VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB.

dokumen-dokumen yang mirip
Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

BAGAIMANA MEMPREDIKSI KARST. Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

05/1729/PS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Arie Purwanto

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012)

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN

Naskah publikasi skripsi-s1 Hendy Fatchurohman (belum diterbitkan)

LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH PENELITIAN UNTUK MAHASISWA PROGRAM DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2009

Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

Citation: Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst Journal, Vol 1. No.1,April 2003 AGRESIVITAS AIRTANAH KARST SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN, GUNUNG SEWU

Perhitungan Konstanta Resesi Akuifer Karst Sepanjang Aliran Sungai Bribin, Gunung Sewu

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

Citation: Gunung Sewu Indonesian Cave and Karst Journal (Vol. 2. No.2, Nov 2006)

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

BAB I PENDAHULUAN + 2HCO 3. (1)

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

Model Tingkat Perkembangan Pelorongan Akuifer Karst Untuk Identifikasi Kapasitas Penyerapan Karbon Sebagai Antisipasi Bencana Pemanasan Iklim Global

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN OLEH DOSEN DAN LABORATORIUM FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Pentingnya Monitoring Parameter-Parameter Hidrograf Dalam Pengelolaan Airtanah di Daerah Karst

Pemisahan aliran dasar bagian hulu Sungai Bribin pada aliran Gua Gilap, di Karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

Oleh: Tjahyo Nugroho Adji 2 (Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi UGM)

Karakteristik Sistem Hidrogeologi Karst Berdasarkan Analisis Hidrokimia Di Teluk Mayalibit, Raja Ampat

Citation: PIT IGI ke-17, UNY, Jogjakarta, 15 Nov 2014

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

Serial:Powerpoint Presentasi: MENGENAL KAWASAN KARST, CIRI-CIRI DAN TINDAKAN PREVENTIV SEDERHANA UNTUK PELESTARIANNYA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahun Penelitian 2005

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serial Powerpoint Presentasi

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

KONFLIK ANTARA PEMANFAATAN BATUGAMPING DAN KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DAS BRIBIN DI WILAYAH KARST GUNUNG SEWU

ANALISIS HIDROKIMIA UNTUK INTERPRETASI SISTEM HIDROGEOLOGI DAERAH KARS

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG)

Materi kuliah dapat didownload di

STATISTIKA. Tabel dan Grafik

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

Menentukan Derajat Karstifikasi

Serial: Powerpoint Presentasi KARTS SYSTEMS, CHARACTERISTICS, DEVELOPMENT, PROBLEMS AND CHARACTERIZATION

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini

METODE-METODE IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH TANGKAPAN AIR SUNGAI BAWAH TANAH DAN MATAAIR KAWASAN KARST: SUATU TINJAUAN

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Magister Pengelolaan Air dan Air Limbah Universitas Gadjah Mada. 18-Aug-17. Statistika Teknik.

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EKOLOGI LINGKUNGAN KAWASAN KARST INDONESIA Menjaga Asa Kelestarian Kawasan Karst Indonesia

Serial Powerpoint Presentasi: Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) akuifer Karst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

I. PENGANTAR. kondisi lahan yang berbatu, kurang subur dan sering mengalami kekurangan air.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teknik Pengolahan Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

PENGERTIAN HIDROLOGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

7. PERUBAHAN PRODUKSI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemisahan Aliran Dasar Bagian Hulu Sungai Bribin pada Aliran Gua Gilap, di Kars Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta

BULETIN ILMIAH GEOGRAFI LINGKUNGAN INDONESIA Edisi 1, Vol. 1, Tahun 2017, Nomor DOI /OSF.IO/FZRKP Tautan unduh:

Kata Kunci : Waduk Diponegoro, Rekayasa Nilai.

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Transkripsi:

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB. GUNUNG KIDUL, DIY TJAHYO NUGROHO ADJI 05/1729/PS

OUTLINE PRESENTASI 1. Pendahuluan Latar belakang, masalah, tujuan, review lokasi 2. Hipotesis 3. Metodologi 4. Hasil (secara singkat) Sifat aliran akuifer karst, hidrogeokimia, agresivitas dan perilaku SKD 5. Temuan-temuan 6. Kesimpulan

LATAR BELAKANG Dimanfaatkannya sumber air Bribin (800 2000 lt/dt) sebagai sumber air utama di Kab. Gunung Kidul-Proyek IWRM Karsruhe-Germany dan adanya pertanyaan tentang keberlangsungan debit alirannya; Belum adanya kajian tentang sifat dan variasi aliran dari kuifer karst yang bertanggungjawab thd. fluktuasi debit SBT Bribin; Belum ada kajian tentang variasi hidrogeokimia yang secara teori berhubungan langsung dengan sifat dan variasi aliran SBT Bribin; Minimnya kajian perilaku proses pelarutan pada Karst Dynamic Sytem (KDS) di karst tropis.

PERTANYAAN 2 1. Bagaimanakah variasi spasial dan temporal sifat aliran SBT Bribin yang tercermin dari pelepasan aliran akuifer karst dan persentase aliran dasar (PAD) di SBT Bribin sepanjang tahun? 2. Bagaimanakah variasi spasial dan temporal kondisi hidrogeokimia di SBT Bribin dan bagaimanakah hubungannya dengan sifat alirannya sepanjang tahun? 3. Bagaimanakah karakteristik SKD di SBT Bribin yang didekati dengan tingkat agresivitas untuk melarutkan batuan gamping dan bagaimanakah hubungannya dengan perilaku parameter SKD sepanjang tahun?

TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui variasi spasial dan temporal karakteristik dan persentase aliran dasar (PAD) di SBT Bribin 2. Mengetahui variasi spasial dan temporal kondisi hidrogeokimia di SBT Bribin dan mencari hubungannya dengan sifat alirannya 3. Mengkarakterisasi SKD di SBT Bribin yang didekati dengan paramater tingkat agresivitas air terhadap batuan gamping dan hubungannya dengan kondisi parameter SKD di SBT Bribin sepanjang tahun

DILIHAT DARI UDARA

DILIHAT DI PERMUKAAN

DAERAH TANGKAPAN HUJAN

HIPOTESIS 1. Persentase Aliran Dasar (PAD) pada musim kemarau semakin besar ke arah hilir, sementara pada saat musim hujan (kejadian banjir), besarnya PAD tergantung dari sifat pelepasan komponen aliran oleh akuifer karst 2. Pada musim kemarau, hubungan PAD dan hidrogeokimia cenderung lebih kuat pada gua di bagian hilir, sementara pada musim penghujan hubungannya bervariasi tergantung dari kejadian banjir melalui pelorongan conduit 3. Pada musim kemarau, agresivitas airtanah karst untuk melarutkan batuan gamping semakin kecil ke arah hilir karena PADnya semakin besar, sementara pada saat musim hujan bervariasi tergantung dari kejadian banjir melalui pelorongan conduit

METODOLOGI Karena keunikan sifat akuifer serta komponen alirannya, (ANISOTROPIS) maka penelitian ini tidak menggunakan metode penelitian yang bersifat DEDUKTIF (mengunakan distribusi sifat permukaan untuk mengkarakterisasi kondisi bawah permukaan); Menggunakan pendekatan INDUKTIF, yaitu dengan sifat penelitian QUASI-EXPERIMENTAL RESEARCH (Dane, 1990), dengan banyak data dari lapangan dan bukan semata-mata CONCEPTUAL RISET (menggabungkan teori-teori untuk menarik kesimpulan); Cenderung menggunakan sifat penelitian dengan metode survei induktif pada sungai bawah tanah, dengan FIELD-SURVEY RESEARCH, yaitu metode TIME SERIES DESIGN OF QUASI- EXPERIMENTAL RESEARCH, karena waktu penelitian 1 tahun

SISTEM SBT- DTA BRIBIN Sinkhole PENTUNG S. P e n t o e n g L. JOMBLANGAN Kec. Ponjong G. GILAP Kec. Semanu G. NGRENENG (bocoran) L. JOMBLANGBANYU 15 km L. JURANGJERO Ke- BARON G. BRIBIN = water level logger = sts. hujan otomatik

HASIL PENELITIAN-1 (FAKTA-FAKTA TERKAIT SIFAT ALIRAN) Dari hulu ke hilir sepanjang SBT Bribin dijumpai perbedaan karakteristik akuifer karst dalam melepaskan komponen alirannya (diffuse, fissure, conduit) secara spasial dan temporal Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan karakteristik persentase aliran dasar (PAD) secara spasial dan temporal

400 Rating Curve Gua Gilap debit (lt/dt) 300 200 y = 7.9129e 2.7173x R 2 = 0.9676 100 0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 tinggi muka air (m) 2000 Rating Curve Gua Bribin Stage discharge rating curve debit (lt/dt) 1500 1000 y = 1204.5x 1.0103 R 2 = 0.9712 500 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 tinggi muka air (m) 600 Rating Curve Gua Ngreneng debit (lt/dt) 450 300 y = 49.164e 1.3434x R 2 = 0.8766 150 0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 tinggi muka air (m)

400 Gua Gilap debit minimum 3 lt/dt debit maksimum 380,5 lt/dt 41 kali kejadian banjir Debit (lt/dt) 300 200 100 0 1/5/06 10/6/06 20/7/06 29/8/06 8/10/06 17/11/06 27/12/06 5/2/07 17/3/07 26/4/07 2750 Gua Bribin 2500 debit minimum 1630 lt/dt debit maksimum 2520 liter/dt 58 kali kejadian banjir debit (lt/dt) 2250 2000 1750 1500 1/5/06 10/6/06 20/7/06 29/8/06 8/10/06 17/11/06 27/12/06 5/2/07 17/3/07 26/4/07 2000 Gua Ngreneng debit minimum 60 lt/dt debit maksimum 1905,3 lt/dt 62 kali kejadian banjir debit (lt/dt) 1600 1200 800 400 0 1/5/06 10/6/06 20/7/06 29/8/06 8/10/06 17/11/06 27/12/06 5/2/07 17/3/07 26/4/07

Kondisi pelepasan aliran oleh akuifer karst Nama gua Kc Ki Kb Tp (jam) Tb (jam) Gilap 0,14 0,88 0,39 0,92 0,94-0,99 1,5 5 6 192 (rerata=0,463) (rerata=0,767) (rerata=0,994) (rerata=3,03) (rerata=36,7) Bribin 0,15 0,73 0,31 0,95 0,98-0,99 2 13 5 192 (rerata=0,576) (rerata=0,822) (rerata=0,998) (rerata=6,35) (rerata=36,3) Ngreneng 0,19 0,75 0,74 0,97 0,98-0,99 2,5 7,5 9 240 (rerata=0,333) (rerata=0,876) (rerata=0,997) (rerata=4,94) (rerata=52,8)

