STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB III LANDASAN TEORI

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

NASKAH SEMINAR INTISARI

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB III LANDASAN TEORI

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -WC

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN LIMBAH PELEBURAN TIMAH (TIN SLAG) SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET- WEARING COURSE UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGGUNAAN ABU BATU KAPUR DESA BUHUT JAYA KABUPATEN KAPUAS SEBAGAI TAMBAHAN FILLER

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA AGREGAT HALUS DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS-WC SEMI SENJANG

BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

Transkripsi:

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran sejauh mana pengaruh penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda pada material penyusun campuran Lataston serta mengoptimalkan penggunaan agregat halus dengan rancangan fraksi agregat gabungan sesuai dengan job mix formula. Pengujian material dilakukan dengan menggunakan prosedur SNI. Jika prosedur pengujian tidak terdapat pada SNI, digunakan prosedur-prosedur lain seperti AASHTO dan ASTM. Perancangan kadar aspal (Pb) serta rancangan agregat campuran menggunakan metode analitis yang mengacu pada spesifikasi Pusjatan (2008). Dalam penelitian ini digunakan pasir (agregat halus) Desa Kuala Satong, pasir Ex Pawan, pasir Padang Dua Belas, pasir Desa Pagar Mentimun, pasir Desa Kelapa Enam, pasir Desa Mekar Utama, aspal Pen 60/70, agregat kasar dan debu batu Ex Pangkalan Tapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas Marshall pasir Desa Kuala Satong sebesar 1.073,33 kg dengan KAO = 7,5%, pasir Ex Pawan sebesar 1.058,73 kg dengan KAO = 7,45%, pasir Desa Padang Dua Belas sebesar 1.058,73 kg dengan KAO = 7,2%, pasir Desa Pagar Mentimun sebesar 1.044,13 kg dengan KAO = 7,45%, pasir Desa Kelapa Enam sebesar 1.066,03 kg dengan KAO = 7,25%, dan pasir Desa Mekar Utama sebesar 1.036,83 kg dengan KAO = 7,5%. Pasir tersebut semuanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan perkerasan jalan karena memenuhi standar spesifikasi Pusjatan (2008). Kata-kata kunci: uji Marshall, Lataston, agregat halus Ketapang 1. PENDAHULUAN Kebutuhan akan material agregat, baik agregat halus (pasir) maupun agregat kasar, dan material lainnya yang terus meningkat seiring dengan perkembangan pembangunan dan teknologi untuk bahan konstruksi secara tidak langsung mempengaruhi suatu daerah dalam mengambil kebijakan dalam pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang maupun jangka pendek. Apabila tidak diikuti dengan pencarian material alternatif, maka tidak menutup kemungkinan pembangunan tersebut akan gagal dalam pelaksanaannya. Lokasi material, khususnya agregat halus, yang cukup jauh dari lokasi AMP (asphal mixing plant) dan ketersediaan agregat halus yang terbatas sehingga tidak mencukupi kebutuhan produksi untuk pelaksanaan pekerjaan Lataston (HRS- WC, HRS Base) sering menyebabkan terputusnya produksi Lataston. Biaya operasional harga satuan pekerjaan juga semakin mahal. Keberadaan AMP yang terletak di Kecamatan Muara Pawan berjarak ±25 km dari pusat Kota Ketapang dengan layanan pekerjaan sampai ke Kecamatan Kendawangan yang berjarak ±97 km dari pusat Kota ketapang. Dengan rentang jarak ±122 km 1) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat 1

