BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan Laporan Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) gelombang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

KEBIJAKAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) DALAM JAMPERSAL

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

1. BAB I PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

PERKEMBANGAN PROGRAM KB DI PROVINSI BENGKULU ( HASIL MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS )

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar di negara ini. Diketahui, pada 2012, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) KAJIAN PERSEPSTIF GENDER PERAN PRIA DALAM PENGGUNAAN KONTRASEPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mendiami Pulau Jawa (Sulistyawati, 2011). dengan menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin nyata. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan, penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

Penerapan Kebijakan Jaminan Persalinan dalam Mendukung Pelayanan Keluarga Berencana

BAB 1 PENDAHULUAN. ditingkatkan guna mencegah teradinya ledakan penduduk di Indonesia pada tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International Conference on Population and Development (ICPD) 1994. Konferensi tersebut telah menyepakati bahwa KB yang terjangkau secara universal merupakan bagian dari pendekatan kesehatan reproduksi dan hak hak reproduksi (Wilopo, 2010). Akses terhadap kesehatan reproduksi secara universal merupakan kunci keberhasilan menurunkan angka kematian ibu (AKI), mencegah kehamilan tidak diinginkan (KTD), mengurangi penyebaran infeksi menular seksual (IMS), dan pemberdayaan perempuan. Salah satu upaya pemerintah yang saat ini digalakkan adalah pemberian pelayanan KB yang berkualitas diantaranya dengan meningkatkan akses dan kualitas informasi, konseling dan pelayanan KB (BKKBN, 2015). Penggunaan kontrasepsi (CPR) mengalami tren peningkatan secara global dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. CPR naik dari 54,8 persen pada tahun 1990 menjadi 63,3 persen pada tahun 2010, sedangkan unmet need turun dari 15,4 persen pada tahun 1990 menjadi 12,3 persen pada tahun 2010 (Alkema et al., 2013). Program KB Indonesia telah berhasil menurunkan angka fertilitas total (TFR) dari 5,6 pada tahun 1970 menjadi 2,6 pada tahun 2012 (Wilopo, 2014a). Pada tahun 2015 TFR turun menjadi 2,3 (Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) Project, 2015). Walaupun demikian, perubahan TFR dalam 10 tahun terakhir menunjukkan penurunan fertilitas yang stagnan yaitu sebesar 2,6 sejak tahun 2002 sampai sekarang (BPS et al., 2013, Wilopo, 2014c). Turunnya angka fertilitas ini menyebabkan perubahan struktur penduduk, sehingga penduduk usia produktif relatif lebih banyak dibandingkan penduduk usia tergantung. Hal ini menyebabkan Indonesia akan mengalami transisi demografi yang ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk usia subur (15 49 tahun) relatif cepat sehingga berdampak terhadap kenaikan jumlah wanita usia subur (WUS). Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (Bongaarts et al., 2012, Wilopo, 2014a). 1

2 Kondisi fertilitas yang stagnan dipengaruhi oleh 6 faktor utama, yaitu: proporsi kawin, ketidaksuburan pasca melahirkan karena laktasi, aborsi, ketidaksuburan karena secara patologis, dan penggunaan kontrasepsi (Wilopo, 2014c). Pemerintah harus menyediakan fasilitas KB yang rasional, efektif, dan efisien terutama yang sesuai dengan tujuan melakukan KB serta diikuti dengan indikasi medis yang benar dalam rangka menurunkan angka fertilitas di Indonesia. Jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi putus pakai yang sangat tinggi sehingga akan meningkatkan terjadinya KTD (Jaccard, 2009). Salah satu solusi stagnasi fertilitas dan mencegah KTD adalah dengan meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) terutama bagi pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi (Wilopo, 2014c). MKJP merupakan kontrasepsi yang efektif dapat digunakan dalam jangka waktu lebih dari 2 tahun untuk menjarangkan kelahiran atau membatasi kehamilan (Asih and Oesman, 2009). Metode ini meliputi alat kontrasepsi dalam rahim/intra uterine device (IUD), implan/susuk KB, dan sterilisasi pria/wanita. Penelitian telah menunjukkan bahwa manfaat penggunaan MKJP reversibel akan menurunkan tingkat fertilitas (Harper et al., 2015) dan menurunkan angka kejadian KTD (Blumenthal et al., 2011). Namun jika melihat penggunaan MKJP reversibel (implan dan IUD) di Indonesia masih sangat rendah. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa penggunaan IUD mengalami penurunan secara konsisten dari 8,1 persen (tahun 1997), 6,2 persen (tahun 2002/03), 4,9 persen (tahun 2007) dan menjadi 3,9 persen (tahun 2012). Penggunaan kontrasepsi implan juga mengalami penurunan lebih dari 50 persen, dari 6 persen (tahun 1997) menjadi 2,8 persen (tahun 2007) namun pada tahun 2012 penggunaannya mulai meningkat menjadi 3,3 persen. Selain itu tingkat putus pakai fokus pada kontrasepsi IUD dan implan dalam waktu kurun lima tahun terakhir mengalami fluktuasi, seperti tingkat putus pakai pada kontrasepsi IUD menurun dari 9,9 persen (tahun 2007) menjadi 5,7 persen (tahun 2012) sedangkan untuk implan meningkat dari 5,7 persen (tahun 2007) menjadi 7,9 persen (tahun 2012) (BPS et al., 2013). Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang menunjukkan