Kondisi pelepasan air oleh akuifer di Gilap (hulu) PARAMATER HIDROGRAF SUNGAI BAWAH TANAH PERBANDINGAN KARAKTERISTIK K b = 0,996 > Ngreneng < Bribin akuifer melepaskan aliran diffuse lebih cepat daripada G. Bribin tapi lebih lambat daripada G. Ngreneng fungsi retakan kecil (diffuse) masih lebih baik dari G. Ngreneng K i = 0,767 < Ngreneng < Bribin simpanan air pada retakan berukuran menengah (fissure) paling cepat dilepaskan dibanding di G. Bribin dan Ngreneng K c = 0,463 Gilap -hulu > Ngreneng > Bribin simpanan air pada retakan berukuran besar (conduit) paling lama dilepas oleh akuifer luasan daerah tangkapannya paling kecil dibanding G. Bribin dan Ngreneng T p = 3,03 jam < Ngreneng < Bribin jarak tangkapan hujan paling dekat karena berada di bagian hulu T b = 36,7 jam > Ngreneng > Bribin simpanan diffuse lama dilepas oleh akuifer retakan conduit belum berkembang sebaik G. Bribin dan Ngreneng

Kondisi pelepasan air oleh akuifer di Bribin (hilir) K b = 0,998 > Ngreneng > Gilap potensi simpanan diffuse paling baik karena paling lama dilepas oleh akuifer debit masih besar di musim kemarau K i = 0,825 < Ngreneng > Gilap simpanan pada retakan fissure relatif paling baik (hampir sama dengan di Ngreneng K c = 0,332 Bribin hilir Sungai utama < Ngreneng < Gilap Walaupun ketika banjir debit aliran besar, karena dominasi aliran dasar yang stabil, maka nilainya lebih kecil dari dua gua yang lain T p = 5,5 jam > Ngreneng > Gilap luas tangkapan hujan paling besar T b = 36,3 jam > Ngreneng < Gilap komponen aliran conduit dan diffuse sama-sama dominan pada saat banjir simpanan diffuse lama dilepas oleh akuifer

Kondisi pelepasan air oleh akuifer di Ngreneng (bocoran) K b = 0,992 < Gilap < Bribin akuifer melepaskan komponen aliran diffuse paling cepat dibanding G. Gilap dan Bribin K i = 0,877 > Gilap > Bribin simpanan pada retakan fissure paling lama dilepas oleh akuifer K c = 0,333 Ngrenengbocoran < Gilap > Bribin mulut gua merupakan point recharge aliran permukaan saat hujan merupakan bocoran dari S. Bribin sehingga nilainya hampir identik T p = 4,5 jam > Gilap < Bribin Bisa diasumsikan nilainya identik dengan di Bribin, tetapi ternyata ada pengaruhdari komponen aliran langsung ke mulut gua pada saat kejadian hujan, atau dari sumber lain, sehingga air di gua ini bukan sematamata dari bocoran Bribin T b = 16,8 jam < Gilap < Bribin simpanan aliran dasar paling cepat dilepas oleh akuifer retakan conduit kemungkinan sudah dominan

400 Gua Gilap debit (lt/dt) 300 200 Debit total Aliran dasar (diffuse) 100 0 1/5/06 15/6/06 30/7/06 13/9/06 28/10/06 12/12/06 26/1/07 12/3/07 26/4/07 2750 Gua Bribin Pemisahan aliran dasar dengan model digital filtering debit (lt/dt) 2500 Debit total 2250 Aliran dasar (diffuse) 2000 1750 1500 1/5/06 31/5/06 30/6/06 30/7/06 29/8/06 28/9/06 28/10/06 27/11/06 27/12/06 26/1/07 25/2/07 27/3/07 26/4/07 2000 Gua Ngreneng 1600 1200 debit total aliran dasar (diffuse) debit (lt/dt) 800 400 0 1/5/06 31/5/06 30/6/06 30/7/06 29/8/06 28/9/06 28/10/06 27/11/06 27/12/06 26/1/07 25/2/07 27/3/07 26/4/07

Persentase Aliran Dasar (PAD) bulanan 100 95 Aliran dasar (%) 90 85 Ngreneng Bribin Gilap 80 75 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Gilap dan Bribin = meningkat perlahan-lahan ke akhir musim kemarau, dan turun berfluktuasi pada musim hujan Ngreneng = justru meningkat pada musim hujan (dominasi conduit flow hanya pada saat banjir-sinkhole- dan karena K c dan T b kecil ) Kearah hilir PAD semakin tinggi (Gilap<Bribin), kecuali Ngreneng karena kondisi geomorfologis-nya Adanya anomali fluktuasi (Gilap-Februari), terpengaruh karakteristik hujan di daerah hulu

