BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

ETNOGRAFI KOMUNIKASI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Peristiwa tutur adalah sebuah aktivitas berlangsungnya interaksi linguistik

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka juga

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PEMAKAIAN BAHASA BALI DALAM DHARMA WACANA IDA PEDANDA GEDE MADE GUNUNG. Ni Ketut Ayu Ratmika

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi di berbagai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588).

CAMPUR KODE SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI SALES PROMOTION GIRL (SPG) KEPADA CALON KONSUMEN DI MAL JOGJATRONIK YOGYAKARTA SKRIPSI

REGISTER JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL FLAMBOYAN (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

III. METODE PENELITIAN. memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Rahardi dalam penelitian yang dibukukan berjudul Sosiolinguistik, Kode, dan Alih

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB II PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORETIS

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

CAMPUR KODE SIARAN RADIO MOST FM PENYIAR ARI DI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB 2 IHWAL SOSIOLINGUISTIK, KEDWIBAHASAAN, DAN CAMPUR KODE. bertujuan untuk mempelajari hubungan antara manusia dengan bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi.

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau

SKRIPSI. oleh Laura Is Rhosyantina

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Peristiwa Tutur Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa,

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di

ALIH KODE DALAM FILM KETIKA CINTA BERTASBIH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Alih Kode Pada Masyarakat Sosial Kelas Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dipisahkan dari makhluk lainnya. Dalam berinteraksi di dalam sosial

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau sering disebut sebagai peristiwa tutur yaitu terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina,2010 :47). Interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. 2.1.2 Alih Kode Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahasawan, artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit pun memanfaatkan bahasa lain. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Jadi apabila seseorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, peralihan bahasa seperti itu disebut sebagai alih kode Suwito (dalam Rahardi, 2010: 23-24). Kode adalah salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi Suwito (dalam

Rahardi,2010 :25). Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosoedarmo dalam Rahardi, 2010 :25). Poplack (1980: 583) dalam tesis Sugihana mengatakan bahwa alih kode adalah alternasi dua buah bahasa dalam sebuah wacana kalimat dengan konstituent wujud dan alih kode dapat terjadi pada tingkat kata, frasa, klausa, dan kalimat yang mewarnai kegiatan komunikasi dalam berbahasa. Menurut Effendi,dkk (2015), kata adalah satuan gramatikal bebas terkecil. Frasa adalah satuan gramatikal yang dibentuk dari dua atau beberapa kata yang bersama-sama mendukung satu fungsi gramatikal. Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa; di dalamnya terdapat satu hubungan predikatif (atau hubungan subjek-predikat). Kalimat adalah satuan gramatikal yang disusun oleh konstituen dasar yang umumnya berupa klausa, kata penghubung (jika ada), dan intonasi final. Dalam bahasa tertulis intonasi final ini dinyatakan dengan tanda baca (.), (?), atau (!). Berbagai kepusatakaan linguistik secara umum, faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode antara lain yaitu: a. Pembicara atau Penutur Seorang penutur melakukan alih kode dengan tujuan tertentu. Penutur dengan sengaja dan sadar dalam beralih kode untuk mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang bawahan sedang berbicara dengan atasannya tentang masalah permohonan cuti pekerjaan. Pada awal pembicaraan mereka menggunakan bahasa indonesia, dan ketika bawahan tersebut mengetahui bahwa a tasannya memiliki bahasa daerah yang sama,

maka ia berusaha melakukan alih kode dalam bahasa daerah. Alih kode tersebut dilakuakn agar tercipta rasa keakraban antara satu sama lain dengan tujuan agar urusannya cepat selesai. b. Pendengar atau Lawan tutur Setiap penutur biasanya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya. Jika lawan tutur berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian (baik regional, maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Jika lawan tutur berlatar belakang bahasa yang berbeda dengan penutur maka terjadi alih bahasa. c. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga Perubahan situasi dapat menyebabkan alih kode. Jika dua orang memiliki bahasa daerah yang sama, tentunya mereka lebih memilih menggunakan bahasa daerahnya dibanding dengan bahasa indonesia dalam berkomunikasi satu sama lain. Tetapi apabila dalam pembicaraan mereka hadir orang ketiga, yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda, maka penutur dan lawan tutur akan beralih kode menggunakan bahasa yang dikusai oleh orang ketiga karena menghormati hadirnya orang ketiga dalam pembicaraan tersebut. d. Perubahan dari formal ke informal Perubahan situasi dari formal ke informal menyebabkan terjadinya alih kode. Di dalam kelas, saat sedang kuliah situasinya formal dan bahasa yang digunakan yaitu bahasa indonesia, kemudian saat kuliah selesai situasi berubah menjadi tidak formal dengan menggunakan ragam bahasa

