PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

Dokumen Perjanjian Asuransi

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

PRINSIP ITIKAD BAIK BERDASARKAN PASAL 251 KUHD DALAM ASURANSI KERUGIAN

PRINSIP ITIKAD BAIK BERDASARKAN PASAL 251 KUHD DALAM ASURANSI KERUGIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

Jurnal Panorama Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

JURNAL HUKUM PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH PADA PIHAK TERTANGGUNG DALAM POLIS ASURANSI JIWA TERKAIT PENGAJUAN KLAIM ASURANSI

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

PRINCIPLE OF UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI Studi Asas Hukum Perjanjian Syariah

BAB I PENGENALAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI KUALIFIKASI PERJANJIAN PELAYANAN SAFE DEPOSIT BOX ANTARA NASABAH DENGAN PIHAK BANK SINARMAS

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI POLIS ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

ABSTRAK. Nama : Pauline Tiarari Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Prinsip Itikad Baik dalam Hal Informasi Tersembunyi dalam Perjanjian Asuransi Jiwa

PENGENALAN ASURANSI. Sistem Informasi Asuransi dan Keuangan

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI KESEHATAN PADA PT. ASURANSI BUMIPUTERA MUDA SURAKARTA

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

RESIKO DALAM ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan

Kata Kunci: Nasabah, Unit Link Assurance dan Kelakaan/Musibah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari masa ke masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2

BAB II ASURANSI DAN USAHA PERASURANSIAN. A. Pengertian dan Pengaturan Asuransi dan Usaha Perasuransian

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

HUKUM ASURANSI. Lecture: Andri B Santosa

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

ANALISIS PENGEMBALIAN PREMI KEPADA NASABAH PADA PERUSAHANAAN ASURANSI SINARMAS

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

KEABSAHAN PERJANJIAN ASURANSI DALAM HUKUM KEPERDATAAN

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum mengenai Hukum Perjanjian. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi:

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

Transkripsi:

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN Selvi Harvia Santri Fakultas Hukum Universitas Islam Riau E-mail : selvisantri21@gmail.com Abstrak Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh dalam asuransi kerugian adalah principle of utmost good faith. Prinsip ini berbunyi bahwa seorang tertanggung wajib memberi informasi secara jujur terhadap apa yang dipertanggungkan kepada penanggung. Secara hukum, prinsip ini diatur dalam KUH Dagang. Ketiadaan kejujuran dalam bisnis asuransi akan berdampak pada batalnya per janjian asuransi karena ada unsur cacat kehendak. Sesuai dengan Pasal 251 KUHD yang berbunyi Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh sitertanggung, betapapun itikad baik padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya sipenanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertangungan. Kata kunci: Asuransi kerugian, prinsip itikad baik Abstract Insurance as a business activity are required to meet the principles of insurance law. One of the principles that must be adhered to is the principle of utmost good faith. This principle states that an insured is required to provide truthful information about what the insured to the insurer. By law, this principle is set in the Code of Commerce. The lack of honesty in the insurance business will have an impact on the cancellation of appointments per disability insurance because there is an element of the will. In accordance with Article 251 Commercial code which reads Any information that is false or incorrect, or each do not tell things that are known by sitertanggung, however good faith to him, such a character, so if sipenanggung have to know the real situation, the agreement would not be covered by the same terms, resulting in the cancellation of pertangungan Keywords: insurance losses, the principle of good faith I. Pendahuluan Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) menentukan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena peristiwa tidak tentu. Berdasarkan pasal 246 KUHD kita dapat menarik unsur-unsur penting dalam asuransi atau pertanggungan yaitu: 1. Pihak-pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. 2. Status pihak-pihak. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan berbadan hukum dapat berbentuk perseroan terbatas (PT), Perusahaan perseroan koperasi, tertanggung dapat berstatus sebagai perse-orangan, persekutuan atau badan hukum. UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017 77