Persentase aliran dasar (PAD) saat kejadian banjir No Waktu banjir Gua Gilap Rasio (%) Waktu banjir Gua Bribin Rasio (%) Waktu banjir Gua Ngreneng Rasio (%) 1 13/12/06 45,08 6/12/06 22:30 98,38 13/12/06 19:30 41,43 2 22/12/06 55,52 7/12/06 23:00 99,02 15/12/06 18:30 44,68 3 31/12/06 57,75 13/12/06 19:30 86,16 18/12/06 13:30 50,85 4 16/2/07 57,25 29/12/06 0:30 77,72 20/12/06 18:30 43,88 5 24/2/07 51,25 30/12/06 17:00 82,69 22/12/06 20:30 44,68 6 26/2/07 58,55 16/2/07 18:00 92,29 5/2/07 17:00 45,68 7 6/3/07 79,91 22/2/07 21:00 81,81 19/2/07 20:30 40,79 8 9/3/07 78,18 23/2/07 20:00 84,51 20/2/07 20:00 59,77 9 14/3/07 78,92 28/2/07 1:30 89,91 10 19/3/07 72,75 7/3/07 5:00 99,05 11 21/3/07 77,20 7/4/07 22:00 95,50 12 23/3/07 50,88 27/4/07 20:00 97,25 13 7/4/07 70,33 14 10/4/07 62,94 15 11/4/07 76,30 16 16/4/07 73,80 Rerata 65,41 90,36 46,47

Karakteristik proporsi aliran dasar per kejadian banjir 1. Gua Ngreneng memiliki komposisi aliran dasar yang paling sedikit (46,5 %). Penambahan aliran dasar (diffuse) saat banjir jauh lebih sedikit dibawah penambahan aliran langsung (conduit), karena fungsi morfologinya sbg. Sinkhole. Selain itu komponen air di Ngreneng tidak mungkin hanya datang dari bocoran Bribin, tetapi ada dari tempat lain karena sifat proporsi dan resesinya yang berbeda dengan di Bribin; 2. Gua Bribin memiliki rerata jumlah aliran dasar yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan proporsi bulanannya. Hal ini mengindikasikan dominasi aliran dasar di Gua Bribin yang sangat baik, meskipun total aliran conduit di Bribin jumlahnya juga banyak; 3. Gua Gilap memiliki rerata nilai sebesar 65,41%, lebih kecil dibanding rasio bulanannya tetapi lebih signifikan (besar) dibanding di Gua Ngreneng. Pola retakan conduit di G. Gilap belum begitu berkembang jika dibandingkan dengan yang dijumpai di Ngreneng.

HASIL PENELITIAN-2 (FAKTA-FAKTA HIDROGEOKIMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN SIFAT ALIRAN) Sepanjang SBT Bribin, terdapat perbedaan kondisi hidrogeokimia yang terlihat secara spasial, dan adanya perbedaan yang berkaitan dengan perbedaan musim (temporal). Selain itu, kondisi dan proses hidrogeokimia yang bertanggungjawab terhadap kondisi hidrogeokimia SBT berkorelasi dengan sifat alirannya, terutama parameter persentase aliran dasar (PAD).

HCO₃ (ppm) 310 290 Pentung Gilap Ngreneng Pentung 270 Bribin 250 Ngreneng 230 Gilap 210 Bribin 190 170 150 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persentase Aliran Dasar (%) Musim : Kemarau KORELASI PAD - BIKARBONAT SAAT KEMARAU

Ca²+ (ppm) 120 110 Pentung Gilap Bribin 100 Bribin 90 Ngreneng 80 Ngreneng 70 Gilap 60 50 40 Pentung 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 PAD (%) Musim : Kemarau

HIDROGEOKIMIA MUSIM KEMARAU LOKASI POSISI PROSES HIDROGEOKIMIA KETERANGAN S. Pentung Inlet hulu Water-rock interaction bukan dengan batuan karbonat Korelasi dengan bikarbonat tinggi karena terdapat mineral sumber karbonat pada akufer vulkanik (karbonat juga bisa berasal dari non-karst) G. Gilap Hulu tengah Water-rock interaction dengan batuan karbonat dengan time residence cukup singkat Daerah hulu, aliran dasarnya waktunya lebih singkat kontak dengan batuan. Nilai Kb rendah, pasokan fissure cukup besar G. Bribin Hilir Water-rock interaction dengan batuan karbonat dengan time residence lama Nilai Kb tinggi G. Ngreneng bocoran Water-rock interaction dengan batuan karbonat dengan time residence lama dan sebagian komponennya berasal dari Gua Bribin Lokasi berdekatan, time residence aliran dasar lebih lama

Korelasi menurun drastis, bahkan Penurunan korelasi karena proses dillution by precipitation seiring dengan banyaknya pasokan air hujan ke sungai bawah tanah G. Ngreneng memiliki korelasi negatif baik untuk kalsium dan bikarbonat (PAD naik saat aliran dasar turun), karena posisinya sebagai sinkhole suatu karst depression yang selalu menerima air hujan S. Pentung korelasinya negatif untuk kalsium sementara positif (sangat kecil) pada bikarbonat, hal ini karena menerima air dari akuifer non-karstik HCO₃ (ppm) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pentung Gilap Bribin Gilap Bribin Pentung 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persentasei Aliran Dasar (%) Musim : Hujan KORELASI PAD - BIKARBONAT SAAT HUJAN

