TINJAUAN PUSTAKA. pemandangan alam, menyerap, dan menyimpan karbon (Suhendang, 2002).

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. III METODE PENELITIAN

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Hutan Purnawan (2006) dalam Karisma (2010) menyatakan bahwa hutan dengan segala ekosistem yang terkandung didalamnya merupakan cerminan keunikan alam raya secara universal. Hutan yang merupakan tempat berkembangbiak flora dan fauna serta organisme lain yang memiliki keterkaitan sebagai simbiosis mutualisme adalah suatu kekayaan alam dan keniscayaan yang tidak bisa diabaikan. Eksistensi hutan memegang peranan penting dalam menjaga proses kehidupan, dimana tanah yang subur, mata air yang jernih, udara yang bersih dan sejuk serta bebas dari pencemaran adalah Gambaran nyata tentang arti pentingnya hutan bagi makhluk hidup dalam tatanan ruang lingkup yang dinamis dan berkelanjutan Keseluruhan manfaat yang dapat diperoleh dari hutan berdasarkan wujudnya dapat dikelompokkan kedalam barang dan jasa. Keluaran hutan yang berbentuk barang menyatakan keluaran yang dapat dilihat, dirasakan, diraba, dan diukur secara langsung, antara lain kayu, rotan, getah, buah, kayu bakar, satwa liar dan air. Keluaran hutan berupa jasa menyatakan keluaran yang dapat diperoleh dari hutan yang bersifat maya, antara lain kemampuan hutan untuk memberikan pemandangan alam, menyerap, dan menyimpan karbon (Suhendang, 2002). Jasa Lingkungan Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam (rekreasi), jasa perlindungan tata air 3

(hidrologi), kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon. Jasa lingkungan yang ada saat ini suatu saat akan mengalami penurunan kualitas. Salah satu instrumen ekonomi yang dapat mengatasi penurunan kualitas lingkungan adalah pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara memberikan nilai oleh penerima manfaat kepada penerima manfaat jasa lingkungan (Merryna, 2009). Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (2005) beberapa peluang pengembangan jasa lingkungan antara lain: 1. Carbon offset; merupakan jasa lingkungan yang memberikan kontribusi dalam upaya mencegah dampak negatif perubahan iklim, dimana pemanfaatan jasa lingkungan ini nantinya diatur melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) di bawah Protokol Kyoto. 2. Pemanfaatan air; dengan adanya indikasi menyusutnya suplai air di bumi, maka air merupakan jasa lingkungan yang berpeluang untuk dikembangkan. 3. Eco-tourism; potensi fenomena /keindahan/keunikan alam, keanekaragaman hayati dan budaya memberikan peluang usaha di bidang wisata alam. Pengertian Ekowisata Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat (Fandeli dan Mukhlison, 2000). 4

Ciri Ekowisata Ada beberapa karakteristik dari ekowisata, yakni sebagai berikut (Wood, 2002): 1. Bentang alam alaminya masih terpelihara dengan sebuah pemanfaatan yang terjaga 2. Pembangunan lanskap artifisial/buatan tidak mendominasi 3. Adanya aktifitas perekonomian lokal dalam skala kecil, termasuk warung makanan dan toko cinderamata 4. Pembuatan zonasi untuk kegiatan rekreasi, seperti lintasan untuk sepeda dan pejalan kaki 5. Pengembangan beberapa even dan atraksi yang menampilkan budaya lokal 6. Pembangunan fasilitas publik yang bersih dan terjaga, yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan dan penduduk lokal. 7. Interaksi yang bersahabat antara penduduk lokal dan wisatawan. Air Terjun Air terjun adalah formasi geologi dari arus air yang mengalir melalui suatu formasi bebatuan yang mengalami erosi dan jatuh ke bawah dari ketinggian. Air terjun dapat berupa buatan yang biasa digunakan di taman. Beberapa air terjun terbentuk di lingkungan pegunungan dimana erosi kerap terjadi. Menurut Sujatmiko (2014), air terjun adalah aliran air yang terbentuk ketika aliran air jatuh dari tempat yang tinggi. Air yang jatuh akan menggerus dasar sungai hingga terbentuk cekungan menyerupai kolam. Air terjun dapat juga terjadi karena adanya patahan yang diatasnya terdapat aliran sungai. 5

