BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

PENGALAMAN LANSIA DALAM PENANGANAN INKONTINENSIA URINE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMONJI. Irsanty Collein Politeknik Kesehatan Palu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System


BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH LATIHAN KEGEL TERHADAP INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA MECI ANGI BIMA. Dahlan D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan yang akan dialami oleh semua individu. Proses ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

PENELITIAN SIKAP LANSIA DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA ELIMINASI URINE (INKONTINENSIA URINE)

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

PENGARUH SENAM KEGEL TERHADAP FREKUENSI BAK PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan

PENGARUH PEMBERIAN KEGEL EXERCISE TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KENANGA DAN KANTHIL DI DESA DELANGGU

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB I PENDAHULUAN. gerakan gerakan shalat yang meliputi berdiri, ruku, sujud, dan duduk adalah

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

: ENDAH SRI WAHYUNI J

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

Pengaruh latihan Kegel Terhadap Frekuensi lnkontinensia Urine Pada Lansia di Panti Wreda. Pucang Gading Semarang. Akhmad Mustofa, Wahyu Widyaningsih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

KEGEL EXERCISE TERHADAP PENURUNAN INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA DI DESA UNDAAN LOR KECAMATAN UNDAAN KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

WIJI LESTARI J

PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA DESA SUMBERDEM KECAMATAN WONOSARI MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses. pembangunan,terutama di bidang kesehatan (Komnas Lansia, 2010).

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali

BAB 1 PENDAHULUAN. otak yang terganggu ( World Health Organization, 2005). Penyakit stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang batuk, jogging atau berlari. Bahkan ada juga yang mengalami kesulitan menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum berkemih. Semua gejala ini disebut dengan inkontinensia urin (Suparman dan Rospas, 2008). Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urine secara tak terkendali dan atau tidak pada tempatnya (mengompol) (Tjokronegoro dan Utama, 2001). Sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine merupakan suatu respon atau faktor pendorong dari lansia untuk menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Data di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami inkontinensia urine. Penduduk dunia sekitar 200 juta mengalami inkontinensia urin (Data dari WHO, dalam Collein, 2012). Penderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan di Amerika Serikat. Sekitar 50% usia lanjut diinstalasi perawatan kronis dan 11 30% dimasyarakat mengalami inkontinensia urine. Prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan umur. Perempuan lebih sering mengalami inkontinensia urine dari pada laki laki dengan Perbandingan 1,5:1 (Yuliana, 2011). Survey yang dilakukan di poli klinik Geriatri RSUPN Dr. Cipto 1

2 Mangun kusumo (2003) terhadap 179 pasien Geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urine stress pada laki laki sebesar 20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5%. Hasil survey yang dilakukan di rumah sakit rumah sakit menunjukkan penderita inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7 juta penduduk dan 60% diantaranya adalah wanita (Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), dalam Collein). Inkontinensia dapat diatasi dengan perubahan gaya hidup yang lebih sehat terutama dengan kebutuhan buang air kecil. Hasil tanya jawab dengan 10 lansia di Dusun Nglobang Kelurahan Mlilir tentang sikap yang dilakukan lansia jika nanti mengalami perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine) ternyata banyak lansia di Dusun Nglobang Kelurahan Mlilir yang menganggap mengompol pada usia tua itu hal yang biasa dialami, sikap lansia jika nantinya mengalami hal tersebut hanya dengan mengganti pakaiannya jika basah dan berbau, apalagi dengan penggunaan pempers para lansia sangat tidak setuju karena keadaan ekonomi yang kurang dan untuk menjaga pola makan yang banyak serat para lansia tidak setuju karena keterbatasan ekonomi. Sikap negatif tersebut terjadi karena keterbatasan ekonomi dan sarana posyandu lansia dalam satu kelurahan hanya ada satu posyandu lansia dan tidak adanya penyuluhan tentang inkontinensia urine sehingga mengakibatkan sikap yang negatife pada lansia. Salah satu komplikasi dari inkontinensia urine adalah infeksi saluran kemih (ISK). Pasien yang didiagnosa dengan ISK sekitar 10,8 juta, khususnya infeksi kandung kemih, infeksi ginjal, atau keduanya. Pasien yang dilarikan ke