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 tersebut tidak mungkin terlayani hanya dengan mengandalkan penggunaan agregat halus tertentu. Apabila diteliti lebih lanjut, masih banyak lokasi agregat halus yang terbentang di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Ketapang, seperti Desa Laman Satong, Desa Padang Dua Belas, Desa Pagar Mentimun, Desa Kelapa Enam, dan Desa Mekar Utama yang sama sekali belum termanfaatkan secara optimal penggunaannya sebagai alternatif material bangunan, khususnya untuk pekerjaan Lataston. Penelitian ini bertujuan, antara lain: a) Memberikan gambaran sejauh mana pengaruh penggunaan agregat halus alternatif dari enam lokasi yang berbeda pada material penyusun campuran Lataston. b) Mengoptimalkan penggunaan agregat halus dengan rancangan fraksi agregat gabungan sesuai dengan job mix formula sehingga didapatkan suatu komposisi campuran material penyusun aspal panas yang sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. Permasalahan yang terkait pada pemanfaatan agregat halus dari lokasi yang berbeda pada campuran Lataston di Kabupaten Ketapang, antara lain: a) Apakah penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dapat digunakan sebagai bahan material alternatif pada pekerjaan Lataston. b) Bagaimana menyusun rancangan yang tepat untuk membuat job mix formula dengan terpenuhinya stabilitas lapisan perkerasan, durabilitas, kelenturan (fleksibilitas), skid resistance, ketahanan leleh, workability, efektif dan efisien jika lokasi agregat halus tersebut memenuhi syarat berdasarkan spesifikasi Pusjatan (2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Jenis perkerasan ini merupakan campuran antara agregat, filler dan aspal sebagai bahan pengikat dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas (suhu tertentu) serta mempunyai tekstur cukup padat, rapat dan halus. 2.1 Agregat Kasar Agregat kasar (course aggregate) adalah adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No. 8 (2,36 mm) (Sukirman, 2007). Fungsi agregat kasar adalah memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari tiaptiap agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan. Agregat kasar untuk beton aspal harus memenuhi persyaratan, antara lain: a) Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan. b) Pembatasan lolos saringan No. 200 < 1%, pada saringan kering karena agregat kasar yang dilekati lumpur tidak dapat dipisahkan pada waktu pengeringan sehingga tidak dapat dilekati aspal. 2

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) 2.2 Agregat Halus Agregat halus (fine aggregate) adalah agregat yang lolos saringan No. 8 dan tertahan pada saringan No. 200. Agregat halus harus bersih, keras, bebas dari lumpur, debu dan bahan organik. Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Nilai nilai setara pasir (sand equivalent) minimum 45%. b) Berat jenis semu (apparent) minimum 2,5 g/cm 3. c) Penyerapan agregat maksimum 3%. Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antarpartikel. 2.3 Abu Batu Abu batu merupakan agregat halus yang lolos saringan No. 200. Abu batu merupakan agregat buatan yang berukuran < 0,075 m dan diperoleh dari total sampingan pabrik-pabrik semen, dan mesin pemecah batu (Sukirman, 2007). Debu batu kapur atau debu dolomite dapat juga digunakan sebagai filler. Abu batu harus kering dan bebas dari bahan pengganggu lain yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering (kadar air maksimum 1 %). Penambahan abu batu ke dalam campuran dapat mengurangi kandungan rongga, mengurangi permeabilitas dan menambah kekuatan tarik. 2.4 Persyaratan Perencanaan Campuran Aspal Panas Pemeriksaan dan pengujian bahan perkerasan jalan raya yang menggunakan bahan perkerasan aspal dilakukan untuk 3 mengendalikan mutu bahan perkerasan. Pengendalian yang dimaksud adalah agar jenis dan mutu bahan perkerasan yang akan diusahakan sesuai dengan rencana kebutuhan yang ada. Dengan kata lain, penggunaan bahan perkerasan harus sesuai dengan kondisi di lapangan. Suatu campuran aspal agar dapat berfungsi dengan baik, harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a) Stabilitas, yaitu kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. b) Fleksibilitas (kelenturan), yaitu kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan: 1) penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar; 2) penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi); 3) penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil. c) Skid resistance (tahanan geser/kekesatan), yaitu kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip, baik pada waktu hujan atau basah maupun pada waktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien geser antarpermu-

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 kaan jalan dan ban kendaraan. Tahanan geser tinggi jika: 1) penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tak terjadi bleeding; 2) penggunaan agregat dengan permukaan kasar; 3) penggunaan agregat berbentuk kubus; 4) penggunaan agregat kasar yang cukup. d) Ketahanan kelelehan (fatique resistance), yaitu ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur (rutting) dan retak. Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelehan adalah: 1) VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat. 2) VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel. e) Kemudahan pelaksanaan (workability), yaitu mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi kemudahan dalam pelaksanaan adalah: 1) Gradasi agregat, di mana agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan daripada agregat bergradasi lain. 2) Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis. 3) Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar. f) Keawetan (durabilitas), yaitu kemampuan beton aspal menerima repitasi beban lalu lintas, seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur. g) Kedap air (impermeabilitas), yaitu kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Tingkat impermeabilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya. 2.5 Karakteristik Marshall Karakteristik campuran panas agregat aspal dapat diukur dari sifat-sifat Marshall yang ditunjukkan pada nilainilai sebagai berikut: a) Kerapatan (density), yaitu tingkat kerapatan campuran setelah campuran dipadatkan. Semakin tinggi nilai kerapatan suatu campuran menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. b) Stabilitas (stability), yaitu kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja di atasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap, seperti gelombang (wash boarding) dan alur (rutting). c) VMA (void in mineral aggregate), yaitu rongga udara antarbutir agregat aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam persen terhadap total volume. 4

