KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1
I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan secara turun temurun merupakan suatu proses budaya yang berkembang dalam masyarakat. Terlebih lagi kegiatan tersebut mendatangkan manfaat dari segi ekonomi dan pendapatan bagi masyarakat yang mengusahakan tembakau. 2. Produk tembakau dan ikutannya telah menjadi budaya dan kebiasaan hidup serta kehidupan masyarkat sejak sebelum Columbus menemukan benua Amerika di Abad 14. Produk Hasil Tembakau telah menjadi bagian tradisi dan mengakar dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya masyarakat dan bangsa. 3. Sisi lain yang tidak dapat dipisahkan dari tembakau adalah budaya mengolah tembakau menjadi barang yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Kegiatan yang sering disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) ini juga tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan kegiatan budidaya tembakau yang dilakukan oleh petani. 4. Sebagai komoditas yang bernilai ekonomi dan sosial tinggi, hasil tembakau dan industri hasil tembakau berkontribusi besar dalam menunjang pendapatan petani dan negara. Di sentra-sentra produksi, hasil jual tembakau menyumbang sebesar 40-70% dari total pendapatan petani. Disisi lapangan kerja, pada budidaya tembakau mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 825.348 orang dengan melibatkan (558.502 KK) 2
DASAR HUKUM Dasar hukum yang terkait dengan usaha budidaya tembakau adalah : a. UU RI No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa : Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan jenis pembudidayaannya. Pasal 6 ayat (3) : Apabila pilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak dapat terwujud karena ketentuan Pemerintah, maka Pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan agar petani yang bersangkutan memperoleh jaminan penghasilan tertentu. b. UU RI No. 39/2014 tentang Perkebunan Pasal 2 : Perkebunan diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, keberlanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensiberkeadilan, kearifan lokal dan kelestarian fungsi lingkupan hidup. Pasal 3 : Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan : (1) meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devis negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha; (4) meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6) memberikan perlindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan (8) meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan. 3
II. SEBARAN WILAYAH PENANAMAN TEMBAKAU 4
PRODUKSI TEMBAKAU 5
III. PERKEMBANGAN LUAS AREAL DAN PRODUKSI SELAMA LIMA TAHUN 6
Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Tembakau Perkebunan Rakyat, Negara dan Swasta Menurut Provinsi Tahun 2011 s.d. 2016 Provinsi Tahun 2011 Panen (Ha) Produksi (Ton) Panen (Ha) Tahun 2012 Produksi (Ton) Panen (Ha) Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Produksi (Ton) Panen (Ha) Produksi (Ton) Panen (Ha) Produksi (Ton) Tahun 2016* Panen (Ha) Produksi (Ton) ACEH 641 951 1,144 814 2,092 1,983 2,158 2,340 1,772 1,919 2,023 2,199 SUMATERA UTARA **) 440 374 511 447 2,852 2,426 2,889 2,416 2,645 2,439 412 531 SUMATERA BARAT 1,404 1,299 1,404 1,306 1,076 1,002 1,384 1,349 1,376 1,337 1,402 1,366 JAMBI 176 109 287 171 286 193 347 233 393 285 387 287 SUMATERA SELATAN 113 101 13 10 53 38 353 302 323 256 353 302 LAMPUNG 736 620 941 1,180 959 892 634 862 493 519 497 677 JAWA BARAT 9,181 8,086 10,326 9,195 9,973 8,872 9,201 8,146 9,711 8,471 9,355 8,473 JAWA TENGAH 44,651 39,411 50,982 43,386 40,620 30,972 42,653 32,542 50,856 40,504 44,884 40,567 D.I. YOGYAKARTA 2,082 1,428 2,115 1,561 1,307 686 1,595 1,097 2,056 1,534 1,882 1,569 JAWA TIMUR **) 130,284 114,391 144,245 135,309 83,386 73,998 118,717 108,137 107,104 99,016 107,207 99,531 B A L I 1,132 1,671 970 1,713 803 975 680 937 782 1,024 752 1,038 NUSA TENGGARA BARAT 28,409 40,992 37,055 59,988 28,356 38,529 24,611 37,067 23,760 34,449 23,890 36,074 NUSA TENGGARA TIMUR 1,075 182 2,799 1,393 2,986 1,535 2,049 1,304 2,160 1,324 2,170 1,384 SULAWESI TENGAH 42 47 42 47 30 27 55 32 95 35 55 33 SULAWESI SELATAN 2,554 2,491 2,909 1,915 2,350 2,321 2,116 1,537 2,324 1,535 2,103 1,529 INDONESIA Statistik Perkebunan Indonesia Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan 222,920 212,153 255,743 258,435 177,129 164,447 209,443 198,301 205,850 194,646 197,372 195,560 : *) Angka Sementara **) Perkebunan Rakyat ditambah Perkebunan Besar Negara ditambah Perkebunan Swasta - Produksi : Daun Kering 7