3 unit gawat darurat di tahun 2006 hingga 2009, hampir 17% pernah dirawat di rumah sakit (Jurnal World Journal of Urology, dalam Kompas.com). Perubahan yang terjadi pada lansia dengan sistem perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang disebabkan oleh penurunan hormone esterogen, sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine, otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi berkemih meningkat, perubahan letak uterus akan menarik otot otot vagina dan bahkan kandung kemih dan rectum seiring dengan proses penurunan ini, masalah tekanan dan perkemihan (inkontinensia urine) akibat pergeseran kandung kemih. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin, biasanya juga disebabkan oleh kelainan disekeliling daerah saluran kencing, fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih, terjadi hambatan pengeluaran urine sehingga urine yang keluar sedikit (Brunner&Suddarth,2002). Inkontinensia memunculkan banyak komplikasi sekunder bagi individu lansia, termasuk dampak fisiologis, sosial, psikologis, dan ekonomi. (Mass, Meridean L. dkk, 2011). Gangguan inkontinensia urine dapat ditangani dengan latihan memperkuat otot dasar pelvis (senam kegel), bladder training, dan voiding record (catatan berkemih) (Tjokronegoro dan Utama, 2001). Penderita inkontinensia haruslah memiliki sikap yang baik untuk menangani masalah tersebut dengan merubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup tersebut adalah menjaga kebersihan diri dan kebersihan kulit terutama pada kulit sekitar perineum dan vulva supaya tidak iritasi, mengontrol

4 kenaikan berat badan, memperhatikan pola makan dengan memakan makanan yang mengandung banyak serat, membatasi intake cairan, menghindari makan dan minum seperti (kafein, alcohol, makanan pedas, pemanis buatan, gula dan madu, coklat, tomat, susu, makanan yang mengandung karbonat, dan jus citrus) (Suparman dan Rampas, 2008). Langkah awal yang akan dilakukan untuk menghadapi berbagai masalah yang terjadi yaitu dengan meningkatkan sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Kader posyandu lansia dapat memberikan pengarahan terhadap lansia tentang perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Selain itu harus sering diadakannya penyuluhan-penyuluhan tentang perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Kader posyandu lansia haruslah melakukan pendekatan pada lansia untuk merubah sikap buruk dalam penanganan inkontinensia urine. Lansia diharapkan dapat bergerak sendiri dan ada kesadaran yang tumbuh di dalam diri lansia sehingga dapat menumbuhkan sikap yang positif dalam penanganan inkontinensia urine. Fenomena inkontinensia urine yang terjadi sangat tinggi, maka penulis akan mengidentifikasi sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan: Sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine)

5 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine) di Dusun Nglobang Kelurahan Mlilir, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi IPTEK Penelitian ini dapat dijadikan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk lebih memantapkan dalam pemberian informasi tentang sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine) 2. Bagi Institusi (Fakultas Ilmu Kesehatan) Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan atau tambahan materi dalam pembelajaran mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (urologi) dan Keperawatan Gerontik. 3. Bagi Peneliti a. Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai syarat kelulusa sebagai Ahli Madya Keperawatan b. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah di pelajari selama menjalani pendidikan keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. c. Menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti.

6 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti lebih lanjut Penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu serta dapat digunakan sebagai bahan perbandingan penelitian selanjutanya terutama untuk penelitian yang serupa di daerah lain. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini bagi mayarakat dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). 1.5 Keaslian Penelitian Pada dasarnya penelitian tentang pengetahuan lansia tentang gangguan eliminasi urine di teliti oleh mahasiswa universitas yang ada di indonesia, akan tetapi setiap peneliti memiliki unsur persamaan dan perbedaan masingmasing dari konsep yang mereka teliti di antaranya : 1. Collein (2012) Pengalaman Lansia dalam Penanganan Inkontinensia Urine di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji. Desain penelitian menggunakan riset kualitatif dengan model pendekatan fenomenologi. Berdasarkan penelitian dari 2 orang penghuni Panti Sosial Tresna Werda Yayasan Al Kautsar yangberusia rata-rata 80 tahun didapatkan 3 tema yaitu buang air kecil dimana saja, tidak ada pencegahan khusus untuk mengatasi ngompol, dan petugas kesehatan tidak pernah memberi tahu tentang perawatan.

7 2. Yuliana (2011) Pengaruh Senam Kegel Terhadap Perubahan Tipe Inkontinensia Urine pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nanal Uihni Cincin. Desain penelitian menggunakan metode korelasi. Berdasarkan penelitian dari 110 penghuni, diperoleh 13 (29,5%) orang tipe stress, 10 (22,7%) Orang tipe urgency, 7 (15,9%)orang tipe Ofervlow, 6 (13,6%) orang tipe Functional, 8 (18,2%)orang tipe Latrogenic. 3. Wiratmoko (2003) Pola Inkontinensia Urine pada Wanita Usia Diatas Lima Puluh Tahun. Desain Penelitian menggunakan metode deskriptif observasional dengan metode potong lintang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap wanita usia 50 tahun keatas di Semarang, diperoleh hasil bahwa 91 (23,6%) mengalami inkontinensia dan 295 (76,4%) tidak mengalami inkontinensia.