3 proporsi pengguna implan sebesar 3,5 persen dan proporsi pengguna IUD sebesar 4,3 persen (Balitbangkes, 2013). Tantangan dalam program MKJP semakin besar karena pemerintah pada tahun 2019 menargetkan pengguna MKJP sebesar 23,5 persen (BKKBN, 2015). Rendahnya penggunaan MKJP reversibel dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu rendahnya pengetahuan tentang metode tersebut (Weisberg, 2014), pemahaman dan informasi yang salah (Wellings et al., 2007, Garrett et al., 2015), biaya mahal (Broecker et al., 2016), dan permasalahan terkait faktor akses pelayanan (Lunde et al., 2014). Pemasalahan terkait akses pelayanan meliputi minimnya petugas terlatih, terjadinya kekosongan alat kontrasepsi ketika dibutuhkan, kurangnya sarana konseling di layanan, dan pengetahuan petugas yang rendah tentang MKJP. Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) memegang peranan penting dalam kesuksesan KB pada era jaminan kesehatan nasional (JKN) karena hampir semua metode KB dapat dilayani di FKTP. FKTP yang bekerjasama dalam pelayanan KB meliputi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik pratama, dan dokter praktek mandiri. Terkait pelayanan KB, hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) tahun 2011 menunjukkan baru 32,6 persen Puskesmas memiliki ruangan poliklinik khusus KB (Balitbangkes, 2012). Ketersedian tenaga terlatih pemberi layanan KB juga masih belum memenuhi target (Kemenkes, 2013b). Padahal berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga terlatih menjadi faktor kunci dalam penggunaan MKJP reversibel (Harper et al., 2013, Lunde et al., 2014). Oleh karena itu melalui analisis data performance monitoring and accountability (PMA) 2020 tahun 2015, penelitian ini berupaya untuk menggali pengaruh ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel (implan dan IUD).

4 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah apa pengaruh ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel di fasilitas kesehatan tingkat pertama?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel di FKTP. 2. Tujuan khusus a. Menganalisis karakteristik pengguna metode kontrasepsi di FKTP. b. Menganalisis hubungan ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel dengan mempertimbangkan variabel lain. c. Menganalisis pengaruh variasi proporsi kekayaan tingkat propinsi terhadap penggunaan MKJP reversibel. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Sebagai bahan kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel. b. Sebagai pembanding bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Sebagai bahan untuk merancang intervensi yang lebih efektif bagi masyarakat dan pembuatan kebijakan dalam program KB. b. Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program KB. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh ketersediaan tenaga terlatih terhadap penggunaan MKJP reversibel belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Berdasarkan

5 penelusuran literatur didapatkan hasil penelitian yang sejenis dengan penelitian ini yaitu: 1. Wellings et al. (2007) melakukan penelitian dengan judul Attitudes towards long-acting reversible methods of contraception in general practice in the UK. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan MKJP reversibel dipengaruhi oleh minimnya keterampilan tenaga pemberi layanan dan pengetahuan yang salah tentang metode tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dan perbedaannya terletak pada tempat penelitian, besar sampel, teknik dan analisis data. 2. Nasution (2011) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP di enam wilayah Indonesia. Hasilnya faktor yang berpengaruh terhadap penggunan MKJP adalah umur pasangan usia subur (PUS), jumah anak masih hidup, lama menikah, tingkat pendidikan, tahapan keluarga, tujuan ber-kb, daerah tempat tinggal, dan sumber pelayanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat. Perbedaannya terletak pada metode penelitian, variabel bebas, besar sampel, dan sumber data. 3. Lunde et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul Long Acting Contraception Provision by Rural Primary Care Physicians. Hasilnya faktor yang berpengaruh terhadap penggunan MKJP adalah minimnya keterampilan, kurangnya permintaan pasien, ketersediaan layanan ibu, dan ketersediaan dokter perempuan. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian dan analisis data. Perbedaannya terletak pada tempat penelitian, variabel bebas, besar sampel, dan sumber data. 4. Garrett et al. (2015) melakukan penelitian dengan judul Understanding the low uptake of long-acting reversible contraception by young women in Australia: A qualitative study. Hasilnya faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan MKJP reversibel adalah kemampuan petugas dalam konseling dan melakukan pemasangan alat kontrasepsi. Persamaan terletak pada variabel terikat. Perbedaannya terletak pada variabel bebas, besar sampel, metode penelitian, tempat penelitian, dan sumber data.