yang santai.dengan berubahnya situasi seperti itu, maka terjadilah peralihan kode. e. Perubahan topik pembicaraan Perubahan topik pembicaraan juga menentukan terjadinya alih kode. Dalam pokok pembicaraan, biasanya penutur dan lawan tutur ada yang memilih menggunakan bahasa yang baku dan non baku, penggunaannya tergantung pada topik pembicaraan mereka. Apabila seorang mahasiswa berbicara dengan dosen sedang membahas masalah pelajaran di dalam kelas maka seorang mahasiswa akan menggunakan bahasa yang baku dan disampaikan dengan serius, akan tetapi jika seorang mahasiswa berbicara dengan temannya, ia menggunakan bahasa yang non baku dan santai karena yang dibahas tidak lagi tentang pelajaran. 2.1.3 Campur Kode Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode.kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannnya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Sedangkan di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu

hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa) atau bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan (kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Sunda) (Chaer,2004:114-115). 2.1.4 Bilingualisme III3. Istilah Bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa indonesia disebut juga kedwibahasaan. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey, 1962: 12, Fishman, 1975 : 73 dalam Chaer dan Agustina). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (B2). Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut bilingual (dwibahasawan), sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (kedwibahasaan). Pendapat Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 2010:87) tentang bilingualisme, yaitu kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua buah bahasa secara sama baiknya. Bloomfield (1933) juga mengatakan bahwa menguasai dua bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode. Sementara itu, Mackey 1962:12 dalam Chaer dan Agustina, 2010: 87 mengatakan bbahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa

yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur. Untuk penggunaan dua bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa itu dengan tingkat yang sama. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa. 2.2 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori etnografi komunikasi yang pertama kali dikemukakan oleh Hymes (1974) dengan istilah etnografi wicara (ethnography of speaking) adalah salah satu ancangan yang dapat digunakan di dalam penelitian hubungan bahasa dengan masyarakat. Etnografi komunikasi di pandang sebagai kajian yang memerikan suatu masyarakat atau etnik, model pemerian etnografi itu bisa diterapkan dan difokuskan kepada bahasa masyarakat atau kelompok tersebut. Karena sosiolinguistik itu lebih mengungkapkan pemakaian bahasa, dan bukan struktur bahasa, etnografi tentang bahasa difokuskan kepada pemakaian bahasa dalam pertuturan atau, lebih luas lagi komunikasi yang menggunakan bahasa ( Sumarsono dan Paina Partana, 2002: 309-310) Menurut Hymes (1974), kerangka acuan yang dipakai dalam penelitian etnografi komunikasi bukanlah linguistik, tetapi komunitas (guyup) dengan kegiatan- kegiatan komunikatif sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian, pengamatan utama adalah unsur komunikasi yang harus dilihat dari sudut pandang dan minat komunitas itu sendiri. Linguistik yang dapat memberi sumbangan kepada etnografi komunikasi, itulah sosiolinguistik. Menurut Dell Hymes ( dalam Chaer dan Leoni, 2010: 48) Suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu :

S P E A K I N G : Setting and scene : Participants : Ends : purpose and goal : Act sequences : Key : tone or spirit of act : Instrumentalities : Norms of interaction and interpretation : Genres 1. Setting and scene ( Latar dan situasi ) Setting mengacu pada waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan (Chaer dan Leonie, 2010 : 48). Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan variasi bahasa yang digunakan. Berbicara pada saat menonton konser musik dalam situasi ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu orang membaca dengan keadaan yang sunyi. 2. Participants ( peserta percakapan ) Menurut Chaer dan Leonie (2010: 48) participants adalah pihakpihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap- cakap dapat berganti peran sebagai penutur dan lawan tutur tetapi ada situasi dimana lawan tutur tidak bisa bertukar peran seperti ketika khotbah di mesjid. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya seorang mahasiswa akan menggunakan ragam

bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan dosen jika dibandingkan ia berbicara dengan temannya. 3. Ends (tujuan) Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Pembicaraan di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan masalah namun partisipan dalam peristiwa tutur mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan bahwa terdakwa tersebut bersalah, akan tetapi pembela ingin membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah dan hakim berusaha untuk memberikan keputusan yang adil. 4. Act sequences (urutan tindak) Act sequences mengacu pada bentuk dan isi ujaran. Bentuk ujaran berkenaan dengan kata- kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. 5. Key (kunci) Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek dan sebagainya. Hal ini juga dapat diperjelas dengan gerak tubuh dan isyarat. 6. Instrumentalities (sarana) Instrumentalities mengacu pada sarana bahasa yang digunakan, seperti secara lisan, secara tertulis, melaui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

