BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

STERILISASI & DESINFEKSI

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR TILIK CUCI TANGAN MEDIS

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

Pengendalian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

KOP DINAS KESEHATAN KOTA DEPOK BERITA ACARA PEMERIKSAAN PRAKTIK BIDAN MANDIRI

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah untuk menjaga kelangsungan

PROSEDUR STANDAR Tanggal Terbit : / /200

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

Nomer Station 1 Judul Station Perawatan Jenazah di RS Waktu yang

Universitas Sumatera Utara

Persalinan Normal. 60 Langkah. Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat. Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal

Untuk menjamin makanan aman

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

PERSYARATAN PRAKTIK BIDAN

SOP UPTD PUSKESMAS LAPPADATA

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

A. Informasi Fasilitas Kesehatan

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR. ( Revisi )

PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) BAB I PENDAHULUAN

MEMISAHKAN ALAT YANG BERSIH DAN ALAT YANG KOTOR, ALAT YANG MEMERLUKAN STERILISASI, ALAT YANG MEBUTUHKAN PERAWATAN YANG LEBIH LANJUT

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama


Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair :

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

SOP PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL

FOMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Saya adalah mahasiswa Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN


MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SOP PENGAMBILAN SAMPEL AIR UNTUK UJI BAKTERIOLOGIS No. Dokumen 60/L/PL/2013

SPO PEMULASARAN JENAZAH. No. Revisi: 02. No. Dokumen: Halaman : 1/2. Diterbitkan Direktur, Tanggal Terbit : 01 Januari 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

PETUNJUK PERAWATAN TENSIMETER RAKSA (Sphigmomanometer Raksa) dan STETOSKOP

PENCEGAHAN INFEKSI PADA PERAWATAN JENAZAH

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

LAMPIRAN. Lampiran 1

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari ibu

DAFTAR TILIK PEMASANGAN IMPLAN JADENA. Beri nilai setiap langkah klinik dengan mengunakan kriteria sebadai berikut :

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Asuhan Persalinan Normal (APN)

KUESIONER PENELITIAN ACTION RESEARCH PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI KAMAR BERSALIN RUMAH SAKIT JIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PERTOLONGAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

LINDUNGILAH KELUARGA ANDA DARI PENULARAN BATUK DAN FLU DENGAN ETIKA BATUK YANG BAIK DAN BENAR

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

PENUNTUN PEMBELAJARAN

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Standar Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) diketahui atau tidak diketahui sumber infeksi (Infection Control Team,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL. No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:1/5. Tgl. Terbit :

Lampiran 1 INSTRUMEN INFECTION CONTROL SELF ASSESSMENT TOOL (ICAT)

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2

PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN LIMBAH LABORATORIUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan/atau memiliki izin formal untuk praktik bidan (Suryani, 2008). B. Bidan Praktik Mandiri Bidan Praktik Mandiri (BPM) adalah Bidan yang memiliki Surat Ijin Praktik Bidan (SIPB) sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register) diberi izin secara sah dan legal untuk menjalankan praktik kebidanan mandiri (IBI, 2013). C. Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Mochtar, 1998). Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir dimana salah satu kegiatan dalam asuhan persalinan normal adalah praktik pencegahan infeksi (Sarwono, 2008). D. Pencegahan Infeksi Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Juga upaya-upaya untuk menurunkan

risiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakitpenyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti Hepatitis dan HIV/AIDS (Sarwono, 2008). 1. Defenisi Tindakan-tindakan dalam Pencegahan Infeksi a. Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya organisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Teknik aseptik membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh mikroorganisme pada kulit, jaringan dan instrumen/peralatan hingga tingkat yang aman. b. Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya. c. Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan medis, sarung tangan dan permukaan (misalnya, meja periksa) harus segera didekontaminasi segera setelah terpapar darah atau cairan tubuh. d. Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing (misalnya debu, kotoran) dari kulit atau instrumen/peralatan. e. Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda-benda mati atau instrumen.

f. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus atau kimiawi. g. Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukakn untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,jamur, parasit dan virus) termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen (JNPK-KR, 2008). 2. Tujuan Pencegahan Infeksi a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti hepatitis dan HIV/AIDS. 3. Prinsip-prinsip Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi yang efektif didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala). b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi. c. Permukaan benda disekitar kita, peralatan dan benda-benda lainnya yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang tak utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan, harus diproses secara benar. d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi. e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi secara benar dan konsisten (JNPK-KR, 2008).

