Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan. maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai berikut: Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

1 UNIVERSITAS INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara

Transkripsi:

A. TINJAUAN TEORITIS 1. Akuntansi Sektor Publik Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan organisasi perusahaan (bisnis) biasanya dikenal dengan akuntansi sektor privat, dan yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan atau akuntansi sektor publik. Oleh karena pemerintahan daerah merupakan satuan organisasi yang non profit, maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam akutansi sektor publik. Sebagai salah satu bidang ilmu, penelitian tentang akuntansi sektor publik masih banyak kendalanya, baik pada kepustakaannya maupun bagaimana masalah-masalah di lapangan dirumuskan. Hal tersebut dapat dimaklumkan mengingat masih mudanya bidang ilmu akuntansi sektor publik. Namun dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mardiasmo (2002:1) menyatakan bahwa saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntanbilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor publik. 2. Keuangan daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala

sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Halim (2004:20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD. (Saragih, 2003:12) Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah satu rencana keuangan tahunan daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana Pemerintah Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah. Sebagai alat yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi. Menurut Mardiasmo (2002:183) fungsi utama anggaran daerah adalah sebagai berikut: a. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk : 1) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai denagn visi dan misi yang ditetapkan.

2) menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapat tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaan 3) mengelola sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun, dan 4) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. b. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali, yang digunakan antara lain untuk : 1) mengendalikan efisiensi pengeluaran. 2) membatasi kekuasaan dan kewenangan Pemda. 3) mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam mengalokasikan anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. 4) memonitor kondisi keuanagan dan pelaksanaan perasional program atau kegiatan pemerintah. c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehinnga mempercepat pertumbuhan ekonomi. d. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritasprioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih

merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanaakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif. e. Anggaran koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja. f. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasi. g. Anggaran dapat digunakan sebagai alat sebagi memotivasi manjemen Pemda agar dapat bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat chalenging but attainble atau demanding but achieveable. Maksudnya, target kinerjanya hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). h. Anggaran dapat juga dapat gunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat

dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat. Yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umunya akan mencoba mempengaruhi anggran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayai aspirasinya melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain. Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilih yng memilih orangorang yang duduk di parlemen dan pemerintahan. Mamesah (1995:20) mendefinisikan APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggabarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrument kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dam kesejahteraan masyarakat di daerah. Ramzuri (2007:17) mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemerintah daerah harus secara nyata dan terstuktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhan tuntutan terciptanya anggaran daerah yang beroreantasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Baswir (1988:26) mengemukakan bahwa penyusunan anggaran

berdasarkan yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari karekteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan negara. Widjaja (2002:67) menyatakan bahwa anggaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. APBD dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. IACS dalam Halim (2002: 68) menyatakan: belanja daerah adalah penurunan dalam manfaat ekonomi selama priode akuntansi dalam bentuk arus kas. Dari aspek pelaksana, pemerintah daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasional pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diukur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. APBD merupakan sistem kebijakan yang utama bagi pemerintahan daerah. 3. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintah umum, membangun dan membina kemasyarakatan dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu Hasil pajak daerah

Hasil retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan Lain-lain pendapatan yang sah b. Dana perimbangan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD menurut Halim (2002: 64) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa kelelusaan oleh daerah harus dapat dimanfaatkan untuk dapat meningkatan PAD untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Upaya peningkatan PAD tersebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab pemerintah daerah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagi perwujudan desentralisasi. PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang lebih baik (Harianto dan

Adi, 2007) Apabila suatu daerah PAD-nya meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan dapat digunakan pula. Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu: a. Pajak Daerah Menurut Sunitro dalam (Kaho, 2007:144) pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah, seperti Propinsi, Kabupaten dan sebagainya. Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak. Penerimaan ini meliputi: Pajak Kendraan Bermotor Bea Balik Nama Kendraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor Pajak Kendraan di Atas Air Pajak Air di Bawah Tanah Pajak Air Permukaan. Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah terdiri atas: Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir b. Retribusi Daerah Menurut Kaho (2007 : 170) menyatakan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah. Berdasarkan Undang-Undang No.34 2004 tentang problem atas Undang- Undang No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah c. Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan Sesuai Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn dan bagian laba atas peyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli Daerah yang Sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 5. Transfer Pemerintah Pusat Halim (2002:65) mendefinisikan transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Saragih (2003:85) adalah: Suatu sistem pembiayan pemerintahan dalam keuangan Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang disebut dengan Bagian Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). ( Kadjatmiko, 2002:79) Pembagian dana perimbangan menurut saragih (2003:86) terdiri dari: 1. Dana bagi hasil dari : pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan dan penerimaan dari sumber daya alam, yakni minyak bumi, gas alam,

pertambanagn umum, kehutanaan dan perikanaan. Penetapaan besarnya dana bagi hasil pajak berdasarkan atas persentase dengan tariff dan basis pajaknya. 2. Dana alokasi umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula. 3. Dana alokasi khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya isedental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus. Pada umumnya pemerintah pusat memberikan transfer dana dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui pemerataan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Menurut kamus wikepedi Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang dialikasikan kepada daerah di Indonesia untuk meningkatkan dana pembangunanya. Jumlah dana alokasi umum untuk tahunanya ditentukan oleh keputusan presiden. Dana alokasi umum mencakup: 1. Dana Alokasi Umum untuk daerah Propinsi 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah Kabupaten/Kota

Basis utama perhitungan DAU adalah kesenjangan fiskal atau perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal di masing-masing daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pengelolaan DAU ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal Gab) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila memiliki daerah memiliki potensi fiskal besar tetapi kebutuhan fiskal kecil maka akan memperoleh DAU yang relatife kecil. Sebaliknya, untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperolah alokasi DAU yang relatife besar. Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah memiliki stuktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiskal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003:98). Menurut Mulia (2005:13), tujuan umum dari DAU adalah untuk: 1. Meniadakan atau meminimalkan ketimpangan fiskal vertikal. 2. Meniadakan atau mengurangkan ketimpangan fiskal horizontal. 3. Menginternalisasikan/memperhitungkan sebahagian atau seluruh limpahan manfaat/biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut. 4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehinggan hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.

Secara umum DBH dan DAU digolongkan ke dalam bentuk unconditional transfer atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat. Sedangkan DAK digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan transfer bersyarat. 6. Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu priode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut. Dalam Kamus Wikipedia (2008) disebutkan bahwa pendapatan per kapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah/PDRB dan Pendapatan Per Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya

hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004). Pendapatan per kapita sering dijadikan tolak ukur kemakmuran tingkat pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita suatu negara pada umumnya adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB), sedangkan untuk pendapatan per kapita daerah yang umum digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan menggunakan formulasi: PDRB perkapita = PDRB tahun t jumlah penduduk tahun t B. Hubungan PAD, Transfer Pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita 4. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Pendapatan asli daerah dan transfer pemerintah pusat merupakan sumbersumber penerimaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dalam membiayai belanja dan operasionalnya sangat bergantung dari kedua pendapatan di atas.

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah dari hasil daerahnya sendiri, sedangkan transfer pemerintah pusat adalah sumber pendapatan yang di peroleh dari pemerintah pusat. Dana alokasi umum adalah pendapatan terbesar yang berasal dari transfer pemerintah pusat 5. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan Per Kapita Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumbersumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006). Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan

peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. 6. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per Kapita Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Transefer pemerintah pusat juga diharapkan membantu pemerintah daerah dalam membangun sarana dan prasara yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya per kapita masyarakat di daerah tersebut. C. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (3) (4) David Hubungan Belanja Dana Alokasi Dana Alokasi Umum Harianto Modal, DAU, PAD, Umum (X 1 ), sangat berpengaruh

dan Priyo Hariadi (2007) Sembiring (2001) Abimanyu (2005) dan Pendapatan Per Kapita pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali Analisis Potensi Pendapatan Daerah Bagi Pengembangan Wilayah Wabupaten Karo Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Belanja Modal (X 2 ), Pendapatan Asli Daerah (X 3 ) dan Pendapatan Alokasi Umum(Y) Pajak Daerah (X 1 ), Retribusi Daerah (X 2 ), dan Laba BUMD (X 3 ). PDRB (Y 1 ) dan Pendapatan Per kapita (Y 2 ) Belanja Modal (X 1 ), PDRB (Y 1 ) dan PAD (Y 2 ) terhadap Belanja Modal, Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung) Pendapatan daerah memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perkembangan wilayah di Kab. Karo Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada priode yang akan datang yaitu produktivas masyarakat meningkat dan pertumbuhan investor akan meningkat. D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian pendahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual peneliti sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah (X 1 ) Transfer Pendapatan Per Universitas Kapita Sumatera (Y) Utara

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Dari kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa PAD (X 1 ) dan transfer pemerintah pusat (X 2 ) dalam bentuk Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat (Y). Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikakasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan produktifitas. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. 2. Hipotesis Menurut Erlina, Mulyani (2007:4), Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Hipotesis adalah dugaan