I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor Per.06/MEN/2010 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km dengan luas wilayah laut 5,4 juta km2, mendominasi total luas teritorial Indonesia sebesar 7,1 juta km2. Berapapun panjang pantai Indonesia sebenarnya, yang pasti hal tersebut merupakan potensi dan menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang penting di dunia. Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/Men/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; dan pentingnya pesisir pantai yang kaya akan sumber daya alam dan jasa lingkungan, pemanfaatan pesisir pantai harus dilakukan dengan baik dan benar serta mampu berfungsi ganda. Berfungsi ganda artinya pengelolaan lahan pantai selain berfungsi sebagai pengendali erosi (angin) juga berfungsi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman yang sesuai dan bernilai ekonomis. Konsep tersebut disebut sebagai usahatani konservasi (Triatmojo, 1999). Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah merencanakan untuk memanfaatkan secara optimal lahan marginal sepanjang
pantai selatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lahan tersebut berupa gundukan pasir pantai yang tandus yang tersebar didaerah Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek di wilayah Kabupaten Bantul. Berdasarkan konsep pengelolaan bahwa daerah tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan agrowisata pantai sehingga harus didukung dengan sistem pertanian dan pengelolaan air yang baik (Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten. Bantul, 2007). Sejalan dengan rencana Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul juga telah mempersiapkan rencana strategis pengelolaan pesisir dan laut terpadu (RSPPLT). RSPPLT tersebut merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Bantul yang mengkonsentrasikan pada permasalahan tingginya tingkat kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Kebijakan pembangunan yang diterapkan adalah dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan (Bappeda Kab. Bantul, 2007). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul (2010), wilayah pesisir di Kabupaten Bantul terbentang dari barat ke timur dengan luas 6.446 ha yang meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Wilayah pesisir yang cukup luas tersebut merupakan potensi bagi pengembangan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan, hortikultura, kehutanan, dan perikanan. Salah satu permasalahan wilayah pantai dari segi iklim adalah kenaikan air laut yang dapat menyebabkan abrasi pantai, sedimentasi dan erosi berlebihan. 2
Dampak peristiwa erosi pasir antara lain: 1) tanah pada lahan pantai bertekstur kasar dan bersifat lepas sehingga sangat peka terhadap erosi angin, 2) hasil erosi yang berupa endapan pasir (sand dune) mampu menutup wilayah budidaya pertanian dan pemukiman didaerah dibelakangnya, 3) butiran pasir bergaram yang dibawa dari proses erosi angin dapat merusak dan menurunkan produktivitas tanaman budidaya, 4) peristiwa erosi juga berdampak pada rendahnya tingkat kesuburan lahan pantai. Peristiwa tersebut menyebabkan lahan pantai menjadi kritis dan harus mendapatkan penanganan (Triatmodjo, 1999; Tim UGM, 1992, Haryadi, 2009; Suryanto, 1996 dalam Budiyanto, dkk., 2005; Dep. Kehutanan, 2000; Kurnia, dkk., 1997). Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lahan pantai merupakan lahan kritis yang harus mendapatkan perlakuan konservasi lahan. Konservasi lahan tersebut dimaksudkan agar lahan pantai mampu berfungsi sebagai pengendali erosi dan mengurangi dampak negatif dari erosi tersebut. Menurut Sukresno (1998) hal yang sangat penting dalam melakukan konservasi lahan pantai berpasir adalah dengan melakukan penanaman tanaman tanggul angin/ pemecah angin (cemara laut, Glirisidae, pandan dan mete) dan pengusahaan tanaman budidaya hortikultura yang ditanam diantara tanaman tanggul angin. Untuk melaksanakan usaha budidaya hortikultura diperlukan dua syarat pokok yaitu ketersediaan air dan bahan organik. Menurut Sudiharjo (2000), lahan pantai selatan DIY masuk dalam kriteria lahan tidak sesuai atau sesuai marginal untuk komoditi tanaman pangan dan sayuran. Faktor pembatas lahan pantai yaitu gerakan air gravitasi dan pelindian 3
