BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PUTAMEN TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

Syahira Halisa, Seskoati Prayitnaningsih Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDINE TERHADAP HISTOPATOLOGI HIPOKAMPUS TIKUS WISTAR DENGAN INTOKSIKASI METANOL AKUT

TERAPI DIALYSIS PADA OVERDOSIS DAN KERACUNAN OBAT

The Effect Of Folic On Different Dosage Level Against Retina Destruction Level Of Mice With Peroral Methanol 50%

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,

BAB 3 METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelainan patologi. Paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

PENGARUH PROTEKTIF PEMBERIAN MADU PERSONDE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI METANOL

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berat molekul 32,04 et e t t d d C, bersifat ringan, mudah menguap, tidak bewarna dan mudah terbakar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. Metanol atau biasa disebut carbinol atau lebih dikenal dengan alkohol

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam. industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. makan tradisional ke pola makan yang tinggi lemak. 1, 2 Akibat konsumsi makan

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus

PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM BIKARBONAT 8,4% PADA WAKTU BERTINGKAT TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN RETINA MENCIT YANG DIBERI METANOL 50% PERORAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju chiasma nervus

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai. (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014).

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN HISTOPATOLOGI JANTUNG DAN OTAK PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB IV METODE PENELITIAN. 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014),

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan terhadap superoxide yang diubah menjadi hydrogen peroxide. Superoxide

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer di dunia.

PERMENDAG no.20 tahun 2014 Pakta integritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design.

BAB I PENDAHULUAN. Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan UKDW

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

BAB I PENDAHULUAN. skizofrenia atau secara absolut terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari upaya World Health Organization (WHO) dalam memperkirakaan beban

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Metanol adalah senyawa alkohol paling sederhana yang didalam tubuh akan di metabolisme menjadi formaldehida kemudian menjadi asam format. 1 Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2 Metanol mempengaruhi berbagai sistem organ di dalam tubuh, salah satu nya adalah organ paru. 3 Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem pernafasan dan sistem saraf pusat. 4,5 Salah satu kumpulan manifestasi yang dapat terjadi pada organ paru adalah terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang terlihat pada gambaran histopatologi alveoli paru. 6 Gejala keracunan metanol yang khas adalah asidosis metabolik yang membuat pernafasan lebih cepat dan lebih dalam. 1,3 Penyebab kematian pada kasus yang fatal adalah henti nafas secara mendadak. 7 Penyalahgunaan metanol ini menyebabkan keracunan yang berbahaya bagi tubuh dan menyebabkan kematian. Metanol sering dipakai sebagai pengganti alkohol berupa minuman oplosan karena harganya yang murah. Namun metanol ini sebenarnya digunakan sebagai bahan penambah bensin, bahan pemanas ruangan, pelarut industri pada larutan fotokopi serta bahan makanan untuk bakteri yang memproduksi protein. 8 Menurut data dari World Health Organization (WHO) disebutkan bahwa sebanyak 320 ribu orang pada usia 15-29 tahun meninggal dunia setiap tahunnya 1

2 terkait dengan keracunan metanol. 9 Kasus keracunan metanol terjadi di Indonesia makin marak dan berakhir dengan kebutaan permanen dan bahkan kematian. 10 Menurut World Health Organization (WHO) berdasarkan The Australian 2009 disebutkan 45% keracunan metanol dengan 25% terjadi kematian di Bali dan Lombok tahun 2009 dan di Makassar terjadi 5% keracunan metanol dengan 3% terjadi kematian. 11 Kasus meninggal akibat keracunan metanol ini banyak terjadi di Jawa Tengah yaitu sebanyak 29 kasus dan berdasarkan data dari Polrestabes Semarang, total korban yang meninggal akibat minuman alkohol oplosan hingga Juni 2010 mencapai 15 orang. Penanganan keracunan metanol adalah pemberian antidotum (fomepizole atau etanol), pemberian asam folat, koreksi asidosis dan hemodialisa untuk meningkatkan eliminasi metanol. 7 Koreksi asidosis metabolik yaitu dengan mensupresi enzim metabolisme yaitu alkohol dehidrogenase (ADH) dengan menurunkan kadar asam format darah karena keracunan akut metanol. 7,12 Penelitian oleh El-Bakary dkk menemukan bahwa ranitidin dapat mengoreksi asidosis metabolik. Ranitidin telah dianggap sebagai inhibitor enzim gastric alcohol dehydrogenase dan hepatic aldehid dehydrogenase sehingga dapat digunakan sebagai antidotum terapetik pada keracunan metanol. 12 Ranitidin HCl merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor histamin H2 sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati sehingga membuat bioavabilitasnya menjadi