G. Gilap korelasinya masih mirip ketika musim kemarau, dimungkinkan karena (1) posisinya masih agak ke hulu, sehingga proses water-rock interaction belum sekuat gua-gua di hilir shg. beda conduit dan fissure-diffuse belum setegas gua-gua di hilir Ca²+ (ppm) 140 120 100 80 60 40 Gilap Bribin Ngreneng Gilap Bribin Selain itu pasokan fissure flow (K i =0,877) lebih kuat dibanding gua-gua yang lain, dan pasokan conduit flow nilai K c -nya stabil, shg. korelasinya tidak turun terlalu jauh 20 0 Ngreneng 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 PAD (%) Musim : Hujan Selain itu G. Gilap mempunyai PAD rerata musim hujan lebih tinggi sekitar 20% dibandingkan G. Ngreneng yang korelasinya negatif KORELASI KORELASI PAD PAD - BIKARBONAT - KALSIUM SAAT SAAT HUJAN HUJAN

HIDROGEOKIMIA MUSIM HUJAN LOKASI POSISI PROSES HIDROGEOKIMIA KETERANGAN S. Pentung Inlet hulu Mixing antara proses water-rock interaction akuifer non karbonat dan aliran langsung dari hujan. Aliran langsung lebih cepat dibanding sungai bawah tanah (Tb=kecil). Sifat akuifer non-karst yang membuat ion kalsium dan bikarbonat tidak dominan. G. Gilap Hulu Kuatnya komponen fissure yang cukup stabil (Ki=cukupan), kenaikan aliran conduit tidak terlalu fluktuatif ketika terjadi banjir, (Kc besar). Proses waterrock interaction paling kuat dibanding gua-gua lain Gua Gilap posisinya agak ke hulu, beda antara fissure, diffuse dan conduit tidak terlalu tegas, karena singkatnya time of residence dari diffuse flow. Selain itu akuifer G. Gilap lebih lambat melepas conduit dibanding gua-gua lain. G. Bribin Hilir Kejadian banjir membawa aliran conduit,sehingga terjadi proses dillution by precipitation Beda komposisi diffuse flow dan conduit flow yang tegas karena posisinya di hilir G. Ngreneng Hilir Pasokan conduit yang sering terjadi dan nilai Kc yang kecil,,sehingga terjadi proses dillution by precipitation yang dominan Morfologi gua sebagai sinkhole sehingga setiap kejadian hujan akan memasok aliran conduit ke sungai bawah tanah

HIDROGEOKIMIA MUSIM KEMARAU (1) Terdapat hubungan yang kuat antara persentase aliran dasar (PAD) atau besar kecilnya diffuse flow dalam air dengan besar kecilnya unsur terlarut dominan dalam air (hidrogeokimia); (2) Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai korelasi antara DHL dan unsur-unsur terlarut yang mengindikasinya kuatnya proses water-rock interaction; (3) Tingginya korelasi antara PAD dan unsur-unsur terlarut; (4) Besar kecilnya nilai korelasi saat musim kemarau juga dipengaruhi oleh posisi spasialnya pada daerah tangkapan hujan S. Bribin, posisinya di hilir, hulu, atau sebagai bocoran, atau bahkan kedudukannya sebagai sungai permukaan atau sungai bawah tanah; (5) Besar kecilnya variasi nilai konstanta resesi aliran baik itu aliran dasar-diffuse (Kb), aliran antarafissure (Ki), serta aliran langsung-conduit (Kc), juga berpengaruh; HIDROGEOKIMIA MUSIM HUJAN (1) Proses hidrogeokimia bergeser dari proses water-rock interaction ke arah dilution by precipitation karena besarnya pasokan air hujan maupun hujan yang tertinggal pada sungai bawah tanah; (2) Ditandai dengan turunnya nilai korelasi antara PAD dan unsur-unsur dominan terlarut serta DHL dan unsur-unsur dominan terlarut; (3) Hal lain yang berpengaruh terhadap hidrogeokimia sungai bawah tanah saat hujan adalah perbedaan posisi spasial dan karakteristik aliran seperti yang terjadi saat kemarau; (4) Proses dilution by precipitation ditandai dengan masuknya gas CO 2 dalam air yang berpengaruh terhadap besar kecilnya intensitas pelarutan dalam air.

HASIL PENELITIAN-3 (FAKTA-FAKTA AGRESIVITAS DAN PERILAKU SKD) KEMARAU-DI HULU, agresivitas sebagian besar berada pada kondisi JENUH (SUPERSATURATED) pada air tetesan maupun air SBT, dengan sedikit perbedaan pada nilai SI kalsit. Ciri-ciri : PH TINGGI, KECILNYA LOG PCO 2, dan KALSIUM TERLARUT TINGGI. SI kalsit yang tinggi berkorelasi kuat dengan (a)minimnya pasokan gas karbondioksida dari lorong (closed system), karena gas CO 2 sudah dimanfaatkan untuk proses pelarutan, (b) nilai ph dan, (c) kalsium terlarut yang tinggi. Proses dominan adalah WATER-ROCK INTERACTION - PENGENDAPAN MINERAL KALSIT, sehingga ornamen bawah permukaan terbentuk intensif; KEMARAU-DI HILIR, cenderung AGRESIV (UNDERSATURATED). Berbeda dengan yang ditemukan di HULU, nilai ph tetap rendah sepanjang musim kemarau dengan fluktuasi yang relatif stabil. Nilai log PCO 2 jauh lebih tinggi dari HULU yang mengindikasikan adanya sistem pelorongan yang TERBUKA (OPEN SYSTEM). Akibatnya, proses yang dominan adalah PELARUTAN MINERAL KALSIT yang dicirikan dengan lebarnya lorong SBT serta minimnya ornamen bawah permukaan karst; HUJAN-DI HULU & HILIR, dominan proses PENGENCERAN OLEH AIR HUJAN (DILUTION BY PRECIPITATION), maka agresivitas air baik di hulu maupun di hilir mengalami penurunan menuju kondisi TAK JENUH (UNDERSATURATED) yang mengakibatkan dominasi PROSES PELARUTAN DAN PELEBARAN LORONG. Demikian juga yang dialami oleh paramaterparameter SKD lain berupa: (a) naiknya pasokan gas CO 2 dari conduit flow, (b) turunnya ph dan (c) turunnya kalsium terlarut. Kondisi agresivitas di hilir tetap LEBIH TINGGI dibandingkan dengan di hulu.

