BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

Maka persamaan energi,

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara

BAB II DASAR TEORI 2012

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA

Evaporasi S A T U A N O P E R A S I D A N P R O S E S T I P F T P UB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menggunakan jenis laporan eksperimen dan langkah-langkah sesuai standar. Mitshubisi Electrik Room Air Conditioner

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II LANDASAN TEORI

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

BAB II LANDASAN TEORI

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS KOMPRESOR TERHADAP PRESTASI KERJA MESIN PENDINGIN AC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

AC (AIR CONDITIONER)

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

Simposium Nasional RAPI XVI 2017 FT UMS ISSN

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

Termodinamika II FST USD Jogja. TERMODINAMIKA II Semester Genap TA 2007/2008

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (K. Chunnanond S. Aphornratana, 2003)

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

TURBIN UAP. Penggunaan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB III SIMULASI SISTEM REFRIGERASI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

P ( tekanan ) PRINSIP KERJA AIR CONDITIONER

BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER )

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV PEMBAHASAN KINERJA BOILER

Transkripsi:

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN 4.1 ANALISA SIMULASI 1 Turbin Boiler 2 Kondensor Air laut masuk Pompa 4 3 Throttling Process T 1 Air Uap Q in 4 W Turbin W Pompa 3 Q out 2 S Tangki Air Destilasi Gambar 4.1 Skema throttling process dalam siklus PLTU 4.1.1 Perhitungan Efisiensi Thermal PLTU Konvensional (50 MW) Entalpi T in turbin = T out boiler = 510 o C 37

P in turbin = P out boiler = 89 bar absolut Maka dari lampiran 8 dapat ditentukan entalpi masukan turbin (h 1 ) = 3411.8 kj/kg T out turbin = T in kondensor = 42.6 o C P out turbin = P kondensor = -696.6 mmhg (gauge) T jenuh uap air pada tekanan -696.6 mmhg (gauge) = 42.6 o C Maka entalpi masuk kondensor (h 2 ) = 2100 kj/kg T out kondensor = 42,6 o C P out = -696.6 mmhg (gauge) Maka entalpi buangan kondensor (h 3 ) = 178.23 kj/kg T in pompa = 42.6 o C P out pompa = 89 bar absolute Maka entalpi keluar pompa (h 4 ) = 183.89 kj/kg Kalor yang ditambahkan pada boiler (q in ) = h 1 h 4 kj/kg q in = 3411.8 kj/kg - 183.89 kj/kg = 3227.91 kj/kg Kerja turbin (w T ) = h 1 h 2 (kj/kg) w T = 3411.8 kj/kg - 2100 kj/kg = 1311.8 kj/kg Kalor yang dibuang oleh kondensor (q out ) = h 2 h 3 kj/kg q out = 2100 kj/kg 178.23 kj/kg = 1921.77 kj/kg Kerja pompa (w p ) = h 4 h 3 kj/kg I w p I = 183.89 kj/kg - 178.23 kj/kg = 5.66 kj/kg Kerja netto (Δ w net ) = (h 1 h 2 ) (h 4 h 3 ) kj/kg Δ w net =1311.8 kj/kg 5.66 kj/kg = 1306.14 kj/kg Efisiensi thermal (ή th ) = Δ w net / q in x 100% ή th = 38.51 % Jadi efisiensi thermal PLTU konvensional adalah 40.46 %. 38