3 sekitar 50%. 7 Ranitidin memiliki kemampuan untuk menginhibisi enzime alcohol dehydrogenase yang akhirnya mengurangi efek dari toksisitas metanol. 12 Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dilakukan penelitian untuk menilai kerusakan organ paru dengan pemberian metanol dosis bertingkat dan pemberian ranitidin pada tikus wistar. 1.2 Permasalahan penelitian Apakah pemberian ranitidin berpengaruh terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Membuktikan adanya pengaruh pemberian ranitidin terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat. 1.3.2 Tujuan khusus 1) Membuktikan perbedaan gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat antara tikus yang diberi ranitidin dengan tikus yang tidak diberi ranitidin. 2) Membuktikan perbedaan minimal gambaran histopatologi paru tikus wistar antara tikus pemberian ranitidin dan pemberian metanol dosis bertingkat dengan tikus yang tidak diberikan ranitidin dan tidak diberikan metanol dosis bertingkat. 3) Mengetahui dosis maksimal metanol yang dihambat oleh ranitidin dosis 30 mg/kgbb intraperitoneal single dose.

4 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan Memberikan dasar ilmiah tentang pengaruh pemberian ranitidin terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat. 1.4.2 Manfaat untuk masyarakat Dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang pengaruh ranitidin pada keracunan metanol. 1.4.3 Manfaat untuk penelitian Memberikan informasi mengenai referensi penelitian yang berhubungan dengan pengaruh pemberian ranitidin terhadap gambaran histopatologi paru tikus wistar pada pemberian metanol dosis bertingkat

5 1.5 Keaslian penelitian Penulis telah melakukan upaya penelusuran pustaka dan tidak dijumpai adanya penelitian atau publikasi sebelumnya yang telah menjawab permasalahan penelitian. Tabel 1. Keaslian penelitian No. Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 1. El-bakary, AA et al Ranitidine as an Alcohol Dehydrogenase Inhibitor in Acute Methanol Toxicity in Rats. 2009. 12 - Desain penelitian: True experimental - Subyek penelitian: 48 ekor tikus Sprague- Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok - Intervensi: pemberian intraperitoneal ranitidin setelah 4 jam pemberian induksi metanol dan etanol pada kelompok perlakuan. - Variabel bebas: pemberian metanol, etanol dan ranitidin. - Variabel terikat: perubahan ph dan kadar bikarbonat darah, kadar asam format, dan gambaran histologi dari retina. - Tampak ranitidin dapat menurunkan kadar asam format dan memperbaiki asidosis metabolik pada intoksikasi metanol. Selain itu tampak juga perbaikan pada histopatologi retina.

6 Tabel 1. Keaslian penelitian (lanjutan) No. Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 2. Halisa, Syahira dkk Perbandingan Efek Ranitidin, Dexametason, dan Kombinasinya terhadap Kadar Asam Format Darah dan Pelepasan Sitokrom C Retina pada Model Tikus Intoksikasi Metanol Akut. 2011. 13 - Desain penelitian: True experimental dengan desain post only with control design. - Subyek penelitian: tikus wistar yang dibagi dalam 5 kelompok (kontrol negatif, kontrol positif, dan 3 kelompok tes) dengan 7 kali pengulangan. - Intervensi: Pemberian ranitidin dengan dosis 3 g/kgbb, dexametason dengan dosis 1 g dalam 500 cc NS sebanyak 16,5 cc dalam 2 jam dan kombinasi ranitidin dengan dexametason dengan dosis yang sama sebelumnya. - Variabel bebas: pemberian ranitidin, dexametason, dan kombinasi ranitidin dan dexametason - Variabel terikat: kadar asam format darah dan pelepasan sitokrom C retina. - Terdapat korelasi yang baik antara konsentrasi asam format dari berbagai jaringan yang dianalisis yaitu organ otak, ginjal, paru-paru dan hati.

7 Tabel 1. Keaslian penelitian (lanjutan) No. Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 3. Ferrari, A. Luis, et al Post-mortem analysis of formic acid disposition in acute methanol intoxication. 2003. 14 - Desain penelitian: Experimental - Subyek penelitian: 15 pasien post mortem pada kasus intoksikasi metanol. - Intervensi: 3 kelompok sesuai dengan waktu kelangsungan hidup. Kelompok 1: lebih dari 3 hari. Kelompok 2: hingga 3 hari. Kelompok 3: beberapa jam. - Variabel bebas: metanol dan asam format - Variabel terikat: Asam format dalam darah dan jaringan organ - Pentingnya melakukan analisis asam format untuk mendiagnosis keracunan metanol pada kasus post mortem. Penelitian ini dikatakan berbeda dari penelitian sebelumnya dalam hal subyek penelitian, intervensi dan variabel terikat. Penelitian ini menggunakan tikus wistar sebagai subyek penelitian dan menggunakan intervensi pemberian metanol dengan dosis bertingkat yaitu 1/4 LD-100 yaitu 3,5 g/kgbb, 1/2 LD-100 yaitu 7 g/kgbb dan LD-100 yaitu 14 g/kgbb single dose per oral dan ranitidin dengan dosis 30 mg/kg yang diberikan 1 jam setelah pemberian metanol. Variabel terikat penelitian ini yaitu gambaran histopatologi paru tikus wistar.