HULU HILIR

Lokasi Posisi Musim kemarau Kriteria Musim hujan Kriteria S. Pentung Masukan -0,01 s/d 1,13 Hampir jenuh s/d sangat jenuh 0,18 s/d -0,61 Jenuh s/d agresiv L. Jomblangan Hulu -0,43 s/d 0,63 Sangat agresiv s/d jenuh 0,06 s/d -1,04 Agak jenuh s/d agresiv G. Gilap Tengahhulu -0,15 s/d 1,18 Agresiv s/d sangat jenuh -0,51 s/d -1,21 Agresif s/d sangat agresiv G. Ngreneng Bocoranhilir -0,22 s/d 0,05 Agresiv s/d agak jenuh -0,96 s/d -0,99 Sangat agresiv G.Bribin Hilir -0,93 s/d 0,29 Agresiv s/d agak jenuh -0,12 s/d -1,01 Agresif s/d sangat agresiv

Kemarau Komponen SKD Air hujan Daerah Hulu (Gua Gilap) Air tetesan SBT Air hujan Daerah Hilir (Gua Bribin) Air tetesan SBT ph 6,29 6,55 8,29 8,57 7,06 8,42 6,29 6,55 7,06 7,72 6,96 7,39 Log P CO2-1,59-1,87-3,03-3,31-1,71-3,09-1,59-1,87-1,88-2,47-1,53-2.13 SI kalsit -1,77-2,14 0,56 1,25-0,15 1,18-1,77-2,14-0,52 0,29-0,83 0,26 Ca 2+ (mg/lt) 14,3 18,8 62,6 80,0 50,56 68,08 14,3 18,8 45,1 92,7 86,13 110,3 HCO 3- (mg/lt) 43,3 53,1 183 248 178 265 43,3 53,1 164 347 242 278 Hujan Komponen SKD Air hujan Daerah Hulu (Gua Gilap) Air tetesan SBT Air hujan Daerah Hilir (Gua Bribin) Air tetesan SBT ph 6,29 6,55 6,67 7,22 6,52 7,12 6,29 6,55 6,93 7,18 6,46 7,03 Log P CO2-1,59-1,87-1,37-2,00-1,47-1,95-1,59-1,87-1,65-1,98-1,19-1,79 SI kalsit -1,77-2,14-0,17-1,10-0,51-1,31-1,77-2,14-0,65-0,79-0,12-1,79 Ca 2+ (mg/lt) 14,3 18,8 12,0 57,5 31,8 42,7 14,3 18,8 15,6 41,3 67,7 134,4 HCO 3- (mg/lt) 43,3 53,1 111 187 110 154 43,3 53,1 148 192 149 300

TEMUAN 2 TERKAIT SIFAT ALIRAN AQUIFER Gua Bribin (hilir), pelepasan komponen aliran diffusenya paling lambat, sehingga PADnya paling stabil pada musim kemarau (hipotesis 1 terbukti). Akuifer yang mengimbuh Gua Bribin adalah tipe diffuse flow karst aquifer; Ciri-ciri oleh White (1988): tidak begitu terpengaruh oleh aktivitas pelarutan dan memiliki debit aliran yang fluktuasinya tidak terlalu besar; Teori ini tidak tepat jika diaplikasikan pada saat kejadian banjir (musim hujan), karena respon thd. hujan cepat dan fluktuasi debit besar, mengindikasikan banyak sinkhole yang berhubungan dengan SBT, sehingga lebih mendekati teori oleh Smart dan Hobbes (1996);

TEMUAN 2 TERKAIT SIFAT ALIRAN AQUIFER Penyelesaian dua kontradiksi teori ini dapat dirujuk pada teori oleh Perrin (2003), dimana saat banjir komponen aliran yang aktif mengimbuh SBT dapat bermacammacam, termasuk juga yang kemudian disebutkan oleh White (2004); Temuan: akuifer yang mengimbuh Gua Bribin bertipe mixed aquifer antara diffuse dan conduit, sesuai penamaan oleh Domenico dan Schwartz (1990) dan Gillieson (1996), dengan ciri-ciri di Gua Bribin: PAD tetap besar sepanjang tahun, banjir puncak yang sangat besar, tetapi mayoritas pelorongan diffuse belum berkembang menjadi conduit.

