Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Alopesia androgenetik merupakan alopesia yang dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

KAJIAN TINGKAT KECENDERUNGAN PRIA DENGAN TESTOSTERON DEFICIENSI SYNDROM TERHADAP RISIKO MENDERITA METABOLIC SYNDROM

GAMBARAN OBESITAS SENTRAL PADA MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

Dislipidemia dan Obesitas Sentral pada Lanjut Usia di Kota Padang

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sentral, dislipidemia, dan hipertensi (Alberti et al., 2006; Kassi et al., 2011).

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi sindrom metabolik sangat bervariasi, disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA ANTARA LAKI-LAKI DEWASA MUDA OBESITAS DAN NON OBESITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

I. PENDAHULUAN. terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu (Sudoyo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Profil Lipid Pasien Penyakit Jantung Koroner Di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

SINDROMA METABOLIK DI KOTA JAYAPURA. FKM Universitas Cendrawasih Jayapura Papua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota

The Relationship Between Metabolic Syndrome with Incidence of Stroke. Fila Fatmisua Chrisna 1, Santi Martini 2 1. FKM UA,

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan prevalensi tiap tahunnya. Sindrom metabolik merupakan sekumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

Gambaran Profil Lipid dan Tekanan Darah Pegawai Negri Sipil Sekretariat Daerah Provinsi Riau dan Hubungannya dengan Resiko Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

THE CORRELATION BETWEEN OBESITY AND PREDIABETES AMONG THE STUDENT OF LAMPUNG UNIVERSITY 2013

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2011). Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. bebas, hormon yang menurun, proses glikosilasi, metilasi DNA, apoptosis, sistem

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DENGAN OBESITAS BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PINGGANG DATA RISKESDAS 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

I. PENDAHULUAN. Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Transkripsi:

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Asman Manaf Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang Pendahuluan Pada laki laki, defisiensi testosteron dapat memunculkan berbagai masalah kesehatan, terutama pada usia pertengahan keatas. Secara keseluruhan, keadaan ini disebut sindroma defisiensi testosteron ( testosteron deficiency syndrome = TDS ) yang meliputi obesitas, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner dan beberapa kelainan metabolik lainnhya. Dikenal pula istilah triad sindroma metabolik ( metabolic syndrome = METS ) yang terdiri dari sindroma metabolik, LOH ( late onset hypogonadism ) dan disfungsi ereksi ( DE ). Resistensi jaringan tehadap insulin diperkirakan berperan penting baik pada METS maupun TDS. Akan dibicarakan mengenai hubungan antara METS dengan TDS. Proses penuaan dan Resistensi Insulin Hormon testosteron merupakan faktor yang berperan dalam proses penuaan. Sebaliknya, proses penuaan merupakan penyebab menurunnya kadar testosteron dalam darah seseorang. Terdapat hubungan timbal balik antara keduanya. Bagaimanapun, defisiensi testosteron bukanlah satu-satunya faktor atau faktor yang berdiri sendiri dalam proses penuaan. Berbagai faktor lain yang terkait dalam proses metabolisme ikut berperan pula. Semenjak seorang laki-laki menginjak usia 40 tahun, kadar testosteron secara berangsur-angsur mulai mengalami penurunan dalam darah. Gejala defisiensi testosteron mulai terlihat dan ini terus berlangsung sehingga pada usia 70 tahun. Pada usia ini dilaporkan bahwa kadar testosteron aktif dalam darah hanya tinggal sekitar 35%. Testosteron dalam darah dapat dibedakan atas tiga bentuk : bentuk bebas ( free ), bentuk terikat dengan albumin, dan bentuk terikat dengan globulin. Yang berperan aktif dalam metabolisme adalah bentuk bebas ( 1-2% ), sedangkan bentuk terikat dengan albumin ( 25 60% ) berpotensi menjadi aktif karena lebih mudah menjadi bentuk bebas, bila dibandingkan dengan bentuk terikat dengan globulin ( 35 75 % ). Semakin tua usia seorang laki-laki, produksi testosteron oleh kelenjar testis semakin menurun. Ini semakin diperberat oleh semakin besarnya proporsi testosteron yang terikat dengan globulin ( Sex hormone binding globulin = SHBG ). Keadaan ini berhubungan dengan semakin meningkatnya produksi globulin oleh hepar seiring dengan meningkatnya usia. Salah satu manifestasinya adalah dalam bentuk disfungsi ereksi ( DE ). Data menunjukkan bahwa 50% laki-laki berusia antara 40 70 tahun mengalami DE, sedangkan 20% dari penderita DE ini kadar testosteronnya dibawah normal. DE dapat dijadikan petunjuk awal bagi terjadinya TDS ( testosteron deficiency syndrome ).