4.1.2 Simulasi PLTU Dengan Alat Throtling Process Tekanan vakum maksimal pada tabung reaktor dipilih sebesar 755 mmhg karena temperatur uap jenuhnya masih diatas titik tripel air yaitu 0,01 o C, tujuannya yaitu agar tidak terjadi bentuk es ketika air di serat melewati katup ekspansi. Perhitungan % uap dan % air 1. Tabung Tekanan tabung = 755 mmhg Temperatur uap jenuh = 1 o C Entalpi liquid (h f ) = 5,022 kj/kg dan Entalpi vapour (h g ) = 2502,7 kj/kg Maka h fg = 2497,678 kj/kg 2. Air laut keluar kondensor Temperatur = 36 o C Tekanan air = 1 atmosfir absolut = 760 mmhg Entalpi liquid ( h f ) = 150.86 kj/kg (h fg vakum x X uap ) + h f vakum = h f air Maka, X uap = h h fair h fgvakum fvakum x 100% X uap = 4,12 % X air = 95,88 % Temperatur campuran air keluar tabung dengan air laut Q air tabung = Q air laut M air tabung x C p x (T campuran T air tabung ) = M airlaut x C p x (T air laut T campuran ) 0,9588 (T campuran 1) = 0,0412 (30 - T campuran ) Maka T campuran = 1,45 o C Air dingin ini akan digunakan untuk pendingin kondensor. 39

Temperatur air pendingin keluar kondensor Dipilih TTD = 6 o C [5] Maka Temperatur air keluar kondensor adalah TTD + T campuran = 7,45 o C ( diserat ke dalam tabung ) 13,45 o C 13,45 o C uap 7.45 o C 1 o C Air sirkulasi Gambar 4.2 Distribusi Suhu Kondensor Perhitungan % uap dan % air (dihitung kembali) 1. Tabung Tekanan tabung = 755 mmhg Temperatur uap jenuh = 1 o C Entalpi liquid (h f ) = 5,022 kj/kg dan Entalpi vapour (h g ) = 2502,7 kj/kg Maka h fg = 2497,678 kj/kg 2. Air laut keluar kondensor Temperatur = 7,45 o C Tekanan air = 1 atmosfir absolut = 760 mmhg Entalpi liquid (h f ) = 31.425 kj/kg (h fg vakum x X uap ) + h f vakum = h f air Maka, X uap = h h fair h fgvakum fvakum x 100% X uap = 1,057 % X air = 98,94 % 40

Temperatur uap dalam kondensor TTD kondensor = T uap keluar kondensor dengan T air laut masuk kondensor Dipilih TTD kondensor = 12 o C [5] Jadi temperatur uap kondensor = 12 o C + 1,45 o C = 13,45 o C Perubahan tekanan kondensor Karena temperatur uap turun menjadi 13,45 o C, maka tekanan kondensor juga turun menjadi -748,48 mmhg sehingga berpengaruh pada perubahan h 2, h 3 dan h 4. Maka entalpi keluar turbin jika entropi tetap (h 2 ) = 1917 kj/kg Entalpi liquidnya (h 3 ) = 56,375 kj/kg Entalpi pompa (h 4 ) = 64,649 kj/kg Daya AC untuk mengkondensasi uap X uap = 1,057 % dengan mass flow pompa pada air laut PLTU 11100 ton/h, maka dapat dihasilkan air sulingan : Air sulingan = 0,01057 x 111000 ton/h = 117,327 ton/h Maka untuk mengkondensasi uap sebesar itu diperlukan daya AC sebesar : h fg daya AC = X uap x COP = 8,59 kj/kg Efisiensi thermal PLTU dengan alat Throtling process Efisiensi thermal ( ή th ) = Δ w net + q AC / (q in ) x 100% ή th = 44,29 % Dengan demikian efisiensi thermal PLTU dengan penambahan alat Throttling Process ini meningkat dari 40.46 % menjadi 44,29 %. Nilai efisiensi tersebut dapat berubah karena pengaruh perubahan kevakuman dari alat Throttling Process. Efisiensi PLTU akan menurun jika kevakuman alat Throttling Process meningkat sesuai grafik 4.1 dibawah ini. (data selengkapnya lihat lampiran 8) 41

