PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

BAB V RENCANA PENANGANAN

PERENCANAAN REVETMENT MENGGUNAKAN TUMPUKAN BRONJONG DI PANTAI MEDEWI JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 5 SYSTEM PLANNING

STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL

URAIAN SINGKAT PEMBANGUNAN PENGAMANAN PANTAI LASIANA DI KOTA KUPANG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

BAB I PENDAHULUAN. gelombang laut, maka harus dilengkapi dengan bangunan tanggul. diatas tadi dengan menggunakan pemilihan lapis lindung berupa

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

KAJIAN GELOMBANG RENCANA DI PERAIRAN PANTAI AMPENAN UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI ABSTRAK

BAB III DATA DAN ANALISA

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Bab III Metode Penelitian

STUDI TRANSMISI GELOMBANG DAN STABILITAS ANCHOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. langsung berada dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB II STUDI PUSTAKA

ABSTRAK. Unjuk Kerja Bangunan Pemecah Gelombang Ambang Rendah Blok Beton Berkait

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Persiapan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

EROSI MARIN SEBAGAI PENYEBAB KERUSAKAN LAHAN KEBUN DI KELURAHAN TAKOFI KOTA TERNATE

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

PERENCANAAN BREAKWATER PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) TAMBAKLOROK SEMARANG

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Gambar 4.56 Foto di lokasi Alo Induk.

JUSTIFIKASI TEKNIS PERUBAHAN VOLUME PEKERJAAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

JUSTIFIKASI TEKNIS PERUBAHAN VOLUME PEKERJAAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

Transkripsi:

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA Erni Yulianti Dosen Program Studi Teknik Sipil Sumberdaya Air FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Perlindungan kawasan pantai dan pemukiman nelayan menggunakan bangunan pengaman pantai diharapkan pada masa yang akan datang bisa mulai berkembang. Pemanfaatan ruang yang terkendali di suatu kawasan akan menjamin kelangsungan hidup yang selaras bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Sebaliknya, dengan perkembangan kawasan yang tidak teratur dan kurang terkendali, seringkali mengakibatkan rusaknya kelestariaan lingkungan dan terjadinya inefisiensi pemanfaatan ruang serta sumberdaya alam maupun buatan. Untuk menghindari kondisi tersebut, maka perlu adanya upaya perencanaan yang terintegrasi dan terpadu dengan konsep pelestarian lingkungan serta pendekatan sosial masyarakat. Dasar ini dipakai untuk kegiatan perencanaan bangunan pengaman pantai di kawasan pariwisata Pantai Labuhan, Kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa. Selain itu, juga melindungi pemukiman pinggiran pantai dari abrasi akibat gelombang pasang dan menciptakan kondisi yang seimbang antara kelangsungan hidup masyarakat, pemukiman pantai, dan kondisi sumberdaya alamnya. Melalui analisis awal perencanaan bangunan pemecah gelombang yang akan dilaksanakan, dapat menunjang perkembangan pembangunan prasarana pengaman pantai yang diharapkan memberikan manfaat besar bagi kemakmuran masyarakat dan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan. Apabila kondisi keamanan masyarakat nelayan terhadap gelombang pasang di pantai dapat terwujud, maka kawasan wisata di daerah tersebut mulai dapat dikembangkan, sehingga pendapatan masyarakat sekitarnya juga dapat mengalami peningkatan, baik secara langsung maupun tak langsung. Kata Kunci: Pemecah Gelombang, Keamanan, Pantai Labuhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Sumbawa memiliki garis pantai yang cukup panjang, dikarenakan memiliki gugusan pulau-pulau kecil yang berjajar dari Barat hingga Timur. Keberadaan pantai-pantai tersebut memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Salah satu pantai yang memiliki potensi di Kabupaten 75

