BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH EROSI LAHAN TERHADAP KAPASITAS SABO DAM. (Studi Kasus : Sabo Dam GE-C Gadingan, Kali Gendol, Merapi)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KAPASITAS SABO DAM DALAM USAHA MITIGASI BENCANA SEDIMEN MERAPI. (Studi Kasus PA-C Pasekan, Kali Pabelan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KAPASITAS SABO DAM DALAM USAHA MITIGASI BENCANA SEDIMEN MERAPI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH. Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENGELOLAAN SEDIMEN KALI GENDOL PASCA ERUPSI MERAPI JUNI 2006

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN I-1

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN TRANSPOR SEDIMEN SUNGAI SEBAGAI UPAYAPENGENDALIAN BANJIR DI KOTA GORONTALO. Ringkasan

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat komplek, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen. Erosi adalah pengikisan atau kelongsoran material yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1991). Erosi merupakan penyebab terjadinya bencana sedimen yang dapat membuat beberapa kerugian sehingga diperlukan perhatian khusus dalam menanggulanginya. Menurut Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan (2004, dalam Hasnawir, 2012), kerusakan akibat bencana sedimen ini dapat terjadi kerugian dalam 4 bentuk, yaitu 1) Bangunan dan lahan pertanian hilang akibat tanah longsor atau erosi, 2) Rumah-rumah hancur oleh daya rusak tanah dan batuan selama pergerakan tanah atau batuan, 3) Rumah dan lahan pertanian terkubur di bawah tanah oleh akumulasi skala besar sedimen dan 4) Peningkatan endapan pada dasar sungai dan penguburan waduk disebabkan oleh sedimen sepanjang sungai yang dapat mengundang datangnya banjir, gangguan fungsi penggunaan air dan kerusakan lingkungan. Namun tidak semua erosi yang terjadi akan menimbulkan bencana sedimen. Hasnawir (2012) mengatakan bahwa volume besar tanah dan pasir dapat dihasilkan oleh erosi, akan tetapi tidak selalu akan menimbulkan bencana dari erosi tersebut. Misalkan, jika jumlah tanah dan pasir (A) lebih kecil dibanding dengan sedimen yang diperkenankan atau sedimen tidak berbahaya (B), maka bencana tidak terjadi. Bahkan dalam kasus seperti jika (A) lebih besar dari (B), 4

5 hasilnya tidak disebut bencana jika tidak ada rumah, masyarakat, atau fasilitas umum yang terlibat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kekuatan luar Erosi tanah dan pasir Akumulasi tanah dan pasir pada lereng bukit dan dasar sungai (Produksi sedimen) (A)Jumlah aliran tanah dan pasir (B) Jumlah sedimen yang diperkenankan A B A>B Aman dan stabil Penduduk, rumah dan fasilitas umum yang mungkin terkena Bencana Gambar 2.1 Bagan alir proses terjadinya bencana sedimen Asdak (1995) mengemukakan bahwa untuk prakiraan besarnya erosi dapat memanfaatkan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE). Wischmeier dan Smith (1978 dalam Purnama, 2008) juga menyatakan bahwa metode yang umum digunakan untuk menghitung laju erosi adalah metode USLE. Selain itu, model USLE merupakan model prediksi erosi empirik yang paling populer dan secara

6 luas digunakan sebagai referensi/acuan dalam perencanaan konvservasi tanah dan air. Marseli (2015) dalam tugas akhirnya yang berjudul Analisis Laju Erosi pada Daerah Tangkapan Waduk Sermo Menggunakan Metode USLE mengatakan bahwa Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan suatu metode yang umum digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah yang disebabkan oleh erosi. Metode USLE mempunyai kelebihan, yaitu proses pengolahan datanya yang sederhana. Dengan begitu, hal ini dapat memudahkan dalam menentukan suatu prakiraan kasar terhadap besarnya laju erosi karena mudah dihitung secara manual maupun menggunakan alat bantu program komputer (Software) berupa software ArcGIS 10.1. Software ArcGIS ini dapat menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Sehingga sistem ini dapat mendukung dalam analisis perhitungan faktor-faktor yang ada pada metode USLE. Giyarsih (2011) mengatakan bahwa material hasil erupsi Gunung Merapi yang berjumlah ±150 juta m 3 memiliki potensi besar untuk diangkut oleh aliran air hujan melewati sungai-sungai yang berhulu di puncak Merapi. Luapan lahar melewati batas penampang sungai dipicu oleh faktor debit aliran sungai dan banyaknya material piroklastik yang tertimbun di alur sungai. Luapan lahar dapat menimbulkan potensi bahaya pada daerah di sepanjang sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi, salah satunya adalah Sungai Gendol. Luapan aliran lahar pada masing-masing sungai memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung pada karakteristik material piroklastik yang tertimbun, sebaran spasial hujan, morfologi tebing sungai dan kondisi alur sungai. Luasan luapan lahar paling luas terdapat di Kali Gendol-Opak (3.583 km 2 ) dan Kali Putih (3.381 km 2 ). Menurut Kelman dan Mather (2008 dalam Jazaul, 2010), ada 3 (tiga) pilihan dalam menghadapi masalah sedimen. Pertama, tidak melakukan apapun dan tidak ada manajemen sedimen sehingga akan memberikan dampak negatif bagi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan di daerah bencana. Kedua, dibuat bangunan sabo untuk mengurangi dampak negatif dari debit sedimen yang berlebih. Ketiga, hidup dengan bencana.