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) d) VIM (void in the mix), yaitu persentase rongga yang terdapat dalam total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan, yaitu semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran sehingga campuran bersifat porous. e) VFB (void filled with bitumen), yaitu persentase rongga terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan, merupakan jumlah dan temperatur pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. f) Kelelehan (flow), yaitu besarnya deformasi vertikal benda uji yang terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. g) Hasil bagi Marshall (Marshall quotient), yaitu hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Nilai Marshall quotient akan memberikan nilai fleksibilitas campuran. 3. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian/eksperimen berdasarkan pedoman perencanaan campuran beraspal panas dengan metode Marshall menurut AASHTO (1998) dan Pusjatan (2008). Secara garis besar, metode penelitian yang dilaksanakan berupa pengambilan material di lapangan, kemudian dilanjutkan dengan pengujian dan pengamatan di laboratorium terhadap materal (aspal, agregat, abu batu). Pengujian material menggunakan prosedur SNI (Standar Nasional Indonesia). Jika prosedur pengujian tidak terdapat dalam SNI maka digunakan prosedurprosedur lain, seperti AASHTO dan ASTM. Perancangan kadar aspal (Pb) dan rancangan agregat campuran menggunakan metode analitis. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dengan nilai yang ada dalam persyaratan terhadap kinerja campuran aspal beton (Lataston). 4. HASIL DAN ANALISIS Dari hasil pemeriksaan (Tabel 1 s.d. Tabel 4), pasir Ex Pawan, pasir Desa Kuala Satong, pasir Desa Padang Dua Belas, pasir Pagar Mentimun, pasir Kelapa Enam, dan pasir Desa Mekar Utama memenuhi persyaratan spesifikasi Pusjatan (2008) dengan acuan SNI sehingga agregat tersebut dapat Tabel 1. Hasil pemeriksaan sifat fisik aspal Pen 60/70 No Karakteristik Hasil uji Persyaratan Standar pengujian Keterangan 1 Penetrasi 25 C, 100 g, 5 detik, 0,1 mm 62 60 79 SNI 06-2456-1991 Memenuhi 2 Titik lembek, C 51,4 48 58 SNI 06-2434-1991 Memenuhi 3 Titik nyala, C 316 200 SNI 06-2433-1991 Memenuhi 4 Titik bakar, C 320 200 SNI 06-2433-1991 Memenuhi 5 Kehilangan berat aspal, % 0,679 maks 0,8 SNI 06-2440-1991 Memenuhi 6 Daktilitas 25 C, cm 140 min 100 SNI 06-2432-1991 Memenuhi 7 Berat jenis, g/ml 1,0308 1,0 SNI 06-2441-1991 Memenuhi 5