Spectra Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 75-84 Sumbawa adalah Kawasan Pantai Labuhan yang memiliki akses yang baik dan berdekatan dengan Ibukota Kabupaten yaitu Sumbawa Besar, sehingga cukup layak untuk dikembangkan sebagai landmark (ikon) Kota Sumbawa. Pantai Labuhan ini berada di wilayah Kecamatan Labuhan Badas, terletak pada 117 0 24 00 Bujur Timur dan 8 0 20 00 Lintang Selatan. Oleh sebab itu, sebagai upaya peningkatan pendapatan asli daerah, maka diperlukan usaha mengoptimalisasikan potensi alam yang tersedia di sektor pariwisata dan juga tetap menjaga kelestarian alam dengan adanya pengamanan tepi pantai dari ancaman gelombang pasang air laut terhadap kawasan tepi pantai dan pemukiman nelayan. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan diusahakannya pembangunan secara terpadu dan terintegrasi pada kawasan pantai dalam konteks pengembangan pariwisatanya, sehingga dapat memaksimalkan potensi-potensi yang terdapat di Kabupaten Sumbawa. Melalui analisis perencanaan ini salah satu tujuannya untuk melaksanakan pembangunan prasarana pengaman pantai di Pantai Labuhan untuk mengatasi ancaman gelombang pasang pada kawasan Pantai Labuhan. Dengan memberikan perlindungan kawasan pantai dan pemukiman nelayan menggunakan bangunan pengaman pantai, diharapkan pada masa yang akan datang akan dapat lebih mudah untuk diusahakan perencanaan kawasan pariwisata di Pantai Labuhan. Selain itu, juga melindungi pemukiman pinggiran pantai dari abrasi akibat gelombang pasang dan menciptakan kondisi yang terintergrasi antara kelangsungan hidup masyarakat pemukiman pantai dan kondisi sumberdaya alamnya. Kecamatan Labuhan Badas mempunyai luas wilayah sebesar 444,21 km 2. Berdasarkan hasil survey lokasi ini memiliki kemiringan antara 0 0 sampai 15 0. Daerah pemukiman yang berdekatan dengan garis pantai, sehingga menyebabkan hempasan gelombang menerjang rumah-rumah penduduk pada saat pasang laut terjadi. Pemukiman daerah Pantai Labuhan ini terletak di bagian Utara Pulau Sumbawa dengan ketinggian 10 meter di atas permukaan air laut. Kondisi Angin dan Gelombang Laut Arah angin yang bertiup dari arah Barat Laut ke arah Tenggara adalah paling dominan, sehingga terjadi perubahan arah gelombang yang sangat mencolok. Kecepatan angin yang berhembus di Pantai Labuhan berkisar antara 10 knots sampai 28 knots. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan oleh BMG Brangbiji di Kabupaten Sumbawa. Sedangkan gelombang yang terjadi pada Pantai Labuhan cukup besar, dimana gelombang tersebut terdiri dari gelombang lokal yang berasal dari sekitar Pantai Labuhan dan gelombang besar yang berasal dari Laut Flores. Gelombang yang terbesar terjadi pada saat angin berasal dari arah Barat Laut ke arah Tenggara yang terjadi pada bulan tertentu. 76