TEMUAN 2 TERKAIT SIFAT ALIRAN AQUIFER Secara spasial, Gua Gilap dan Gua Ngreneng mempunyai fluktuasi cukup besar antara PAD musim kemarau dan PAD musim hujan Tipenya akuifernya juga mixed, meskipun dominasi pelorongan diffuse lebih kecil dari yang dimiliki oleh SBT di Gua Bribin Akuifer pengimbuh SBT sudah lebih berkembang kearah fissure di Gua Gilap dan conduit di Gua Ngreneng

Merujuk teori: Tiga Sub-Sistem Bertingkat yang Menghasilkan Perbedaan Hidrograf Aliran pada Mataair Karst oleh Smart dan Hobbes (1986)

TEMUAN 2 TERKAIT HUBUNGAN HIDROGEOKIMIA-ALIRAN Gua Bribin yang PADnya paling stabil mempunyai hubungan paling kuat dengan hidrogeokimia saat musim kemarau, proses water-rock interaction dominan; cocok dengan hipotesis 2 Memperkuat argumen yang diungkapkan oeh Raeisi et al. (1993) dan melemahkan hasil berkebalikan yang dipublikasikan oleh Scanlon dan Thraikill (1987); Memperkuat teori-teori dasar hidrogeokimia karst yang diungkapkan oleh diantaranya Balakowics (1997), Shuster dan White (1971), dan Atkinson (1977a); Dari aspek hidrogeokimia membuktikan akuifer yang mengimbuh Gua Bribin saat musim kemarau dikontrol oleh diffuse aquifer (tujuan#1) cocok dengan yang diungkapkan oleh Raeisi dan Karami (1997) Secara spasial hal ini tidak dialami sepenuhnya oleh Gua Ngreneng maupun Gua Gilap karena hubungan antara PAD dan unsur dominan terlarut lebih lemah dibanding Gua Bribin, karena kurangnya dominasi aliran diffuse.

TEMUAN 2 TERKAIT HUBUNGAN HIDROGEOKIMIA-ALIRAN Pada periode banjir, banyaknya komponen aliran yang mengimbuh Gua Bribin menurunkan hubungan PADhidrogeokimia, meskipun penurunannya tidak sedrastis seperti pada Liu et al. (2000a) dan Liu et al. (2004b); Tingkat water-rock interaction turun, indikasi jenis pelorongan conduit juga berkembang di Gua Bribin, shg. responnya dikontrol oleh beberapa hal spt. dijelaskan oleh Ashton (1966); Atkinson (1977b), Williams (1983), Hess dan White (1988), Ryan dan Meiman (1996), Halihan dan Wicks (1998), dan Brusca et al. (2001); Secara spasial, penurunan hubungan antara PAD dan unsur dominan terlarut di Gua Gilap dan Gua Ngreneng lebih drastis karena fluktuasi PAD yang lebih tinggi

TEMUAN 2 TERKAIT HUBUNGAN HIDROGEOKIMIA-ALIRAN Kemungkinan inilah yang mungkin dialami pada penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2004a), Liu et al. (2004b), dan Raeisi dan Karami (1997), water-rock interaction turun drastis saat banjir Tidak terdapat informasi (data) mengenai besaran PAD pada waktu pengambilan sampel Temuan metodologis: faedah --- metode pada penelitian ini yaitu dengan menghubungkan PADhidrogeokimia dapat menjelaskan karakteristik imbuhan komponen aliran oleh akuifer karst yang bertanggung jawab terhadap berubahnya kandungan unsur terlarut dan proses 2 yang mengontrolnya.

TEMUAN 2 TERKAIT AGRESIVITAS DAN PERILAKU SKD Secara teoritis, Gua Bribin (PAD yang besar, stabil dengan kandungan unsur terlarut tinggi), seharusnya mempunyai tingkat agresivitas yang rendah/jenuh thd. mineral kalsit (Appelo dan Postma,1993). Temuan: sebaliknya, agresivitas air paling tinggi ditemukan di SBT Bribin, hipotesis #3 tidak terbukti Faktor: sudah berkembangnya sebagian lorong diffuse menjadi conduit (mixed aquifer-temuan #1) dan mekanisme mixing antar komponen aliran Teori oleh Dreybort dan Gabrovsek (2003), yaitu teori pasokan CO 2 dari lorong besar, seolah-olah berlawanan dengan teori jika diffuse dominan, maka air sudah jenuh Atkinson (1977a). Jawabannya sama dengan temuan 1 yaitu akuifer bertipe mixed (Domenico dan Schwartz,1990), shg. Tersedia lorong berukuran besar, meski jumlahnya tidak dominan.

TEMUAN 2 TERKAIT AGRESIVITAS DAN PERILAKU SKD Akuifer dengan sifat SKD demikian dikenal sebagai sistem akuifer terbuka (open system), selalu ada pasokan gas CO 2 Bogli (1960; 1980), Sweeting (1972), Trudgill (1985), Ford dan Williams (1992), dan Jankowski (2001). Saat hujan, seperti yang dipublikasikan oleh Perrin, et al. (2003) dan Perrin (2003), adanya berbagai komponen aliran yang mengimbuh SBT mendorong mekanisme teoritis yang meningkatkan agresivitas air yaitu proses mixing spt. dikemukakan Bogli (1960), Plummer (1975), Jankowski dan Jacobson (1991), Anthony, et al. (1997) Secara spasial dapat dikatakan bahwa agresivitas air lebih ditentukan oleh besar kecilnya lorong conduit, dibanding dominan atau tidaknya lorong conduit.