(%) 43 42 41 40 39 38 37 36-755 -750-745 -740-735 -730 P (mmhg) Grafik 4.1 Efisiensi PLTU terhadap kevakuman alat throttling process 4.2 ANALISA EKSPERIMEN 4.2.1 Kendala-Kendala Yang Timbul Selama Proses Set Up Selama melakukan set up alat dan pengujian, sulit bagi alat tersebut untuk memperoleh vakum yang tinggi. Sedangkan hasil yang maksimum dapat diperoleh bila kondisi vakum dapat dicapai setinggi-tingginya 755 mmhg. Pertama kali vakum dibuat dengan bantuan ejektor yang sudah ada dengan menggunakan kompresor bertekanan maksimal 1 Mpa. Namun, vakum yang didapat hanya sampai maksimal 100 mmhg. Vakum sebesar ini sangat sulit untuk mendapatkan uap, jika pun demikian percobaan harus dilakukan pada temperatur air masuk yang sangat tinggi (temperatur jenuh tekanan vakum 100 mmhg/660 mmhg (abs) adalah 96.1 o C). Keadaan ini sangat sulit dicapai, mengingat temperatur air hampir mendekati titik didih-nya. Selain itu juga keterbatasan selang penghubung yang hanya berbahan karet, sangat rentan memuai/meleleh. Oleh karena itu, untuk mendapatkan vakum yang diinginkan, digunakanlah pompa vakum sebagai pengganti fungsi ejektor yang memang dalam kenyataan masih jauh dari rancangan yang terbaik. Pompa vakum yang digunakan pertama kali bermerek ROBINAIR, dayanya 1 hp dengan flow hisapan 232 l/m. Namun selama dalam perjalanan pengujian terdapat beberapa masalah pada pompa vakum ini. Kemudian pompa vakum diganti dengan merek ARUKI, dayanya ¼ hp dan flow hisapannya 1,5 CFM (42.5 l/m). Pompa ini lebih baik dari pompa pertama, namun tetap saja vakum yang didapat maksimal hanya 650 mmhg. 42

Saat awal percobaan, alat tersebut berhasil mencapai vakum yang lumayan yaitu 730 mmhg. Namun, karena berjalannya waktu seiring dengan percobaan yang dilakukan berulang-ulang, saat ini vakum yang dapat dicapai alat tersebut hanya 650 mmhg. Namun demikian hal tersebut masih dapat diterima menimbang temperatur jenuh vakum tersebut masih tergolong rendah yaitu 53.5 o C, karena masih dapat diperoleh temperatur air masuk yang lebih dari nilai tersebut. Temperatur air masuk katup ekspansi dijaga maksimal 85 o C, hal ini dilakukan untuk mencegah melelehnya selang karet. Selama set up berlangsung juga belum dapat ditemukan air hasil kondensasi uap pada tabung 2, sehingga dengan demikian perlu dilakukan modifikasi pemasangan kipas (kipas pendingin komputer) pada sambungan antara kedua flange masing-masing tabung. Setelah modifikasi ini, uap sudah berhasil didapat namun jumlahnya masih sangat kecil (hanya beberapa tetes saja). Lubang katup ekspansi yang sangat kecil menyebabkan katup ini sangat rentan mampat akibat tersumbat oleh kotoran-kotoran kecil, sehingga perlu diletakkan kain kasa sebagai penyaring kotoran sebelum air masuk ke katup ekspansi. Katup ekspansi yang kecil ini juga menyebabkan temperatur inlet katup ekspansi sulit tercapai maksimal karena kehilangan panas yang besar sebelum masuk katup ekspansi. Masalah lain akibat katup ekspansi yang kecil yaitu flow uap yang terbentuk sangat sedikit, mengakibatkan AC kurang terpenuhi beban pendinginannya. Karena kendala ini katup ekspansi diganti dengan yang lebih besar. Pompa 1 sampai saat ini masih belum dapat digunakan karena tekanan vakum tabung anjlok saat katup inlet pompa di buka. Oleh karena itu untuk menghindari air luber pada tabung 1, lamanya percobaan diatur agar jangan sampai melebihi katup ekspansi. Untuk itu volume air maksimal yang masuk tabung 1 dijaga pada angka maksimal sebagai berikut : 2 V = π d t dimana d = diameter tabung = 30 cm 4 t = tinggi tabung hingga katup ekspansi = 50 cm 2 V = π (3) (5) = 35.34 liter 4 43

Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut percobaan masih dapat dilakukan. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut : 4.2.2 Pengambilan Data 1. Flow Katup Ekspansi Awalnya saat set up digunakan katup ekspansi dengan aliran maksimal hingga 20 l/jam (5.6 g/s), namun karena AC tidak operasi kontinyu karena uap yang terbentuk sangat sedikit maka katup ekspansi diganti dengan kapasitas yang lebih besar. Dalam mencari flow katup ekspansi digunakan timbangan digital dan stop watch, selain itu juga dibandingkan dengan penunjukan pada flow meter. Dengan katup ini flow yang diperoleh jauh lebih besar dan mampu hingga 90 g/s (324 l/jam) bahkan lebih besar lagi. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5. (waktu setiap pengukuran ditetapkan 15 detik dan massa jenis air 1 gr/cm 3 ). 2. Data Pengujian Alat Pengujian dilakukan pada tekanan yang tetap sebesar 0.5 Kg/cm 2, menimbang fluktuasi tekanan yang kecil (hingga 1.0 pada alat ukur) kurang berpengaruh besar terhadap uap yang dihasilkan. Sedangkan temperatur katup ekspansi ditetapkan pada 2 nilai yaitu pengujian pertama pada temperatu 70 o C dan pengujian kedua pada 80 o C. Vakum yang dipakai adalah vakum tertinggi yang didapat oleh alat ini sebesar 650 mmhg (temperatur jenuhnya sebesar 53.5 o C). Bukaan katup disesuaikan dengan flow yang cukup untuk beban pendinginan pada AC dalam mengkondensasikan uap. Data pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9. 4.2.3 Analisa Data Pengujian Berdasarkan perhitungan teoritis dengan 9 kali pengambilan data yang didapatkan, ditemui perbedaan bahwa air hasil kondensasi uap yang didapatkan dari percobaan memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan hasil perhitugan. Sebagai contoh pada pengujian pertama, air yang didapat pada tabung 44

1 sebesar 3800 cc (3800 gr), seharusnya berdasarkan perhitungan teoritis didapatkan air dari kondensasi uap sebanyak : Tekanan Inlet = 0.5 Kg/cm 2 Temperatur inlet = 70 o C Entalpi (h) inlet = 292.94 Kj/kg Tekanan Outlet = Vakum 650 mmhg Temperatur jenuh inlet = 53.5 o C h f 650 h g 650 h fg 650 h inlet - h f 650 = 223.92 Kj/kg = 2597.2 Kj/kg = h g 650 - h f 650 = 2597.2-223.92 = 2373.28 Kj/kg = 292.94 223.92 = 69.02 Kj/kg 69.02 Fraksi massa uap = x 100% = 2.91 % 2373.28 Fraksi massa air = 100 2.91 = 97.09 % 2.91 Massa uap = % x 3800 (gr) = 110.58 gr : 1 g 3 97.09 cm = 113.89 cc Namun, dari hasil pengujian didapatkan massa air pada tabung 2 hanya sebesar 2.74 cc. Contoh lain pada pengujian kesembilan, air yang didapat pada tabung 1 adalah sebesar 24000 cc, seharusnya berdasarkan perhitungan teoritis didapatkan air dari kondensasi uap sebanyak : Tekanan Inlet = 0.5 Kg/cm 2 Temperatur inlet = 80 o C Entalpi (h) inlet = 334.84 Kj/kg Tekanan Outlet = Vakum 650 mmhg Temperatur jenuh inlet = 53.5 o C h f 650 h g 650 h fg 650 h inlet - h f 650 = 223.92 Kj/kg = 2597.2 Kj/kg = h g 650 - h f 650 = 2597.2-223.92 = 2373.28 Kj/kg = 334.84 223.92 = 110.92 Kj/kg 110.92 Fraksi massa uap = x 100% = 4.67 % 2373.28 45