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 Tabel 2. Hasil penelitian sifat fisik batu crusher 1-2 Ex Pangkalan Tapang No Pengujian Hasil uji Pesyaratan Standar 1 Abrasi dengan mesin Los Angeles 26,10 Maksimum 40% SNI 03-2417-1991 2 Kelekatan agregat terhadap aspal 95 + Minimum 95% SNI 03-2439-1991 3 Berat jenis 2,618 Minimum 2,5 g/cc SNI 03-1970-1990 4 Penyerapan air 2,347 Maksimum 3% SNI 03-1969-1990 Tabel 3. Hasil penelitian sifat fisik debu batu Ex Pangkalan Tapang No Pengujian Hasil uji Persyaratan Standar 1 Berat jenis 2,602 Minimum 2,5 g/cc SNI 03-1970-1990 2 Penyerapan air 2,929 Maksimum 3% SNI 03-1969-1990 Tabel 4. Hasil pemeriksaan sifat fisik agregat halus No Pengujian Agregat halus PKS PK6 PMU P12 PPM PEP Persyaratan Keterangan 1 Berat jenis 2,553 2,532 2,55 2,561 2,576 2,559 Minimum 2,5 g/cc MS 2 Sand equivalent 54,33 60,25 56,96 56,80 55,71 53,08 Minimum 45% MS 3 Penyerapan air 1,75 1,802 1,843 1,492 1,112 1,235 Maksimum 3% MS Keterangan: PKS : pasir Kuala Satong PK6 : pasir Kelapa Enam PMU : pasir Mekar Utama P12 : pasir Padang Dua Belas PPM : pasir Pagar Mentimun PEP : pasir Ex Pawan MS : memenuhi syarat digunakan sebagai bahan campuran aspal beton (Lataston). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik tiap-tiap campuran berbedabeda, sebagaimana yang terlihat dari nilai-nilai stabilitas, kelelehan, Marshall quotient, VMA, VIM dan VFB. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh sifat-sifat fisik agregat yang digunakan dalam campuran terhadap karakteristik campuran perkerasan. Seperti terlihat pada Gambar 1, hubungan yang dibentuk pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda, nilai kepadatannya terus meningkat seiring dengan peningkatan kadar aspal dan menurun pada pertengahan. Rentang kadar aspal semakin rapat campurannya sampai pada batas kadar aspal optimum. Hal ini terjadi karena perbedaan kadar rongga udara yang terdapat dalam masing-masing campuran. Semakin besar rongga udara dalam campuran akan semakin rendah tingkat kepadatan dan stabilitasnya. Pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan debu batu memenuhi syarat dengan nilai density lebih dari 2 g/cc. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA yang diperlihatkan pada Gambar 2 pada umumnya membentuk cekungan 6

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) Gambar 1. Hubungan kadar aspal terhadap kepadatan pada beberapa jenis variasi pasir Gambar 2. Hubungan kadar aspal terhadap VMA pada beberapa jenis variasi pasir 7

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 dengan satu nilai ekstrim minimum, kemudian naik lagi sesuai dengan naiknya kadar aspal. Grafik yang dibentuk pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan filler debu batu dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya kadar aspal maka nilai VMA campuran semakin tinggi karena rongga-rongga yang terisi oleh aspal semakin banyak. Pada umunnya, nilai VMA yang dipergunakan dalam persyaratan teknis di lapangan disarankan lebih dari 18%. Pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan filler debu batu memenuhi syarat dengan nilai VMA > 18%. VIM (rongga udara dalam campuran) adalah ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan dan dinyatakan dalam persen terhadap volume total campuran. Rongga udara rencana dengan usaha pemadatan yang benar akan tercapai apabila dirancang pada VIM antara 3 6%. Pada Gambar 3, terlihat bahwa nilai VIM yang memenuhi syarat adalah kadar aspal dengan rentang sekitar 7 8%. Pada Gambar 4, hubungan kadar aspal dengan VFB untuk bahan pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan bahan pengisi debu batu, terlihat ada kenaikan nilai VFB sesuai dengan peningkatan kadar aspal. Hal ini terjadi dikarenakan rongga dalam campuran mengecil karena bertambahnya kadar aspal yang meresap dan menyelimuti butiran agregat. Nilai VFB yang rendah berarti jumlah aspal efektif yang mengisi rongga antarbutir agregat sedikit, berarti rongga udaranya besar. Hal ini mengurangi keawetan campuran. Sebaliknya, nilai VFB terlalu tinggi dapat menyebabkan bleeding karena rongga antabutir kecil. Dalam penelitian ini, VFB yang memenuhi syarat lebih dari 68% terjadi pada rentang kadar aspal 7 8%. Pada Gambar 5, terlihat bahwa nilai Marshall quotient cenderung menurun terhadap prosentase kadar aspal yang tinggi. Penurunan tersebut disebabkan pembagian antara stabilitas dengan kelelehan (flow). Dalam penelitian ini Marshall qoutient pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan filler debu batu memenuhi syarat dengan nilai Marshall qoutient > 250 kg/mm pada rentang kadar aspal 5,5 8%. Pada Gambar 6, terlihat bahwa nilai stabilitas pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan bahan pengisi debu batu di seluruh rentang kadar aspal telah memenuhi stabilitas Marshall. Nilai tersebut cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kadar aspal, tetapi sedikit menurun setelah kadar aspal mencapai ±7% (penggunaan agregat halus pasir Desa Kelapa Enam dan Pasir Desa Padang), dan pada kadar aspal 7,5% (penggunaan agregat halus pasir Desa Ex Pawan, pasir Desa Kuala Satong, pasir Desa Mekar Utama, dan pasir Desa Pagar Mentimun). Kondisi ini dipengaruhi oleh kadar rongga sebagaimana pada kepadatan 8