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk yang tinggal di pemukiman daerah Pantai Labuhan mayoritas berpenghasilan dari kegiatan nelayan dengan kondisi ekonomi yang relatif masih rendah. Dengan adanya rencana pembangunan prasarana pengaman pantai, diharapkan akan meningkatkan rasa aman bagi penduduk, termasuk dengan adanya pengembangan pariwisata di Pantai Labuhan akan dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang bermukim di daerah Pantai Labuhan. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Bangunan Pengaman Pantai Bangunan pengaman pantai yang akan digunakan di lokasi ini adalah bangunan pemecah gelombang bawah laut (submerged) yang merupakan struktur tenggelam yang paralel dengan pantai dan bentuk ukuran bangunannya bisa panjang atau pendek, dibangun untuk mengurangi aktifitas gelombang pada pantai. Pada umumnya merupakan struktur batuan yang dibangun sebagai sebuah tumpukan batuan homogen. Pemecah gelombang bawah laut ini dapat dirancang secara stabil atau dapat melakukan pembentukan ulang pada aktifitas gelombang tertentu. Bangunan ini memiliki bagian puncak sempit pada air dangkal atau pada air yang lebih dalam dengan bagian puncak yang lebar. Hal tersebut dimaksudkan agar bangunan pemecah gelombang tidak mengganggu keindahan alam, dalam arti: Pandangan bebas tidak terganggu Masih terdapat gelombang-gelombang kecil di pantai Batu-batuan untuk konstruksi bisa berbentuk kubus untuk mendapatkan berat yang cukup besar atau dengan bentuk khusus yang ringan. Bentuk bangunan pemecah gelombang sangat ditentukan oleh bahan bangunan yang tersedia di lokasi. Disamping itu, perlu pula ukuran batu pemecah gelombang disesuaikan dengan peralatan yang akan digunakan untuk membangun. Material penyusun biasanya terdiri dari beberapa lapis batu yang diletakkan secara random yang dilindungi oleh lapisan terluar yang terdiri dari butiran dengan ukuran tertentu. Pada lapisan terluar atau pelindung, butiran, diletakkan secara random atau diatur untuk mendapatkan ikatan yang baik antara butir yang satu dengan yang lain. Karena dari penentuan berat batu sudah memperhitungkan tinggi gelombang rencana, maka koefisien stabilitas bergantung pada bentuk batu pelindung. Bangunan pemecah gelombang yang akan dibuat berbentuk trapesium sama kaki, dengan harapan sisi miring dari bangunan tersebut dapat meredam gelombang yang menghempas ke arah pantai. 77

Spectra Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 75-84 Tata letak Bangunan Pengaman Pantai (Pemecah gelombang) Daerah yang akan dilindungi dari pengaruh gelombang adalah pemukiman yang berada dekat dengan garis pantai di sepanjang Pantai Labuhan. Perencanaan pemecah gelombang di Pantai Labuhan ini membutuhkan data-data penunjang untuk analisis, yaitu data gelombang tahunan dari pengukuran Stasiun Brang Biji di Kabupaten Sumbawa. Stasiun ini juga merupakan stasiun pengamat angin yang menyebabkan terjadinya gelombang di lokasi, sehingga tinggi gelombang rencana yang terjadi adalah tinggi gelombang di lokasi. Dipilih lokasi pemecah gelombang yang tegak lurus terhadap gelombang dari arah Barat Laut, sehingga pemecah gelombang tersebut mempunyai orientasi Tenggara-Barat Laut dengan bentuk yang sedikit melengkung dengan tujuan agar pada saat gelombang menghantam pemecah gelombang setelah melewati puncak gelombang yang ditransmisikan akan membelok dan mengumpul dan tidak pecah, sehingga masih dapat memercikkan air sedikit. Tinggi gelombang rencana sesuai dengan perhitungan sebelumnya, yaitu sebesar 2,86 m dan periode gelombang pada gelombang Swell adalah 7 detik. Pemecah gelombang tersebut terletak pada kedalaman kurang lebih 2,0 m dari LWL, dan panjang pemecah gelombang direncanakan lebih kurang 500 m. Hal ini diharapkan telah dapat melindungi pemukiman yang berada di sepanjang Pantai Labuhan tersebut. Tinggi Gelombang Signifikan Tahunan Tinggi gelombang yang digunakan dalam perencanaan ini adalah tinggi gelombang signifikan tahunan (Hs) yang merupakan data sekunder hasil dari pengolahan data kecepatan angin dari stasiun pengukur kecepatan angin Brangbiji. Dan periode gelombang yang dipakai adalah periode pada gelombang Swell yang mempunyai bentuk lebih reguler dengan puncak yang tidak terlalu tinggi dan curam sebesar 5 detik. Tinggi Gelombang Rencana Pada perencanaan struktur pemecah gelombang terdapat desain alternatif, berupa bangunan pengaman pantai maupun desain pemecah gelombang bawah permukaan air laut. Dengan ketentuan pada tabel di bawah ini, maka jenis tinggi gelombang yang digunakan adalah Hs (signifikan) dengan kala ulang 10 50 tahun. Semakin tinggi nilai daerah yang akan dilindungi, maka semakin besar pula kala ulang gelombang rencana yang dipilih. Karena begitu pentingnya daerah yang akan dilindungi, yaitu pemukiman di sekitar Pantai Labuhan, maka kala ulang yang digunakan adalah yang terbesar yaitu 50 tahun. 78