3. Obyek asuransi, dapat berupa benda hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah yang disebut premi atau ganti kerugian. 4. Peristiwa asuransi, yaitu perbuatan hukum (legal Act) berupa persetujuan atau kesepakatan tertanggung mengenai obyek asuransi peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam benda asuransi dan syaratsyarat yang berlaku dalam asuransi. 5. Hubungan asuransi, adalah keterikatan (legality bound) yang timbul karena kesepakatan bebas Sebagai suatu perjanjian supaya sah asuransi atau pertanggungan itu haruslah memenuhi semua syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHD yaitu adanya 4 (empat) syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Untuk sahnya perjanjian pertanggungan disamping harus memenuhi pasal 1320 perdata juga harus memenuhi ketentuan pasal 251 KUHD yang mengharuskan adanya pemberitaan tentang semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan. Pasal 251 KUHD menetukan bahwa semua pembertiaan yang salah atau tidak benar atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun jujurnya itu terjadi pada pihaknya yang bersifat sedemikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atau diadakan dengan syarat-syarat yang sama bilamana penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari benda itu, menyebabkan pertanggungan itu batal. Asuransi menganut asas atau prinsip khusus, sebagai lex spesialis dari pasal 1320 KUHPerdata. Prinsip tersebut meliputi: pertama, principle of insurable interest, prinsip ini menekankan bahwa seorang tertanggung harus memiliki hubungan terhadap objek yang diasuransikan. Kedua, principle of utmost good faith, di mana seorang tertanggung wajib menginformasikan tentang objek yang diasuransikan. Ketiga, principle of indemnity, seorang tertanggung hanya mendapatkan penggantian sebesar kerugian yang ditanggung. Keempat, principle of subrogration, seorang tertanggung tidak dibenarkan meminta ganti rugi dari pihak lain yang menyebabkan kerugian 1. Empat prinsip ini yang paling banyak dipakai, meskipun masih ada prinsip-prinsip lainnya. Asuransi kerugian atau biasa disebut sebagai asuransi umum adalah asuransi yang menjadikan benda atau kepentingan seseorang yang melekat pada benda sebagai objek yang dipertanggungkan 2. Pada asuransi kerugian benda-benda yang dapat diasuransikan adalah benda benda yang memeliki nilai ekomonis, benda tersebut antara lain kendaraan bermotor, bangunan pengangkutan, berdasarkan objek pertanggungan maka asuransi kerugian dapat dibagi menjadi beberapa produk seperti asurasi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, asuransi penangkutan, asuransi kebakaran, dll II. Pembahasan A. Prinsip-prinsip dalam Asuransi Dalam dunia perasuransian terkhususnya asuransi kerugian dikenal beberapaprinsip pokok antara lain 1. Insurable Interest (kepentingan yang diasuransikan) Kita harus memiliki kepentingan (interest) atas harta benda yang dapat diasuransikan (insurable); kepentingan dan objek tersebut harus legal dan equitable (tidak melawan hukum dan layak). Memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut 3. Apabila terjadi musibah atas 1 Mehr,cammack, Dasar-dasar Asuransi, terjh. AA. Hasyimi (Jakarta Balai Aksara, 1981), hlm 30-40 2 Mulyadi Nitisusatro, 2013, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, Alfabeta, Bandung,hlm. 134 3 AM, Hasan Ali, 2003. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana Jakarta, hlm. 77 78 UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017

obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi. 2. Utmost Good Faith (itikad terbaik) Prinsip ini menyatakan Tertanggung berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan 4. Sedangkan pihak Penanggung berkewajiban menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti. 3. Indemnity (ganti rugi indemnitas) Prinsip ini menyatakan mengembalikan posisi Tertanggung pada posisi sesaat sebelum terjadi kerugian yang dijamin polis. Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian 5. 4. Subrogation (subrogasi) Prinsip Indemnity adalah pengalihan hak (subrogasi) dari Tertanggung kepada Penanggung jika Penanggung telah membayar ganti rugi kepada Tertanggung. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada Tertanggung. 5. Contribution (kontribusi) Prinsip ini berlaku dalam tertanggung mempertanggungkan objek asuransi kepada lebih parusahaan asuransi. Apabila penanggung telah membayar penuh ganti kerugian yang menjadi hak tertanggung maka penanggung berhak menuntut 4 Ibid, hlm, 78 5 Herman Dawmawi, Op.Cit,hlm 67. perusahaan-perusahaan lain yang terliat dalam suatu pertanggungan untuk membayar pertanggungannya masing-masing 6..6. Proximate Cause (kausa proksimal) Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertamatama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut 7. B. Penerapan Principle of Utmost Good Faith pada perjanjian Asuransi Kerugian Perjanjian Asuransi timbul dari Perjanjian Untunguntungan dalam bahasa belanda dikenal dengan istilah konsovereenkomst 8 Pengertian konsovereenkoms atau Perjanjian Untung-untungan terdapat dalam Pasal 1774 KUHPerdata adalah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, yang tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Wirjono Prodjodikoro mengartikan asuransi sebagai suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang permi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin akibat dari suatu peristiwa tak tentu atau yang belum jelas 9. Herman darmawi mendefenisikan asuransi sebagai suatu kontrak petanggungan risiko antara tertanggung dengan penanngung ana penanngung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan risiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung dan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung 10. Perjanjian Asuransi kerugian berlaku setelah 6 Ibid, hlm 83 7 Ibid, hlm 84 8 Salim H.S.2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta. 9 Wirjono Prodjodikoro, 1987, Hukum Asuransi di Indonesia, intermasa, jakarta hlm.1 10 Herman Darmawi, 2001, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta Hlm 2 UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017 79

permintaan penutupan asuransi (SPPA) yang diserahkan tertanggung kepada penanggung disetujui oleh penanggung. Dengan disetujui SPPA, berarti bertemulah kehendak penanggung dengan tertanggung. Dengan demikian perjanjian asuransi bersifat konsensuil, lahir berdasarkan kesepakatan tanpa memerlukan syarat formalitas tertentu, karena perjanjian asuransi kerugian sudah berlaku sebelum polisnya dibuat, polis baru dibuat kemudian berdasarkan SPPA. Pasal 255 KUHD menentukan bahwa pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta, yang dinamakan polis. Apabila melihat ketentuan pasal tersebut, polis merupakan syarat sahnya perjanjian asuransi, padahal polis adalah alat bukti tentang adanya perjanjian asuransi, karena perjanjian asuransi bersifat konsensuil. Pasal 257 ayat 1 KUHD menentukan bahwa perjanjian pertanggungan ada segera setelah diadakan, hak-hak dan kewajibankewajiban timbal balik dari tertanggung dan penanggung mulai sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani. Pasal 257 KUHD menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu bersifat konsensuil akan tetapi pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis. Polis merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan bukan merupakan unsur dari perjanjian pertanggungan, dengan tidak adanya polis tidak menyebabkan perjanjian pertanggungan batal. Asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsesus, meskipun kesepakatan telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian untuk menjaga kepentingan pihak debitor. Persesuian kehendak dalam asuransi kerugian dinyatakan secara tertulis, yaitu dengan diajukannya permohonan dengan mengisi SPPA oleh tertanggung kepada penanggung yang kemudian disetujui oleh penanggung. Permohonan pengisian SPPA dilengkapi dengan pengisiian formulir permintaan asuransi. Artinya bukan hanya sekadar iktikad baik, tetapi lebih dari itu merupakan kejujuran sempurna dari pihak tertanggung dalam mengungkapkan semua fakta mengenai kondisi diri, kesehatan maupun kekayaan/ harta bendanya kepada pihak penanggung. Prinsip ini juga berlaku bagi penangung (pihak Asuransi) pada Asuransi Kerugian yaitu menjelasan kerugian yang dijamin dan resiko yang dikecualikan. 11 Principle of Utmost Good Faith sebagai Prinsip Hukum Asuransi disebut dengan istilah prinsip iktikad baik sempurna atau asas kejujuran yang sempurna (uberrimae fidei). Dari prinsip ini dapat dinyatakan bahwa tertanggung wajib menginformasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko terhadap pertanggungan yang dilakukan. Keterangan yang tidak benar dan informasi yang tidak disampaikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi. Asas kejujuran ini pada dasarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhinya asas ini pada saat akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan dasar yang diatur oleh pasal 1320-1329 KUHPerdata. Bagaimanapun juga iktikad baik merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak yang beriktikad buruk. Meskipun secara umum iktikad baik sudah diatur sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata khusus untuk perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan atas iktikad baik sebagaimana diminta oleh pasal 251 KUH Dagang Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberikan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun iktikad 11 Branto Hartono Prinsip Ut Most Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian, Tesis Semarang Pasca Sarjana, Undip, 2015), hlm 34 80 UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017

baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Dalam praktik, informasi atau keterangan dari calon tertanggung, dapat diberikan secara lisan maupun tertulis. Apabila secara tertulis, dilaksanakan dengan cara mengisi daftar isian form aplikasi yang sudah disiapkan oleh penanggung. Aplikasi (sama artinya dengan blangko permohonan untuk menjadi nasabah perusahaan asuransi) berisikan informasi yang dibutuhkan guna pengisian pada bagian deklarasi suatu polis. Aplikasi bisa secara terperinci atau tidak, tergantung pada jenis suransinya. Blanko isian yang sudah diisi kemudian ditandatangani oleh calon tertanggung sebagai pemohon. Aplikasi yang bersangkutan dapat disiapkan secara rinci atau tidak di samping tertanggung pada jenis asuransi juga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan keterangan-keterangan yang penting, yang perlu dan harus diketahui oleh penanggung. Kontrak asuransi seharusnya dibuat berdasarkan iktikad baik. Karena itu kedua belah pihak dilarang melakukan penyembunyian (concealment) fakta pokok risiko yang diketahuinya. Kewajiban memberikan keterangan dan informasi sebagai pencerminan baik yang sempurna itu harus dipenuhi kedua belah pihak, baik pihak penanggung/ perusahaan asuransi maupun pihak tertanggung/ pengambil asuransi mempunyai beban kewajiban sama dan seimbang. Jadi dalam hal ini kepada setiap calon tertanggung, sebelum menutup perjanjian asuransi mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada calon penanggung semua fakta yang diketahuinya atau yang seharusnya diketahuinya sehingga calon penanggung dapat memutuskan apakah akan menutup perjanjian asuransi atau tidak. Bahkan apakah calon penanggung akan menutup dengan syarat-syarat yang sama atau tidak. Kewajiban pemberitahuan tersebut yang utama adalah menyangkut fakta-fakta yang sudah diketahui oleh calon penanggung atau fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh calon penanggung. Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa perjanjian asuransi juga harus memenuhi syarat sah perjanjian, sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Tujuan perjanjian asuransi adalah memindahkan risiko yang akan dihadapi tertanggung kepada penanggung dengan membayar sejumlah premi. Hal terpenting dalam prinsip ini adalah kejujuran peserta atas objek yang dipertanggungkan. Dalam prinsip ini pihak yang seharusnya jujur bukan hanya pihak tertanggung akan tetapi juga harus perusahaan asuransi yang telah diwakilkannya kepada agen asuransi. Sebab kontrak asuransi ini adalah kontrak antara dua pihak yang seimbang dan juga pada dasarnya asuransi itu dijual. Secara teknis, agen atau marketing asuransi menjelaskan secara jujur klausul-klausul yang ada dalam polis sehingga ketidaktahuan peserta dalam membaca isi polis tidak terjadi. Sehingga tertanggung tidak tertipu dan merasa kecewa di belakang hari. penipuan penjual asuransi adalah apabila penjual menyembunyikan segala hal berkait dengan polis asuransi dari pembeli, padahal jelas-jelas ia mengetahuinya. Atau si penjual menutupi kecacatan atau klausul yang ada dalam polis dengan sesuatu yang bisa mengelabuhi pembeli sehingga terkesan tidak cacat; atau menutupinya seolah-olah polis itu tanpa klausul dan semuanya tampak baik-baik saja. Dalam kaitan kejujuran, perusahaan asuransi, termasuk agen penjual polis, kebenaran dan keakuratan informasi yang ia miliki terhadap peserta adalah satu hal yang wajib. Informasi yang harus diberikan perusahaan kepada peserta tidak hanya berkait dengan kualitas jasa, klausul-klausul, macammacam risiko yang ditangani, tetapi juga efekefek yang akan diterima peserta, serta hal lain yang sangat berkait. Filosofi utama dari principle of utmost good faith berarti telah mengeliminir kekhawatiran cacat kehendak dalam perjanjian syariah. Cacat kehendak yang dimaksud adalah penipuan. Dengan kata lain, prinsip ini memegang teguh kejujuran dalam sebuah perjanjian. Keterbatasan Kejujuran Principle of Utmost Good Faith Hal lain yang perlu dipahami bahwa UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017 81