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) Gambar 3. Hubungan kadar aspal terhadap VIM pada beberapa jenis variasi pasir Gambar 4. Hubungan kadar aspal terhadap VFB pada beberapa jenis variasi pasir 9

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 Marshall. Secara keseluruhan, stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal sampai batas tertentu. Begitu juga apabila penambahan kadar aspal melebihi batas justru akan menurunkan nilai stabilitas. Dalam penelitian ini stabilitas Marshall pada pencampuran Lataston dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan filler debu batu memenuhi syarat dengan nilai stabilitas Marshall > 800 kg. Pada Gambar 7, terlihat bahwa agregat campuran dengan penggunaan agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan filler debu batu cenderung meningkat sesuai dengan penambahan kadar aspal. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rongga udara dalam campuran yang terisi aspal semakin banyak sehingga ruang udara dalam campuran semakin kecil. Dengan meningkatnya kadar aspal, akan bertambah pula jumlah aspal yang menyelimuti agregat dan waktu kelelehanya bertambah panjang sehingga pada saat pembe-banan akan lebih mampu mengikuti perubahan bentuk. Dari hasil penelitian didapat bahwa pada kadar aspal 6,5 7,5% (penggunaan pasir Desa Kelapa Enam dan pasir Desa Padang Dua Belas) dan pada kadar aspal 7 8% (penggunaan agregat halus pasir Desa Ex Pawan, pasir Desa Kuala Satong, pasir Desa Mekar Utama, dan pasir Desa Pagar Mentimun), nilai kelelehan memenuhi syarat spesifikasi sebesar lebih dari 3 mm. Pada Tabel 5, disajikan rekapitulasi hasil pengujian Marshall mengenai kualitas campuran Lapis Tipis Aspal Beton yang material campuran penyusun terdiri dari batu crusher 1-2 Ex Pangkalan Tapang, debu batu Ex Pangkalan Tapang, agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan aspal pen 60/70. Dari Tabel 5 ini diketahui bahwa hasil uji Marshall untuk semua jenis bahan material penyusun campuran Lataston mempunyai kualitas dan stabilitas yang baik mengacu pada spesifikasi Pusjatan (2008) dengan nilai VIM berkisar antara 4,66 5,83%, nilai VMA berkisar antara 18,35 19,01%, nilai VFB berkisar antara 68,25 75,03%, nilai stabilitas Marshall berkisar antara 1.036,83 1.073,33 kg, nilai Marshall quotient berkisar antara 283,02 316,28 kg/mm, dan nilai kelelehan berkisar antara 3,4 3,77 mm. 5. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik agregat halus, agregat kasar, bahan pengisi abu batu dan aspal pen 60/70, semuanya memenuhi persyaratan pengujian dengan acuan SNI yang mengacu pada spesifikasi Pusjatan (2008). b) Untuk pemanfaatan berbagai jenis agregat halus guna mengimbangi ketersediaan material, khususnya pasir di Kabupaten Ketapang, penggunaan pasir Kuala Satong, pasir Ex Pawan, pasir Padang Dua Belas, pasir Pagar Mentimun, pasir Kelapa Enam dan pasir Mekar Utama dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya dengan perlakuan yang disesuaikan dengan job mix formula yang telah ditentukan. 10

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) Gambar 5. Hubungan kadar aspal terhadap Marshall quotient pada beberapa jenis variasi pasir Gambar 6. Hubungan kadar aspal terhadap stabilitas Marshall pada beberapa jenis variasi pasir 11