nitrat, volume ruang pori makro lebih besar dari pada ruang pori mikro. Akibatnya adalah tanah pantai berpasir cenderung meloloskan air sehingga tidak bisa menyimpan air dalam waktu lama. Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi upaya pemupukan yang cenderung membutuhkan air sebagai pelarut hara nitrogen. Pada saat terjadi kelebihan air, maka sebagian besar air yang dikandung tanah akan segera bergerak ke bawah bersama dengan nitrogen dari pupuk dan keluar dari zona akar sehingga pemupukan tidak efisien. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal khususnya lahan pantai berpasir adalah dengan menambah sumber-sumber nitrogen terutama pupuk organik dan an-organik. Bahan organik diharapkan dapat menciptakan kompleks koloid organik dan meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air serta meningkatkan kelarutan pupuk an-organik yang diberikan. Atas dasar itulah, pemberian bahan organik diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah lahan pasir pantai (FAO, 2005). Menurut Chalifah (2006), usaha yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat petani lahan pasir di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya konservasi lahan pantai adalah dengan mengusahakan tanaman penahan angin (windbarier). Tanaman penahan angin mampu mengurangi pengaruh negatif dari tiupan angin kencang yang membawa partikel-partikel garam atau erosi yang mampu merusak tanaman pertanian. Tanaman penahan angin yang sekaligus berfungsi ganda untuk konservasi lahan adalah tanaman cemara laut dan gamal yang daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. 4
1.2. Rumusan Masalah Wilayah pantai termasuk lahan marginal dan kurang diminati oleh masyarakat untuk usahatani. Penyebabnya adalah adanya erosi angin yang terjadi secara terus menerus sehingga kondisi lahan menjadi marginal. Peristiwa tersebut menjadikan lahan pantai menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah di belakangnya. Dampak peristiwa erosi pasir antara lain : 1) tanah pada lahan pantai bertekstur kasar dan bersifat lepas sehingga sangat peka terhadap erosi angin, 2) hasil erosi berupa endapan pasir (sand dune) dapat menutup wilayah budidaya dan pemukiman di daerah di belakangnya, dan 3) butiran pasir bergaram yang dibawa dari proses erosi angin dapat merusak dan menurunkan produktivitas tanaman. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lahan pantai yaitu "pantai selatan" yang merupakan lahan berpasir dengan luasan sekitar 13.000 ha atau ± 4% dari luas wilayah DIY. Pemanfaatan lahan pantai di Kabupaten Bantul secara nyata telah mampu memberikan kontribusi sebesar 3,50% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bantul. Kontribusi tersebut terdiri dari pendapatan sektor pertanian bahan makanan, perikanan laut dan pariwisata. Salah satu pantai yang saat ini sedang berkembang dengan pemanfaatan lahan pantai sebagai kawasan konservasi dan usaha budidaya pertanian adalah Pantai Samas di Kabupaten Bantul. Pengembangan pertanian lahan pantai di Kabupaten Bantul dilakukan dengan konsep usahatani untuk konservasi lahan. Menurut Harjadi, dan Octavia (2008) bahwa konservasi lahan pantai berpasir di wilayah pantai Samas 5
Kabupaten Bantul dapat dilakukan dengan metode penanaman tanaman penahan angin, budidaya tanaman semusim: cabe merah dan jagung. kegiatan perbaikan tanah berupa pupuk kandang dan kegiatan pengembangan sarana pengairan antara lain berupa bak renteng, pralon, gembor, selang, pompa air, dll. Salah satu model pertanian yang tepat dan dapat diterapkan pada budidaya lahan pantai adalah sistem usahatani konservasi. Sistem usahatani konservasi diharapkan dapat membantu proses konservasi lahan sehingga nantinya dapat meningkatkan produktivitas lahan, sekaligus mampu meningkatkan efisiensi produksi usahatani yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani. Kegiatan konservasi yang dilakukan adalah dengan mengusahakan tanaman penahan angin (wind barrier), pengadaan sumur renteng atau system pengairan dan keberadaan ternak sebagai pensuplai pupuk organic. Kegiatan konservasi tersebut dipandang sebagai pembatas utama dalam kegiatan usahatani konservasi di lahan pantai. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian, sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh faktor konservasi (Windbarier dan sistem pengairan) terhadap produksi dan risiko usahatani konservasi? 2. Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat inefisiensi dalam produksi usahatani konservasi? 3. Bagaimana alokasi sumberdaya yang optimal pada usahatani konservasi lahan pantai? 4. Bagaimana pengaruh adanya perubahan pada produksi potensial, jumlah ternak, harga input dan output serta kebijakan pemerintah dengan pembelian harga output di harga BEP dalam alokasi sumberdaya optimal. 6
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan permasalahan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh faktor konservasi (windbarier dan sumur renteng) terhadap produksi dan risiko usahatani. 2. Mengetahui tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi usahatani. 3. Menganalisis alokasi sumberdaya optimal pada usahatani konservasi lahan pantai. 4. Mengetahui pengaruh perubahan pada produksi potensial, jumlah ternak, harga input dan output serta kebijakan pemerintah untuk membeli produk dengan harga BEP dalam alokasi sumberdaya optimal pada usahatani konservasi. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam upaya mengembangkan usahatani konservasi lahan pantai berpasir di Kabupaten Bantul. Bagi petani, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan positif dan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam usahatani konservasi. 7