Fraksi massa air = 100 4.67 = 95.33 % Massa uap = 4.67 % x 24000 (gr) = 1175.71 gr : 1 g 3 95.33 cm = 1175.71 cc Namun, dari hasil pengujian didapatkan massa air pada tabung 2 hanya sebesar 132.08 cc. Jumlah uap yang terkondensasi sedikit ini terjadi akibat aliran massa uap yang mengalir ke tabung 2 tidak sesuai dengan beban pendinginan oleh Air Conditioner. Beban pendinginan AC = massa uap x h fg uap (kalor laten penguapan) Beban pendinginan AC 1 PK = 745 x 3.5 (COP) = 2607.5 Watt Untuk itu bila kalor laten penguapan (h fg ) pada vakum 650 mmhg adalah 2373.28 j/g, maka aliran massa uap yang seharusnya terbentuk pada tabung 2 adalah : Aliran massa uap = 2607.5 2373.28 = 1.1 gr/s Namun setiap sekali pengujian sulit sekali dicapai aliran massa uap sebesar itu. Kendala-kendala yang terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut ini : Aliran air pada bukaan katup ekspansi sangat jauh berbeda antara pengujian karakteristik katup pada tekanan atmosfer dengan kondisi sangat pengujian. Perhatikan pengujian kelima, aliran yang terjadi pada bukaan katup ¼ dan tekanan 0.5 Kg/cm 2 adalah 32.17 gr/s sedangkan hasil percobaan karakterisasi untuk tekanan dan bukaan yang sama adalah sebesar 36.44 gr/s (lihat lampiran 5). Berdasarkan hasil pengamatan pada kaca intip tabung 1 terlihat bahwa adanya pengembunan pada kaca intip tersebut, hal ini menandakan bahwa ada uap yang terkondensasi lebih dulu pada tabung 1, namun jumlahnya belum dapat diterka. Kipas sirkulasi uap dari tabung 1 ke tabung 2 sangat kecil, sehingga jumlah uap yang terhisap juga kecil. Selama pengujian berlangsung terjadi penurunan temperatur yang masuk katup ekspansi dan kenaikan tekanan (penurunan tekanan 46

vakum) pada tabung reaktor, sehingga jumlah uap yang dapat terbentuk pun menjadi lebih sedikit lagi. Bila jumlah uap yang mengalir ke tabung 2 lebih sedikit dari yang seharusnya diterima oleh evaporator AC sebagai beban pendinginannya, maka akan berakibat refrigerant yang keluar menuju kompresor masih dalam bentuk cair (fasa cair berbahaya untuk kompressor). Akibatnya AC secara otomatis trip untuk mengamankan kompressornya tersebut. Oleh karena itu setiap kali pengujian AC tidak dapat beroperasi secara kontinyu. Berdasarkan pengujian-pengujian yang telah dilakukan terlihat bahwa terjadi penurunan temperatur dari temperatur air masuk katup ekspansi. Namun karena terjadi penurunan tekanan vakum (kenaikkan tekanan), maka temperatur air ceratan tidak diperoleh pada temperatur jenuh tekanan vakum 650 mmhg yaitu 53.5 o C. Perhatikan pada pengujian kedua, temperatur air ceratan didapat 60.9 o C dari temperatur air inlet katup ekspansi sebesar 70 o C. Pada pengujian kedua ini vakum turun dari 650 mmhg hingga 560 mmhg (temperatur jenuh 560 mmhg sebesar 66.4 o C) jadi akan terjadi perubahan temperatur air ceratan karena tidak stabilnya tekanan vakum. 47