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 c) Pasir Desa Padang Dua Belas mempunyai KAO (kadar aspal optimun) yang paling ekonomis yaitu 7,2% dengan nilai stabilitas Marshall sebesar 1.058,73 kg. Pasir dari kuari yang lain mempunyai KAO yang berkisar antara 7,25 7,5% dengan nilai stabilitas berkisar antara 1.036,83 1.073,33. Perbedaan harga parameter KAO dan stabilitas Marshall pada material campuran penyusun Lataston HRS-WC yang terdiri dari batu crusher 1-2 Ex Pangkalan Tapang, debu batu Ex Pangkalan Tapang, agregat halus dari enam lokasi yang berbeda dan aspal pen 60/70 tidak terdapat perbedaan nilai stabilitas yang signifikan dengan nilai minimal yang disyaratkan 800 kg, sesuai acuan spesifikasi Pusjatan (2008). d) Hasil yang diperoleh mulai dari nilai kepadatan, stabilitas Marshall, kelelehan, Marshall qoutient, VIM, VMA, dan VFB menunjukkan bahwa pasir dari enam lokasi yang berbeda yang digunakan pada campuran Lataston ternyata mempunyai kualitas dan stabilitas yang baik mengacu pada spesifikasi Pusjatan (2008) dengan nilai VIM berkisar antara 4,66 5,83%, VMA berkisar antara 18,35 19,01%, VFB berkisar antara 68,25 75,03%, stabilitas Marshall berkisar antara 1.036,83 1.073,33 kg, Marshall quotient berkisar antara 283,02 316,28 kg/mm, dan kelelehan berkisar antara 3,4 3,77 mm. e) Dari penggunaan pasir dari enam lokasi, pasir Desa Padang Dua Belas dan pasir Desa Kelapa Enam mempunyai KAO yang paling kecil yaitu 7,2% dan 7,25%. Secara ekonomis lebih menguntungkan jika digunakan sebagai bahan material penyusun Lataston mengingat harga aspal sangat tinggi di pasaran. f) Untuk mengimbangi ketersediaan material pasir, khususnya di Kabupaten Ketapang dari kekosongan stok material, maka penggunaan pasir Kuala Satong, pasir Ex Pawan, pasir Padang Dua Belas, pasir Pagar Mentimun, pasir Kelapa Enam dan pasir Mekar Utama dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya ataupun bahan bangunan lainnya. Daftar Pustaka AASHTO. 1998a. Standard Specifications for Transfortation Materials and Methods of Sampling and Testing, Part I: Specifications. Nineteenth Edition. Washington D. C. AASHTO. 1998b. Standard Specifications for Transfortation Materials and Methods of Sampling and Testing, Part II: Test. Nineteenth Edition. Washington D. C. Pusjatan (Pusat Litbang Jalan dan Jembatan). 2008. Modul Pengujian Bahan dan Perkerasan Jalan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum. Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas. Edisi 2. Jakarta: Granit. 12

Studi Perbandingan Penggunaan Jenis-Jenis Agregat Halus Terhadap Karakteristik Uji Marshal pada Campuran Lataston di Kabupaten Ketapang (Lalu Heru Ph.) Gambar 7. Hubungan kadar aspal terhadap kelelehan pada beberapa jenis variasi pasir Tabel 5. Rekapitulasi hasil uji Marshall beberapa jenis agregat halus yang digunakan pada campuran Lataston di Kabupaten Ketapang Material Rentang kadar aspal terpenuhi (%) VIM (%) VMA (%) VFB (%) Stabilitas Marshall (kg) Kelelehan (mm) Marshall qoutient (kg/mm) Pasir Padang Dua Belas 6,9 7,5 5,60 18,35 69,51 1.058,73 3,73 283,82 Pasir Kelapa Enam 7,0 7,5 5,83 18,36 68,25 1066,03 3,77 283,20 Pasir Pagar Mentimun 6,9 8,0 4,95 19,01 73,93 1.044,13 3,57 292,76 Pasir Mekar Utama 7,0 8,0 4,93 18,60 73,51 1.036,83 3,67 283,02 Pasir Kuala Satong 7,0 8,0 4,91 18,63 73,65 1.073,33 3,40 316,28 Pasir Ex Pawan 6,9 8,0 4,66 18,68 75,03 1.058,73 3,43 308,56 Spesifikasi 3 6 Min. 18 Min. 68 Min. 800 Min. 3 Min 250 Catatan: Agregat kasar dan filler yang digunakan untuk setiap percobaan sama yaitu Ex Pangkalan Tapang. 13

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2014 14