Dengan meningkatnya usia, yang umumnya diikuti penurunan kadar testosteron darah, frekuensi masalah masalah yang terkait dengan seksual juga semakin sering, termasuk DE. Bersamaan dengan proses penuaan seperti diuraikan diatas, tingkat resistensi jaringan terhadap insulin secara alamiah ( fisiologis ) akan semakin meningkat pula. Dalam hubungannya dengan testosteron, laporan hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat ( r = 0.73 ) antara tingkat sensitivitas insulin dengan kadar testosteron dalam darah ( 1 ). Berdasarkan kenyataan tersebut, tentunya tidak dapat dikesampingkan tentang adanya hubungan antara peningkatan usia, peningkatan resistensi insulin dan penurunan kadar testosteron. Kegemukan ( Obesitas ), resistensi insulin, dan defisiensi testosteron Hubungan obesitas dengan sindroma metabolik merupakan hubungan timbal balik yang telah lama dikenal. Fenomena ini dilatarbelakangi oleh insulin resistance yang kalau ditelusuri lebih kebelakang lagi, akar permasalahannya adalah faktor genetik plus faktor lingkungan. Mereka yang memiliki faktor genetik insulin resistance, kehadiran faktor lingkungan ( environmental ) akan dengan sangat mudah memicu terjadi dan berkembangnya hubungan timbal balik antara obesitas dan sindroma metabolik dengan insulin resistance itu sendiri. Sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki gen insulin resistance, tidaklah akan begitu mudah untuk jatuh pada keadaan sindroma metabolik ataupun obesitas meski memiliki pola makan yang salah sekalipun. Dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini insulin resistance memegang peran kunci. Bahkan istilah sindroma metabolik sendiri seringkali dinamakan juga sindroma resistensi insulin Keadaan ini tampaknya berlaku juga untuk hubungan antara kegemukan dengan defisiensi testosteron. Kegemukan ( obesitas ) yang dimaksudkan umumnya adalah obesitas sentral ( visceral adiposity ). Kejadian serta perkembangan kegemukan tipe ini pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Ada beberapa hal tentang insulin resistance, yang berkaitan erat dengan obesitas sentral, masih belum secara tuntas dapat dijelaskan. Kenapa pada individu-individu tertentu pergeseran diferensiasi sel lemak justru kearah sel lemak dengan ukuran besar yang bersifat insulin resistance? Bagaimana sesungguhnya mekanisme resistensi insulin tersebut secara komprehensip? Pertanyaan ini dan mungkin beberapa pertanyaan lain lagi masih memerlukan penelitian lebih mendalam untuk mendapatkan jawaban yang jelas. Yang dapat disimpulkan saat ini, banyak kelainan yang berdampak kerusakan jaringan berawal dari masalah insulin resistance, dan kelainan tersebut merupakan defek bawaan ( genetik ). Sangat banyak sitokin, faktor inflamasi dan penyebab gangguan homeostasis diproduksi oleh sel lemak terutama lemak visceral, sedangkan sel lemak biasa atau yang normal sesungguhnya tidak perlu dikuatirkan. Masalahnya, sel lemak visceral merupakan sel lemak dengan ukuran khusus yang bersifat resisten terhadap insulin, sehingga me munculkan berbagai dampak yang merugikan. Diantara faktor yang merugikan tersebut adalah diproduksinya beberapa faktor yang dapat menyebabkan defisiensi testosteron. Gambar berikut secara garis besar menggambarkan keadaaan tersebut