KESIMPULAN TUJUAN #1 Akuifer yang mengimbuh Gua Bribin bertipe campuran (mixed), yaitu didominasi oleh imbuhan dari retakan diffuse pada musim kemarau, dengan debit andalan yang stabil, sifat imbuhannya dispersed, dengan simpanan air tinggi, sedangkan pada musim hujan imbuhannya merupakan campuran dari komponen diffuse, fissure dan conduit ; Gua Ngreneng (bocoran), mixed aquifer dengan perkembangan lorong fissure dan conduit yang lebih lanjut daripada Bribin, sifat imbuhannya dominan concentrated dan simpanan diffuse rendah, shg. hingga debit alirannya turun drastis saat musim kemarau; Gua Gilap mempunyai perkembangan akuifer lebih ke arah dominasi retakan menengah (fissure), imbuhannya campuran antara dispersed dan concentrated, dengan simpanan aliran diffuse di akuifer sedang, sehingga debit alirannya turun drastis hanya pada saat puncak musim kemarau.

KESIMPULAN TUJUAN #2 Gua Bribin di hilir mempunyai hubungan antara PAD-hidrogeokimia paling kuat karena PADnya yang paling besar, dan karena dominasi komponen aliran diffuse pada musim kemarau sehingga proses waterrock interaction dominan; Gua-gua lain di SBT Bribin mempunyai dominasi aliran diffuse yang lebih rendah, sehingga hubungan antara PAD-hidrogeokimia juga menjadi lebih lemah; Pada saat hujan, adanya proses mixing dan pasokan conduit dari air hujan menyebabkan hubungan PAD-hidrogeokimia melemah, meskipun hubungan paling kuat tetap ditemukan di Gua Bribin, shg. yang dominan adalah proses dilution by precipitation; Secara metodologis, hubungan PAD-hidrogeokimia dapat digunakan sebagai indikator karakteristik komponen aliran di suatu SBT. Jika hubungan PAD-hidrogeokimia kuat, maka aliran yang dominan mengimbuh SBT adalah diffuse, dengan proses hidrogeokimia adalah water-rock interaction, sedangkan jika hubungan PAD-hidrogeokimia lemah, maka diffuse flow menjadi tidak dominan dan proses hidrogeokimia adalah dilution by precipitation dan campuran (mixing)

KESIMPULAN TUJUAN #3 Gua Bribin (hilir) mempunyai sifat paling agresif dengan ciri-ciri tekanan gas CO 2 yang lebih tinggi sepanjang SBT karena sifat pelorongan conduitnya yang bersifat terbuka (open system). Hal yang hampir sama dijumpai juga dengan tingkat agresivitas yang sedikit lebih rendah, yaitu di Luweng Jomblangan (morfologi-open=cenote). Di bagian hulu, meskipun PADnya lebih kecil dengan unsur terlarut lebih sedikit, tetapi pasokan gas CO 2 lebih sedikit karena sifat pelorongannya yang belum begitu berkembang (closed system), sehingga tingkat agresivitas airnya rendah ; Secara spasial dapat dikatakan bahwa agresivitas air lebih ditentukan oleh besar kecilnya lorong conduit, dibanding dominan atau tidaknya lorong conduit; Kontrol utama yang bertanggung jawab terhadap proses pelarutan batuan gamping di SBT Bribin cenderung pada sistem pelorongannya yang bersifat terbuka atau tertutup yang menentukan ketersediaan gas CO 2 daripada sifat pelepasan atau imbuhan komponen aliran karst dari akuifer ke sungai bawah tanah.

Keterbaruan metode terdapatnya pemisahan aliran dasar (diffuse flow) dari total aliran sungai bawah tanah yang kemudian dihubungkan dengan kondisi hidrogeokimianya menghubungkan karakteristik pelepasan komponen aliran dari akuifer karst dan posisinya pada SBT Bribin dengan kondisi hidrogeokimia yang dipisahkan antara musim hujan dan musim kemarau

hubungan antara agresivitas dan parameter SKD diantaranya yaitu kandungan kalsium, karbondioksida dalam air dan ph membandingkannya pada air hujan, air tetesan dan air sungai bawah tanah belum dijumpai pada penelitian sebelumnya acuan penelitian hidrogeokimia karst di daerah tropis lain yang tidak ditemukan pada telaahan pustaka

Keterbatasan jumlah sampel yang diambil, terutama pada saat kejadian banjir pada beberapa gua tertentu karena tidak adanya alat pengambilan sampel air secara otomatis diabaikannya kondisi zona epikarst, terutama pengetahuan mengenai kondisi kandungan CO2

Manfaat praktis Tipologi gua dan PAD atau pengaliran debit andalannya sepanjang tahun, serta proses pelebaran lorongnya Nilai Kb pada SBT dapat digunakan untuk memprediksi debit

Pelepasan aliran diffuse (K b ) Debit andalan PAD Hubungan PAD dan unsur terlarut Proses hidrogeokimia Jenis lorong conduit Agresivitas Lokasi Musim kemarau lambat stabil kuat Pelarutan terbuka tinggi Gua Bribin sedang kecil agak kuat Pelarutanpengendapan terbuka agak tinggi Gua Ngreneng, Gua Jomblangan cepat kering agak kuat Pengendapan tertutup rendah Gua Gilap Musim hujan lambat Cukup stabil agak lemah Pelarutan terbuka tinggi Gua Bribin sedang naik drastis lemah Pelarutan terbuka agak tinggi Gua Ngreneng, Gua Jomblangan cepat naik lemah Pelarutanpengendapan tertutup rendah Gua Gilap