7. Norms (norma) Norms mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. 8. Genre (jenis) Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya. 2.3 Tinjauan Pustaka anyaug Beberapa hasil penelitian, yang ditinjau dalam penelitian ini diterangkan sebagai berikut. Syuli Mokodompit (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Alih Kode dalam Twitter. Dalam penelitian ini Syuli membahas tentang bentuk alih kode dalam twitter dan faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan menggunakan alat bantu berupa laptop, flashdisk dan handphone. Selanjutnya data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teori alih kode menurut Dell Hymes dan Suwito (dalam Mulyani). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam twitter sejak bulan Januari sampai Maret terdapat bentuk bentuk alih kode (Inggris) yang berbentuk frase dan kalimat dan penyebab terjadinya alih kode dalam twitter ada beberapa faktor yaitu karena penutur, mitra tutur, pokok pembicaraan serta fungsi dan tujuan.. Teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menjelaskan masalah bentuk- bentuk alih kode dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Muhammad Rhida (2012) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode pada Film Salt (2010) dan Eastern Promises (2007): Sebuah Kajian Sosiolinguistik. Dalam penelitian ini, membahas tentang apakah jenis alih kode yang sering muncul pada percakapan dalam film Salt (2010) dan Eastern Promises (2007) serta pemicunya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa jenis alih kode yang sering muncul pada pecakapan film Salt (2010) dan Eastern Promises (2007) adalah interjeksi atau pelengkap pesan dan spesikasi penerima. Sementara itu, pemicu alih kode yaitu karena alasan retoris, karena kehadiran peserta lain dalam percakapan, topik pembicaraan, karena perbedaan status dan formalitas antara peserta tutur, karena keinginan mengutip perkataan seseorang atau peribahasa dan karena kekurangan kosa kata. Penelitian ini dijadikan sebagai bahan referensi mengenai metode yang digunakan. Mustika Sari (2011) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Penutur Bahasa Pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dan metode simak. Teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Abdul Chaer. Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor penyebab terjadinya alih kode terbagi menjadi pembicara atau penutur, penutur atau lawan tutur, perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, perubahan topik pembcara, perubahan dari formal ke nformal dan jenis alih kode terbagi atas tingkat tutur ngoko, tingkat tutur krama dan tingkat tutur madya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menjelaskan masalah faktorfaktor penyebab terjadinya alih kode.

Ni Ketut Ayu Ratmika (2010) dalam artikelnya yang berjudul Campur Kode dan Alih Kode Pemakaian Bahasa Bali dalam Dharma Wacana Ida Pedanda Gede Made Gunung. Dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap yang kemudian dilanjutkan dengan teknik simak libat cakap dan metode wawancara dengan teknik pancing. Hasil penelitian dapat disimpulkan peristiwa campur kode berdasarkan macamnya dapat dibagi menjadi dua yaitu, (1) berdasarkan perangkat tingkat kebahasaan berwujud kata, frase dan klausa. (2) Berdasarkan asal serapannya diklasifikasikan menjadi campur kode ke dalam, campur kode ke luar, dan campur kode campuran. Alih kode berdasarkan pengalihan bahasanya dapat dibagi menjadi dua yaitu alih kode ke dalam dan alih kode ke luar. Ciri-ciri campur kode yaitu tidak dituntut oleh situasi, karena kesantaian dan kebiasaan, campur kode berwujud kata, frase, klausa, dan unsur yang menyisip akan mendukung fungsi bahasa yang disisipi. Ciri Alih kode yaitu karena adanya kontak bahasa, penutur yang multilingual, berwujud kalimat yang mendukung fungsinya masing-masing, dan fungsi tiap bahasa disesuaikan dengan situasi. Penyebab terjadinya campur kode dilatarbelakangi oleh tiga faktor yaitu faktor penutur, kebahasaan, dan prestise (wibawa). Penyebab terjadinya alih kode dilatarbelakangi oleh empat faktor yaitu faktor peserta pembicara, bahasa, situasi, dan pokok pembicaraan. Penelitian ini dijadikan sebagai bahan referensi mengenai metode yang digunakan. Azizah (2006) dalam skripsinya yang berjudul Campur Kode dan Alih Kode Tuturan Penjual dan Pembeli di Pasar Johar Semarang. Metode yang digunakan yaitu metode simak dengan teknik lanjutan, yaitu menggunakan teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Hasil penelitian Azizah

menyimpulkan bahwa wujud campur kode tuturan penjual dan dembeli di pasar Johar Semarang adalah berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata,berwujud frase,berwujud klausa,berwujud kata ulang, dan berwujud idiom/ungkapan. wujud alih kode tuturan penjual dan pembeli di pasar Johar Semarang berupa alih bahasa yang meliputi alih bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, alih bahasa jawa ke bahasa Indonesia dan alih bahasa Indonesia ke dalam bahasa Asing. Alih bahasa jawa berupa : pealihan antar tingkat tutur, yaitu krama, madya dan ngoko. Penelitian ini dijadikan sebagai bahan referensi mengenai metode yang digunakan.