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti Pedoman Jenis Gelombang dan Kala Ulang Gelombang No 1 2 3 Jenis Bangunan Struktur Fleksibel Struktur Semi Kaku Struktur Kaku Sumber : Nur Yuwono (1992: III-1) Gelombang Rencana Jenis Gelombang Hs H 0,1 H H0,01 H 0,01 maks Kala Ulang 10 50 th 10 50 th 10 50 th ANALISA PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG Penentuan Elevasi Puncak, Tinggi, dan Lebar Dinding Penahan Pemecah Gelombang Elevasi Puncak, Dasar dan Tinggi Penahan Gelombang Pemecah gelombang yang direncanakan adalah dinding penahan pemecah gelombang, dimana puncaknya berada pada 2,0 m di atas garis elevasi normal NSL (normal sea level = + 0,00 m), sehingga sebagian bangunan dinding penahan pemecah gelombang terendam oleh air laut pada saat terjadi pasang. Sedangkan elevasi dasar bangunan dinding penahan pemecah gelombang dihitung berdasarkan peta kontur dari pengukuran elevasi pada lokasi bangunan yang akan direncanakan. Oleh karenanya, dapat diketahui elevasi bangunan dinding penahan pemecah gelombang dan tinggi bangunan dinding penahan pemecah gelombangnya. Lebar Puncak Didalam menentukan lebar puncak dinding penahan pemecah gelombang dapat dilakukan dengan menentukan jarak bangunan yang akan direncanakan antara garis pantai dan elevasi normal. Setelah mengetahui jarak dan tinggi bangunannya, direncakan banyaknya anak tangga dengan pembagian lebar puncak dengan kemiringan tertentu, permukaan puncak yang direncanakan sebaiknya disesuaikan dengan tinggi gelombang dan HSL (high sea level). Oleh karena itu, untuk mencari lebar puncak dilakukan dengan cara coba-coba dengan menentukan lebar sebagai asumsi untuk mendapatkan nilai tinggi gelombang transmisi (Ht). Adapun data-data yang diperlukan adalah asumsi lebar puncak rencana, tinggi gelombang rencana, periode gelombang, panjang gelombang, permukaan pasang, dan kedalaman air pada puncak. Analisis datanya adalah sebagai berikut : Lebar Puncak (B) : 1,0 m (asumsi awal) Tinggi gelombang rencana (H) : 1,16 m Periode gelombang (T) : 4,28 detik Panjang gelombang (Lo) : 1,56T2 = 1,56x(4,282) = 28,58 m Permukaan Pasang (HSL) : + 1,25 m 79