E. Tindakan-Tindakan Pencegahan Infeksi Ada berbagai praktik pencegahan infeksi yang dapat mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi, dan para penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebar infeksi. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut: 1. Cuci tangan 2. Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya 3. Menggunakan teknik asepsis atau aseptik 4. Memproses alat bekas pakai 5. Menangani peralatan tajam dengan aman 6. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelolaan sampah secara benar). 1. Cuci Tangan Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150 tahun. Penelitian Sammelweis (1861) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi terjadinya infeksi (Boyce 1999; Larson 1995 dalam Depkes 2008). Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan harus dilakukan: Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir a. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu atau bayi baru lahir

b. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril c. Setelah melepaskan sarung tangan (kontaminasi melalui lubang atau robekan sarung tangan) d. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (misalnya hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan. e. Setelah ke kamar mandi. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan. b. Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir. c. Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang mengandung antiseptik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari digosok menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama. d. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir. e. Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan kertas (tissue) atau handuk pribadi yang bersih dan kering. Berikut merupakan 7 langkah higiene mencuci tangan: a. Gosok telapak tangan dengan telapak tangan b. Gosok bagian punggung tangan dimana telapak kanan diatas punggung tangan kiri dan sebaliknya c. Bersihkan sela-sela jari dimana telapak tangan dengan telapak tangan dan jari saling terkait d. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci e. Jempol kanan digosok memutar oleh telapak kiri dan sebaliknya

f. Jari kiri menguncup, gosok memutar ke kanan dan ke kiri pada telapak kanan dan sebaliknya g. Bersihkan pergelangan tangan dengan cara memegang pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya dengan gerakan memutar. Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang lembab dan air tidak mengalir maka mencuci tangan dapat dilakukan dengan pedoman berikut ini: a. Bila menggunakan sabun padat (misalnya sabun batangan), gunakan potongan-potongan kecil dan tempatkan dalam wadah yang dasarnya berlubang agar air tidak menggenangi potongan sabun tersebut. b. Jangan mencuci tangan dengan mencelupkannya ke dalam wadah berisi air meskipun air tersebut sudah diberi larutan antiseptik. Mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan tersebut. c. Bila tidak tersedia alir mengalir: 1) Gunakan ember tertutup dengan keran yang bisa ditutup pada saat mencuci tangan dan dibuka kembali jika akan membilas 2) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir 3) Minta orang lain menyiramkan air ke tangan, atau 4) Gunakan larutan pencuci tangan yang mengadung alkohol (campurkan 100 ml 60-90% alkohol dengan 2 ml gliserin). Gunakan kurang lebih 2 ml dan gosok kedua tangan hingga kering, ulangi tiga kali. d. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan handuk yang juga digunakan oleh orang lain. Handuk basah/lembab adalah tempat yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme

e. Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan, kumpulkan air di baskom dan buang ke saluran limbah atau jamban di kamar mandi (JNPK-KR, 2008). 2. Pemakaian Sarung Tangan Sarung tangan digunakan untuk tiga alasan, yaitu: a. Mengurangi risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien b. Mencegah penularan dari kulit petugas kepada pasien c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya (infeksi silang) (Tietjen, 2004). Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan dan sampah yang terkontaminasi. Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu: a. Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan. b. Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin. c. Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memroses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi (Tietjen, 2004). Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula (JNPK-KR, 2008).