III. VOLUME DAN NILAI EXPOR IMPOR TEMBAKAU TAHUN 2011-2015 Keterangan : Tahun 2015 angka sementara hasil sinkronisasi Nasional Sumber : Badan Pusat Statistik
IV. SEBARAN INDUSTRI HASIL TEMBAKAU DI INDONESIA No Provinsi Kabupaten Hasil IHT 1 NAD Banda Aceh Kretek 2 Su - Mut Pematang Siantar, Kota Medan Rokok Putih 3 Ja - Bar Kota Cirebon, Cirebon, Karawang, Bekasi Rokok Putih dan Kretek 4 Ja - Teng Semarang, Jepara, Pati, Demak, Kudus, Karanganyar, Solo, Kebumen, Salatiga Kretek dan Rokok Putih 5 Yogyakarta Bantul, Sleman, Kulonprogo Kretek 6 Ja - Tim Pamekasan, Pasuruan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Probolinggo, Lumajang, Bojonegoro, Jombang, Nganjuk, Malang, Kediri, Madiun, Ponorogo, Ngawi, Tulungagung, Magetan, Pacitan Kretek 7 Sul - Sel Soppeng Kretek 8 NTB Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat Kretek (Home Sumber: Radjab (2013) Industri) 9
INDUSTRI HASIL TEMBAKAU INDONESIA Jumlah Produsen Tenaga Kerja Total 728 produsen produk tembakau terdaftar di Indonesia Sumber: DJBC - 2015 Sumber: Kementerian Perindustrian
V. TANTANGAN PERTANIAN TEMBAKAU PERTANIAN TRADISIONAL Persiapan lahan secara konvensional Penanaman secara manual Kurang perawatan Pemanenan secara tradisional Proses setelah panen secara tradisional Proses pemotongan konvensional Praktek pertanian secara tradisional menyebabkan hasil yang kurang kompetitif kualitas, jumlah dan biaya 11
TANTANGAN PERTANIAN TEMBAKAU Produktifitas Belum Optimal Praktek Pertanian Tradisional Persaingan Lahan Pertanian Skala Kecil Biaya Tinggi (sewa lahan & biaya saprodi) Rentan gagal panen
TANTANGAN PERTANIAN TEMBAKAU Tataniaga yang Kompleks Pedagang kecil Pedagang besar Grader IHT Pengumpul Petani
VI. PERMASALAHAN Penyediaan sarana produksi (pupuk, benih, pestisida); Lemahnya SDM dan kelembagaan petani ; Kurangnya pemeliharaan tanaman mengakibatkan mutu hasil panen yang kurang baik; Daya Saing Komoditas; Anomali Iklim ; Konversi Lahan Pertanian.
VII. UPAYA PENGEMBANGAN PERTANIAN TEMBAKAU MELALUI KEMITRAAN PERAN PETANI : Memanfaatkan bantuan teknis, satuan produksi, dan dukungan finansial (jika diperlukan) Mengimplementasikan praktik pertanian yang baik SESUAI dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) Perusahaan Menjual hasil panen tembakau langsung kepada pelaku usaha PERAN PELAKU USAHA : Memberikan bantuan teknis, satuan produksi, dan dukungan finansial (jika diperlukan) Mensosialisasikan serta membimbing dan mengawasi implementasi praktik pertanian yang baik SESUAI dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) Perusahaan Membeli hasil panen tembakau langsung dari petani Transfer teknologi / pengetahuan praktik pertanian terbaik 15
Lanjutan PERAN PEMERINTAH : Memfasilitasi peningkatan produktivitas dan mutu tembakau sesuai dengan kebutuhan industri. Menyusun kebijakan berupa Road-map agribisnis tembakau Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek yang terpadu dan sinergis, yang dalam proses penyusunannya melibatkan seluruh stakeholder terkait. Melindungi dan menjaga kelestarian tembakau khas Indonesia (Indikasi Geografis) yang telah mendunia sebagai kekayaan plasma nutfah bangsa Indonesia, bahkan ditingkatkan produksinya kalau pasarnya masih terbuka. Menyusun kebijakan produksi terkait dengan supply-demand, dalam rangka menyeimbangkan antara supply (produksi) dan demand (kebutuhan), misal bagi jenis tembakau tertentu yang pasarnya sudah jenuh, sebaiknya pengembangannya dibatasi, sedangkan yang pasarnya tersedia pengembangannya dipacu agar dapat mengisi ekspor dan mengurangi impor (pengaturan impor-ekspor), pengembangan komoditas alternatif, diversifikasi produk, dan sebagainya. 16
17