7 Menurut Jazaul Ikhsan (2010) diperlukkan langkah untuk mengevaluasi manajemen sedimen, antara lain: 1. Mengendalikan penambangan pasir. Hal ini dapat meminimalisir biaya dari fasilitas pembangunan sabo dam dan meningkatkan kapasitasnya. 2. Stabilisasi sungai. Hal ini perlu dilakukan sebagai penanggulangan degradasi dasar sungai hilir. Adapun upaya dalam menanggulangi dampak dari bencana sedimen dengan menggunakan teknologi bangunan sabo. Kata Sabo berasal dari bahasa Jepang, yaitu sa yang berarti pasir dan bo yang berarti pengendalian. Bangunan sabo awalnya dibangun dengan tujuan menanggulangi bencana sedimen akibat aliran debris dari letusan gunung berapi. Namun dalam perkembangannya, bangunan ini memiliki beberapa manfaat seperti pengendalian daya rusak air, penanggulangan bahaya erosi, konservasi SDA, pelestarian lingkungan, pengambilan air, PLTM, penyebrangan dan jembatan. Cahyono (2000) mengatakan bahwa apabila ditinjau dari mekanisme pengendalian aliran debris sedimen/lahar, sabo dam dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe, sebagaimana dikemukakan Gambar 2.2 Sabo dam tipe tertutup akan segara dipenuhi sedimen, sekalipun terjadi banjir aliran debris sedimen/lahar yang kecil. Sehingga saat terjadi banjir aliran debris sedimen/lahar yang besar dimana sangat membahayakan dan merusak kemampuan sabo dan mengurangi volume sedimen sudah sangat terbatas. Sabo dam tipe terbuka dapat dibedakan menjadi tipe saluran dan tipe kisi-kisi. Tipe saluran dapat dibedakan menjadi tipe lubang dan tibang slit. Sabo dam tipe terbuka dengan kisi-kisi yang terbuat dari pipa-pipa baja belum pernah dibuat di Indonesia karena harganya relatif mahal.

8 Sumber : http://repository.umy.ac.id Gambar 2.2 Tipe sabo dam tertutup Sumber : https://titisharyani.files.wordpress.com Gambar 2.3 Tipe sabo dam terbuka (lubang)

9 Sumber : http://slamet-nusakambangan.blogspot.co.id Gambar 2.4 Tipe sabo dam terbuka (slit) Mananoma, et al (2006) dalam penelitiannya mengenai Prediksi Kapasitas Tampung Sedimen Kali Gendol Terhadap Material Erupsi Gunung Merapi 2006 mengatakan bahwa secara umum fenomena erupsi yang terjadi pada tahun 2006 masih memiliki pola yang sama dengan erupsi yang terdahulu yaitu : semburan awan panas, luncuran lava pijar, serta guguran material. Namun demikian pada Sabo dam tipe tertutup Sabo dam tipe terbuka (slit) Sabo dam tipe terbuka (lubang) fase erupsi di tahun 2006 dengan periode yang relatif panjang yaitu ditandai oleh status awas sejak April hingga Juli 2006, terjadi beberapa fenomena spesifik yaitu terbentuknya kubah lava (lava dome) baru dengan perkiraan volume lebih dari 4,5 juta m3. Demikian juga dengan runtuhnya kubah lama Geger Boyo pada fase erupsi kali ini memberikan peluang bagi timbunan kubah baru untuk meluncur turun menuju hulu kali Gendol. Teknik penanggulangan secara struktural yang telah diterapkan selama ini berupa sistem pengendalian sedimen melalui bangunan sabo yaitu bangunan pengendali sedimen yang dimaksudkan untuk menahan dan mengendalikan laju aliran sedimen ke arah hilir sehingga dengan demikian dapat mengurangi besarnya daya rusak yang ditimbulkan. Sebagai salah satu sungai yang berhulu di kaki gunung Merapi, kali Gendol adalah anak sungai Kali Opak dimana Kali Gendol mengalir ke arah tenggara dengan panjang sungai 22 km, serta luas DAS 14,60 km 2. Hal ini dikaji untuk

10 mendapatkan estimasi mendasar dan akurat terhadap kapasitas tampung sedimen di alur sungai, sehubungan dengan timbunan material piroklastik di puncak gunung Merapi yang potensial meluncur turun menjadi bencana sedimen. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu langkah awal maupun sebagai landasan dalam upaya mengembangkan suatu sistem atau metode pengelolaan maupun pengendalian daya rusak air berupa bencana sedimen pada alur sungai di kawasan gunung berapi yang masih aktif secara komprehensif, terpadu dan berwawasan lingkungan. Kapasitas bangunan sabo adalah kemampuan bangunan tersebut untuk menampung dan mengendalikan sedimen tanpa menimbulkan kerusakan dan bencana dalam suatu daerah perencanaan. Kapasitas bangunan sabo dihitung dengan mempertimbangkan parameter-parameter, antara lain: lebar sungai, tinggi rencana bangunan sabo, kemiringan dasar sungai (I d ), panjang endapan sedimen dan jarak antar bangunan (Ali Rahmat et al., 2008). Cahyono (2000) mengatakan bahwa volume tampungan sabo dam dibagi menjadi dua macam yaitu tampungan mati (dead storage), tampungan total. Terdapat pula tampungan kontrol (volume control), yaitu tampungan yang berubah menurut musim, dimana saat musim kemarau sedimen terendap di atas tampungan mati kemudian saat musim hujan tampungan tersebut terbawa arus banjir. Kapasitas sabo dam dihitung dengan menggunakan rumus: 1. Tampungan mati/tetap: Va... (2.1) 2. Tampungan kontrol: Vb... (2.2) Dengan: Va : Tampungan mati/tetap (m 3 ) Vb : Tampungan kontrol (m 3 ) i : Kemiringan dasar sungai h : Tinggi efektif dam (m) B : Lebar efektif dam (m)