asuransi termasuk dalam perjanjian baku sebab bentuk kontraknya telah ditetapkan dalam bentuk polis. Berkaitan dengan prinsip ini pihak perusahaan tidak boleh melakukan penyalahgunaan keadaan adanya perjanjian yang telah dibakukan. Meskipun penyalahgunaaan keadaan belum termasuk sebagai salah satu faktor penyebab batalnya perjanjian dalam hukum positif Indonesia. Dalam praktiknya bahwa calon tertanggung wajib mengisi blangko/ form yang disediakan oleh perusahaan asuransi. Pertanyaan dan pernyataan berkenaan dengan apa yang dipertanggungkan wajib diisi secara jujur, namun demikian seringkali pilihan-pilihan jawaban yang ada dalam blangko tidak mencukupi. Atau bahkan blangko tidak bisa mengorek informasi lebih jauh terhadap kondisi tertanggung karena hanya berupa tulisan. Barangkali kondisi akan berbeda jika keterangan ini dilakukan oleh seorang petugas asuransi. Kondisi seperti inilah yang masih menjadi keterbatasan kejujuran yang tidak maksimal. Perihal di atas kelihatan sederhana, namun jika diabaikan akan berdampak merugikan kepada penanggung. Namun demikian keterbatasan yang ada tidak menimbulkan kerugian yang besar dan dimaklumi maka tidak menjadi persoalan serius. Sebab dengan pengisian blangko yang diajukan oleh penanggung dan dengan diisi oleh tertanggung berarti bahwa penanggung telah menyetujui perjanjian tersebut. Jika hal demikian telah dipahami bersama dan telah menjadi adat kebiasaan maka keberadaannya tidak dapat membatalkan perjanjian yang telah dibuat. III. Kesimpulan Pengaturan Pasal 251 KUHD tidak diterapkan sepenuhnya dalam asuransi kerugian masih diperhatikan adanya itikad baik dari tertanggung. Pemberitaan tentang keadaan dari benda pertanggungan dalam asuransi kerugian menuntut adanya itikad baik dari tertanggung artinya pertanggungan tidak berjalan seandainya kesalahan pemberitaan itu terjadi karena itikad baik dari tertanggung. Oleh karena itu pihak tertanggung tidak boleh berbohong atau membuat berita tidak benar supaya benda tertanggung diganti Jadi harus ada itikad baik dan kesadaraan hati nurani dari pihak tertanggung untuk memberikan informasi yang benar tentang benda tertanggung. Principle of utmost good faith sebagai prinsip hukum asuransi telah memiliki keselerasan dengan asas asas yang berupa asas kejujuran. Adanya ketidakjujuran (penipuan) berakibat pada pembatalan perjanjian yang telah dibuat. Keterbatasan kejujuran yang ada sebagai akibat keterbatasan ruang, yang tidak semua pernyataan bisa dituangkan dalam blangko perjanjian (polis), bila sudah menjadi kesepahaman bersama, tidak menciderai isi perjanjian, tidak mengurangi esensi perjanjian maka hal demikian tidak menjadi persoalan yang perlu diperdebatkan sekaligus tidak membatalkan perjanjian yang telah dibuat. V. Daftar Pustaka AM, Hasan Ali, 2003. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana Jakarta, hlm. 77 Branto Hartono Prinsip Ut Most Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian, Tesis Semarang Pasca Sarjana, Undip, 2015, hlm 34 Herman Darmawi, 2001, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta Hlm 2 Mulyadi Nitisusatro, 2013, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, Alfabeta, Bandung, hlm. 134 Mehr dan Cammack, Dasar-Dasar Asuransi, terj. A. Hasyimi, Jakarta: Balai Aksara, 1981. Salim H.S. 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta. Wirjono Prodjodikoro, 1987, Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta hlm.1 Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Perdata Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 348 Undang-undang No 40 Tahun 2014. LN No. 13 Tahun 1992, TLN. No 3467 Tentang Usaha Perasuransian 82 UIR Law Review Volume 01, Nomor 01, April 2017