Ekowisata Kawasan Hutan Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, agar diperoleh manfaat yang optimal dari potensi sumber daya alam tersebut. Kebijaksanaan pembangunan bidang kehutanan didasarkan atas asas manfaat dan lestari serta konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Salah satu manfaat yang dapat dikembangkan di dalam kawasan hutan dan perairan, sesuai fungsinya adalah sebagai obyek rekreasi dan wisata alam (Rahmawati, 2005). Undang-Undang Dasar No. 23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 menyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi kegiatan: a. Religi; b. Pertambangan; 6

c. Instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; d. Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; e. Jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api; f. Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; g. Sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah; h. Fasilitas umum; i. Industri selain industri primer hasil hutan; j. Pertahanan dan keamanan; k. Prasarana penunjang keselamatan umum; l. Penampungan sementara korban bencana alam; atau m. Pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan ketahanan energi. Pengembangan Pariwisata Panduan dan pembangunan destinasi wisata antara lain dapat mengacu pada konsep pengembangan pemukiman terpadu yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (SK No. 4 tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu). Pengembangan yang berwawasan lingkungan harus memperhatikan lima kaidah berikut: 1. Mempertahankan dan memperkaya ekosistem yang ada. 2. Penggunaan energi yang minimal 7

3. Pengendalian limbah dan pencemar 4. Menjaga kelanjutan sistem sosial-budaya lokal 5. Peningkatan pemahaman konsep lingkungan hidup. (Hakim, 2004). Perkembangan kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata (Marpaung, 2002). Analisis SWOT Kotler (2009) menyatakan bahwa analisis SWOT (strenghts, weakness, opportunity, threaths) merupakan cara untuk mengamati lingkungan pemasaran eksternal dan internal. Menurut Rangkuti (2009) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. 8

Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai potensi dan strategi pengembangan wisata alam antara lain oleh Kartini et al. (2011) dengan judul penelitian Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda. Kartini et al. (2011) mendapati bahwa faktor- internal yang mendukung adalah keragaman atraksi, image kawasan yang sudah terkenal sejak VOC, sifat keterbukaan, keamanan, dan kemudahan mencapai lokasi. Sementara yang menghambat adalah belum adanya pusat informasi wisata, sifat terhadap lingkungan yang sangat rendah, SDM bidang pariwisata masih rendah, dan belum memadainya infrastruktur pendukung. Faktor-faktor eksternal yang mendukung adalah aksesibilitas, perkembangan teknologi dan informasi, regulasi, serta tingginya potensi dan minat wisatawan. Sementara yang menghambat adalah interusi budaya dan perusakan lingkungan. Strategi prioritas berdasarkan SWOT adalah pengembangan wisata diving dan snorkeling, membangun jaringan dengan wisata lain, bekerjasama dengan agen perjalanan, dan membuat website. Penelitian lainnya dilakukan oleh Tatag et al. (2011) dengan judul penelitian Kajian Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata di Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur, mendapati bahwa hasil dari analisis SWOT dan analisis AHP, strategi pengembangannya adalah mengevaluasi fungsi dan status lahan, membangun persepsi dan konsep pengembangan ekowisata oleh penentu kebijakan. Pengembangan ekowisata di dua regional yaitu Cagar Alam Pulau Sempu sebagai penyedia produk wisata dan atraksi alam sedangkan Pantai Blue Spring sebagai penyedia fasilitas dan aksesibilitas, penguatan komunitas dalam manajemen Cagar Alam Pulau Sempu 9

dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi ekowisata, meningktakan pengetahuan dan kualitas produk maupun SDM. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tiara dan Darsiharjo (2013) yang berjudul Analisis Potensi Pariwisata di Pulau Karimun Provinsi Kepulauan Riau mendapati bahwa strategi yang didapat dari hasil analisis SWOT adalah: (1) mengembangkan potensi daya tarik wisata misalnya event-event wisata (2) meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan wisata yang dilakukan. (3) menambah variasi objek daya tarik wisata yang lebih inovatif seperti olahraga air, outbond dll (4) memperbaiki kualitas aksesibilitas dan meningkatkan fasilitas wisata yang terdiri dari tempat peribadatan, sarana informasi dan juga keamanan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Dharmawan et al. (2014) yaitu Strategi Pengembangan Desa Wisata Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, mendapati bahwa strategi pengembangan yang perlu dilakukan dalam analisis SWOT adalah: (1) Strategi S-O adalah pengembangan pada pengunjung desa untuk mempertahankan atraksi dan promosi di Desa Belimbing. (2) Strategi W-O adalah dengan meningkatkan fasilitas dan infrastruktur. (3) Strategi S-T adalah menargetkan penduduk lokal untuk meningkatkan keamanan dan pertahanan. (4) Strategi W-T adalah melakukan strategi administrasi dan manajemen Desa Belimbing dengan pelatihan bahasa dan tour guiding kepada penduduk lokal. 10