Spectra Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 75-84 Kedalaman air pada puncak (R) : Kedalaman puncak + HSL R = 0,50+1,25 = 1,75 m Maka: H / Lo = 1,16 / 28,58 = 0,040 B / Lo = 1,0 / 28,58 = 0,035 R / H = 1,75 / 1,16 = 1,50 Setelah ditemukan hasil perhitungan tersebut, dicari nilai Koefisien Transmisi (Kt) dengan menggunakan Grafik Tanaka, sehingga didapatkan nilai Kt sebesar 0,30 untuk lebar puncak 1,0 m (asumsi awal). Dari hasil tersebut, maka didapatkan tinggi gelombang transmisi dengan persamaan: Ht = H. Kt = 1,16 x 0,30 = 0,348 m Setelah diperoleh nilai Ht, maka dicari persentase tinggi gelombang transmisi yang melewati pemecah gelombang yang hasilnya harus sesuai dengan target, yaitu tidak lebih dari 50%. 0,348 Prosentase Ht = 100% = 30% < 50% (memenuhi) 1,16 Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari 50%, maka perlu ditambah lebar puncak sampai diperoleh tinggi gelombang transmisi (Ht) yang kurang dari 50%. Berat Butir Batu Pelindung Spesifikasi teknis pemecah gelombang adalah jenis tumpukan batu gunung yang banyak terdapat pada daerah tersebut. Melalui berat jenis batu gunung (S) = 2,65 t/m3 dengan rapat massa relatif terhadap air laut (Sr) = 1,03 t/m3, maka = 2,65 / 1,03 = 2,57 t/m3. Karena elevasi puncak yang berada 0,5 m dibawah LSL maka perlu memperhitungkan kedalaman puncaknya (R) = 0,5 + 1,25 = 1,75 m. Sedangkan berdasarkan analisa tinggi gelombang rencana (Hs) = 1,16 m dan kedalaman puncak (R) = 1,75 m, maka diperoleh R / Hs = 1,75 / 1,16 = 1,50 sehingga didapat nilai faktor stabilitas (Ns) pada Grafik 5 sebesar 6,0, maka berat butir batu pelindung (W) dapat diketahui dengan rumus Brebner Donnelly s, yaitu : W = S. H 3 Ns. ( Sr -1) Setelah analisa dilakukan, maka didapatkan berat batu pelindung W = 0,01 ton. Dari analisa di atas menggunakan rumus Brebner Donnelly s untuk mengetahui berat butir pelindung, maka didapatkan hasil batuan gunung dengan bobot 0,01 ton disesuaikan dengan bobot material yang akan direncanakan sebagai bahan konstruksi. 80

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti Berat dan Ukuran Batuan Dengan anggapan berat jenis batu gunung (S) = 2,65 t/m 3 dan bobot batuan sebesar 0,01 ton, maka dapat diketahui diameter batuan gunung yang berbentuk bulat melalui perbandingan volume bola dan volume batuan. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, dihasilkan diameter batuannya (d) = 0,50 m. Gambar Sketsa Potongan Melintang Pada Bangunan Pemecah Gelombang Susunan Material Dinding Penahan Pemecah Gelombang Penentuan susunan material disesuaikan dengan arah gelombang yang datang (incident), dimana bobot yang terbesar diletakkan di bagian paling luar yang langsung mendapat gelombang yang terbesar, begitu seterusnya sampai bangunan tersebut padat secara keseluruhan dalam menahan hantaman gelombang. Kondisi Pasang Surut Kondisi pasang surut Pantai Labuhan diperoleh dari Kantor Pelabuhan Daerah Pantai Labuhan Kabupaten Sumbawa. Adapun kondisi pasang surutnya adalah sebagai berikut: HSL = + 1,25 m MSL = + 0,00 m LSL = - 1,25 m Sedangkan kondisi dasar laut Pantai Labuhan dominan terdiri dari lapisan pasir dengan karang sedikit dengan kemiringan dasar laut sebesar 2% (1:50). 81

Spectra Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 75-84 Tinggi Gelombang Transmisi Tinggi gelombang transmisi yang melewati pemecah gelombang ditetapkan yaitu kurang dari 50%. Berdasarkan data lebar puncak (B) = 35 m, dengan nilai koefisien transmisi (Kt) dari grafik 4 adalah = 0,48 dan tinggi gelombang rencana (H) adalah = 2,86 m, maka tinggi gelombang transmisi (Ht) dalam persentase (%) dapat diketahui sebesar 48%, dimana nilainya kurang dari 50%, sehingga kondisi tinggi gelombang masih tidak membahayakan terhadap bangunan pemecah gelombang yang direncanakan. Energi Gelombang yang Terjadi Energi gelombang sebelum melewati pemecah gelombang cukup besar dan dapat merusak karang maupun bangunan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, perlu diredam dengan bangunan pemecah gelombang yang dapat mengurangi besarnya energi gelombang, sehingga setelah melewati pemecah gelombang, maka energi gelombang dapat berkurang. Untuk memperoleh energi gelombang sebelum maupun setelah melewati pemecah gelombang, maka perlu diketahui tinggi gelombang sebelum melewati pemecah gelombang dan tinggi gelombang transmisi setelah melewati pemecah gelombang. Untuk mengetahui energi gelombang sebelum dan sesudah melewati pemecah gelombang dilakukan melalui analisa energi gelombang. Dari perhitungan yang sudah dilakukan, maka besarnya energi gelombang yang terjadi sebelum melewati pemecah gelombang adalah: E = 1. ρ. g. 8 2 H E = 1.1,03. 9,81. (2,86) 2 10, 331 8 = Nm (watt) Sedangkan untuk mengetahui besarnya energi gelombang setelah melewati pemecah gelombang transmisi yaitu dengan rumus: E = E = 1 2. ρ. g. Ht 8 1 2.1,03. 9,81. (1,658 ) 8 = 3,472 Nm (watt) Berdasarkan pengamatan dan analisis kondisi batuan untuk bangunan pemecah gelombang pada Pantai Labuhan, maka kejadian tinggi gelombang transmisi sebesar 1,658 m yang dapat menimbulkan energi sebesar 3,472 Nm (watt), pemukiman pada Pantai Labuhan diperkirakan 82