Pemakaian sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang terkontaminasi kemudian berpindah ke bagian tubuh yang tidak terkontaminasi, bukan merupakan praktik yang aman. Menurut Doebbeling dan Colleagues (1988) dalam Depkes 2008 menemukan bakteri dalam jumlah yang bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain. Prodesur/Tindakan yang Memerlukan Sarung Tangan a. Menolong persalinan dan kelahiran bayi, menjahit laserasi atau episiotomi b. Mengambil contoh darah c. Menghisap lendir dari jalan nafas bayi baru lahir d. Memegang dan membersihkan peralatan yang terkontaminasi e. Memegang sampah yang terkontaminasi f. Membersihkan percikan darah atau cairan tubuh. Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika jumlahnya sangat terbatas maka sarung tangan bekas pakai dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci dan bilas, disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. Jika sarung tangan sekali pakai digunakan ulang, jangan diproses lebih dari tiga kali karena mungkin ada robekan atau lubang yang tidak terlihat atau sarung tangan mungkin robek pada saat sedang digunakan (JNPK-KR, 2008). 3. Perlengkapan Pelindung Diri Perlengkapan pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai oleh petugas kesehatan untuk menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari kepala hingga telapak kaki. Perlengkapan ini digunakan/dipakai oleh petugas dengan dua fungsi,

yaitu untuk kepentingan pasien dan sekaligus untuk kepentingan petugas sendiri (Darmadi, 2008). Alat atau perlengkapan pelindung diri yang digunakan petugas adalah sebagai berikut: a. Sarung tangan Berfungsi untuk melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya untuk mencegah infeksi silang (Tietjen, 2004). b. Masker Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah. Harus cukup lebar karena harus menutup hidung, mulut, hingga rahang bawah. Dengan demikian dapat menahan percikan cairan/lendir yang keluar dari lubang hidung maupun mulut saat petugas bicara, batuk, maupun bersin. Serta untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan. c. Pelindung Mata Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindungi mata petugas dari kemungkinan percikan darah atau cairan lainnya dari penderita (misalnya saat menolong persalinan normal atau tindakan seksio). Sebagai pelindung mata antara lain: 1) Goggles, mirip kacamata renang dengan tali elastis di belakangnya, merupakan pelindung mata terbaik tetapi mudah berkabut dan sedikit berat.

2) Kacamata dengan lensa normal atau kacamata resep dokter, cukup memadai bila digunakan sebagai pelindung mata. d. Tutup kepala atau Kap Digunakan untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit kepala dan rambut tidak jatuh dan masuk ke dalam luka atau sayatan jaringan pada pasien. e. Apron atau celemek Merupakan alat pelindung pada posisi terluar dan dipasang pada tubuh petugas bagian depan. Terbuat dari bahan karet atau plastik dengan tali penggantung pada leher petugas, serta adanya tali yang diikat ke belakang setinggi pinggang petugas. Penggunaan apron atau celemek untuk mengantisipasi kemungkinan adanya percikan darah atau cairan lainnya dari penderita. Jadi pemakaian apron lebih banyak ditujukan untuk melindungi petugas daripada melindungi penderita. f. Alas Kaki Digunakan untuk melindungi kaki dari perlukaan, bersentuhan dengan cairan yang menetes atau benda yang jatuh. Alas kaki tersebut dapat berupa sepatu bot/sandal dari bahan kulit atau karet (Darmadi, 2008). Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan kemudian dilepas tanpa sarung tangan (Summers et al. 1992 dalam Depkes 2008). 4. Pengelolaan Cairan Antiseptik Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Karena

