti pada gambar berikut : Alas kaki yang serasi dengan pemakaian busana hasil inovasi busana etnik adalah selop atau sepatu sandal yang tinggi. Bagian muka dari alas kaki ini ada yang terbuka ada pula yang tertutup. Contoh model selop untuk pelengkap busana hasil inovasi yaitu :