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti tidak akan mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh benturan gelombang transmisi. Dengan demikian, pemecah gelombang yang akan direncanakan dapat dikatakan sudah berfungsi sebagaimana yang diharapkan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis perencanaan yang telah dilakukan melalui beberapa pengamatan dan kegiatan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Perencanaan yang telah dilakukan sebagai penunjang dan langkah awal untuk melaksanakan pembangunan bangunan pengaman pantai di Pantai Labuhan Sumbawa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga pembangunan tersebut dapat segera direalisasikan di tempat itu karena membawa banyak sekali manfaat dan keuntungan untuk pemerintah daerah, khususnya untuk masyarakat yang ada di sekitarnya. 2. Kegiatan perencanaan maupun pelaksanaan yang akan dilaksanakan di lokasi harus melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat supaya memberikan hasil yang optimal. 3. Melalui kegiatan analisis perencanaan ini akan membawa perkembangan bagi pembangunan yang berkelanjutan, sehingga kawasan Pantai Labuhan ini akan menjadi kawasan yang sehat, indah, aman, dan produktif - baik dari segi teknis maupun sosial budayanya. Beberapa hal yang dapat disarankan dalam kegiatan perencanaan bangunan pengaman pantai ini adalah: 1. Sebaiknya memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar mengenai bangunan pengaman pantai yang akan dibuat, sehingga masyarakat dapat bekerjasama dan menunjang dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. 2. Sebaiknya pemerintah daerah secara rutin melaksanakan pemantauan kegiatan perencanaan maupun pelaksanaan pekerjaan di wilayah tersebut serta pengembangannya, sehingga ekosistim dan wilayahnya dari segi sosial tidak terganggu apabila terdapat bangunan baru yang berdiri di Pantai Labuhan. 3. Perlu diupayakan untuk menarik minat investor dengan studi-studi yang intensif sampai pada tinjauan ekonomis dan finansial, sehingga biaya yang diperlukan tidak seluruhnya dibebankan pada pemerintah daerah. 4. Melalui pembangunan yang berkelanjutan, sebagai rangkaian jangka panjang, sebaiknya diusahakan terwujudnya kawasan wisata di Pantai Labuhan tersebut. 83

Spectra Nomor 16 Volume VIII Juli 2010: 75-84 DAFTAR PUSTAKA Haryo Dwito Armono, Sunyoto, Widi Agus Pratikto. 1996. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. Yogyakarta: BPFE. Indreswari, G. 1993. Aspek Institusi dalam Pengembangan Teknik Pantai. Seminar Teknik Pantai. LPTP-BPPT Yogyakarta. Sugandhy, A. 1993. Pendekatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pantai dari Sudut Penataan Ruang Wilayah Pesisir. Makalah Seminar Teknik Pantai. LPTP-BPPT Yogyakarta. Triatmadja. R. 1993. Gelombang Pasang Surut. PAU Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada. Makalah Kursus Singkat Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta. Yuwono, Nur. 1982. Teknik Pantai. Volume 1 dan 2. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM. 84