kulit dan selaput mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi luka terbuka dan dapat menyebabkan infeksi. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak mampu menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan disinfektan. Larutan disinfektan digunakan untuk mendekontaminasi peralatan atau instrumen yang digunakan dalam tindakan medis. Cara mencegah kontaminasi larutan antiseptik dan disinfeksi: a. Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika pengenceran diperlukan) b. Berhati-hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil (pinggiran wadah larutan yang utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang lebih kecil) c. Mengosongkan dan memcuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara diangin-anginkan setidaknya sekali seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang) d. Menuangkan larutan antiseptik ke gulungan kapas atau kasa (jangan merendam gulungan kapas atau kasa di dalam wadah ataupun mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik) e. Menyimpan larutan di tempat dingin dan gelap (JNPK-KR, 2008). 5. Pemrosesan Alat Bekas Pakai Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk menurunkan penularan penyakit dari instrumen yang kotor adalah dekontaminasi, pembersihan (cuci dan bilas), dan dekontaminasi tingkat tinggi serta sterilisasi.

Adapun langkah-langkah dalam pemrosesan alat bekas pakai dapat dilihat pada gambar di bawah ini: DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit CUCI DAN BILAS Gunakan deterjen dan sikat. Pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda tajam. Metode yang dipilih STERILISASI Metode Alternatif DISINFEKSI TINGKAT TINGGI Otoklaf Panas Kering Rebus/kukus Kimiawi 106kPa 121 C 30 menit jika terbungkus 20 menit jika tidak dibungkus 170 C 60 menit Panci tertutup 20 menit Rendam 20 menit DIINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN (Peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang didisinfeksi tingkat tinggi sampai satu minggu jika wadahnya tidak dibuka) Skema 1. Langkah-langkah Pemrosesan alat bekas pakai, sumber: JNPK-KR, 2008 a. Dekontaminasi Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani dan dibersihkan oleh petugas. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari bahan lateks jika akan menangani peralatan bekas pakai atau kotor. Segera setelah digunakan,

masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya oleh larutan klorin. Berikut adalah cara membuat larutan klorin: 1) Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair Jumlah bagian air = % larutan konsentrat % larutan yang diinginkan 1 Contoh : untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25% (misalkan BAYCLIN ) 1. Jumlah bagian air = 5,35% - 1 = 10,5-1= 9,5 0,5% 2. Tambahkan 9 bagian (pembulatan ke bawah dari 9,5) air ke dalam 1 bagian larutan klorin konsentrat (5,25%) Catatan: air tidak perlu dimasak 2) Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk kering % larutan yang diinginkan Jumlah bagian air = x 1000 % konsentrat Contoh: untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk yang bisa melepaskan klorin (seperti kalsium hipoklorida) yang mengandung 35% klorin: 1. Gram/liter = 0,5% x 1000 = 14,3 gram/liter 35% 2. Tambahkan 14 gram (pembulatan ke bawah dari 14,3) serbuk ke dalam 1 liter air mentah yang bersih Sumber: JNPK-KR, 2008 Tip dekontaminasi: (1) Gunakan tempat plastik untuk dekontaminasi agar mencegah: (a) Tumpulnya pisau (misal gunting) saat bersentuhan dengan kontainer logam.

(b) Berkaratnya instrumen karena reaksi kimia (elektrolisis) yang terjadi antara dua logam yang berbeda (misal instrumen dan wadah) bila direndam dalam air. (2) Jangan merendam instrumen logam yang tidak 100% baja tahan gores meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat (Tietjen, 2004). b. Pembersihan (cuci dan bilas) Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi tidak tersedia, pencucian secara seksama merupakan proses fisik satu-satunya untuk menghilangkan sejumlah endospora bakteri. Efektivitas pencucian dalam menghilangkan atau menon-aktifkan mikroorganisme yaitu 50% hanya dengan menggunakan air sedangkan 80% jika pencucian dengan detergen dan bilas. Perlengkapan atau bahan-bahan untuk mencuci peralatan adalah: 1) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks 2) Sikat (boleh menggunakan sikat gigi) 3) Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml; untuk kateter, termasuk kateter penghisap lendir) 4) Wadah plastik atau baja antikarat (stainless steel) 5) Air bersih 6) Sabun atau detergen Tahap-tahap pencucian dan pembilasan: 1) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan

2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi (hati-hati bila memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit) 3) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci secara bersamaan dengan peralatan dari logam 4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati: a) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran b) Buka engsel gunting dan klem c) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut peralatan d) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan e) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau detergen f) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih 5) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain 6) Jika peralatan yang didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalkan dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT Alasan: Jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan kimia dan membuat larutan menjadi kurang efektif 7) Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan dikukus atau direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu dikeringkan dulu sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai 8) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih 9) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan.

Untuk mencuci kateter (termasuk selang atau pipa plastik penghisap lendir) dapat dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini: 1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada kedua tangan 2) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap lendir) 3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau detergen. 4) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih 5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum dilakukan DTT (JNPK-KR, 2008). c. Disinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi Disinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian terhadap endospora bakteri (Hidayat, 2008). Disinfeksi tingkat tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus, mengukus atau kimiawi (JNPK-KR, 2008). 1) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan cara merebus a) Dekontaminasi dan bersihkan semua alat yang akan di didisinfeksi tingkat tinggi. b) Semua alat harus terendam dalam air. Atur permukaan air sedemikian rupa, sekurangnya 2,5 cm (1 inci) air di atas alat. Sebagai tambahan, pastikan semua wadah dan mangkok yang akan direbus telah dipenuhi air. c) Tutup rapat panci dan biarkan air mendidih.

d) Mulai mencatat waktu. Proses DTT waktu dicatat setelah air mendidih e) Rebus alat-alat selama 20 menit. f) Setelah merebus 20 menit, pindahkan alat-alat dengan cunam yang telah di DTT lebih dahulu. Jangan biarkan alat-alat terus terendam dalam air, karena sewaktu air mulai dingin, kuman dan partikel-partikel masuk dalam kontainer dan dapat mengontaminasi alat-alat (Tietjen,2004). g) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembab maka keadaan disinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga). h) Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah disinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka (JNPK-KR, 2008). 2) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan pengukusan Disinfeksi tingkat tinggi dengan pengukusan dilakukan dengan alat kukusan yang terdiri dari panci bawah (berdiameter ± 31 cm) untuk merebus air, tiga panci berlubang-lubang di dasarnya (diameter 0,5 cm) untuk melewatkan uap ke atas dan air kembali ke bawah dan tutup panci. DTT dengan pengukusan dapat dilakukan dengan cara: a) Tempatkan instrumen dan alat-alat di salah satu panci yang ada lubang di dasarnya. Untuk memudahkan pengeluaran panci, jangan isi panci terlalu penuh. b) Ulangi proses ini sampai ketiga panci terisi. Letakkan semua panci tersebut di atas panci bawah yang berisi air untuk dididihkan. Siapkan panci kosong tanpa lubang di samping sumber panas. c) Tutup panci dan didihkan sampai air mendidih.

d) Waktu uap mulai keluar di antara panci dan tutup, mulai mencatat waktu atau menulis waktu mulainya DTT. e) Kukus selama 20 menit. f) Angkat panci atas dan tutup panci berikutnya. Guncangkan panci agar air turun dari panci yang baru diangkat. g) Tempatkan panci yang baru diangkat ke atas panci kosong. Ulangi sampai semua panci ditempatkan di atas panci kosong dan tutup panci yang paling atas (langkah ini membuat semua alat dingin dan kering tanpa terkontaminasi) h) Biarkan alat-alat menjadi kering dalam panci (1-2 jam) sebelum dipakai. i) Dengan menggunakan penjepit yang di DTT, pindahkan alat-alat kering ke dalam kontainer yang kering dan telah di DTT, bertutup rapat (Tietjen, 2004). 3) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan bahan kimiawi Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid. Larutan disinfeksi tingkat tinggi yang selalu tersedia dan tidak mahal adalah larutan klorin. Karena larutan klorin bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama 20 menit maka peralatan yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang. Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan disinfeksi tingkat tinggi: a) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam wadah dan tuangkan desinfektan. Jika peralatan basah sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan terjadi pengenceran larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja atau efektifitasnya. b) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia. c) Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku khusus.

d) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadak disinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup. e) Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah disinfeksi tingkat tinggi berpenutup rapat (JNPK-KR, 2008). 4) Sterilisasi Sterilisasi adalah tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora. Cara sterilisasi adalah sebagai berikut: a) Sterilisasi dengan merebus dalam air mendidih sampai 100 C (15-20 menit) (Hidayat, 2008). b) Sterilisasi dengan stoom. Menggunakan uap panas dalam autoclave 106 pada temperatur 121 C selama 30 menit jika insterumen terbungkus dan 20 menit jika tidak terbungkus. c) Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi pada temperatur 170 C selama 60 menit. d) Sterilisasi dengan bahan kimia dengan menggunakan larutan glutaraldehid 2-4% selama 10 jam atau menggunakan larutan formaldehid 8% selama 24 jam (Tietjen, 2004). 6. Pengelolaan Sampah Sampah bisa terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sampah yang tidak terkontaminasi tidak mengandung risiko bagi petugas yang menanganinya. Tetapi sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah sampah terkontaminasi. Jika tidak ditangani dengan benar, sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut termasuk anggota masyarakat. Sampah terkontaminasi termasuk darah, nanah, urin,

kotoran manusia dan benda-benda yang kotor oleh cairan tubuh. Tangani pembuangan sampah dengan hati-hati (JNPK-KR, 2008). a. Tujuan Pengelolaan Sampah Tujuan pengelolaan sampah adalah: 1) Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan 2) Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan 3) Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya 4) Membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman b. Pembuangan sampah terkontaminasi Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar meliputi: 1) Menuangkan cairan atau sampah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup 2) Insenirasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus mikroorganismenya (Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan sampah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume sampah dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang) 3) Menguburkan sampah terkontaminasi untuk mencegah ditangani lebih lanjut Penanganan sampah terkontaminasi yang tepat akan meminimalkan penyebaran infeksi pada petugas kesehatan dan masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah terkontaminasi harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup dan anti bocor. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah medik: 1) Untuk sampah terkontaminasi, pakailah wadah plastik dengan tutup yang rapat. Sekarang, kantong-kantong plastik yang berwarna digunakan untuk

membedakan sampah umum (yang tidak terkontaminasi) dengan yang terkontaminasi. 2) Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah kemana-mana meningkatkan risiko infeksi pada pembawanya). Terutama penting sekali terhadap benda tajam yang membawa risiko besar kecelakaan perlukaan pada petugas kesehatan. 3) Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah tidak boleh dipakai untuk keperluan lain di klinik. 4) Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam. Jika kontainer sudah ¾ penuh, tutup, sumbat atau plester dengan rapat. Pastikan tidak ada bagian benda tajam yang menonjol keluar wadah. Buanglah wadah benda tajam tersebut secara dibakar atau dikubur. 5) Untuk sampah cair, hati-hati tuangkan sampah cair ke wastafel atau ke dalam toilet dan siramlah dengan air untuk membuang sisa sampah, hindari percikan air. Jika sistem pembuangan kotoran tidak tersedia, buanglah sampah cair tersebut dalam lubang tertutup, jangan dibuang ke saluran terbuka. 6) Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan petugas dari memisahkan sampah dengan tangan kemudian. 7) Cuci semua wadah sampah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan klorin 0,5% + sabun) dan bilas teratur dengan air. 8) Gunakan perlengkapan pelindung diri (PPD) ketika menangani sampah

9) Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani sampah (Tietjen, 2004). Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan yang buruk dapat menimbulkan konsekuensi yang serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan (Fitria, 2010).