Visceral Fat: the Vicious Circle Data dari hasil penelitian mengemukakan tentang korelasi yang cukup kuat antara ukuran lingkaran pinggang ( gemuk sentral ) dengan rendahnya kadar testosteron darah ( 2 ). Disimpulkan bahwa semakin rendah kadar testosteron darah, semakin besar ukuran lingkaran pinggang. Sementara dalam laporan lainnya didapatkan pula hasil pengobatan yang secara signifikan dapat menurunkan ukuran lingkaran pinggang, yakni dengan menggunakan preparat testosteron ( testosteron undecanoat ). Sampel yang diteliti pada penelitian ini dalah mereka yang mengalami disfungsi ereksi ( 3 ). Sindroma metbolik dan TDS Sindroma metabolik dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, sehingga tanpa resistensi insulin maka tidak akan muncul sindroma metabolik. Konsensus yang dikeluarkan IDF menyebutkan definisi dari METS adalah sebagai berikut.

The Metabolic Syndrome - A New World Wide Definition: IDF Consensus Group, Berlin 2005 Central obesity: waist circumference in Europids 94 cm Asians: > 90 cm PLUS any 2 of the following: Raised triglycerides: 1.7 mmol/l ( 150 mg/dl) Reduced HDL cholesterol < 1.03 mmol/l (< 40 mg/dl) Raised blood pressure: systolic 130 mm Hg diastolic 85 mm Hg (or treatment) Raised fasting plasma glucose: 5.6 mmol/l ( 100 mg/dl) (or type 2 diabetes) http://www.idf.org/webdata/docs/metsyndrome_final.pdf Semakin lanjut usia seseorang, tingkat resistensi seseorang terhadap insulin akan meningkat dan prevalensi METS menjadi semakin tinggi ( 4 ), sehingga pada usia 60 tahun atau lebih mereka yang dengan METS telah mencapai 45.5%. Dengan demikian terdapat pula peningkatan prevalensi komponen METS itu sendiri seperti obesitas, hipertensi, dislipidemi, dan intoleransi terhadap glukosa.akibat resistensi insulin yang meningkat. Kehadiran dari kelainan ini masing masing, apalagi bila ditemukan secara bersamaan satu sama lainnya, memunculkan peningkatan risiko kardiovaskuler. Dilain pihak, ditinjau dari sisi testosteron, didapatkan kenyataan bahwa semakin lanjut usia seseorang, semakin rendah kadar testosteron dalam darahnya ( 5 ). Keadaan ini berlaku baik pada mereka yang sehat ataupun penderita penyakit tertentu. Berkaitan dengan itu dilaporkan pula bahwa pada kelompok hypogonadal ( kadar testosteron rendah ), terdapat angka kejadian hipertensi, dislipidemia, dan diabetes yang lebih tinggi secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok non hypogonadal ( 6 ). Pada percobaan binatang diperoleh bukti mengenai hubungan antara rendahnya kadar testosteron dalam darah, setelah dilakukan pengangkatan testis, dengan meningkatnya resistensi insulin. Dibuktikan pula terjadinya perbaikan resistensi insulin dengan pemberian testosteron ( 7 ). Kesimpulan 1. Sindroma metabolik ( METS ) ataupun sindroma defisiensi testosteron ( TDS ) meningkat seiring dengan meningkatnya usia 2. Baik METS maupun TDS mempunyai latar belakang yang sama yakni keadaan resistensi insulin 3. Terdapat hubungan timbal balik antara METS maupun TDS dengan resistensi insulin.

Kepustakaan 1. Pitteloud N. J Clin Endocrinol Metab 90 ( 5 ): 2636-2641,2005 2. Osuna JA. Arch Androl 52: 355-361, 2006 3. Yassin A. J Urol 177 ( 4 ): 288, 2007 4. Oh J, Y. Diabetes Care 27: 2027-2032, 2004 5. Muller M. Eur J Endocrinol 149: 583, 2003 6. Mulligan T. Int J Clin Pract 60: 762-769, 2006 7. Holmang A. Acta Physiol Scand 146 : 505-510, 1992: